"Abis ini udah nggak ada kuliah lagi 'kan?" tanya Melissa yang duduk mengitari meja kantin kampus bersama ketiga bestienya.
Suzy yang baru saja selesai menyantap salad buahnya pun menjawab, "Udah kelar semua kuliah hari ini, gue mau pulang awal deh ke kostan buat bobo siang."
"Loe nggak ikutan kita ngemall nih, Suz? Ada big sale tuh di Parkson kali bisa dapet baju branded harga miring," bujuk Vina dengan piawai yang membuat Suzy mulai goyah ingin pulang saja atau hangout bersama ketiga sahabatnya.
Namun, nanti malam dia masih ada kabaret show menggantikan Mbak Vera seniornya sebagai pemeran utama karena wanita tersebut sedang sakit tipus jadi berhalangan tampil hingga waktu yang cukup lama.
"Nggak dulu deh, gue butuh istirahat yang cukup. Ya udah, kalian bertiga have fun go mad ya! Mpe ketemu besok di kampus yaa," pamit Suzy seraya bangkit berdiri dari bangku kantin. Dia membalikkan badannya sambil menenteng tas ransel di bahu kirinya.
Langkahnya sontak terhenti, matanya mengenali sosok yang sedang berdiri di pintu masuk kantin kampus. Itu adalah pria yang semalam menawarinya untuk menjadi istri bayaran. Rasanya aneh saja bila tiba-tiba pria itu muncul di area kampusnya. Namun, Suzy tak ingin kegeeran. Dia pun tetap berjalan lurus ke arah pintu dimana Brian tengah berdiri mematung di sana.
"Hello, Nona Manis! Masih ingat 'kan sama aku?" sapa Brian dengan penuh percaya diri saat Suzy berjalan mendekat ke arahnya.
Dengan sopan sekalipun enggan Suzy menjawab sapaan Brian, "Hai, Mas Brian. Apa ada urusan penting di kampus ini?" Dia berdiri berjarak satu meter dari pria aneh itu
Pergelangan tangan Suzy langsung dipegang oleh Brian dan ditarik meninggalkan kantin kampus yang ramai. Kejadian itu disaksikan oleh ketiga sahabat Suzy yang berbisik-bisik penuh spekulasi tentang sosok pria tampan bersetelan jas necis yang seperti kenal dekat dengan gadis itu.
Setelah cukup jauh dari kantin kampus, Suzy pun menarik-narik tangannya di genggaman erat Brian sambil berseru, "Lepaskan tangan saya, Mas Brian. Anda mencengkeramnya terlalu kuat!"
Akhirnya Brian berhenti berjalan dan membalik badannya, pegangan tangannya di pergelangan tangan Suzy pun ia kendurkan. "Maaf, bukan maksudku untuk kasar. Ehm ... apa kita bisa bicara di bangku taman di sana?" tunjuk pria itu ke sebuah bangku kayu.
Suzy membiarkan bahunya dirangkul oleh Brian yang sok akrab kepadanya sekalipun ia jengah. Ia tak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh pria yang semalam memintanya menjadi istri bayaran. Kenapa harus dia? Wanita lain yang suka rela atau profit oriented pasti sangat mau, pikirnya.
Mereka pun duduk bersebelahan dengan Brian menatap wajah Suzy lekat-lekat. "Apa sudah kamu pikirkan mengenai tawaranku semalam, Suzy? Aku bisa memberimu 1 milyar rupiah sebagai nilai kontrak kesepakatan pernikahan kita. Bagaimana?" bujuk Brian menyebutkan nilai yang akan diterima Suzy bila ia setuju.
Mendengar 1 milyar rupiah, Suzy pun terperangah. Itu jumlah yang mungkin butuh berpuluh bertahun untuk ia kumpulkan dari menari di kabaret show tiap malam tanpa libur. Sejenak hatinya bimbang.
"Ayo, pikirkan lagi baik-baik. Bukan hanya 1 milyar rupiah uang tunai dibayar di muka setelah kita menikah, aku akan memanjakanmu dengan berbagai barang mewah. Kau akan jadi Nyonya Teja Kusuma ... sekalipun yaa ... sementara!" rayu Brian semakin gencar karena ia tahu wanita dari dunia hiburan malam pasti memang tujuannya mencari uang.
