"Assalamualaikum, Van. Lagi dimana?" kataku membuka obrolan dengan Vania siang itu."Waalaikumsalam. Maaf Kak kami belum pulang. Soalnya ini masih dirumah mertua, trus setelah dari sini aku mau ajak Gita belanja." jawab Vania."Oke, tak apa Van. Aku cuma mau bilang, aku nitip Gita dulu ya. Aku ingin pulang ke Sidoarjo mengurus perceraianku dan juga sekalian mau cari kost. Aku akan pulang sekarang naik bis, soalnya kan di rumah sana aku ada motor.""Apa nggak lebih baik nunggu Mas Rama? Nanti kami antar.""Nggak, Van. Kakak ingin melakukan ini sendiri, nitip Vania saja, besok sore tolong kamu antar ke kost.""Okelah, terserah Kakak saja. Oh iya, Kak. Kemarin aku sempat merekam semua kejadian di rumah selingkuhanya Mas Ridwan, aku kirim ke Kakak ya, siapa tahu berguna.""Wah bagus itu Van, iya kirim sekarang juga. Pinter banget sih kamu. ""Iya Kak. Aku akan transfer juga uanh buat biaya kost dan pengangan Kak Siska ya?" "Ah, nggak usah Van. Aku masih ada simpanan, cukup untuk biaya ko
Ternyata hatiku belum puas seharian ini mengerjai Ridwan. Seluruh dunia harus tahu siapa sebenarnya dia, karena selama ini dia selalu menampakkan sikap baik pada semua orang, baik diluar busuk sekali didalam.Segera ku upload foto pernikahanku dengan Ridwan , kemudian kuberi caption,MULAI SEKARANG LAKI LAKI YANG ADA DI FOTO INI, BUKANLAH SUAMI SAYA. KARENA DIA SUDAH MENIKAH LAGI SECARA DIAM DIAM DENGAN SELINGKUHANYA. VIDEO LENGKAPNYA 👉👉Kemudian di status berikutnya, ku upload video yang dikirim Vania tadi. Setelah sukses, aku pun tidur dan mematikan handphoneku, biarlah besok aku akan melihat hasil dari statusku tadi.***** *****Setelah shalat subuh, akupun menyalakan handphone ku, begitu banyak chat dan panggilan tak terjawab. Namun tak kulihat dulu dari mana itu berasal. Aku lebih tertarik mengunjungi akun biru dan unguku, firasatku mengatakan disana akan heboh, karena pastilah sudah ada yang mengcopy dan membagikan statusku tadi malam. Dan benar sekali, sepertinya statusku itu
PENGADILAN AKHIRNYA MENJATUHKAN HUKUMAN TIGA TAHUN PENJARA UNTUK RA, PELAKU NIKAH DIBAWAH TANGAN YANG DILAPORKAN SANG ISTRI SAHDealine berita pagi ini, yang membuatku sangat puas. Maaf ya Mas Ridwan aku melakukan ini, aku tak pernah main main dengan semua ucapanku.Empat bulan berlalu sejak aku dan Alvin mendaftar di pegadilan agama dan ke kantor polisi itu, kini semuanya menampakkam hasil yang memuasakan. Keputusan PA keluar duluan dari pada PN. Aku sudah sah menjadi seorang janda, dan karena bantuan juga dari Alvin, tempat usaha Ridwan berhasil jatuh ke tanganku. Ya iyalah secara kan aku yang harus bayar modal nya di Bank tiap bulan, hehehe.Sementara nasib Ridwan sangat mengenaskan, sudah malu dan sekarang akan menjalani hukuman kurungan selama tiga tahun. Untung saja aku masih punya hati tak sekian melaporkan si Novi, karena aku kasihan dengan anak balitanya. Jadi dia sekarang menepati rumahnya Ridwan, tanpa rasa malu dan bersalaah, dasar si muka tembok.Gita pun, sedikit demi se
