"Menyebalkan," gerutunya, lalu tiba-tiba tangisnya pecah, merasakan sesak dari semua yang dialaminya.
"Mas Ahmad dan Mas Doni sama saja. Mereka hanya menoreh luka di hatiku," jerit batinnya.
Wanita berbadan mungil itu, menelungkupkan wajahnya di atas bantal, Lalu menangisi nasib diri yang dirasa sangat menyakitkan baginya. Ia gamang harus bagaimana. Ia kira Doni akan jadi pengobat luka hatinya. Namun kenyataannya malah menambah kehancuran hidupnya saja.
"Apakah salahku hingga kedua lelaki itu begitu kompak hadir di hidupku hanya untuk menyakiti dan menghancurkanku secara bersamaan!" batinnya bertanya kenapa dan kenapa.
———
Renata tersenyum melihat story' yang dibuatnya telah dilihat oleh Lia, dering panggilan pun beberapa kali di ulangi.
Akhirnya setelah berhenti Renata dengan sigap menghapus unggahannya juga
"Ya, gi—gitu ... biar aku over aja deh sama Bianca," sahut Renata pelan. Dia bingung membahasakannya bagaimana seharusnya agar tak menyinggung hati suaminya juga keluarganya."Ibu dan Dina, pasti akan tersinggung, Ren!" cicit Doni."Karena begitu, Mas, aku ngomong sama kamu sekarang," lirihnya.Keduanya sama-sama diam tanpa kata.———Bianca sudah meluncur menuju rumah Ibunya di kawasan Depok. Dia bermaksud pamit untuk terbang besok pagi, pasti diomelin karena tidak menginap. Entahlah, setelah bekerja Bianca lebih memilih hidup mandiri daripada tetap tinggal dengan orang tuanya.Awalnya dia hanya ngekos di daerah Tangerang dengan biaya yang mahal menurut bundanya. Yang akhirnya dia memutuskan memilih rumah tipe cluster dengan harga yang lumayan, untuk ukuran gaji dia sekarang ini. Tapi lebih murah kalau diban
"Ren?" panggil Bunda Hani."Iya, Bun.""Kamu, baik-baik saja kan?" tanya bundanya Bianca menyelidik, sejak Renata masuk tadi wajahnya tidak seceria biasanya, Bunda Hani merasa ada yang salah dengan Renata. Wajah wanita muda itu begitu murung seperti dirudung duka."Akh, enggak, Bun, emang kenapa, Bun?" Kilah Renata. Dan berusaha menyembunyikan kepahitan hidup yang sedang dialaminya"Wajah kamu tidak menyiratkan baik-baik saja," tegas Bunda Hani sambil menatap lekat wajah Renata. Dia menyisir setiap inci wajah sahabat anaknya itu.Renata hanya diam, tiba-tiba saja rasa sedih menyeruak di dadanya. Padahal tadi dia tertawa bahagia bisa berkumpul dengan keluarga Bianca. Namun sekarang seketika saja dia tak bisa menyembunyikan duka yang sedang dirasakannya. Renata memeluk tubuh Bunda Hani dihadapannya. Lalu menangis sejadi-jadinya. Tangisan Renata begitu pilu di pendengaran wanita par
Saat Lia hendak menuju pintu, badannya berbalik seketika tanpa menoleh terlebih dahulu. Kebetulan posisi meja tempat makan dia tadi, berada di ujung pintu. Jelas saja saat dia berbalik, langsung menyenggol siapapun yang keluar atau masuk pintu itu. Karena tempatnya yang memang minimalis.Pria kokoh yang ditabraknya tadi memelototkan matanya karena kaget melihat wanita berhijab maroon itu sampai oleng jika saja tidak memegang sisi meja, sudah pasti ia akan terjerembab.Lia menjerit dan beristighfar saat bawaan nya jatuh dan tubuhnya seakan sedikit terpental ke belakang. Dia yang menubruk, dia sendiri yang oleng. Beberapa pasang mata melihat ke arah Lia dan laki-laki yang masih tertegun di pintu masuk."Maaf," cicit Lia, sambil meringis memegang pinggulnya yang sakit terkena ujung meja."Oh, saya yang minta maaf, apa ada yang sakit?" tanyanya, sambil memandang penuh penyesal
Aku melonjak kaget dengan dekapannya yang tiba-tiba."Apaan sih, Mas?" tanyaku sambil berusaha melepaskan pelukannya."Aku rindu."Degh!?" Aku cukup ternganga mendengar penuturan Mas Doni. Setelah sekian purnama kami saling acuh, kini kudengar sebuah pengakuan yang cukup membuatku goyah pada rencana yang telah kususun secara matang.Pelukannya begitu erat dan dia terus mengendus tengkukku. Sejak dulu Mas Doni sangat menyukai aroma parfum musk yang aku pakai. Katanya lembut dan menenangkan. Cukup lama dia menghirup aroma tubuhku. Seakan takut kehilangan. Seandainya saja kamu setia Mas! Hatiku bergejolak dan melahirkan ribuan tanya, kenapa dan mengapa.Sikap mas Doni padaku semenjak semalam begitu manis, sudah Kembali seperti dulu kah? Entahlah. Yang aku suka darinya adalah sikap bucin dan lebaynya, meski terkadang menyebalkan tapi aku bahagia jika Mas Dimas bersikap begitu."Mas, lepaskan!""Sebentar saja, Ren!" pintanya sambil terus memelukku.Seketik
