"Jadi kau mau ke Dubai?" tanya Fahmi ketika Zaki memberi tahu perjalanannya."Iya, kau handle pekerjaan di Z-Teknologi. Aku tidak tahu kapan akan kembali," ujar Zaki sambil mendesah lelah."Kau tenang saja, cepat kau temukan Mamamu, aku juga kuatir dengan keberadaan Bu Nura. Sudah dua bulan dia tidak mengabari kamu, takut terjadi apa-apa dengannya.""Iya, doakan aku, Bro.""Pasti itu, Bro.""Oh ya, bagaimana perkembangan kamu mencari keberadaan Nadin? Cepat kau temukan dia, kau sudah menyelidiki orang yang kau lihat memakai motorku itu?""Jangan terburu-buru, Bro. Aku harus bermain halus sama temannya Nadin, sepertinya dia orangnya militan juga dalam menjaga temannya sepeti Shintia, jadi akan sulit mengorek informasi darinya kalau aku langsung to the poin. Kamu sabar, ya ....""Aish, rasanya sangat sesak sekali. Kau tentu tahu bagaimana perasaanku sekarang. Aku tidak pernah mengalami dilema yang begitu menyiksa jiwa seperti ini terhadap perempuan. Bahkan ketika Dewi meninggalkan aku s
[Ini siapa? Kenapa ada kontak dengan nama 'Lelaki tampanku'?] Fahmi tersenyum dikulum mendapat jawaban dari chat Nabila. Sungguh apa yang dia pikirkan kemarin? Kenapa dia menamai kontak di ponselnya gadis itu seperti itu, sepertinya dia hanya panas saja karena Rio lebih agresif dari dia.Terus terang, selama dua puluh delapan tahun usianya, Fahmi memang tidak pernah mengejar seorang gadis, para gadis itu yang selalu mengajarnya, ada beberapa yang dia tanggapi namun sebagian besar dia acuhkan saja. Nabila tidak lebih menarik dari para gadis itu, selama ini atensinya hanya tertarik pada Nadin, perempuan itu adalah replika kesempurnaan seorang wanita yang diinginkannya. Sayang saja, sahabatnya itu juga mencintainya, kenapa dia harus mengalah? Fahmi bukan orang yang tidak tahu balas Budi, selama ini dia sudah dibesarkan di keluarga Rafiq Hasan, bahkan lelaki itu sangat dihormatinya, begitu juga dengan istrinya, Bu Nuraini, wanita itu tidak pernah membedakan kasih sayangnya dengan putra
"Zaki, ayo kita makan," ajak tantenya. "Iya, Tante." Zaki segera bergabung di meja makan, ketika dia mengulurkan tangan untuk mengambil piring yang sudah diisi oleh Andini, tetapi wanita itu terdiam membeku menatap tangan lelaki itu. "Ada apa, Tante?" tanya Zaki heran, karena tantenya tampak begitu terkejut hingga matanya membulat sempurna. "Zaki ... Dari mana kau dapat gelang itu?"Mata Andini tampak berkaca-kaca, Zaki sendiri mengangkat tangannya dan memperhatikan gelang itu lebih seksama, pikiran lelaki itu langsung tidak enak, kenapa Andini menanyakan gelang ini? "Dari mana kau mendapatkan gelang ini, Zaki? Boleh Tante memegangnya?" Sekali lagi Andini bertanya, wanita itu bahkan mengulurkan tangannya untuk memegang gelang itu. Zaki segera membuka gelang itu dan memberikannya pada istri pamannya ini. "Iya, tidak salah lagi! Ini ... Ini darimana kau mendapatkan ini?" Andini terlihat tidak sabar, mata wanita itu berkaca-kaca, dia sangat mengenal gelang ini. "Memangnya kenapa,
"ZAKI!" Andini menyentak tubuh lelaki muda di hadapannya. Pemuda itu membuka matanya dan mengapa mantan mertuanya itu dengan sendu. Apa yang harus dia katakan pada wanita ini, haruskah dia katakan jika Nadin manfaat istri yang sudah dia ceraikan dengan semena-mena? Sanggupkah dia mengatakan semua itu! "Zaki, katakan sama Tante, apakah kau mengenal anak Tante?" Andini kini berteriak pada pemuda ini. Bagaimana dia bisa tahan tidak menanyakan semua itu? Enam belas tahun lamanya dia berpisah dari putrinya itu. Saat Nadin berusia tujuh tahun ketika dia meninggalkan rumah yang seperti neraka itu. Masih terdengar suara teriakan pilu putrinya ketika dia menahan agar Andini tidak pergi meninggalkannya. "IBU! JANGAN PERGI, BU ... JANGAN TINGGALKAN NADIN! KALAU IBU PERGI, BAWA NADIN. TOLONG, BU ... BAWA NADIN, BU!" teriak gadis kecil itu sambil berlari terseok-seok. Bulir bening kembali mengalir di kedua netranya wanita yang masih terlihat cantik, walau usianya sudah empat puluh empat puluh