Kemudian Suzy pun berbicara lagi, "Mas Brian, saya masih ada kontrak untuk tampil di kabaret show The Glam Expat Club sampai tahun depan. Apa saya masih boleh bekerja di sana kalau kita menikah kontrak?"
Senyum kemenangan terukir di bibir tebal Brian. "Tak ada masalah. Baiklah, berarti kamu setuju 'kan dengan tawaran dariku?" balas Brian dengan bersemangat.
"I—iiya, Mas." Suzy menganggukkan kepalanya takut-takut.
"Oke. Ikutlah denganku sekarang! Kita menikah hari ini juga, Suzy Sayang," tukas Brian lalu mengajak Suzy berdiri dari bangku taman. Dia menyeret tangan wanita itu sekali lagi menuju ke parkiran mobil kampus.
Bahkan, Suzy tak mampu berkata-kata karena terlalu syok dirinya. Dia tak menyangka satu kata iya darinya akan membawanya ke sebuah pernikahan kilat yang tak pernah dia bayangkan seumur hidup barang sekali saja.
Dirinya didorong masuk ke dalam bangku penumpang mobil sedan Maybach hitam dan Brian segera duduk di sampingnya. Bahu Suzy dirangkul dengan begitu protektif oleh pria tersebut.
"Pak Seno, kita ke salon bridal Tiffany at The City di Jakarta Pusat. Cepat ya!" titah Brian kepada sopir pribadinya yang segera melajukan mobil itu.
Kemudian Brian pun berkata ke Hendrawan yang duduk di sebelah bangku sopir, "Hen, loe siapin persyaratan nikah kilat yang resmi di catatan sipil. Oya, buatin janji di studio foto yang bagus buat foto nikahan setelah selesai urusan di kantor catatan sipil nanti!"
"Siap, Pak Brian. Nanti saya izin pakai Pak Seno dan mobil untuk mengurus semuanya ya?" jawab Hendrawan, asisten serba bisa Brian.
"Bawa aja, jangan lama-lama. Gue cuma nungguin calon istri gue make up sama ganti baju pengantin di sana. Paling lama 2 jam lah, bisa 'kan loe kerjain semuanya?" pesan Brian dengan nada tegas.
Sekalipun tak yakin Hendrawan tetap optimis segalanya akan selesai tepat waktu. Dia pun menjawab, "Bisa, Pak!"
Mobil sedan Maybach hitam itu berhenti di depan sebuah salon bridal yang tampak mewah bangunan ruko 3 lantainya. Sebuah papan besar bertulisan Tiffany at The City terpampang jelas dengan hiasan lampu kerlap-kerlip.
Brian turun terlebih dahulu setelah dibukakan pintu mobilnya oleh Hendrawan. Kemudian ia mengulurkan tangannya ke dalam mobil yang segera diraih oleh Suzy Malika. Mereka berdua pun masuk ke dalam salon kecantikan yang menyewakan pakaian pesta serta gaun pengantin.
"Selamat siang, Mas, Mbak. Apa ada yang bisa kami bantu?" sambut manager salon bridal tersebut.
"Kami akan menikah siang ini. Tolong bantu calon istri saya memilih baju dan berdandan secepatnya!" jawab Brian yang sontak membuat seisi ruangan terkejut kentara.
Manager itu pun menjawab, "Ehh bi—bisa tentunya. Mari ikut saya, Mbak. Mas-nya tolong isi formulir persewaan gaun dan paket make up pengantin di bagian kasir. Permisi!"
Wanita yang bernama Ranita itu pun menggandeng lengan Suzy memasuki ruangan display gaun pengantin yang berderet begitu banyak di sekeliling ruangan terang dengan dinding full cermin di sisi barat. "Silakan dipilih mana yang disuka, Mbak!" ujarnya melepaskan pegangannya di lengan Suzy.
Sementara Suzy bengong termangu-mangu karena bingung mendadak harus menikah kilat. Dia tak ada ide mau memakai gaun pengantin model apa. "Mbak, apa bisa bantu dipilihkan? Saya masih bingung harus pilih yang mana," balas Suzy bertukar pandang dengan Ranita.
Sebuah helaan napas pelan meluncur dari bibir Ranita yang tersaput lipstik merah tua. Dia pun berjalan ke lemari display gaun pengantin putih yang berderet lalu mengambil dua gantungan gaun. "Apa ada yang disuka di antara 2 gaun ini? Baru datang tadi pagi yang ini," tanyanya.
