Hari-hari aku lalui bersama anakku, Rafandra Putra Pramudya, setelah akhirnya hak asuh atas putraku itu, aku dapatkan. Anak kecil itu semakin pintar dan tumbuh dengan baik. Tubuhnya yang gempal dan pipinya seperti bakpao membuat gemas orang yang melihatnya. Ia tidak pernah rewel atau merepotkanku, seolah tahu dengan keadaan bundanya. Usianya sekarang menginjak sebelas bulan, sebulan lagi ia berulang tahun, dan saat ini, ia mulai belajar berjalan.
“Ayo sini, sayang, peluk bunda. Bunda di sini,” suruhku pada anak kecil yang berdiri sekitar satu meter lebih dari tempatku.
Anak itu tampak kesusahan melangkahkan kakinya yang berbalut sepatu karena tubuhnya juga gemuk, sehingga ia jatuh terduduk kembali di rerumputan taman. Andra melepas sepatunya sendiri. Sepertinya sepatu itu menyulitkannya berjalan.
Tampak beberapa orang melihat ke arahnya. Senyuman terkembang di bibir mereka saat melihat Rafandra hanya melepas sebelah sepatunya saja, sedangkan se
Selepas putusan sidang, aku bisa lebih fokus mengurus ayah dan anakku. Kondisi kesehatan ayah semakin membaik karena ia rajin melakukan pengobatan dan fisioterapi. Semua ini tidak lepas dari peran Adrian. Lelaki baik hati itu menepati janjinya untuk membantuku dalam pengobatan ayah. Ia tidak pernah bosan mengantar ayahku ke rumah sakit untuk melakukan terapi. Kadang aku merasa tidak enak dengan keluarganya. Aku takut, mereka berpikir bila aku memanfaatkan Adrian. Aku selalu meminta padanya agar jangan terlalu sering membantuku. Namun, ia bilang, ini adalah urusan dan tanggung jawabnya. Tanggung jawab? Bahkan bukan dia yang menyebabkan ayahku lumpuh. Mengapa ia harus bertanggung jawab? Dia juga bukan siapa-siapa kami. Dia hanya seorang teman. Entah apa alasannya, ia melakukan semua itu untukku dan keluargaku? Apa karena rasa cintanya padaku? Tapi, hingga saat ini aku belum bisa membalasnya. Ia juga tidak punya hutang budi sedikitpun padaku. Namun, mengapa ia masih saj
Setelah Nadhira pergi dariku, kehidupanku benar-benar berubah. Tidak ada lagi sosok wanita yang selalu menungguku pulang atau mengingatkanku makan jika waktu makan tiba saat aku tengah berada di kantor. Walau masih ada istriku yang lain yaitu Naura. Namun, ia seperti tidak peduli padaku. Sudah beberapa bulan ini, aku menjalani kehidupan rumah tangga bersama Naura. Aku melakukan semua ini demi putriku, Kayla. Aku juga mencoba melupakan kesalahan istri keduaku itu dan tetap mempertahankan pernikahan kami. Awalnya, aku merasa semua baik-baik saja. Namun, seiring berjalannya waktu, menjalani kehidupan rumah tangga bersama Naura ternyata sangat jauh berbeda dengan saat aku bersama Nadhira. Walau Naura di rumah, ia tidak bisa mengurus kebutuhanku dengan baik. Ia kembali pada kebiasaannya. Wanita itu lebih sibuk dengan dunianya sendiri. Ia sering bepergian dan kumpul bersama teman-teman sosialitanya. Ia bilang bosan bila harus berdiam diri di rumah saja. Seperti sore ini, i
Aku kembali bertengkar dengan Naura. Sejak lama, memang tidak ada lagi kecocokan di antara kami berdua. Banyak perbedaan prinsip antara aku dan dia. Hal kecil saja bisa menjadi besar dan pertengkaran pasti terjadi. Naura pun sudah banyak berubah. Karena sifatnya yang susah diatur, membuatku tidak sanggup bersamanya lebih lama. Kami sudah tidur terpisah. Bahkan aku malas untuk pulang ke rumahnya. Setelah banyaknya perdebatan antara kami yang tiada henti-hentinya, wanita itu kini berbuat sesuka hatinya. Aku seperti tidak dihargainya lagi dan ia semakin berani padaku, bahkan aku dipermalukan saat rapat berlangsung di kantor. Secara sepihak dan tanpa memberi tahuku terlebih dahulu, ia mengambil alih jabatan direktur atas namanya kembali dan menurunkan jabatanku hanya sebagai staf biasa. Entah mengapa ia memperlakukanku seperti itu, setelah apa yang aku lakukan untuk perusahaannya? Aku tidak terima dan segera menemui Naura yang sudah berada di ruanganku lebih
