"Tiket ke Bali?" gumamku kala membuka isi amplop yang Bang Gavin berikan tadi sore."Yes! Liburan gratis!" sorak Arsen."Nanti disana kita buat program bikin sebelas anak! Pulang liburan, kita bisa bikin tim sepak bola," celetuknya."Gak lucu!" ketusku."Lagian aku juga bukan lagi ngelawak, kok! Anggap aja itu doa!" sahut Arsen seraya mencolek daguku."Idih, gak mau ah!" sahutku cepat."Dikira enak apa punya sebelas anak. Cukup dua aja. Cowok satu cewek satu. Kayaknya lebih pas deh!" sambungku."Tanggung banget, sih! Kalau bisa, mending bikin yang banyak. Kan ada pepatah tuh, banyak anak banyak rezeki," sela Arsen."Bikinnya sih enak, terus lahirinnya gimana? Ngurusnya gimana? Nggak, ah! Dua aja," aku tetap bersikeras.Arsen tertawa mendengar jawabanku barusan. Ia lantas mengacak rambutku dengan gemas."Iya, iya! Kamu serius banget, sih! Kita berdoa aja, minta yang terbaik dari Allah!" ucapnya kemudian.Aku tersenyum, memang seperti itu jalan ceritanya. Karena terlepas dari apapun yan
Hari yang ditunggu telah tiba.Aku menghampiri Arsen yang tengah berdiri menungguku di ruang tamu. Ia nampak gagah dengan busana pengantin khas suku Sunda. Jas putih dengan ikat pinggang senada dan juga kain rereng sebagai bawahannya membuat Arsen terlihat begitu pangling. Apalagi, ditambah dengan hiasan kepala yang berupa bendo dengan motif yang senada dengan bawahan yang ia gunakan membuat ia terlihat lebih tampan dari biasanya."Yuk!" ucapku membuatnya seketika menoleh.Arsen ternganga. Ia menatapku tanpa kedip. Hal itu tentunya membuatku berulangkali memanggilnya seraya melambaikan tanganku didepan wajahnya."Kamu cantik banget, Ze!" gumamnya membuatku tersipu."Kamu juga ganteng!" sahutku pelan."Apa? Aku gak denger," ucapnya seraya mendekatkan telinganya."Kamu juga ganteng!" ulangku."Hah? Coba-coba ulang, kurang jelas, Ze!" ucapnya lagi seraya lebih mendekatkan telinganya.Aku mendengus, namun tak urung aku juga lebih mendekatkan bibirku kearah telinganya untuk kembali membisi
Acara resepsi pernikahan kini bertambah dengan acara ulang tahun Arsen. Rupanya, diam-diam Bang Gavin sudah mempersiapkan semuanya dan sudah bekerja sama dengan MC hingga acaranya jadi tersusun sempurna dan tidak terkesan berantakan.Ditengah surprise ulang tahunnya, kami sengaja membuat foto khusus keluarga dengan pose yang seunik dan sekocak mungkin.Berhubung keluarga inti hanya ada Bu Hanum dan Bang Gavin saja, rasanya kurang rame jika di foto hanya ada empat orang saja. Makanya, Arsen sengaja mengajak Yanto untuk ikut serta, mengingat dia adalah satu-satunya anak buah Arsen yang paling dekat dengan keluarga ini.Tak cukup hanya Yanto, saat aku melihat Bu Rena yang tengah menikmati aneka kue, akupun langsung melambaikan tangan padanya dan memintanya untuk ikut berfoto bersama kami."Yah, padahal ibu lagi makan, Ze!" protesnya dengan mulut penuh."Makannya nanti lagi aja, Bu! Kita seru-seruan dulu, yuk!" bujukku.Bu Rena pun akhirnya mau naik ke pelaminan dan berfoto dengan gaya ko