"Yang kanan sepertinya cocok, Mbak. Semoga ukurannya pas," jawab Suzy memutuskan dengan cepat. Dia tak terlalu peduli karena kedua gaun itu sama-sama bagus.
Maka beberapa asisten bridal membawa Suzy ke ruang ganti pakaian untuk mencoba gaun pengantin bermodel off shoulder dengan model mermaid dress yang bertabur ribuan kristal Swarovski yang berkilauan sangat memesona. Bagian penutup dadanya berbentuk cangkang tiram yang nampak sexy menyangga sepasang aset berharga milik Suzy yang membulat seperti melon Honey Dew.
"Nah ... selesai! Lihatlah penampilanmu, cantik paripurna," puji Ranita kepada calon mempelai wanita itu.
"Ohh ... Baby, kamu sangat memesona!" desah Brian spontan ketika melihat calon pengantin wanitanya keluar dari balik pintu ruangan rias.Wajah Suzy terasa menghangat dan merona karena pujian Brian untuknya. Sebenarnya penampilan calon suaminya juga gagah dan parasnya ganteng di atas rata-rata. Namun, mereka belum terlalu kenal satu sama lain. Bagaimana Suzy bisa merasakan cinta atau sayang kepada calon suaminya? pikirnya yang buru-buru ia tepis sendiri. Mereka hanya nikah kontrak, itu realitanya."Terima kasih, Mas Brian," ucap Suzy sambil berdiri canggung saat Brian menghampirinya."Tunggu sebentar ya, aku mesti selesaiin pembayaran bridal lalu kita berangkat ke catatan sipil," pesan Brian kepada Suzy sebelum dia melangkah cepat mendekati meja konter kasir.Petugas kasir pun tersenyum ramah seraya mengulurkan nota tagihan bridal dan rias pengantin ke hadapan Brian. Tanpa banyak kata, pria tajir melintir itu mengambil dompet kulit buaya warna hitam miliknya yang berlogo Gucci dari bal
Karena tubuhnya terasa gerah, Brian pun mengajak Suzy mandi bersamanya di bawah guyuran air shower yang dingin. Wanita itu bergidik kedinginan, tetapi Brian membiarkannya dan menyabuni tubuh polos berlekuk-lekuk erotis di hadapannya setiap inchi dengan telaten. Aroma tubuh Suzy pun menjadi semerbak bunga-bunga seperti cairan body wash yang dipakai Brian."Sudah harum sekarang," gumam Brian lalu melumat buah dada yang menyembul menggoda matanya sedari tadi. Suzy memekik tertahan dengan napas terengah saat tubuhnya dijamah intim oleh suaminya. "Mass—" Suzy merasa limbung dan berpegangan erat ke badan kekar Brian.Kemudian Brian mengambilkan dua handuk bersih untuk dirinya dan Suzy untuk mengeringkan tubuh mereka. Setelah itu handuk itu diambilnya lagi dan ditaruh di meja wastafel.Hasrat Brian tak tertahankan lagi untuk melebur bersama wanita cantik nan sexy yang telah dibayarnya lunas senilai 1 milyar rupiah sore tadi. Dia menarik tangan Suzy yang melangkah keluar dari kamar mandi. Me
"Congrats buat wisuda loe ya, Lily!" ucap Thalita sembari cipika cipiki dengan kakak angkatannya yang sudah lulus dan diwisuda tadi siang.Lily Pranata pun tertawa riang dan membalas, "Thank you, Tha. Loe juga kuliah yang rajin biar cepet wisuda. Oya kalo mau minum pesen aja, gue yang traktir pokoknya. Bilang ke bartendernya, lo temennya Lily pasti paham buat add order loe ke bill gue, oke? Have fun ya!""Siplah. Gue ke bar dulu deh kalo gitu. Sampai nanti ya!" pamit Thalita lalu melangkah ringan menuju ke meja bar melingkar di salah satu sudut ruangan Herofah Bar and Discotique. Lampu sorot diskotek berpendar di atas lantai dansa menimbulkan efek gemerlap yang meriah seiring musik DJ yang rancak. Para pengunjung pria dan wanita tumpah ruah berjoged ajojing di lantai dansa. Gadis itu memesan segelas Long Island lalu meminumnya sekaligus sampai habis dan berlanjut ke Whiskey Smash. Bartendernya pandai meracik koktail yang enak menurut Thalita. Dia memesan segelas minuman lagi yaitu M
