"Tapi aku bisa. El, kamu berdansa dengan ku saja." Cika menawarkan diri dengan tersenyum elegan ke arah Rafael. Tak mau kalah, Jenner juga langsung menawarkan diri. "Aku pernah kursus salsa dance. Jadi kurasa aku lebih cocok.""Kalian berdua saja sana," ketus Rafael. "Memuakkan," lanjutnya dengan nada malas dan kesal. Memangnya siapa yang ingin berdansa?! Jenner dan Cika sontak terdiam malu. Sedangkan yang lainnya terkekeh geli -- lucu saja dengan kedua perempuan itu yang sejak tadi berlomba-lomba mencari perhatian Rafael. Acara reunian tersebut semakin berlanjut. Arga dan yang lainnya memencar ; seperti kata mereka, Arga dan yang lainnya sedang mencari jodoh di acara ini. Yah, supaya suatu saat mereka bisa berlibur bersama dan Serena punya teman saat berlibur nanti. Bahkan Maxim juga sudah pergi entah kemana. 'Apa dia mencari jodoh juga?' batin Serena, entah kenapa kepikiran dengan Maxim yang juga ikut menghilang. Dia hanya tinggal berdua dengan Rafael di meja ini, di mana pri
"Aku membutuhkan cintamu. Tatap aku sebagai seorang pria yang kau cintai, bukan sahabat!" amuk Rafael lagi, memukul dan menunju bantal yang tepat di sebelah wajah Serena -- membuat Serena menahan nafas dan bergetar takut. "Mulai sekarang kau tidak dibutuhkan di perusahaan ini!" geram Rafael dengan dingin. "Aku ingin kau fokus menjadi istriku, belahan jiwaku, Serena!"Serena memperlihatkan air muka ketidak sukaan dan tak setuju juga. Menurutnya Rafael terlalu semena-mena padanya dan … ini tidak adil! "El, aku masih ingin bekerja.""Kau tidak punya pilihan selain patuh padaku, Serena." Rafael berdecis marah, menatap tajam dan penuh peringatan pada Serena. "Ka--kau jahat, El," ucap Serena lirih, dengan air mata yang berhasil jatuh dari pelupuk. Raut muka perempuan itu berubah penuh kesedihan dan kekecewaan. Serena menyukai pekerjaannya, ini tempatnya bisa terus berkumpul dengan para sahabatnya. Ini cara Serena menikmati hidup. Tapi Rafael merenggutnya secara paksa. Lagi-lagi pria in
"Untuk tubuhmu. Dan … anggap hadiah ulang tahun yang manis dariku."Jenner seketika tersenyum bahagia, langsung memeluk kotak hadiah mewah tersebut dengan perasaan senang luar biasa. "Aku tahu kau masih mencintaiku, El," ucapnya manis dan riang. Ceklek' Bersamaan dengan Serena yang tiba-tiba keluar dari ruangan khusus tersebut; menoleh spontan ke meja kerja Rafael -- menatap Jenner dan Rafael dengan air muka muram dan perasaan sedih. Tadi … pria itu-- 'Aku menginginkan cintamu!' Dada Serena terasa sakit dan sesak, menatap keromantisan Rafael sembari mengingat-ingat kata-kata Rafael tadi padanya. Dengan perasaan sesak dan perih, Serena memalingkan wajah dan memilih untuk keluar dari ruangan tersebut. Bagaimana caranya Serena untuk jatuh cinta, Rafael terus memamerkan keromantisannya pada Jenner. Jenner menatap Serena yang keluar dari sebuah ruangan -- yang dia tahu ruangan khusus untuk Rafael beristirahat di kantor. Wajah Jenner yang bahagia berubah muram dan kesal. Sial! Serena
"Kalian sama Bastard-nya! Hanya saja kamu tertutup oleh sikapmu yang sok cuek dan dingin," maki Serena dengan marah dan tak terima. "Rena, kau salah paham." Maxim menghela nafas, memijit pelipis dan terus memperhatikan Serena yang menangis dengan iba. "Sudah sejak lama Rafael ingin memberhentikanmu bekerja. Tetapi karena katanya dia ingin meluluhkan hatimu, jadi dia membiarkanmu tetap bekerja.""Dan sekarang mungkin ada sesuatu yang membuatnya tiba-tiba memberhentikanmu."Serena mengepalkan tangan, menahan kesal, marah dan perasaan kecewa pada Maxim. "Alasannya agar dia bisa berhubungan secara leluasa dengan Jenner. Puas!"Maxim terdiam degan wajah tak terbaca. "Kamu suka pada Jenner tetapi kamu membiarkannya lengket dengan Rafael." Air mata Serena semakin deras mengalir. "Sepertinya aku salah, Kak Max. Sebenarnya Kamu tidak benar-benar suka pada Jenner kan? Tapi kamu berpura-pura suka padanya, menjadi kekasih pura-puranya juga hanya untuk melindungi hubungan Rafael dengan Jenner ka
