"Loh, kenapa ini memasang tenda segala?" tanya Zaki yang baru ngeh terhadap alam sekitarnya."Nanti tamunya cukup banyak, jadi kalau ditampung di dalam rumah gak cukup," jawab Nadin."Terus kamu dapat uang darimana nyewa tenda ini?""Aku yang menyewakan, itung-itung untuk kado pernikahan kalian," jawab Shintia.Zaki tidak bisa berkata-kata lagi, sebenarnya dia termasuk orang yang gengsinya selangit, pantang menerima bantuan dari orang secara cuma-cuma, namun kali ini dia menekan egonya, sungguh sulit rasanya, hingga kulit wajahnya yang berwarna madu itu memerah menahan malu."Ayo, masuk mobil!" Akhirnya dia bisa mengendalikan dirinya dengan susah payah. Lelaki itu berjalan duluan dengan elegan, tubuhnya yang tinggi, dengan pakaian ngepas seperti itu terlihat jelas lekuk tubuhnya, bahunya yang lebar dengan pinggang yang langsing, kaki panjangnya berjalan seperti seorang model terlihat dari belakang."Dari mana sih, kamu Nemu makhluk indah seperti itu, Din?" bisik Asyifa."Makhluk inda
Belum selesai Nadin memikirkan keluarganya, sebuah mobil Innova putih yang juga masih berplat putih, berhenti tepat di depan teras kantor di mana mereka masih berdiri menunggu panggilan panitia pernikahan. Suhendri menjadi orang yang turun duluan dari mobil tersebut. Setelah Suhendri turun dari bangku depan, menyusul di belakangnya Mala, Chika dan Kayla. Nadin sempat shock melihat Mala, Chika dan Kayla berdandan dengan pakaian kebaya ketat, dengan bahan mewah dan dandanan heboh melebihi pengantinnya, rambut mereka disanggul dengan sanggul masa kini sepertinya mereka ke salon dulu sebelum datang ke kantor KUA ini, dandanan mereka seperti mau kondangan ke hotel bintang lima, sementara Suhendri memakai batik mewah, dengan celana bahan berwarna hitam dan sepatu pantofel. "Eh ... Eh ... Eh ..., Siapa ini? Kok ada orang desa yang sudah sampai sini?" ujar Mala dengan heboh menatap pasangan Mang Karta dan Bi Sumi yang berpenampilan sederhana. "Kamu kok ke sini juga, Karta?" tanya Suhendr
Tepat jam 2 siang, ijab qobul dilaksanakan di ruangan khusus yang sudah disediakan oleh pihak KUA, sebuah ruangan yang sudah didekorasi dengan indah seperti dekorasi pengantin pada umumnya. Lantainya dipasang ambal permadani kualitas bagus, dindingnya dipasang kain dekorasi dengan warna perpaduan ungu putih dan hijau, dengan hiasan bunga-bunga cantik. Di lantai di sediakan meja kecil berbentuk segiempat dengan tepak meja warna putih berenda. "Silahkan mempelai pria duduk di sini, mempelai wanitanya boleh mendampingi boleh tidak, senyamannya saja," ujar petugas KUA tersebut."Siapa wali nikah dari pihak wanita?" tanyanya lagi."Saya, Ayahnya.""Silahkan duduk di sini, Pak. Sebentar lagi Pak penghulu akan ke mari."Semua orang memasuki ruangan, mereka harus menanggalkan alas kaki dan duduk di lantai dengan khidmat. Nadin duduk di depan didampingi oleh Shintia dan Assyifa, dia bersyukur Assyifa datang ke pernikahannya ini, sehingga tidak perlu didampingi Mala, Chika atau Kayla.Mala, Ch
Dear Istriku, Nadin Hanaya PutriMataku sekalipun tak pernah Melihat wanita sepertimu Yang selalu menjaga kehormatan Dan fitrah kewanitaanmu Kau laksana cahaya terbit di waktu fajar Tapi tak ada satu orangpun yang pernah melihatmu,Kau tercipta memang untukku Tuk menyempurnakan setengah agamaku Suamimu, Zaki Nur IkhsanNadin terbelalak membaca goresan pena yang terpampang di bingkai foto itu, goresan tangan dengan huruf yang begitu indah, di tulis di atas kertas warna kuning emas. Benarkah yang menulis bait kalimat ini lelaki di hadapannya? Ini sungguh romantis, tidak bisa dipercaya! Bukankah ini hanya pernikahan kontrak? Kalau ada kata-kata romantis seperti ini kan membuat Nadin menjadi baper.Tak terasa mata Nadin mulai berkaca-kaca, dengan mantap dia mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan suaminya dengan penuh perasaan, sehingga punggung tangan lelaki itupun basah terkena air mata