POV Doni. Kuraih tangannya, ku genggam erat mencoba memberi kekuatan dan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja. Wajahnya begitu muram, menandakan dia ketakutan yang tak biasa. Karena aku mengenalnya dengan baik, Bianca sahabatnya pun menceritakan tentang Renata detail sekali saat kami akan menikah dulu. Renata seorang perempuan pintar dan mandiri, ditambah dengan kecantikannya menambah nilai plus sebagai wanita yang sempurna dimataku. Postur tubuh yang body goals dan rambut yang panjang membuat aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Jika digambarkan wajahnya mirip seperti Syahrini yang maju mundur itu. Gaya bicaranya yang selalu berwibawa, dan tatapan matanya yang tajam membuatku ingin menikahinya dengan segera. Sebagai laki-laki yang merasa ganteng dan keren, aku merasa pantas jika bersanding dengan Renata. Namun mendapatkan Renata bukan hal yang mudah, tapi kegigihanku berbuah manis saat aku bilang, tidak ingin pacaran lama. Renata langsung menerimaku set
POV Renata.Aku masih kaget dengan perlakuan Mas Doni tadi, dia bersikap seperti awal kami menikah. Hatiku bertanya-tanya, sudah selesailah hubungannya bersama wanita itu? Atau ….Kuraih gawai yang tadi kubawa saat turun hendak sarapan, lalu membuka Whatswebnya Mas Doni. Benar saja perkiraanku, tak ada histori chat dengan Lia, Apapun itu. Aku merasa sedikit tenang, meski kepercayaanku sudah terkikis oleh pengkhianatannya kemarin. Namun mau tidak mau, aku harus bertahan dalam pernikahan ini demi anakku yang akan lahir. Aku ingin saat dia membuka mata pertama kalinya di dunia ini adalah kedua orang tuanya yang dia lihat."Do'akan Mama ya, Nak, agar bisa kuat menghadapi apapun yang akan terjadi nantinya," ku elus perut yang sudah membuncit besar dan anakku memberi respon dengan bergerak kekiri dan kekanan."Akh kamu membuat ibu bahagia, Nak."Aku menaiki undakan t
POV Dina.Aku tersentak kaget saat Kak Renata menyebutkan jumlah barang dan uang yang aku dan Ibu ambil dari butiknya.Padahal aku hanya mengambil beberapa tas dan gaun saja. Dan Ibu pun sepertinya mengambil uang cash dibawah sepuluh juta saja. Aku tidak bisa diam saja kayak gini, aku harus membela diri dan ibu. kalau aku diam saja berarti aku membenarkan apa yang dikatakan istri kakakku ini."Kenapa sebesar itu jumlahnya, Kak? Aku hanya mengambil beberapa tas dan gaun saja, begitupun Ibu, beliau hanya mengambil gamis dan uang cash tidak mencapai sepuluh juta rupiah," kilahku panjang lebar."Kamu tahu nggak? Harga barang-barang yang kamu dan Ibu ambil per item nya berapa?" tanyanya dengan pongah."Em—Emh, anu … aku, gak tau," cicitku, akh si*lan kenapa aku terkesan takut dan gugup seperti ini."Tentu saja! dan sudah kuduga kamu tida
Kemarahan Bu tuti.Renata melihat kedatangan mertuanya dengan raut muka penuh amarah, namun dia harus tetap tenang. Ia sudah memperkirakan ini akan terjadi, dari saat tadi, Dina pergi setelah di usirnya."Bu," sapanya, sambil hendak meraih tangan Ibu mertuanya.Namun Bu Tuti malah menepis tangan Renata dengan tatapan yang seakan ingin memakan menantunya itu."Sok banget kamu ya, Rena! Baru punya toko baju beginian juga sudah semena-mena sama anakku!" ucapnya dengan nafas terengah-engah."Maksud Ibu?" ucap Renata dengan pura-pura tidak mengerti."Jangan pura-pura kamu, Rena! Sok pasang muka polos padahal kamu jahat. Sama adik ipar sendiri sampai tega mengusirnya, hanya gara-gara mengambil beberapa barang murahanmu!" ucapnya sambil mendengus sinis."Lantas, Ibu maunya bagaimana?" tanya Renata pada mertuanya.