"AAARRGGHH!" Geraman maskulin di puncak kenikmatan surga dunia itu terdengar menggema di dalam kamar hotel deluxe executive itu untuk kesekian kalinya.Perawan yang digarap oleh Indra Gustavo sejak beberapa jam lalu sudah hilang kesadaran. Sebagian karena kelelahan melayaninya selain alasan di bawah efek mabuk minuman keras yang ditenggaknya di diskotek tadi malam."Buseett, gue kenapa kayak keranjingan begini sih ngawinin perem!" ucap Indra lebih kepada dirinya sendiri.Peluhnya bercucuran di sekujur tubuhnya yang kekar berotot hasil bentukan di gym. Dia bukanlah kuli melainkan eksekutif muda perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi bangunan dan properti berkelas nasional.Akhirnya Indra melenggang menuju ke kamar mandi hotel untuk membilas sisa kepenatan pasca bergumul bersama Thalita Teja Kusuma. Begitu mendengar nama belakang gadis itu dan konfirmasi bahwa dia adalah adik Brian, rival bisnisnya. Indra makin bersemangat untuk mengerjai perempuan cantik itu. Pucuk di cinta ula
"Pokoknya loe mesti nikah sama gue hari ini, Tha!" desak Indra Gustavo masih mendekap tubuh polos yang baru saja digumulinya di atas ranjang. Hari sudah pagi jelang siang, tetapi kedua anak manusia itu abai akan aktivitas rutin mereka masing-masing. Thalita bolos kuliah dan belum pulang ke rumahnya sejak semalam, sedangkan Indra tidak berangkat ke kantornya juga. Namun, bukan masalah bagi Indra karena dia sendiri bos di tempat kerjanya. Perusahaan kontraktor dan properti itu milik keluarga Gustavo yang diwariskan mutlak kepadanya karena dia anak tunggal tanpa saudara kandung."Loe ini beneran sedeng deh, Ndra!" tukas Thalita yang sontak mendapat jitakan di kepalanya oleh kepalan tangan Indra."Jangan asal panggil gue pake nama! Loe tuh jauh lebih muda dibanding gue keleus. Panggil Mas Indra Sayaaang gitu kek!" tegur Indra sambil mencubiti pipi Thalita dengan gemas hingga jadi kemerahan.Wajah Thalita mencebik menatap pria itu. "Emang loe siapa gue kok ngatur-ngatur?!" tolaknya judes.
Malam pertama yang tak terlupakan bagi Suzy Malika juga membuat tubuhnya serasa tak memiliki tenaga untuk bangun dari ranjang ketika pagi tiba. Semalam-malaman suaminya bercinta seperti banteng lepas yang terus menerus menyeruduknya tiada henti. Sepasang mata cokelat keemasan itu memang terbuka, tetapi ia hanya bisa berbaring lemas memandangi sosok maskulin di sebelahnya yang masih terlelap tanpa busana di bawah selimut dengan lengan kekar yang memeluknya.Ketika Suzy bergerak pelan, suaminya pun terbangun dari tidurnya. Brian menguap dengan kelopak mata yang berat. Ia pun berkata, "Pagi, Sayang. Sudah bangun duluan rupanya! Apa kau lapar?""Selamat pagi, Mas Brian. Iya sih ... Suzy lapar," jawab wanita itu jujur. Siapa yang tidak akan merasa lapar bila dihajar di atas ranjang semalaman?Stamina Brian begitu prima, dia bangkit dari ranjang lalu berjalan menuju ke meja kerjanya di dekat jendela kamar tidurnya. Dia menelepon ke bagian dapur rumahnya dengan pesawat telepon, "Halo, Chef