Pernikahan adalah pengikatan janji suci dua insan yang sakral. Pernikahan juga merupakan sebuah keseriusan terhadap suatu hubungan dua manusia yang saling mencinta. Mereka disatukan dalam ikatan yang sah dengan tujuan ibadah untuk menunaikan sunah Rasul-Nya. Selain cinta, pernikahan akan kuat jika didasari dengan tujuan untuk menggapai ridho Allah SWT., sedahsyat apapun ancaman ujian terhadap pernikahan itu. Semua orang mendambakan pernikahan yang bahagia, utuh, dan selamanya. Berharap ikatan suci itu sampai pada usia senja, bahkan hingga maut menjemput. Begitupun harapan Nadhira Putri, saat seorang laki-laki yang menjadi kekasihnya, meminta dirinya pada sang ayah untuk jadi pendamping hidup dan mengarungi bahtera rumah tangga bersama. Namun, Pernikahan penuh suka cita dan kebahagiaan yang ia dambakan bersama Yusuf Pramudya, suaminya, berakhir di meja hijau. Tak tahan dengan perlakuan sang suami yang tega menduakannya sedangkan pernikahan mereka barulah seumur jagung. Di saa
Mereka sudah pulang dari sekolah. Kini, Nadhira tengah berada di taman baca miliknya. Taman bacaan berbentuk seperti kios buku itu berdiri di lahan kosong milik sang ayah. Bangunan segiempat itu dibangun dari keuntungan penjualan buku yang telah ia dapatkan. Semua ini berkat Adrian yang menyuruh dan menyemangatinya untuk merampungkan bukunya. Ini adalah impian Nadhira sejak dahulu. Melihat kurangnya minat baca anak-anak di kampungnya, menggerakkan hatinya untuk membangun taman bacaan tersebut. Ia juga mengajar mereka yang tidak bersekolah. Adrian dan ayahlah yang membantu mewujudkan semua ini. Ia menamai taman bacaan itu dengan nama 'Kios Baca Andra'. Selain mengelola taman bacaan, Nadhira juga kini mengajar di sekolah menengah atas di Jakarta. Akhirnya tawaran teman Adrian, ia terima. Walau ia harus bolak-balik Jakarta-Bogor. Sama seperti sekolahnya dahulu, waktu mengajar Nadhira tidaklah begitu padat, karena ia hanya mengajar satu mata pelajaran saja, sesuai
Adrian dan Nadhira akan pergi makan siang di sebuah restoran. Sebelumnya, mereka menjemput Andra terlebih dahulu di sekolah. Saat ini, mereka sudah berada di depan gerbang sekolah Andra.Tak lama, anak kecil itu keluar dari kelasnya. Ia berlari ke arah gerbang dan menghampiri keduanya."Ayah ... Bunda!" seru Andra lalu mencium tangan ayah dan bundanya."Kita makan siang bareng kakek dan nenek, ya," ajak Adrian, seketika membuat Andra senang."Asyik ... aku mau ketemu kakek dan nenek!" ucap Andra sembari berjingkrak kegirangan. Sebelumnya Nadhira sudah memberi tahunya tentang hal ini."Ayo, masuk!" suruh Adrian sambil membukakan pintu kabin belakang mobilnya untuk Andra, kemudian membukakan pintu kabin depan untuk ibu dari anak itu. Setelah dua orang terkasih duduk sempurna di dalam mobil, lelaki itu berlari menuju kursi pengemudi. Adrian memakai seatbelt lalu menstarter mobil dan melajukannya perlahan."Bagaimana sekolahnya hari ini, Nak?" t
