Sayang sekali Hernandes disibukkan oleh perbincangannya dengan dua model cantik nan sexy dari Victoria's Secret, brand pakaian dalam terkenal. Dia kehilangan jejak Mario di tengah pesta yang semakin malam pengunjungnya semakin membludak. Belum banyak peserta pesta yang teler dan semua masih sibuk bersosialisasi mencari kenalan baru yang menarik perhatian masing-masing. Sementara Hernandes mengelilingi tiga lantai rumah Serene Waldorf dengan panik mencari keberadaan Mario. Dia sudah tidak bisa lagi menikmati pesta meriah bertabur selebritis Holywood itu. Lantas dimanakah Mario berada? Di sebuah kamar yang hanya berpencahayaan terang dari luar kaca jendela itu, pria asal Indonesia itu terbaring di atas ranjang dengan pakaian yang telah dilucuti. Malam ini impian Anna Bianca Blanche terwujud. Ia menyalakan kamera infrared ponselnya yang canggih lalu mengambil gambar dirinya yang telanjang bersama Mario.Sesaat memang Mario mengalami hilang kesadaran akibat obat khusus yang dicampur ke
Sesampainya di Royal Heist Tower, Mario memasuki kamar tidurnya pukul 03.00 pagi waktu New York. Badannya terasa seperti kehabisan batere, lemas dan butuh recharge. Dia hanya teringat samar-samar petualangan gilanya bersama Anna Bianca Blanche beberapa jam lalu. Kemudian Mario menghidupkan alarm ponselnya sesuai waktu seharusnya agar ia dapat bersiap-siap sebelum berangkat kerja kembali pagi ini.Entah obat apa yang dicekokkan kepadanya yang jelas efeknya masih sedikit terasa di alat kelaminnya. Bentukan memanjang berurat menonjol itu masih setengah tegak tanpa disentuh sedikit pun. Namun, Mario memilih untuk memejamkan matanya mencoba rileks dan tidur di waktunya yang tersisa.Saat ia tengah tertidur, ponselnya menerima sebuah pesan di inbox dari Anna Bianca Blanche. Sebuah foto telanjang mereka berdua yang tampak jelas raut wajahnya disertai tulisan 'semalam tak pernah cukup' di bagian bawah foto panas mereka berdua.Tepat pukul 07.00 pagi waktu New York alarm ponsel Mario berdering
Suasana di backstage pagelaran busana internasional itu sangat ramai, semua personil pendukung acara seolah selalu sibuk berlarian ke sana ke mari. Mario yang sudah menyelesaikan separuh tugasnya dan menunggu giliran berikutnya di sore nanti memilih untuk duduk di kursi tunggu backstage bersama beberapa rekan model yang ia kenal. Tanpa ia duga sesosok wanita cantik bertubuh bak gitar Spanyol melenggang mendekatinya. Siulan nakal model-model pria yang duduk bersama dengan Mario seolah tak membuat wanita itu jengah. Tingkat kepercayaan dirinya sangat mengagumkan. Dia berhenti tepat di depan Mario duduk sejauh setengah meter hingga pria itulah yang justru salah tingkah.Mario berdehem-dehem berharap Anna Bianca sedikit mundur, tetapi nampaknya percuma malahan wanita itu duduk di pangkuan Mario dan mengalungkan kedua tangannya di lehernya seolah mereka berpacaran. "Wow, apa dia pacarmu, Mario?" tanya Gabriel MacKenzie yang duduk di sebelah kiri Mario sembari tersenyum lebar menilai pena
