Zaki memasuki toilet dengan perasaan yang sudah tidak karuan, dia berusaha buang air kecil, setelahnya keadaannya tidaklah menjadi baik, tetapi malah semakin menjadi."Aish, ada apa denganku? Kenapa tubuhku panas banget? Kenapa aku jadi menggila begini?" keluh Zaki, suaranya bahkan sudah serak.Setelah buang air kecil, adik kecilnya bahkan terus terbangun, ukurannya semakin membesar hingga celana lelaki itu menjadi sesak."Ada apa sih lu, Jon? Malu-maluin banget, kenapa elu bangun di saat seperti ini? Aaahhhhhh." Zaki melenguh ketika tanpa sengaja tangannya menyentuh adik kecilnya itu. Seketika bayangan Nadin memakai pakaian ketat dengan penuh peluh sehabis latihan yoga memenuhi kepala lelaki itu, gairahnya bahkan kembali berkobar, hingga dadanya terasa sesak dan tidak bisa dikendalikan lagi."Nadin, Sayang ... Mungkin kini saatnya, aku tidak bisa mengendalikannya lagi, Aaahhh ...." Zaki merasa frustasi, tidak tahu bagaimana cara mengatasi libidonya yang sudah berada di puncaknya, l
"Nadin ... Tolong, Nadin! Aku sudah tidak tahan. Sayang, tolonglah ...." "Apa yang bisa kutolong, Mas? Mas Zaki kenapa? Kenapa bertingkah seperti itu? Jangan nakut-nakuti aku, Mas! Mas mabuk, ya?" Zaki menggeleng lemah, bibirnya tidak berhenti mendesis, bahkan celananya makin mengetat, memperlihatkan tonjolan yang siapapun bisa menerka isinya apa. Nadin mundur dengan pelan berusaha menjauhi Zaki, naluri gadis itu mengatakan tanda bahaya akan mendekat, melihat tatapan mata Zaki yang seperti itu membuat gadis itu sedikit ketakutan. "Ada yang memasukkan obat perangsang ke minumanku, sekarang aku sangat tersiksa, Sayang ... Arrrggg!" "Nadin, bisakah kau memajukan malam pertama kita hari ini? Sekarang aku sangat membutuhkannya, aku bisa mati kalau begini. Tolonglah, Sayang ...." Zaki kini telah menghiba di hadapan gadis itu, tubuhnya bergetar hebat menahan segala rasa hasrat di dalam sana. "Apa tidak ada cara lain, Mas? Bagaimana kalau kita ke dokter?" tanya Nadin dengan takut-takut.
Zaki memandikan Nadin dengan pelan-pelan. Setalah mandi lelaki itu menyiramkan air wudhu, mengeringkan tubuh dan rambut istrinya dengan handuk dan memakaikan piyama mandi ke tubuh wanita itu, dengan sayang dia kembali menggendong istrinya ke kamar. "Mas, aku sudah wudhu, kita jadi bersentuhan lagi." "Nggak apa-apa, Sayang. Ini darurat, Allah juga akan memakluminya." Ditaruh istrinya di atas kasur, dengan telaten l laki itu memakaikan mukena ke tubuh istrinya "Kamu salat dulu, ya. Tidak usah berdiri, sambil duduk saja. Mas mandi dulu." "Iya, Mas. Makasih, ya?" "Mulai sekarang tidak ada kata terima kasih diantara kita, aku melakukannya karena memang aku ingin, aku sayang sama kamu," ujar Zaki sambil mengusap kepala istrinya Nadin tersenyum melihat suaminya yang tengah pergi ke kamar mandi, rasa nyerinya sedikit berkurang setelah disiram air hangat, cuma tubuhnya masih terasa pegal dan sakit, ketika luka lecetnya tersentuh atau tergesek kulit paha masih terasa begitu nyeri. Sel
Dan di sinilah mereka sekarang, di klinik dokter yang berada di ruko dua lantai, ketika masuk klinik tersebut, dokter sudah menunggu di tempat prakteknya, hanya dia sendiri tanpa ada asisten maupun perawat."Ada apa, kenapa anda begitu memaksa saya untuk buka praktek? Jadwal praktek saya baru buka jam empat sore, untung saja sekarang hari Minggu, jadi saya bisa mengabulkan permintaan anda," ujar dokter wanita yang ditaksir berusia empat puluh tahun ke atas."Tolong periksa istri saya, Dok. Dia terlihat sangat menderita, saya sudah membuatnya seperti itu," ujar Zaki yang masih juga membopong istrinya ketika menemui dokter tersebut. "Apa yang terjadi?" Dokter itu tampak terkejut, karena Nadin yang terlihat menderita."Ayo, baringkan dia di situ," tunjuk dokter tersebut, wanita itu berjalan mengambil peralatan seperti senter dan alat medis lainnya."Mana yang sakit?" tanya dokter itu.Nadin hanya bergeming tidak tahu mau mengatakan apa, rasa malu sangat menguasainya hingga pipinya teras