Sepanjang perjalanan pulang dari restoran, Nadhira hanya diam. Andra tertidur di kursi belakang setelah kekenyangan, sementara Adrian fokus menyetir mobilnya. Selama perjalanan itu, mereka saling membisu. Tidak ada pembicaraan yang keluar dari mulut keduanya. Sesekali Adrian menoleh pada wanita yang duduk di sampingnya dan mencoba menebak apa yang tengah dipikirkan wanita itu. Tentu saja Nadhira tengah memikirkan dan mencerna kembali perkataan Bu Widya di restoran tadi. Ia tidak menyangka bila seperti itu sambutan dari ibunya Adrian terhadap dirinya. Ia pun tidak habis pikir, wanita paruh baya itu mempermasalahkan statusnya. Padahal sang anak tidak mempermasalahkan tentang status janda yang disandangnya sejak lima tahun lalu. Butuh keberanian bagi Nadhira untuk memulai kembali merajut asa bersama lelaki yang benar-benar bertanggung jawab seperti Adrian. Saat ia siap menerima lelaki itu, ternyata tidak berjalan mulus. Ini baru awal. Dan rintangan itu begitu nyata di h
Sepulang dari rumah Nadhira, Adrian langsung menemui ibunya. Ia ingin meyakinkan sang ibu agar menerima Nadhira apapun statusnya. Entahlah, ia begitu yakin bahwa ibu dari Rafandra dapat memberinya kebahagiaan. Hanya dia. Hanya wanita itu yang lelaki itu inginkan. Adrian tulus mencintainya, bukan karena rasa iba pada ibu beranak satu itu. Sejak kuliah rasa cinta itu tidak pernah berkurang. Setelah Nadhira bercerai dengan suaminya, itu adalah kesempatan Adrian untuk mendapatkannya. Namun, ternyata jalan cintanya tak semudah yang ia bayangkan. Sangat sulit menaklukkan hati Nadhira karena rasa trauma yang terus menyelimuti hatinya. Sehingga Adrian harus menunggu lebih dari lima tahun untuk meyakinkan Nadhira dan mendapatkan cinta wanita itu. Kini, saat Nadhira menerimanya, halangan justru datang dari wanita yang melahirkannya. Sang ibu tidak menyetujui hubungan mereka karena status janda yang disandang Nadhira. Adrian sudah sampai di rumah orang tuanya. Ia bergeg
Alhamdulillah... akhirnya rampung juga novel Suami Bersama. Terima kasih atas dukungan kakak-kakak yang sudah menyempatkan waktu dan membeli koin untuk membaca ceritaku sampai akhir. Semoga Allah menggantinya dengan rezeki yang lebih banyak lagi. Aamiin... Dukungan, vote, dan komen positif yang kalian berikan seperti penyemangat buatku. Sehingga aku semakin bersemangat untuk melanjutkan cerita. Mohon maaf bila dalam penulisan cerita ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Aku juga selalu menggantung cerita dan lama tidak menulis, karena pekerjaan di dunia nyata yang sangat banyak. Moga kalian suka dengan cerita yang aku suguhkan. Ambil yang baiknya dan buang yang jelek. Biar authornya gak dosa. Karena apa yang kita perbuat, akan dimintain pertanggungjawaban kelak. Semoga ada pelajaran berharga yang bisa diambil dari kisah ini. Sekali lagi terima kasih readers tercinta. Sampai jumpa di novelku berikutnya. Salam dan peluk jauh d
Adrian sudah menyiapkan tiket pesawat untuk pergi berbulan madu bersama Nadhira. Turki adalah tujuan wisata yang dipilihnya karena Nadhira pernah berkata padanya bahwa ia ingin sekali pergi ke sana. Tidak hanya keindahan alamnya yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk pergi ke sana, di negara itu juga banyak tempat bersejarah yang wajib untuk dikunjungi. Nadhira sangat suka mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Dan sekarang waktunya Adrian mewujudkan impian sang istri tercinta untuk pergi ke sana.Pagi ini mereka sudah bersiap pergi ke bandara. Nadhira tampak bersedih saat akan pamit pada ayah dan ibu mertuanya."Bu, titip Andra ya," ucap Nadhira sambil memeluk ibu mertuanya."Kamu tenang saja, Nak. Ibu dan Bapak akan menjaga anakmu dengan baik," balas Bu Widya, ibu mertuanya.Tak lama, Nadhira melerai pelukan lalu mengusap air matanya. Nadhira menangis karena inilah kali pertama ia akan meninggalkan Andra jauh. Namun, ia tidak khawatir l