"Apa foto itu sudah beres, Mario?" tanya Justin Balviere saat ia menemani anak asuhnya itu menuju ke mobil Hiace untuk pulang ke apartment."Beres! Aku sendiri yang menghapus foto itu di ponselnya, kecuali dia mengirim salinannya ke gadget lain. Kuharap tidak—" Mario mengabaikan hirup pikuk para fans dan wartawan di sekelilingnya saat naik ke mobilnya.Setelah semua pengawalnya ikut naik ke mobil Hiace itu, sopir sewaan mereka melajukan kendaraan itu menuju ke Royal Heist Tower. "Apa Anna Bianca Blanche merelakanmu begitu saja meninggalkannya, Mario?" selidik Justin karena ia tak ingin ada skandal kejutan atas artisnya di kemudian hari.Mario menoleh menatap managernya seraya tertawa kering ia menjawab, "Sepertinya aku telah memberinya servis yang sangat memuaskan tadi—keterlaluan bila ia berani menipuku sekali lagi!"Mendengar jawaban Mario yang bermakna terselubung itu, Justin terkekeh. "Oke, aku percaya kepadamu dan berharap banyak wanita itu tak macam-macam lagi," sahutnya.Semen
"Mario! Mario! Mario!" Teriakan para penggemar berat fighter pro MMA asal Indonesia membahana dari tribun tempat duduk penonton. Pria bertubuh kekar dengan kulit kecoklatan mengkilap oleh keringat itu pun melambaikan tangan kanannya menyapa suporternya di atas arena ring octagon. Dia merasa bangga karena sekalipun ia berasal dari satu negara kecil di Asia Tenggara, tetapi sosoknya dikagumi di kancah dunia MMA internasional.Lawannya pada babak penyisihan kali ini berasal dari Nigeria, salah satu negara di benua hitam. Marcus Owakamanua bertubuh tinggi kekar dengan kulit hitam gelap. Kepalanya gundul mengkilap. Mario tidak pernah menganggap remeh setiap lawannya siapa pun itu dan kali ini dia pun serius untuk bertarung dengan Marcus Owakamanua."Gentlemen approach. On three, okay? One ... two ...three ... FIGHT!" ujar wasit pertandingan MMA sebelum menyingkir dari tengah arena ring octagon yang ganas.Perbedaan Mario dengan petarung lainnya adalah gaya bela dirinya sulit ditebak. Baru
Di Jalan Hanamikoji, Kyoto, Jepang sore itu Edward dan Meirasty yang mengenakan yukata pasangan bermotif senada yang mereka beli di toko baju tradisional Jepang berjalan-jalan santai dikawal oleh rombongan pengawal dalam jarak 5 meter di belakang mereka berdua.Bagian selatan jalan Shijo-dori, kota Kyoto itu pada sore hari banyak ditemui Geiko (istilah Geisha khusus di Kyoto). Wanita-wanita cantik dengan kimono bagus dan riasan wajah khusus itu berlalu lalang di sepanjang jalan yang terdapat banyak restoran dan juga Ochaya (tempat minum teh dimana ada penampilan hiburan oleh Geiko)."Apa kamu mau menonton pertunjukan seni Geiko, Mey?" tanya Edward sembari melayangkan pandangannya ke arah wanita-wanita Geiko yang berjalan berpasangan dengan langkah-langkah kecil cepat di atas sandal kayu khas Jepang.Meirasty berseru antusias, "Ohh ... apa bisa, Kak Edu? Pastinya menyenangkan—"Pria itu pun menyahut, "Hmm ... oke, tunggu sebentar ya. Akan kuusahakan!" Kemudian Edward pun berjalan mende
Tak peduli pagi, siang, sore, atau malam, pasangan pengantin baru itu saling berpacu dalam gairah asmara. Tubuh Meirasty yang masih belia dan berlekuk menggoda itu membuat Edward sejenak melupakan tentang Inez. "Tahukah kamu Mey? Aku selalu tak sabar setiap melihatmu tertutupi pakaian," ujar Edward berdiri di tengah kamar penginapannya bersama Meirasty di sebuah onsen (tempat pemandian air panas).Meirasty bergelanyut manja di leher suaminya sembari menatap raut wajah tampan seperti bintang KPop itu. " Kok nggak sabar kenapa, Kakak Sayang?" tanyanya mendesah sexy di telinga Edward."Nggak sabar buat nelanjangin kamu, apalagi kalau sudah nempel-nempel begini bikin 'jagoanku' pengin olahraga panas. Sengaja ya?" jawab Edward dengan mata berkilat-kilat berbahaya memandangi wajah istrinya."Semalam sudah nonstop apa nggak capek sih, Kak Edu?" sahut Meirasty dengan bola mata membulat keheranan. Dia hingga sulit bangun dari ranjang karena kelakuan suaminya yang kelewat bergairah. Bibir Edw