Renata menggelar resepsi pernikahan di sebuah Waterboom yang menyediakan taman yang luas, dan fasilitas untuk wedding. Tema pestanya adalah outdoor. Pagi yang cerah disertai sinar mentari yang hangat, menambah indah minggu pagi ini. Annisa kecil sejak tadi sudah sempurna memakai gaun putih persis seperti yang dipakai Renata. Gadis kecil itu berlari kesana kemari sambil memegang balon. Renata begitu terlihat sangat cantik, dengan riasan yang serba nude, membuat penampilanya terlihat sangat elegan, dengan bagian rambut yang masih tersisa beberapa yang telah di curly juga. Bunda Hani mengusap air matanya melihat senyuman bahagia dari pengantin wanita yang telah dianggap anak olehnya. Pak Harun pun demikian, Adit dan Bian beserta istrinya juga telah hadir semenjak kemarin. Begitupun paman dari Renata yang selama ini tak pernah bersua kini hadir beserta keluarganya guna menjadi wali pada pernikahan keponakannya. P
"E—emh." ucapnya dengan melirik ke arah Bara. "Modusnyaaaaa, juaraa!" cibir Bianca. "Nda, ayo!" ajak Annisa dengan menarik tangan ibunya. Membuat Renata kebingungan. Bara yang paham situasinya, seketika mengangguk dan memegang pundak Renata. Walau bagaimanapun ada Annisa yang harus dijaga perasaannya. Anak itu belum paham kenapa dia punya dua Papa kini. Annisa menarik juga tangan Bara yang disambut tawa ngakak oleh Bianca. Ketika yang ditarik tangan Bara dan Renata bukan Doni. Sungguh puas hatinya hari ini melihat mantan suami sahabatnya menekuk muka 180° ibarat telah kehilangan uang milyaran rupiah. Akhirnya tak hanya berfoto bertiga, tapi ber-enam dengan Bianca dan Aisyah. ———— Satu bulan setelah Bara dan Renata sepakat akan menikah, kini keduanya tengah sibuk menyiapkan pernikahan mereka. Mulai dari tempat, fitting baju juga catering untuk jamuan para
POV Renata.Hari ini ulang tahun Annisa yang pertama, anak Perempuanku sudah mulai aktif berlari kesana kemari, di usia sepuluh bulan selain mulai berbicara kata Mama Papa, dia juga mulai melangkah, alhasil usia satu tahun dia sudah bisa berlari meski kadang terjatuh, kosa katanya semakin banyak meski belum bisa merangkai kalimat, cerewet sekali anak itu.Mas Doni dan keluarganya bahkan menanggung acara ulang tahun Annisa yang kami laksanakan di sebuah cafe ternama dengan tema Frozen. Cantik sekali anakku memakai gaun warna biru langit. Semenjak hari itu, aku tak pernah membatasi Mas Doni untuk kerumah menemui Annisa. Dan aku yang memilih menghindar, karena kamar Annisa di bawah dan kamarku di atas, jadi kami jarang bertemu. Mas Doni pun sepertinya paham aku menghindarinya, ia tak pernah memaksa untuk berinteraksi denganku meski tetap selalu mencari celah untuk bisa bertemu denganku. Aku tak membencinya hanya rasa kecewa dan sakit hati membu
"Jadi, bagaimana, Bu, setujukan kalau aku melamar Renata?" tanyaku lagi."Lamar lah jika memang kamu mencintainya, tapi… pastikan dia juga mencintaimu juga keluargamu. Pilihlah perempuan yang akan menganggap ibumu ini juga adikmu keluarganya," tegas Ibu, pandangannya kosong entah kemana."Renata anak yatim piatu, Bu, semoga setelah menikah, Ibu bisa jadi pengganti orang tuanya," jawabku dengan harapan yang besar.Kenapa aku jadi sok tahu begini, kayak yang iya aja bakal di terima. Bahkan untuk melamar Renata aja baru modal cincin karena nyali ini sedikit masih ciut sih. Tapi yang penting Restu Ibu sudah kudapat. Semoga melalui izin dari Ibu akan membuahkan hasil seperti yang aku inginkan.Dari segi apapun, aku sudah layak untuk melamar seorang perempuan, tapi yang ingin ku lamar adalah Renata. Wanita yang pernah aku tinggalkan! Mungkin bagi orang lain dia tak ada artinya, t