Beberapa hari berlalu ....Setelah resmi menjadi istri Adrian dan berganti status sebagai nyonya Mahesa, Nadhira ikut bersama suaminya pindah ke Jakarta. Pagi-pagi sekali, ia menyiapkan barang-barangnya dan kebutuhan Andra ke koper. Setelah itu, ia pun pamit pada ayahnya."Ayah, aku pamit ya. Jaga diri Ayah baik-baik. Jaga kesehatan Ayah," ucap Nadhira dengan derai air mata. Dipeluknya sang ayah dengan erat. Rasanya berat sekali meninggalkan lelaki itu. Apalagi di usia Abah Abdur yang semakin senja. "Aku janji akan sering-sering ke sini menjenguk ayah," ucapnya lagi sambil terisak."Iya, Nak. Kamu tidak usah mengkhawatirkan ayah. Sekarang Ayah tenang, kamu udah ada yang jagain. Berbahagialah bersama suamimu di rumahmu yang baru. Ingat, jadilah istri yang baik untuk suamimu," sahut Abah Abdur. Lelaki itu tak kuasa menahan tangisnya.Anak perempuan satu-satunya yang ia miliki, harus ia relakan untuk laki-laki lain. Ia tidak bisa mencegah kepergian san
Acara resepsi yang diadakan sejak siang hari hingga menjelang Maghrib telah selesai digelar. Keluarga Adrian pun sudah pulang dari rumah Nadhira. Hanya Adrian yang masih berada di rumah itu karena sekarang ia sudah resmi menjadi suami Nadhira. Pernikahan di kampung tidak seperti pernikahan di kota. Suasana hajatan di sini masih terlihat ramai, walau deretan acara telah selesai dilaksanakan dan hari mulai malam. Tamu masih saja berdatangan. Mereka baru menyempatkan diri datang untuk memenuhi undangan setelah pulang dari bekerja. Kerabat Nadhira yang datang dari jauh memilih menginap dan mereka akan pulang esok hari. Adrian maklum, karena memang saudara dari istrinya itu jarang sekali menyambangi rumah kediaman mertuanya. Mereka baru berkumpul di saat ada acara-acara khusus saja, seperti hari ini. *** Adrian tengah bersama saudara-saudara istrinya. Lelaki itu dikerumuni oleh adik-adik sepupu dan keponakan dari sang istri. Ia diajak bermain adu panco kar
"Saya terima nikah dan kawinnya Nadhira Putri binti Abdurrahman dengan Mas kawin ... " "Adrian...!" Kalimat Adrian terputus saat suara ibu memanggilnya. Suara sang ibu terdengar menggelegar hingga ke kamar mandi Adrian. Saat ini Adrian sedang berada di dalam kamar mandi. Ia berdiri di depan wastafel dengan menghadap cermin tengah menghapal bacaan ijab kabul yang akan ia ucapkan saat pernikahannya nanti. Lelaki itu belum bersiap juga. Ia masih bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya. "Aaah ... ibu mengganggu saja. Aku harus menghapal kalimat itu, supaya lancar nanti saat ijab kabul," keluhnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Adrian, cepat sedikit! Kamu lagi ngapain sih, di dalam, lama banget? Ini udah jam berapa? Nanti kita terlambat sampai di sana!" seru Bu Widya lagi dari depan pintu kamar Adrian. "Iya, Bu, sebentar lagi aku keluar!" sahut Adrian dengan sedikit berteriak agar sang i