"Zaki, tolong katakan ... Apakah kau mengenal Nadin, putri Tante?""Tentu saja, Tante ... Putri Tante, Nadin Hanaya Putri, adalah wanita yang sangat kucintai selama ini," ujar lelaki itu pelan, seperti bisikan namun karena jarak Andini yang dekat tetap bisa mendengarnya."Oh ya?" Andini tidak percaya dengan pendengarannya, dia menelisik wajah pemuda itu mencari kebenaran di sana."Benarkah, apa yang kau bilang?" tanya Andini dengan mata penuh harap. Putri kecilnya, sekarang sudah dicintai oleh seorang pemuda tampan seperti ini ... Hati ibu mana yang tidak bahagia sekaligus kuatir, apakah putrinya menjalani hidup bahagia?"Lalu, kenapa kau malah seperti bersedih seperti itu? Apakah kau melakukan sesuatu yang melukai putriku?" tanya Andini dengan tidak puas. Bagaimana bisa lelaki yang mengaku mencintai putrinya, tetapi berekspresi menyedihkan seperti ini."Aku sangat terharu, Tante." Zaki menjeda ucapannya dengan menarik napas dalam, lelaki itu mengeringkan sisa air matanya dengan pun
Sementara itu, Shintia sudah bersiap untuk pergi ke rumah Nadin, sudah dua Minggu dia tidak berkunjung ke rumah sahabatnya itu, tadi pagi Nadin nelpon kalau dia akan masak-masak, siapa yang nolak memakan masakan sahabatnya yang sudah teruji sangat enak itu. Shintia bahkan kehilangan selera makan saat keluar dari rumah Nadin saat itu. Gadis itu mengeluarkan motor GTR, yang tukaran dengan Nadin itu. Gadis itu kini malah terbiasa memakai motor ini, jika untuk dibawa mengebut, motor ini sangat hebat, itu karena CC-nya 150. Ketika sampai halaman kontrakannya, gadis itu sangat terkejut karena melihat seorang pemuda yang sudah nangkring di motor gedenya, Honda CBR. Wajah mengesalkan itu sungguh membuat Shintia muak. Apa lelaki ini ingin meneror hidupnya? Setelah interaksinya di bank kemarin, lelaki itu datang lagi membawa KTP nya yang ketinggalan dan waktunya sangat mepet sekali jam tutup bank. Dengan senyum seringainya yang tengil itu, pemuda itu membuat shintia geram bukan kepalang. S
Nadin mengajak Shintia dan Riko masuk ke rumahnya, wanita itu langsung membawa mereka ke meja makan, ketika Nuraini juga datang dari dapur."Pak Riko, kenalkan ini ibu saya," ujar Nadin."Nadin, please. Jangan panggil saya Pak. Saya belum jadi bapak-bapak loh, panggil Abang saja," ujar Riko "Oh, ok. Abang Riko ...."Riko terlihat senang mendengar namanya dipanggil demikian, sungguh terasa merdu di telinga.Riko dengan hormat menyalami Nuraini, bahkan mencium tangan wanita paruh baya itu."Halo, Bu. Pantasan putri ini sangat cantik, ternyata ibunya juga cantik," ujar Riko dengan tersenyum ramah.Nuraini tertawa gembira mendengar pujian anak muda itu."Aduh, Shintia ... Dapat dari mana sih, pacar tampan dan menggemaskan ini?" ujar Nuraini."Ibu, Shintia ini bukan pacar saya," ujar Riko membuat ketiga wanita itu terperanjat, terutama Shintia."Hei, dialog itu punya gue. Tante, Riko ini bukan pacar Shintia, dia hanya orang gila yang ngaku-ngaku calon suamiku di depan rekan kerjaku, entah
Fahmi menerima telpon dari Zaki sudah jam dua belas malam, waktu Dubai baru jam delapan malam. Lelaki itu tengah meringkuk di selimut, hawa udara di sini benar-benar dingin, dari tadi sore turun hujan dengan deras. Fahmi teringat kejadian tadi sore yang menguras emosi, bagaimana dia lupa kalau Nabila adalah teman Nadin, bisa saja gadis itu datang ke rumah Nadin karena rencana kencan mereka dia batalkan. "Di sini sudah jam dua belas, Bro. Gabut amat nelpon jam segini, gue lagi tidur ini!" keluh lelaki itu. "Cepet banget tidur, lu. Di sini baru jam delapan." "Sudah S2, masih goblok juga, Lu?" Biasanya kalau dimaki seperti itu, Zaki akan terkekeh dan balik memaki Fahmi, tetapi kali ini justru kesunyian yang dia dengar, kenapa anak ini? "Bro, elu masih di situ?" tanya Fahmi merasa kuatir, matanya yang masih terkantuk-kantuk hilang seketika. "Zaki ... Ada apa, Zak? Bagaimana kondisi Bu Nura?" Fahmi bertambah kuatir karena mendengar Isak tangis di sana. "Zaki, please jawab gue, Zak!"
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b