Aku, Arsen, dan juga Bu Hanum gegas keluar dari ruangan begitu mendengar suara gaduh diluar sana.Kami bertiga sontak terkejut saat melihat Bang Gavin yang dalam keadaan pingsan tengah digotong oleh beberapa orang."Ada apa ini? Kenapa dengan Bang Gavin?" tanyaku pada mereka yang masih ada disana."Tadi dia terjatuh dan kepalanya terbentur meja ini!" sahut salah seorang pria sembari membantu beberapa orang lainnya membangunkan meja yang terguling.Dengan cepat, aku pun meraih tangan Arsen untuk menyusul orang yang tengah membawa Bang Gavin keluar dari gedung. Mungkin mereka akan membawanya ke rumah sakit."Permisi! Kami keluarganya, biar kami bawa pakai mobil kami saja!" ucap Arsen."Oh, syukurlah! Ya silahkan!" sahut mereka seraya membawa tubuh Bang Gavin kearah mobil Arsen."Aku ikut! Aku ikut!" seru Keyla seraya menerobos masuk kedalam mobil.Aku hanya memberi kode pada Arsen agar tak melarang gadis itu, dan mobilpun akhirnya melaju.Sesampainya di rumah sakit, Bang Gavin langsung
Seperti yang sudah dijadwalkan. Aku dan Arsen akhirnya berangkat ke Bali untuk pergi berlibur dan meninggalkan Bang Gavin juga cerita barunya bersama Keyla. Entah seperti apa kelanjutan hubungan mereka, yang pasti untuk saat ini aku hanya ingin menikmati momen berdua bersama Arsen.Meski bukan pengantin baru, namun rasa dan kesan itu masih sangat kental. Ini adalah honeymoon pertama kami. Semoga saja momen ini lebih mempererat lagi cinta kami berdua.Kami menginap di salah satu hotel yang langsung berhadapan dengan pantai. Setiap pagi dan sore kami bisa menikmati keindahan pantai hanya dari teras saja.Hap!Seseorang menutup mataku. Tanpa perlu bicara, aku tau itu pasti Arsen.Aku hanya tersenyum seraya menurunkan tangannya perlahan dan berbalik."Tadaa!"Arsen menyodorkan sebuah kotak yang dibungkus rapih menggunakan kertas kado."Apa ini?" tanyaku."Buka aja sendiri! Atau, mau aku bukain?" ucapnya seraya mengangkat alis.Aku langsung meraih kotak tersebut dan segera membukanya.Seke
Memangnya apalagi yang bisa dilakukan dua insan dalam momen seperti ini, selain bermesraan dan terus memupuk cinta?Arsen membopong tubuhku menuju kamar. Perjalanan sore kami sudah selesai hanya sampai jam lima saja.Kamar mandi adalah tujuan awal kami seperti biasanya. Membersihkan diri usai berjalan-jalan diluar adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan."Kayanya aku mau nambah masa liburan kita. Barang sehari atau dua hari lagi, gitu. Gimana menurut kamu?" tanya Arsen begitu ia meletakkan tubuhku di bathtub."Kamu gak kangen ibu apa? Ini udah hampir sepuluh hari, loh!" sahutku."Jadi, ceritanya ... kamu udah bosen, nih?" tanya Arsen seraya mengangkat sebelah alisnya."Bukan begitu, sayang ...-"Ucapanku terjeda kala Arsen malah melumat bibirku. Seperti kebiasaannya, tak pernah ada aba-aba untuk setiap serangan yang ia berikan.Lagi ... untuk yang kesekian kalinya kami memadu kasih.Tak kenal waktu, tak kenal tempat, selagi tak ada halangan kapanpun Arsen mau, tanpa bicara ia pasti
Ting!Sebuah notif wa muncul dari ponsel Arsen. Aku meraih ponselnya dan melihat sederet pesan yang ternyata dari Bang Gavin.[Arsen, loe niat bulan madu atau berencana pindah ke sana sih?]Aku langsung tersenyum sendiri saat membaca pesan tersebut. Tanpa meminta persetujuan Arsen akupun lantas membalasnya.[Memangnya kenapa bang? Kangen, ya?] balasku disertai emot tertawa.[Idih! Geli gue bacanya!][Gue cuma mau ngabarin kalau Minggu depan gue mau nikah!][Gue gak mau tau, pokoknya loe harus datang! Loe harus bantu persiapin semuanya, itung-itung balas budi karena gue juga udah bantu acara resepsi loe.]Mataku seketika langsung membulat saat melihat sederet pesan dari Bang Gavin."Bang Gavin mau nikah? Dengan siapa?" gumamku."Hayo! Lagi ngapain? Kok bengong?" ucap Arsen yang baru saja keluar dari kamar mandi."Minggu depan Bang Gavin mau nikah!" sahutku membuat Arsen langsung terbatuk."Serius?" tanyanya.Aku langsung menyodorkan ponsel Arsen dan menyuruhnya untuk membacanya sendiri