POV Bara."Seriusan ini bagus, is?" tanyaku pada Aisyah yang memilihkan cincin bermata ungu itu."Aku sih, suka ya, Kak, tapi gak tahu kak Renata," ucapnya sambil nyengir. Adikku itu sungguh tak bisa diajak jadi pendukung yang handal. Buktinya ia juga malah meragukan pilihannya sendiri.Ya, aku ingin melamar Renata, meski jawaban iya darinya belum pernah aku terima. Namun dari sikapnya, sepertinya ia sudah bisa menerimaku.Meski kulihat gurat lesu di wajah Ibu, setelah aku menceritakan tentang Renata semuanya. Bahkan Ibu, agak terkejut saat aku bilang status Renata yang janda beranak satu. Sedangkan Aisyah dia tidak berkomentar lebih karena sudah pernah ku ajak main ke rumah Renata waktu itu.Tak ada patahan kata yang menyinggung atau penolakan dari Ibu saat itu, aku hanya menangkap tak ada semangat dari wajahnya."Is, Ibu ada
Renata mengerutkan keningnya, selama ini dirinya merasa tak pernah memiliki musuh, tapi kok ada yang jahat dan ingin mencelakakan dirinya.Renata merogoh tas selempangnya mengambil ponsel dan menunjukan poto Doni pada lelaki itu."Ini orangnya bukan, koh?""Lah, ini mah suamimu bukan?" Pemilik toko itu balik bertanya. Renata mengangguk."Saya tidak pernah bermasalah dengan siapapun, tapi saya dan Mas Doni sudah bercerai, siapa tahu dia marah dan ingin mencelakakan saya untuk mengambil hak asuh anak kami," tutur Renata dengan lesu."Gak mungkinlah, si Doni gak ada tampang kriminal hanya pengkhianat saja," bela lelaki gempal itu. Lalu kami sama-sama diam, sibuk dengan pemikiran masing-masing."Baiklah, saya permisi, Koh, dan terima kasih atas waktu dan keterangannya," pamit Renata."Sama-sama, dan maafkan saya tidak bisa membantu," jawabnya
Siapa pelakunya bagian 1.Lancang sekali ucapan mantan Ibu mertua Renata itu, pikir Bara. Padahal sudah jelas yang salah adalah anaknya. Tapi tetap saja yang disalahkan perempuan yang duduk di sampingnya.Bara telah membuka mulutnya berniat membalas tudingan konyol Bu tuti , namun Renata mengusap-usap serta mengamati kepalanya. "Aku yang laki-laki saja tak tahan mendengar setiap ucapannya! Tapi Renata masih memilih tenang, luar biasa, jadi jika aku Renata, berarti aku tak akan salah calon istri," gumamnya.Doni
Pov Doni.Niat awal mencari rumah barunya Renata selain ingin bertemu anakku juga ingin kembali mendekatinya. Renata itu tipe perempuan bucin dan labil, gampang sekali kalau di rayu. Jadi aku bulatkan tekad kesana dengan meminjam mobilnya Raka. Bagaimana aku mendapat alamat Renata? Tentu saja aku memaksa Dian ditengah jalan agar memberi tahu alamat bosnya. Meski penuh ancaman dan intimidasi aku berhasil mengetahui rumah kediaman mantan istriku itu.Namun saat sampai disana, kulihat Renata tengah duduk berdua dengan seorang pria. Ya … dia Bara, teman sekolahku dulu bahkan mereka hampir saya berciuman jika aku tak memberinya tepuk tangan. Entah bagaimana mereka bisa sedekat ini.Cemburu? Tentu saja bahkan ingin aku menghajarnya, dia telah mencuri start ku duluan untuk mendekati Renata. Akh syal*n.Ibu memegang tanganku dengan erat, aku tau maksudnya agar aku tak menghajar lelaki yang duduk
Kuremas kesepuluh jariku dengan cara ditautkan. Cemas dan takut berbaur jadi satu, hatiku tak nyaman seolah-olah terancam dengan kedatangan Mas Doni serta Ibunya ke rumah ini. Namun tak dapat kupungkiri ia mempunyai hak yang sama denganku dalam pengasuhan Annisa.Bara mengusap-ngusap bahuku dengan pelan, ia mencoba menenangkan kegelisahan hati ini. Aku masih beruntung kali ini, Mas Doni datang saat Bara ada di rumahku.Sudah berulang kali lelaki dari masa laluku itu mencoba mengutarakan niatnya, ingin melanjutkan kisah kami yang dulu. Namun kegamangan hatiku terlalu besar, hingga sampai saat ini belum ku temukan jawabannya.Dulu aku terluka olehnya, lalu menikah dengan Mas Doni yang kuanggap sebagai penyembuh luka namun pada nyatanya dia bahkan memberi luka yang tak berujung. Harga diriku, nama baikku hancur olehnya.Malu yang diberikan Mas Doni seolah mencopot satu persatu tulangku, membuatku lungla