Setelah sampai rumah, Zaki langsung membopong Nadin ke kamar, lelaki itu mengambil air minum dan menyodorkan obat antibiotik ke arah istrinya."Minum obat," perintahnya.Nadin mengambil obat dari tangan lelaki itu dan menelannya, tak lupa meminum air putih yang sudah diambilkan suaminya itu."Ayo, baring. Biar Mas oleskan salepnya," ujar Zaki."Apa? Tidak perlu! Biar aku saja, sini!"Nadin berusaha meraih salep dari tangan Zaki, tetapi lelaki itu mengelaknya. Gila, ya? Jadi dia mau buka-buka punya gue? Nadin menjadi frustasi ketika memikirkan yang iya iya."Ayo, berbaring!" Perintah Zaki dengan tegas."Mas, gak usah! Biar aku sendir saja!""Gak perlu malu, aku cuma mau ngolesin salep, gak mau macam-macam. Lagian kata dokter tadi aku harus puasa selama dua Minggu," ujar lelaki itu sambil membaringkan istrinya di kasur singel gadis itu.Nadin hanya memejamkan mata, ketika dia merasakan lelaki itu membuka celana dalamnya dengan paksa. Bulu kuduknya bergetar ketika sebuah tangan menyentuh
"Fahmi, aku memang harus pulang sekarang juga," ucapnya dengan wajah tegang. "Kenapa? Mama kamu Anfal?" "Bukan, Dewi hari ini pulang. Jadi aku harus menemuinya." "What? Dewi? Shit, Zaki! Kenapa elu masih mikirin dia, sih?" "Kamu lupa siapa Dewi? Dia sudah menyelamatkan nyawaku, aku sudah berjanji padanya akan selalu peduli padanya sampai kapanpun, kau lihat apa yang dia tulis di email itu?" "Dia sudah menikah, Zaki. Relakan dia bersama suaminya," ujar Fahmi tanpa mengambil ponsel yang Zaki sodorkan. "Dia menikah karena terpaksa, Mi. Kalau bukan ayahnya yang Dubes itu yang memaksanya menikah dengan pria asing itu, dia akan menikah denganku sekarang. Kau lihat apa yang dia tulis? Dia sedang proses bercerai dengan suaminya, karena lelaki itu melakukan KDRT. Dia menderita, Fahmi. Cepat kau Carikan aku tiket, untuk dua jam lagi. Aku akan pulang dulu pamitan sama Nadin." "Terus siapa yang akan mengurus Nadin?" "Dia sudah lebih baik sekarang, aku menitipkan Nadin padamu, ya?" Fahmi h
Di sinilah Zaki sekarang, di rumah besar yang cukup elit, rumah dengan pagar tinggi dengan halaman luas, ada taman dengan bunga-bunga bermekaran, taman yang selalu bersih dan rapi, bunga-bunga itu ditanam sendiri oleh tangan Nuraini ibunya Zaki, wanita yang masih terlihat cantik walaupun umurnya sudah lima puluh lima tahun. Di belakang rumah terdapat kolam renang dan bangku-bangku untuk berjemur dan bersantai. Mobil Mercedes Maybach menjemput Zaki di bandara yang dikendarai oleh supir pribadi."Assalamu'alaikum," sapa Zaki kepada beberapa ART yang menyambutnya."Walaikumsalam, Mas Zaki.""Mama di mana?""Ibu ada di kamarnya, Mas. Sudah tiga hari tidak mau keluar kamar, suster Ana ada di sana menemani ibu," jawab salah satu ART.Rumah ini memiliki tiga orang ART, dua satpam dan satu orang supir, ada juga suster Ana, perawat yang merawat Nuraini, sudah sepuluh tahun suster Ana bekerja pada keluarga Zaki, suster sebelumnya sudah pensiun.Zaki melangkahkan kaki menuju tangga ke lantai du
Zaki menatap sepasang liontin itu dengan tangan gemetar, dia sudah mengantarkan ibunya ke RSJ langganannya, di sinilah dia sekarang, di meja kerja ayahnya yang masih setia dibersihkan, tata letak semua perabotan juga masih seperti semula, seperti ketika ayahnya masih ada.Zaki memandangi dan mengelus inisial sebuah nama di sana, ND. Itu bukannya inisial untuk Nadin? Ya, semua gadis yang ditinggal di rumah itu hanya Nadin yang cocok dengan inisial ini, kan? Zaki meremas dengan kuat liontin berbentuk gembok tersebut. Mengingat bagaimana kejamnya lelaki keluarga Purnomo itu menghabisi ayahnya dan menyisakan trauma mendalam pada ibunya.Derrttt .... Derrttt ....Ponsel di atas meja tersebut bergetar, Zaki langsung mengangkat panggilan tersebut ketika suster Ana terpampang di layarnya."Iya, Sus?""Mas Zaki, ibu sudah sadar, dia menanyakan mas Zaki terus, dia memanggil-manggil nama mas Zaki terus ....""Iya, Sus. Aku akan segera ke sana!"Zaki menutup panggilan dari suster Ana, tanpa dia s
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b