Pergi liburan dengan penuh tawa sedangkan pulang dengan menekuk muka.Ya, entah kenapa perasaanku jadi sangat sensitif. Masalah Arsen yang kemarin mengintip akun sosial medianya Keyla masih membuatku kesal dan enggan bicara padanya.Beberapa kali Arsen terus menjelaskan, beberapa kali juga ia meminta maaf dan mencoba untuk meluluhkan rasa marahku, namun ... aku tetap saja marah padanya."Sayang, jangan diem gini terus, dong! Malu sama ibu, masa pulang honeymoon malah diem-dieman gini!" ucap Arsen begitu kami tiba di bandara."Tau, ah! Aku lagi bad mood!" sahutku singkat."Eh, eh, itu, awaaas!"Brukk!Aku meringis saat jatuh tersungkur karena ulah Arsen. Entah apa yang membuatnya begitu terlihat panik dan berlari sampai-sampai ia menyenggolku.Kekesalanku padanya kini semakin bertambah. Apalagi saat Arsen mengabaikan ku dan membiarkan aku bangun sendiri."Arseen?!" teriakku geram.Kususul langkahnya yang begitu cepat dan ternyata ... Hap!Arsen menyelamatkan seorang wanita yang hampir
Sudah genap satu bulan sejak kejadian mengerikan malam itu. Sejauh ini akhirnya aku dan Arsen bisa kembali bernafas lega. Menjalani hari dengan normal tanpa ada gangguan ataupun ancaman.Bang Gavin dan Keyla sendiri nampaknya juga sedang menikmati momen indah mereka sebagai pengantin baru. Ya, ternyata saran Arsen saat di rumah sakit disetujui oleh Bang Gavin. Mereka akhirnya pergi bulan madu tanpa harus membuat ulang pesta.Tadinya Arsen hendak membayarkan tiket untuk mereka sebagai hadiah, namun sepertinya Bang Gavin merasa kasihan pada kondisi keuangan kami yang sedang acak-acakan hingga ia menolaknya dengan halus."Ah, syukurlah, Ze! Akhirnya resto itu bisa kembali lagi ke tangan kita. Lusa, mungkin berkas-berkasnya sudah beres, jadi ... kita bisa kembali mengelolanya," ucap Arsen seraya duduk disampingku."Syukurlah. Semoga kali ini berjalan lancar," sahutku penuh harap.Aku baru saja hendak menyandarkan kepalaku di bahunya, akan tetapi dering ponsel justru membuat Arsen bangkit
"Sorry, gue gak bisa tepatin janji gue dulu!" ucap Arsen pada Bang Gavin yang baru saja datang.Sekarang Arsen sudah dipindah ke ruang rawat. Kondisinya sudah jauh lebih baik dari tadi malam. Bahkan, dia baru saja menghabiskan semangkuk penuh bubur yang kuberikan."Wuih ... gak bisa gitu dong! Jangan mentang-mentang loe lagi sakit gini. Janji tetap janji, loe harus tepatin bro!" sahut Bang Gavin.Pria itu mengambil alih tempat duduk ku. Tatapannya dan Arsen saling beradu, hal itu membuatku sedikit khawatir, apa mungkin dalam keadaan seperti ini pun mereka akan tetap berantem?"Ya loe mikirlah! Memangnya dalam kondisi gue yang seperti ini gue bisa apa?!" ketus Arsen kemudian memalingkan wajahnya."Ya emangnya loe udah tau gue mau minta apa?" sahut Bang Gavin tak kalah sengit.Arsen kembali menoleh. Tatapan mereka kembali beradu. Untuk beberapa saat, keheningan terjadi hingga membuat suasana cenderung menjadi menegangkan."Hahaha!"Tawa mereka pecah bahkan hampir bersamaan.Aku, Keyla d