Adrian dan Nadhira sedang melakukan fitting baju pengantin di salah satu butik ternama di Jakarta. Sebuah gaun pengantin model kebaya berwarna putih dengan taburan payet, yang panjangnya menjuntai dan menutupi seluruh tubuhnya hingga kaki dan dipadukan dengan kain kebaya dengan motif yang mewah dan elegan, sangat pas di tubuh Nadhira yang sedikit berisi. Nadhira tampak cantik dalam balutan kebaya pengantin yang diserasikan dengan kerudung berwarna senada.Semua persiapan pernikahan lainnya sudah diurus oleh keluarga Adrian. Mulai dari dekorasi, catering, sampai undangan pernikahan. Pernikahan mereka akan digelar secara meriah dan dilaksanakan di rumah mempelai wanita.Sebenarnya, Nadhira ingin pernikahan yang sederhana saja yang hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat. Namun, Adrian menolak. Dan itu sempat membuat keduanya bertengkar.Mana mungkin Adrian memberikan yang sederhana saja untuk seorang wanita yang begitu spesial di hatinya. Bahkan sebuah cinc
Tiba di hari lamaran. Adrian bersama keluarganya sedang dalam perjalanan menuju rumah Nadhira untuk melakukan lamaran malam itu. Sejumlah barang seserahan seperti pakaian, alas kaki berupa sepatu dan sandal, tas branded, sampai perlengkapan make up sudah memenuhi kabin belakang mobil yang dikendarai Hadi. Padahal Nadhira tidak meminta semua itu. Namun, ini sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian masyarakat dalam acara lamaran. Selain itu, orang tua Adrian juga sudah menyiapkan barang berharga berupa seperangkat perhiasan emas untuk calon menantunya sebagai hadiah. Belum lagi sejumlah uang yang dipersiapkan Adrian untuk calon istrinya. Adrian yang duduk di kursi penumpang samping Hadi tampak gugup sambil memainkan ponselnya. Baru saja ia mengirim pesan pada Nadhira. Lelaki itu kemudian melihat ke arah kaca spion di depannya untuk mengecek penampilannya. "Gimana, Di, penampilan Masmu? Udah keren, kan?" tanyanya pada Hadi sambil merapikan tatanan rambutnya.
Hari itu juga Adrian pulang dari klinik. Nadhira tidak ikut mengantar Adrian ke rumahnya karena hari sudah hampir malam. Selain itu juga, ia harus segera pulang untuk memberi tahu Andra bahwa ayahnya baik-baik saja. Agar anak itu tidak khawatir. Sekarang mereka sedang berada di depan klinik. "Nadhira, kamu ikut kami saja pulangnya. Ini sudah malam," ajak Bu Widya saat mereka akan pulang. "Gak usah, Bu, terima kasih. Aku bawa motor," tolak Nadhira halus. Sebenarnya, ia merasa canggung dengan Bu Widya bila harus pulang bersama. Lagipula jarak klinik ke rumahnya tidak begitu jauh. "Beneran gak apa-apa?" tanya Bu Widya memastikan. "Gak apa-apa, Bu," jawab Nadhira sambil mengulas senyum. "Ya udah, ibu duluan ya," ucap Bu Widya kemudian masuk ke mobil. "Iya, Bu, hati-hati," sahut Nadhira. Ia masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya. Sikap wanita paruh baya itu berubah drastis terhadapnya. Lebih ramah dibanding saat
Nadhira tersentak saat seseorang menghubunginya dan memberi tahu bahwa Adrian kecelakaan. Baru saja siang tadi, lelaki itu mengantarkan ia dan anaknya pulang dari rumah sakit lalu pergi lagi dengan tergesa-gesa. Dan tiba-tiba, ia mendapat kabar buruk bahwa lelaki itu kecelakaan. Dengan perasaan cemas, ia bergegas pergi ke klinik untuk mengecek keadaan Adrian. Karena orang yang meneleponnya memberi tahu bahwa Adrian ada di klinik dekat pertigaan kampung, tidak jauh tempat tinggalnya. Sebelumnya, ia pamit pada ayah juga anaknya. Mereka tidak kalah terkejut saat mendengar kabar buruk itu. Terutama Andra, anak kecil itu menangis saat mendengar ayahnya kecelakaan. Nadhira menenangkan Andra sebentar, sebelum akhirnya pergi ke klinik. Ia meminta agar Andra berdoa untuk ayah angkatnya. "Bunda mau lihat Ayah di klinik, kamu doakan Ayah Rian agar dia baik-baik saja ya, Nak," ucap Nadhira. "Iya, Bunda," sahut Andra terisak. Nadhira pe