"Suzy, lusa kita akan terbang ke Bali. Kan ini weekend, jalan ke mall aja yuk. Aku mau beliin kamu perhiasan mewah dan asesoris branded buat memoles penampilan kamu," ujar Brian sambil menikmati rib eye steak brown sauce di piringnya.Sedikit kebingungan Suzy akhirnya harus jujur kepada Brian, "Mas, sebenarnya aku masih punya jadwal perform di The Glam Expat Club untuk nanti malam dan besok malam juga lho. Gimana ya?""Batalkan semua jadwal manggung kamu, Suz. Pekerjaanku jauh lebih berharga nilainya. Apa kamu ada nomor kontak manager night club tempat kamu kerja?" ujar Brian meletakkan pisau dan garpunya di piringnya."Aku ambil ponselku di tas dulu ya, Mas!" pamit Suzy lalu beranjak menuju ke sofa dimana tas kuliahnya tergeletak. Ketika dia membuka layar ponselnya ada puluhan missed call sejak semalam. Dia lupa bahwa seharusnya dia tampil semalam untuk menggantikan rekannya yang jatuh sakit.Dia pun bergegas kembali ke meja makan lalu duduk di samping Brian. "Aduh, Mas, aku pasti di
Senyuman lebar tersungging di wajah Brian yang bercambang tipis saat dia melihat penampilan Suzy Malika dalam gaun selutut berkerah sabrina yang dibelikan oleh asisten pribadinya pagi ini."Cantik! Aku suka wanita yang anggun, Suz. Yuk kita berangkat sebelum tambah siang," ujar Brian seraya mengulurkan lengan ke istri kontraknya.Pasangan pengantin baru itu pun menuruni tangga dari lantai 2. Pak Seno telah menunggu di mobil sedan Maybach hitam yang akan mengantarkan mereka ke mall. Awalnya Suzy dan Brian duduk dengan jarak setengah meter di bangku belakang, tetapi itu tak berlangsung lama karena tangan Brian segera meraih lekuk pinggang wanita sexy itu hingga menempel ke tubuhnya. "Suz, ingat 'kan pesanku?" ucapnya lalu berbisik di tepi daun telinga istrinya, "yang mesra biar semua percaya kita pengantin baru!""Ehh ... iya, Mas. Maaf, masih belum terbiasa—"Namun, Brian tak menginginkan alasan apa pun. Dia melumat habis bibir berlipstick merah jambu itu dengan penuh napsu. Setelah m
Liburan tanggal merah nasional kali ini, Indra mengundang kakak iparnya untuk bercengkrama bersama keluarga kecilnya di halaman belakang rumah yang dia buat seperti danau buatan dengan anjungan kayu Jati dari Kalimantan yang dia pesan khusus dulu."Hai, Thalita, Indra! Wow, gila gede banget rumah kalian yang baru!" seru Suzy ketika menjumpai pasangan itu di area santai di halaman belakang rumah megah mereka.Thalita tertawa riang menyambut kakak iparnya dengan pelukan hangat. Dia pun menjawab, "Yang bosenan dan suka nomaden Mas Indra tuh, Mbak Suz!""Wajarlah, anak kita sudah empat jadi butuh ruang gerak yang lebih luas 'kan, Cayangku!" jawab Indra ringkas dan logis.Keempat buah hati mereka; Gregory, Aiden, Peter, dan Chloe bermain bebas di lantai kayu yang dipelitur licin berhadapan langsung dengan danau. Bocah-bocah imut dan Gregory 9 tahun yang tertua itu nampak girang didatangi oleh kedua sepupu mereka yaitu William dan Jeremy. Tawa ceria diselingi bahasa anak-anak memeriahkan su
Sosok yang dijemput oleh Hendrawan di Bandara Soekarno-Hatta sore itu bukan sembarang perempuan. Jantung pemuda yang sudah lama menjomblo belasan tahun lamanya tersebut berdetak kencang seakan nyaris lompat dari dadanya menatap sosok berambut brown gold panjang sepunggung dengan sepasang mata birunya."Hello, Handsome! Terima kasih sudah menjemputku lagi. Apa kabar?" Miss Veronica Barnfield melemparkan senyum manisnya kepada Hendrawan seraya berjabat tangan."Hai juga, Cantik. Kabarku baik. Wow, rambut kamu sudah panjang semenjak kita berpisah di Denpasar. Jadi ada pekerjaan dengan Boss Brian ya makanya kamu datang ke Jakarta?" balas Hendrawan seraya mengambil alih koper dari tangan Vero.Namun, wanita berdarah Inggris itu enggan menjawabnya langsung. Dia hanya tersenyum misterius seraya berkata, "Ada deh pokoknya!""Kalau bukan karena pekerjaan, kenapa dong kamu jauh-jauh ke Jakarta, Baby?" tanya Hendrawan dengan penasaran. Dia memasukkan koper ke bagasi belakang mobil pribadinya yai