Sebelum tengah hari Edward bersama Meirasty sudah kembali naik ke kapal pesiar New Starlet Goddess. Mereka sepakat untuk berjemur di tepi kolam renang terbuka yang ada di geladak atas kapal. Tatapan mata Edward berkilat-kilat nakal saat melihat tubuh Meirasty yang terbalut bikini two pieces warna biru langit. Rasanya ia ingin menerkam wanita molek yang tak lain adalah istrinya sendiri. Sepertinya Edward harus bersyukur karena rencana balas dendamnya kepada Mario dengan menggunakan adik perempuannya berjalan dengan sangat menyenangkan.Dia tak pernah merasa bosan menghabiskan waktu dengan Meirasty sepanjang hari. Wanita yang bekerja sebagai sekretarisnya itu cepat belajar, bukan hanya mengenai pekerjaan. Namun, hal-hal yang nakal juga. Edward menggelontori pikiran Meirasty dengan tayangan-tayangan video panas dari negara barat dan juga Asia. "Kenapa lagi ngeliatin aku segitunya, Kakak Sayang?" goda Meirasty berjalan melenggak-lenggokkan pinggangnya mendekati Edward. Kemudian ia berpu
Tepat pukul 18.00 WIB, pesawat private jet membawa Edward dan Meirasty yang tetap dikawal oleh John Whitman beserta 2 rekan pengawal lainnya terbang menuju ke Amsterdam. Sekitar 16 jam durasi perjalanan itu tanpa mendarat transit sama sekali. Pukul 04.00 waktu Amsterdam mereka tiba di bandara, memang ada perbedaan waktu kedua negara yang lebih cepat 6 jam di Indonesia bagian barat dengan Amsterdam."Mey, kita check in hotel dulu saja buat istirahat, nanti pukul 11.00 baru mulai jalan-jalan ke kota," ujar Edward menggandeng tangan Meirasty menuruni undakan pesawat private jet itu."Aku ngikut rencana Kak Edu aja," sahut Meirasty mengikuti langkah-langkah lebar kaki suaminya yang bertubuh jangkung itu melintasi lobi bandara internasional Amsterdam. Mereka dijemput karyawan kantor VES dengan mobil SUV hitam merk buatan Belanda.Hotel yang dipilih Edward sengaja sama seperti saat dia menginap di kota itu bersama Inez, Inntel Hotels Amsterdam Zaandam. Saat memasuki kamar yang sama, dia t
"Halo, Pak Edward. Ada sebuah kiriman lukisan dari Nyonya Inez Jansen di kantor VES Jakarta," ujar David Sutomo, sekretaris pribadi Edward yang mengurusi kantornya yang ada di Jakarta Pusat.Pria itu mengerutkan keningnya, dia menduga itu pasti lukisan replika karya Rembrandt berjudul The Storm on The Sea of Galilee yang dulu pernah ia kirimkan untuk mengancam Inez. Kemudian ia pun bertanya, "Apa ada surat yang dikirimkan untukku juga, David?""Ada, Pak Edward. Saya belum membukanya, apa perlu saya fotokan isinya atau bacakan di telepon?" jawab David yang memang sedang memegangi sepucuk surat beramplop putih dengan tulisan tangan di alamat tujuan penerima."Bacakan saja, tapi nanti fotokan juga dan kirim ke nomorku, oke?" balas Edward lalu diam menunggu sekretarisnya membacakan surat dari Inez.David pun membacakan isi surat dari Inez itu, "Hai, Mas Edward. Semoga kabarmu baik-baik saja di sana. Inez ingin mengembalikan lukisan ini, aku harap Mas sudah mengakhiri dendam yang ada di an