"Selamat, kalau sudah cerai dengan lelaki miskin ini, hubungi aku. Aku tidak keberatan menjadikanmu istri keduaku," bisik Adam pada telinga Nadin Nadin berjingkat mendengar mantan kekasihnya itu berkata demikian, berani benar dia bicara seperti itu? Tentu saja dia tidak menyangka jika Adam memiliki pemikiran demikian, apa katanya? Menjadi istri keduanya? Maksudnya dia akan menjadi madu dari Chika si kakak tiri laknat itu? Biarpun dia memang bakalan jadi janda, lebih baik Nadin mati daripada menjadi istri keduanya, senyuman sinis tersungging di bibir gadis itu."Apa kau bilang? Menjadi istri keduamu? Najis! Jangan ngimpi kau, Adam. Walaupun seandainya aku menjadi janda, lebih baik aku mati daripada disentuh olehmu, Brengsek!" balas Nadin dengan berbisik, namun suaranya sarat dengan kebencian.Zaki yang mendengar nada suara Nadin terlihat emosi, walaupun tidak jelas apa yang dibicarakan, menoleh ke arah gadis itu, dia cukup terkejut melihat istrinya menatap marah pada lelaki itu, Zaki
"Jadi pernikahan ini dirayakan juga, ya?" cibir Chika "Sepertinya begitu, ya boleh jugalah," ujar Mala. Mereka turun dari mobil dengan antusias, hanya Adam yang tidak semangat. Acara apa ini? Tendanya bahkan seperti itu, harusnya Nadin menikah denganku, maka acaranya akan kubuat seperti di negeri dongeng, keluh lelaki itu. Keluarga Nadin berjalan dengan angkuh, Pak Salim mengenalkan semua keluarga Nadin pada warga setempat. Nadin sendiri cukup terkejut ketika melihat menu makan hari itu, ayam kecap, sambal udang kentang, acar mentimun dan sambal nanas. Ada es sirup, pempek dan tekwan. Menu ini sungguh mewah dengan budget hanya dua juta. Nadin dan Zaki didudukan di sofa yang sudah diletakkan di teras rumah, keluarga Nadin di tempatkan di dalam rumah. Setelah mempelai datang, Pak RT memberi kata sambutan, seorang Ustaz membacakan doa, setalahnya semua hadirin makan bersama. Setalah seluruh tokoh masyarakat dan keluarga mempelai, seluruh warga mengantre di stand makanan yang disajik
Lama Nadin memikirkan usia suami kontraknya itu, tetapi wajah Zaki tidak terlihat tua, bahkan lebih terlihat dewasa Adam yang usianya baru dua puluh lima tahun. Sekarang Nadin berusia dua puluh dua tahun, selisih enam tahun sebenarnya tidak terlalu jauh sih, masih pantaslah. Yang jadi masalah bagi Nadin adalah pengakuan suaminya yang masih kuliah tingkat akhir di ekonomi manajemen, memang perkenalannya tergolong sangat kilat, sehingga belum mengenal siapa pasangan mereka sebenarnya. "Assalamualaikum," ujar Zaki yang baru pulang dari masjid. Nadin yang melihat suaminya baru pulang tersadar dari lamunannya. "Walaikumsalam," jawab gadis itu yang masih duduk di atas sofa. "Mas mau makan?" tanya Nadin berusaha bersikap baik pada suaminya. "Aku masih kenyang, buatin kopi saja," jawab lelaki itu. Zaki menghempaskan tubuhnya di sofa, dia asyik bermain ponsel, membuka beberapa email dari koleganya dan beberapa pengajuan kontrak kerja. Lelaki itu jarang sekali membuka aplikasi sosial medi
"Siapa juga yang bilang, kalau aku mahasiswa semester akhir yang mengejar gelar sarjana?""Terus? Mengejar apa, dong?" Mata Nadin membulat merasa tidak paham dengan apa yang sedang dikatakan oleh suaminya itu."Aku kini tengah mengejar gelar megister," jawab lelaki itu dengan senyum yang terlihat sinis."Ha? Jadi Mas Zaki mahasiswa S2? Pantasan wajah Mas benar-benar asing, itu karena memang kita tidak satu kampus, mahasiswa pascasarjana kan kuliahnya di kampus pasar."Zaki kembali memainkan ponselnya tanpa menghiraukan lagi ucapan Nadin, walau begitu Nadin tidak ambil pusing, dia akan terus bertanya untuk membuang unek-unek di kepalanya."Mas Zaki kan kuliahnya di pasar, apa gak terlalu jauh kalau dari sini?" "Aku ini mahasiswa semester akhir, tidak ada lagi tatap muka, aku tinggal konsultasi dengan dosen pembimbing untuk mengerjakan thesis.""Oh, gitu ya? Jadi sama dong ya? Bedanya Mas Zaki sedang menggarap thesis sedang aku menggarap skripsi. Oh ya, Mas ... Tapi kenapa Mas Zaki bil
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b