"Halo, apa kabar, Mas Brian?" sapa Suzy Malika dengan keceriaan yang susah payah dia tampilkan.Brian pun membalasnya dengan senyuman tulus usai menghela napas. Ada kesedihan yang tersirat dalam raut wajahnya. Namun, Brian tetap membalas sapaan istrinya yang selalu menjadi wanita terindah di hidupnya, "Hai, Suzy Sayang. Kabarku selalu baik. Selamat datang kembali di Jakarta. Ayo kita pulang ke rumahku!" "Apa kamu yakin bisa merawat puteriku di rumahmu, Brian? Andaipun tidak mampu, aku masih kuat untuk merawat Serena. Hubungi saja nomor ponselku kalau kamu berubah pikiran, okay?" ujar Tuan Harry Livingstone dengan nada tegas yang pasti dipahami oleh menantunya."Baik, Pa. Saya mengerti, biarkan saya mencoba merawat Serena terlebih dahulu," jawab Brian sekalipun nampak ketidak yakinan dalam ucapannya yang ditangkap oleh ayah dan anak itu.Suzy mengangguk meyakinkan papanya untuk melepaskan kepergiannya bersama Brian. Akhirnya Tuan Harry Livingstone menepuk-nepuk bahu Brian sebelum beli
Proses fisioterapi kedua kaki Suzy Malika yang cedera akibat tabrak lari yang dilakukan oleh Bella telah berlangsung selama nyaris setahun. Atas izin dari fakultas, Suzy menjalani kuliah secara daring terkait keterbatasan fisik yang dia alami. Namun, sisa satu semester kuliah yang harus dia jalani pada akhirnya berhasil ditutup dengan sempurna. Nilai ujian assesment semester 8 Suzy sangat bagus sehingga diputuskan layak diwisuda dengan menilik seluruh nilai mata kuliah lengkap beserta nilai sidang skripsinya yang sempurna, A. Akan tetapi, wisuda itu pun dijalani secara daring saja dari Amerika Serikat dan duduk di kursi roda."Selamat atas wisudamu, Darling. Papa sangat bangga karena kamu telah berjuang mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di tengah segala kelemahan yang kamu derita, Serena!" ujar Tuan Harry Livingstone penuh rasa haru hingga mata coklatnya berkaca-kaca."Terima kasih atas dukungan dan juga pendampingan Papa untukku. Itu sangat berarti buatku pribadi. Ini saat-saat te
"Hooeekk hooeekk hooeekk!" Suara mual-mual di pagi hari dari arah dalam kamar mandi itu membangunkan Indra dari tidur panjangnya pasca semalam puas bermain kuda-kudaan bersama istri kesayangannya. Dia pun segera bangkit dari tempat tidur dan refleks menoleh ke kotak tempat tidur bayi. Namun, Gregory masih terlelap tanpa suara di dalam sana."Tha, apa kamu sakit?" tanya Indra cemas dari ambang pintu kamar mandi sebelum menghampiri perempuan muda yang sedang berjongkok menghadap ke kloset yang terbuka itu.Wajah istrinya pucat pasi dan tangannya pun dingin. Indra yang tak kunjung mendapat jawaban dari Thalita pun kesal lalu menegurnya, "Kok nggak dijawab sih? Kamu kenapa ini, Tha?""Ini kayaknya morning sick, Mas. Ngerti nggak sih?" jawab Thalita dengan lemas. Kemudian dia berkumur di wastafel dengan air keran. Suaminya menggendong Thalita kembali ke tempat tidur lalu membaringkan tubuhnya yang lemah di tengah ranjang. Indra terdiam karena bingung memikirkan istrinya yang hamil lagi s