Seusai makan malam di rumahnya yang ada di Paris bersama keluarga kecilnya, Edward duduk sendiri dalam ruang kantor rumahnya. Di genggaman tangannya ada beberapa lembar kertas bertuliskan "Surat Pernikahan Kontrak" dimana pada bagian bawah dari surat itu terdapat tanda tangan Meirasty dan juga tanda tangannya sendiri. Sudah hampir 2 tahun ini dia mengenal Meirasty, segalanya berjalan di luar dugaannya. Rencana awalnya untuk menghancurkan rumah tangga Inez dan Mario menggunakan adik kandung Mario memang awalnya berhasil. Namun, dalam perjalanannya justru dirinyalah yang terjerat dalam perasaan cinta yang sulit untuk ditepis olehnya.Inez terlalu keras kepala baginya, wanita itu lebih memilih untuk menjadi gila dibanding merelakan dirinya menjalin percintaan dengannya. Sungguh mengecewakan!Dari informan yang dia bayar untuk memata-matai Inez di rumah wanita itu yang ada di Jakarta, kondisi kesehatan mental dan kejiwaan Inez berangsur pulih sekalipun pada akhirnya dia berhenti bekerja
Sekalipun pernikahan kali ini adalah yang kedua bagi Clara, tetapi dia masih merasakan debaran kencang di dadanya saat mendengar calon suaminya mengucap janji di hadapan penghulu. Ketika semua mengucapkan kata "SAH", dia dan Tristan menghela napas lega. Sekarang mereka berdua adalah pasangan suami istri resmi di mata hukum dan agama."Tris, nitip puteri kesayanganku ya! Tolong kamu bahagiakan dan jaga dia selalu," pesan Inez saat dia menerima sujud sungkem mohon doa restu orang tua dari Tristan, menantu barunya.Kemudian dengan yakin Tristan pun menjawab, "Pasti, Nez. Ehh—Mama Mertua ... aku pasti serius jagain Clara. Mohon doa restunya ya!" Mario yang diam-diam mendengarkan pembicaraan istrinya dengan Tristan pun mendengkus geli. Pasalnya, kedua orang itu pernah terlibat cinta terlarang, sebuah one-night-stand. Dan itu pun karena Tristan merasakan obsesi cinta yang hampir sama dengan Edward. Bedanya, takdir berbicara lain untuk hubungan kedua pria itu dengan Inez."Mama ... Clara, m
Hari-hari selanjutnya setelah Inez kembali ke Jakarta terasa menenangkan. Dia memang terkadang seperti melamun saat sedang sendirian. Namun, histeria mimpi buruknya berangsur mulai jarang muncul. Mario pun mendukung penuh proses pemulihannya dengan tidak memaksakan harus berhubungan suami istri secara intim. Baginya kesehatan mental kejiwaan istrinya jauh lebih penting dibanding memaksakan ego serta kebutuhan biologisnya.Pagi jelang siang itu Nyonya Valeria Jansen, mama mertua Inez dari mendiang suami pertamanya dulu mengunjunginya di rumah. Dia sudah mendengar cerita dari Clara serta Mario mengenai penculikan Edward. Sekalipun bagi dirinya sebagai orang awam terasa absurd peristiwa itu. Namun, begitulah kenyataannya ... ketika seseorang dibutakan oleh obsesi gila segalanya dihalalkan untuk mendapatkan keinginannya."Pagi, Inez!" sapa Nyonya Valeria yang masih begitu sehat berjalan tanpa alat bantu sekalipun rambut sepunggungnya sebagian besar telah memutih. Inez menoleh lalu berjal
Sepasang kekasih yang akan segera menikah beberapa hari ke depan itu duduk berdekatan di bangku ruang tunggu bandara. Clara melihat-lihat berita yang sedang menjadi trending topik di jagad maya melalui layar ponselnya, sedangkan Tristan yang tidak terlalu peduli dengan hal-hal seperti itu lebih tertarik untuk bermesraan dengan kekasihnya.Dia menempelkan badannya dan wajahnya kepada Clara sambil membelai rambut panjang dan wajah pacarnya itu dengan gaya pria yang sedang bucin. Mau tak mau Clara pun menjadi geli sendiri dengan tingkah pacarnya yang menggemaskan. Memang Tristan itu seorang CEO perusahaan berkelas nasional, smart, ganteng, perfectlah pokoknya. Namun, kelakuannya kalau sedang bersamanya seperti bocah yang manja begitu kekanak-kanakan. "Mas Tristan nggak lapar?" tanya Clara iseng.Tristan langsung menegakkan tubuhnya dan menatap Clara. "Apa kamu lapar, Sayangku? Mau dibeliin apa?" tanyanya kembali."Hahaha. Hey, 'kan yang nanya duluan aku! Mas jawab dong," balas Clara ter