Lima pistol sudah mengarah ke kepala kami masing-masing. Tanganku sudah hilang rasa. Aku tak bisa menggambarkan ketakutan ku saat ini. Dalam hati, mungkin inilah akhir dari hidupku.Kutatap Arsen dengan lekat. Aku tak ingin kehilangan momen terakhirku untuk menatap wajahnya yang kini tak sadarkan diri.Dialah pria yang sudah membawaku kedalam cerita ini. Cerita yang penuh dengan konflik dan juga rahasia yang harus selalu kujaga.Dialah pria yang sudah membuatku jatuh cinta dengan segala kegilaannya.Dialah pria yang membuatku mengerti kenapa orang berkata bahwa cinta itu buta."Ze," Lirih Bu Hanum memanggilku.Aku menoleh padanya. Wajahnya sudah dibanjiri oleh keringat dan juga air mata.Kami sama-sama takut. Kami sama-sama tak bisa berbuat apa-apa."Tolong jangan bunuh aku! Aku gak tau apa-apa!" lirih Keyla.Pandanganku beralih pada Bang Gavin, ia memang nampak lebih tenang daripada kami. Namun, wajahnya tetap saja tak bisa menyembunyikan ketakutannya saat ini."Melenyapkan kami sebe
"Loh, tempat apa ini? Kok sepi banget?" gumam Keyla begitu kami sampai.Saat ini kami memang bukan mengunjungi kantor polisi tempat aku dan Arsen dijebak tempo hari.Erlangga, atau lebih tepatnya Jendral Erlangga suaminya Dokter Siska yang menurutku tak pantas dipanggil gelarnya itu memintaku untuk datang ke tempat ini.Ternyata selama beberapa hari kebelakang, Arsen dikurung di tempat kumuh dan terpencil ini. Mereka seharusnya tak pantas disebut sebagai polisi karena mereka menangkap untuk mendapatkan keuntungan bagi diri mereka sendiri.Memang mereka tak sepenuhnya salah. Karena yang mereka tangkap dan mereka peras adalah orang yang salah juga. Hanya saja, apa yang mereka pinta sungguh diluar batas kemampuan manusia biasa sepertiku dan Arsen.Mereka benar-benar memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan kami. Lalu, apa bedanya mereka dengan kami para penjahat?"Kamu yakin ini tempatnya, Ze?" tanya Bang Gavin seraya menoleh ke arahku."Menurut lokasi yang Dokter Siska share sih, benar
Setelah acara selesai, aku dan Bu Hanum memilih untuk duduk di luar. Menjauh dari keramaian adalah salah satu cara kami untuk lebih menenangkan diri."Ze, kira-kira kita harus jual apalagi untuk mengumpulkan uang sebanyak itu?" ucap Bu Hanum memecah keheningan diantara kami."Entahlah, Bu. Bukannya yang kita punya saat ini hanya tinggal rumah itu saja?" sahutku."Jika rumah itu dijual, lalu dimana kita akan tinggal?" sambungku."Iya Ze. Kamu benar. Tapi, gimana kalau sebagian uangnya kita belikan rumah yang lebih kecil. Yang penting jumlah uang yang kita butuhkan bertambah," timpal Bu Hanum membuatku langsung mengangkat wajah."Tak ada salahnya juga sih, Bu! Ayo, kita tawarkan mulai hari ini juga, semoga bisa cepat laku!" ucapku antusias."Gak usah!"Bang Gavin tiba-tiba saja sudah berada dibelakang kami. Ia dan Keyla mulai mendekat menghampiri aku dan Bu Hanum."Aku ada cara lain buat membebaskan Arsen. Ya, semoga saja berhasil!" ucap Bang Gavin seraya duduk disampingku."Cara apa, b
Rumah, mobil, butik, dan juga restoran sudah terjual. Semuanya lenyap hanya dalam tiga hari. Itu juga berkat bantuan Bang Gavin, namun nyatanya uang yang diperlukan masih kurang banyak. Sedangkan, besok adalah hari pernikahan Bang Gavin dan Keyla.Entahlah!Aku tak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Kini, yang tersisa hanyalah rumah yang kami tempati. Bahkan isinya saja sudah berkurang. Karena kami benar-benar menjual apapun yang bisa diuangkan."Bagaimana ini, Bu? Rasanya aku gak akan bisa hadir ke pesta jika Arsen tak ada," gumamku saat aku dan Bu Hanum sedang duduk berdua."Ibu juga pusing Ze," sahut Bu Hanum singkat.Hari ini Bu Hanum nampak lebih murung dari kemarin. Mungkin lelahnya sama denganku, atau justru mungkin lebih?"Bu?" Kuusap bahunya pelan saat ia tertunduk lesu."Kita pasti bisa, Bu! Katanya, doa seorang ibu dan istri itu menembus langit. Kita perkuat lagi doa dan ikhtiar nya, ya! Kita harus semangat!" ucapku mencoba untuk menguatkan.Menguatkan diri sendiri dan