'Jenner itu ciptaan Rafael. Dia ciptakan karena tak bisa mendapatkanmu. Aku tidak mengerti perasaan apa yang Rafael punya padamu, Serena. Namun dia seperti iblis tanpamu. Bukan hanya Jenner, dia mengencani siapapun yang mirip denganmu. Dia melakukannya agar bisa merasakan keberadaanmu.'Ucapan Maxim tersebut padanya tadi terus mengiang di kepala Serena. Kenapa Rafael bisa segila ini padanya? Itu pertanyaan besar bagi Serena yang sampai detik ini tidak bisa ia temukan jawabannya. 'Hanya sedikit berlebihan, bukan berarti aku terobsesi padamu, Serena.' Itu kata-kata Rafael padanya. Awal, Rafael tak menyengkal jika Serena mengatakan Rafael terobsesi padanya. Namun tadi -- saat di kamar khusus itu, untuk pertama kalinya Rafael menyengkalnya. Jika bukan obsesi lalu apa? Bahkan Maxim mengaku tak tahu perasaan apa yang Rafael punya padanya. "Hah, sudah petang. Sebaiknya aku masuk." Serena bergumam pelan, bangkit dari kursi malas dan berjalan masuk dalam rumah. Sehabis bangun tidur, Sere
Dia dengan tulus memberikannya pada Serena, tepat pada hari spesial ini. Hari dimana dia pertama kalinya dengan Serena berteman. Rafael ingat momen itu. Ketika dia sedang asyik bermain tiba-tiba Papa mertuanya, Thomas, datang menghampirinya dan meminta izin agar Rafael membolehkan putrinya yang tak lain adalah Serena duduk di gazebo tempat bermain El biasa. Itu bukan pertama kalinya mereka bertemu, mereka sering bertemu dan bahkan sering duduk bersama. Ketika El ke kampung Mommynya dan menginap di rumah Paman Salsanya, El dan Serena bahkan tidur bersebelahan. Hanya saja mereka tak pernah berteman, saling berbicara dan bahkan enggan untuk bertatapan. Rafael saat kecil memang dikenal dengan anak yang sulit bersosialisasi. Dia hanya bermain dengan imajinasinya sendiri. Jangankan Serena, sepupunya yang lain -- bahkan Maxim -- Rafael tidak mau berteman dengan mereka. Namun di gazebo itu, tangan mainan Hulk kesayangannya copot. Rafael tidak bisa memperbaikinya. Dia kesal dan marah, mel
"Kau tidak mendengarkan perkataanku, Serena?" geram Rafael, menyudutkan Serena dan mengurung perempuan ini diantara tubuhnya -- mengungkung Serena di antara tembok dan tubuhnya dengan saru tangan menyangga ke tembok dan satu lagi menekan pundak Serena. "Apa kau keukeh tetap ke kantor untuk bertemu dengan Maxim?" dingin Rafael, menatap tajam dan menusuk ke arah Serena. Wajahnya marah dan aura mengerikan menguar dari tubuhnya. Pagi-pagi sekali perempuan ini bangun hanya untuk diam-diam pergi ke kantor. Rafael tahu, dia bangun dan memperhatikan Serena yang diam-diam bergegas ke kantor. Namun Rafael memilih hanya diam, dia ingin tahu sejauh mana Serena berani melanggar perkataannya. Dan … perempuan ini sangat mengecewakan! Dia nekat pergi -- mengundang kemarahan Rafael di pagi hari ini. "Kamu salah paham, Rafael. Aggk, sakit. Tolong lepaskan tanganmu--" pekik Serena dengan mendorong pergelangan tangan tangan Rafael, agar menjauh dari pundaknya. "Aku ke kantor untuk mengambil barang-ba
Namun kekehan Rafael langsung berhenti, mendadak wajahnya kaku dengan tatapan mata melotot tak percaya -- tiba-tiba saja Serena menganggukkan kepala. Deg'Rafael diam, menatap tajam ke arah Serena sembari memasang air muka dingin dan flat. "Kau sedang bercanda." Rafael berkata dingin, memilih melepas tangannya dari pinggang Serena kemudian memutar tubuhnya dan berniat beranjak dari sana. "Lupakan." Rafael kembali berkata dingin. "Ini terakhir kali aku melihatmu di dapur. Tidak ada memasak ataupun pekerjaan lainnya," ucapnya mengintimidasi, melirik tajam ke arah Serena. Kemudian setelah itu dia beranjak dari sana. Serena terdiam dengan wajah murung dan sedih. Dia sangat serius tetapi Rafael hanya menganggapnya sebatas candaan. Bukankah Rafael sangat ingin mendapatkan cintanya? Jadi kenapa sekarang Rafael seperti menolak kenyataan? "Bastard." Serena bergumam pelan, menatap punggung Rafael yang melangkah menjauh dari dapur. "Monster, psycho, dan … kau juga aneh, El.""Kau memaksaku