"OEEEKKK ...OEEKK!" Suara tangis bayi nyaring terdengar di tengah malam sunyi.Gregory kecil terbangun karena lapar dan juga pampersnya sudah penuh. Dia tidur di kotak keranjang khusus yang ditutupi kelambu tipis anti nyamuk warna biru muda. Sudah hampir lima menit penuh dia menangis, tetapi mama cantiknya masih tertidur nyenyak dalam pelukan papa gantengnya. Indra yang mengetahui masa nifas Thalita telah usai tak mau melewatkan kesempatan menghajar wanita cantik kesayangannya beronde-ronde di atas ranjang malam ini. Alhasil, putera sulung mereka terabaikan karena orang tuanya kelelahan bercinta."Ohh ... bising banget sih kayak ada kucing jantan minta kawin! Hoamph!" Indra merepet sambil menguap karena kantuk, dia tidak menyadari bahwa itu adalah suara tangis anaknya sendiri.Thalita pun terbangun karena gerakan lasak badan besar suaminya di sampingnya. Dia mendengar tangisan buah hatinya dan langsung bangkit dari tempat tidur. Sementara Gregory yang kesal diabaikan bermenit-menit l
Dengan sigap Tuan Harry Livingstone menangkap tubuh Bella sesuai teriakan Brian tadi. Wanita itu meronta-ronta sekuat tenaga hingga nyaris membuat papa Suzy kewalahan. Maka dia pun memukul tengkuk Bella hingga pingsan."Siapa wanita liar ini, Brian? Apa wanita yang pernah menjalin affair denganmu dulu?" tanya Tuan Harry Livingstone penasaran. Dia masih memeluk tubuh lunglai Bella yang tak sadarkan diri."Iya, benar. Maaf merepotkan Anda, Pa. Dia yang menabrak Serena, sebaiknya kita geledah kantongnya dulu. Kurasa dia pasti masih menggunakan mobil yang dipakai untuk melakukan kejahatannya tadi siang," ujar Brian, dia menunggu Tuan Harry memeriksa saku-saku pakaian Bella. Ternyata benar ada sebuah kunci remote mobil.Tuan Harry menekan remote untuk membuka pintu mobil dari jarak jauh. Dan sebuah mobil bertipe Avanza warna hitam menyala lampunya. "Itu dia mobil yang menjadi barang bukti kejahatan tabrak larinya!" ujar Brian seraya menunjuk mobil yang terparkir di arah jam sebelas dari p
"Brian, sekarang Papa sedang ada di rumah sakit menemani Serena. Dia mengalami tabrak lari mobil dan didiagnosa patah kaki kanan kiri dibagian tulang paha kanan dan tulang betis kiri, selain itu dia juga gegar otak," tutur Tuan Harry Livingstone melalui sambungan telepon ke suami puterinya.Jantung Brian serasa dipukul keras ketika mendengar kabar buruk dari Jakarta. Dia lalu menjawab papa mertuanya, "Sore ini juga, Brian akan terbang ke Jakarta. Tolong kirim nama rumah sakit tempat Serena dirawat, Pa!""Baiklah, kutunggu di rumah sakit. Hati-hatilah di jalan, okay?" balas Tuan Harry Livingstone lalu menutup panggilan teleponnya. Pria yang seharusnya berulang tahun ke 49 itu hari ini berjalan mondar- mandir di depan pintu ruang operasi. Asisten pribadinya Evan O'Brient menemaninya dalam diam duduk di bangku tunggu operasi.Sungguh kado ulang tahun yang buruk, pikir Harry. Dia sangat bersedih hati karena ketika telah berhasil menemukan puteri kandungnya yang berpuluh tahun terhilang j
"Suzy Sayang, hati-hati di jalan ya! Sampai jumpa Jumat depan," pesan Brian saat mengantar keberangkatan istrinya di Bandara Ngurah Rai. Pelukan hangat suaminya membuat Suzy enggan pulang ke Jakarta, tetapi masih ada kuliah tersisa satu semester hingga dia wisuda. "Oke, Mas. Kamu juga jaga kesehatan ya, pasti sibuk kerjaannya di proyek. Ya sudah, Suzy boarding ke pesawat sekarang. Bye, Mas Brian!" pamit wanita itu lalu melambaikan tangannya sembari melangkah pelan menuju ke antrean pemeriksaan tiket akhir.Selepas kepergian Suzy, dia pun bergegas ke parkiran mobil Bandara untuk menjumpai Hendrawan yang akan mengantarnya ke lokasi proyek pembangunan resort. Ada banyak pekerjaan menantinya di Senin pagi itu. Biasanya memang Suzy pulang hari Minggu malam, hanya saja mereka terlalu rindu untuk cepat-cepat terpisah lagi hingga kepulangan Suzy tertunda.Brian naik ke bangku sebelah pengemudi dan menyapa Hendrawan yang nampak berseri-seri wajahnya entah mengapa, "Hen, kita berangkat sekaran