"Ya Allah ... cobaan apalagi ini?!" pekik Bu Hanum dengan tangan bergetar.Surat yang baru saja ia baca bahkan hampir terjatuh karenanya."Bagaimana menurut ibu?" tanyaku pelan."Entahlah, Ze. Apakah semua harta kita bisa cukup atau tidak untuk memenuhi perjanjian ini," sahutnya lemas."Tapi, ibu setuju 'kan untuk berusaha membuat Arsen bebas?" tanyaku lagi.Bu Hanum mengangkat wajahnya, ia lantas memberikan surat itu keatas pangkuanku."Ya tentu saja, Ze! Semua ini terjadi juga awalnya karena kesalahan ibu. Jika Arsen harus bertanggung jawab dan dihukum, maka ibu juga harus dihukum. Tapi, jika memang ada cara lain, kenapa tidak? Ibu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini," tutur Bu Hanum seraya beranjak dari duduknya."Ibu mau kemana?" tanyaku cepat kemudian menyusul langkahnya."Ibu mau ambil surat-surat penting. Hari ini juga, kita harus dapatkan uangnya!" tegas Bu Hanum membuatku langsung meneteskan air mata."Terimakasih, Bu!" ucapku bergetar kemudian memeluknya.Kamipun lantas
"Ya tentu saja serius! Memangnya kamu pikir dengan uang itu nyawa orang-orang yang sudah melayang itu bisa kembali apa?" sinis Dokter Siska."Iya memang tidak. Tapi, uang sebanyak itu juga memangnya mau kalian apakan?" tanyaku geram."Ya buat kami nikmati lah! Kamu pikir tutup mulut itu gampang apa? Apalagi, ini soal tindak kriminal yang sangat besar. Gak mudah loh, buat kami menutupi sebuah kejahatan," timpal Dokter Siska yang disambut anggukan oleh suaminya."Biar saja, Ze! Gak usah tanggapi mereka. Mungkin, ini memang saatnya aku mempertanggung jawabkan semuanya. Aku minta maaf untuk selama ini, Ze!" ucap Arsen seraya merangkul bahuku."Uuh, so sweet!" cibir Dokter Siska."Nggak! Kamu gak boleh nyerah. Kamu udah terlanjur bawa aku kedalam hidupmu, Arsen. Jadi, kamu harus tanggung jawab padaku dan tetap bersamaku karena kita harus membesarkan anak ini bersama-sama," tekanku seraya mengusap perutku."Justru demi kamu dan anak kita. Aku tak akan sudi memberikan sepeserpun hartaku pada
"Tidak! Tolong lepaskan kami!" ucapku cepat.Pria itu tersenyum seraya mengalihkan tatapannya padaku. Ia menjentikkan jarinya lalu seorang wanita datang menghampirinya."Do-dokter Siska?" gumamku kala sudah melihat wanita itu dari dekat."Iya, ini aku. Dan ini, suamiku!" terangnya yang langsung membuatku ternganga."Oh, jadi ini suamimu?" desis Arsen seraya menatap Dokter Siska dan pria dengan name tag Erlangga."Iya, aku adalah istri seorang jendral. Bagaimana? Sudah merasa tertipu dengan aktingku selama ini?" tanya Dokter Siska seraya tersenyum kecut."Dokter Siska, tolong bebaskan kami. Arsen sudah berubah, ia tidak seperti yang kalian tuduhkan," ucapku mengiba."Zea, kamu tenang saja. Anggap sja disini, statusmu adalah korban, karena kamu juga pernah hendak dijual pada Pak Seno. Jadi, kamu tidak akan kami tahan," tutur Dokter Siska seraya menghampiriku.Polisi yang sedari tadi meringkus kedua tanganku kebelakang kini langsung melepaskannya begitu dapat perintah dari Dokter Siska.