"TIIIDAAAAAKKKKK!!" Teriakan nyaring itu seolah memecah keheningan malam di kamar hotel bintang 5 di Swiss. Dengan segera Mario memeluk erat tubuh Inez yang bersimbah keringat dingin dan gemetaran. "Nez, tenang—kamu aman sama Mas sekarang! Edward sudah nggak ada lagi, dia nggak akan bisa ganggu kamu lagi!" bujuk Mario agar istrinya yang sedang mengalami serangan panik akibat trauma itu tenang.Perlahan tubuh Inez mulai rileks kembali dalam dekapan Mario. Kemudian Mario pun bertanya, "Apa kamu butuh minum obat penenang dari Dokter Martina, Sayang?""Sepertinya iya, Mas. Aku akan meminumnya, apa bisa tolong ambilkan?" jawab Inez dengan suaranya yang masih bergetar.Mario berjalan ke kopernya lalu mencari obat yang tadi ditebusnya di bagian farmasi Paracelsus Recovery. Ada keterangan nama obat dan fungsinya di label pembungkus obat yang berjumlah 3 macam itu. Dia memilih tablet kecil berwarna putih bertuliskan 'if necesarry' (bila perlu) yang hanya diberikan pada kondisi serangan panik
Perjalanan udara Jakarta-Zürich menghabiskan waktu sekitar 19 jam lebih, sangat melelahkan memang. Akan tetapi, Mario terlalu rindu kepada Inez. Dia membiarkan Justin dan Hernandes check in ke hotel untuk beristirahat, sedangkan dirinya langsung naik taksi ke Paracelsus Recovery.Dalam perjalanan mobil itu Mario berusaha menenangkan dirinya untuk menghadapi situasi buruk apa pun yang tengah terjadi pada istrinya. Hal yang di luar perkiraan bila Edward mau melepaskan Inez setelah berbulan-bulan lamanya menculiknya. Pastilah ini bukan sesuatu yang Edward sukai karena pria itu terobsesi begitu gila kepada Inez."Sir, Anda sudah sampai di tempat tujuan," ucap sopir taksi yang mengantarkan Mario dari bandara tadi. Mario pun membayar ongkos perjalanannya sesuai argo lalu turun tanpa kopernya. Tadi dia menitipkannya ke Justin untuk disimpan di kamar hotel. Pusat rehabilitasi mental dan ketergantungan obat itu sangat mewah. Karyawan yang bekerja di sana juga sangat kompeten dan nampak profes
Malam itu Mario masih duduk bersandar dengan bantal di kepala ranjangnya sambil memeriksa akun sosial medianya yang mendapat banyak direct messages dari para penggemarnya. Dia tidak membaca isinya hanya mencoba peruntungannya siapa tahu Inez menghubunginya via DM sosial media Mario Chandra official seperti dulu saat dibawa kabur oleh Edward.Suara notifikasi pop up masuk ke ponsel yang tengah ia genggam dan Mario sontak terperangah. User bernamakan Edward L. Sinaga mengiriminya pesan, dengan segera ia menerima permintaan kiriman pesan itu lalu membaca isinya.'Ini aku, Edward. Kalau kau ingin menjemput istrimu, aku akan mengembalikannya dengan beberapa syarat.' Itulah isi pesan dari Edward untuk Mario. "Ohh God, orang psiko itu online, aku harus segera membalasnya!" ucap Mario heboh sendiri lalu mengetikkan balasan pesan untuk Edward.'Oke, aku akan jemput Inez. Katakan syaratnya, Edward!' Jawaban pesan Mario cepat dikirim.Di sisi Edward, pria itu merutuk kesal setengah tak ikhlas m