"Kamu kena kasus apa Bang, sampai bisa masuk rutan ini?" tanya seorang teman sesama napi."Selingkuh dan nikah siri Bang." kataku."Haduh, Bang. Hanya gara gara wanita dong masuk bui, hahaha. Kok kedengaranya kurang sangar sih, hahaaha." katanya meledekku.Ya beginilah hari hariku sekarang, hidup didalam penjara hingga tiga tahun kedepan. Hanya karena sebuah kasus yang memalukan menurutku. Namun sesal pun kurasa telah percuma, aku sendirilah yang telah memantik api itu, dan kini aku terbakar, habis tak bersisa.Kata maafku pun kurasa tak akan pernah diterima oleh Siska. Sungguh aku adalah laki laki bodoh yang telah menelantarkan keluargaku. Dan juga telah menggoreskan luka dihati anak perempuanku, Gita. Siska yang dulu kukenal sebagai seorang wanita lemah lembut, ternyata sekarang bisa berubah menjadi garang. Kukira setelah perselingkuhanku terbongkar, aku akan bisa menekannya dan mengakalinya lagi. Namun ternyata aku salah, malah aku yang amsyong.Aku mengenal Siska sepuluh tahun ya
"Yang sabar ya, Van. Istighfar." kataku sambil mengelus Vania yang sedang kesakitan."Nyeri sekali perutku, Kak" katanya sambil memegangi perut.Rama kelihatan sangat cemas, Gita yang duduk di kursi depan pun kelihatan khawatir melihat kondisi tantenya."Rumah sakitnya masih jauh kah, Kak?" tanya Rama."Nggak kok, setelah lampu merah depan itu, di sisi kanan jalan." kataku.Setelah sampai di rumah sakit, perawat pun langsung membawa Vania ke UGD, dan kami hanya bisa menungguinya dari luar."Sebenarnya Vania itu sakit apa sih, Ram?" tanyaku saat kami di ruang tunggu."Nggak tahu, Kak. Cuma memang tiga bulan terakhir ini ketika menstruasi dia selalu mengeluh, nyeri sekali katanya di perut. Dan darah yang keluar juga banyak sekali. Itu saja, nggak ada keluhan yang lainnnya." jelas Rama."Ya Allah semoga tidak terjadi apa apa. Pasti hanya nyeri haid biasa." kataku.Rama pun mengeluarkan handphone, sepertinya sedang menelepon seseorang."Assalamualaikum, Pa."kata Rama."Ini Vania masuk rum
Akhirnya sebuah keputusan berat pun diambil, Vania dan Rama sepakat melakukan operasi pengangkatan rahim itu, dan besok akan dilakukan di rumah sakit yang sama. Vania meminta Rama untuk sementara waktu tak memberitahukan pada keluarganya mengenai operasi itu, dia belum siap. Dan Rama pun menyetujui permintaanya itu, sehingga operasi pun tidak di lakukan di Surabaya."Kak, aku minta doanya ya, agar operasi besok berjalan lancar. Dan aku juga minta maaf kalau aku telah banyak menyakiti hati Kak Siska selama ini." kata Vania sesaat sebelum masuk ke ruang operasi.Hari ini aku memang meminta ijin pada Koko, untuk tak masuk kerja, karena aku ingin menunggui Vania. Setelah mengantar Gita kesekolah, akupun langsung menuju ke rumah sakit."Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu, Van. Kamu harus selalu sehat dan bahagia, Van. Dan satu lagi, aku sudah memaafkan segala kesalahanmu. Jangan mikir apa apa ya, agar kamu tidak tegang dan operasinya lancar." kataku sambil memegang tangannya."Ada s
Genap sudah satu bulan pascaoperasi pengangkatan rahim Vania. Selama satu bulan itupun dia menginap di rumah baru milik Siska. Setiap hari Rama akan pulang pergi Sidoarjo -Surabaya, demi menemani istrinya. Malam ini mereka berdua pamit, akan kembali pulang ke Surabaya, karena kondisi kesehatan Vania yang sudah fit. "Kak, terima kasih ya sudah memperbolehkan kami tinggal disini, maaf sudah merepotkan." kata Vania."Apaan sih, seperti orang lain saja kamu itu. Kakak malah seneng kalau kamu ada disini." kataku."Tapi aku haarus kembali, Kak. Kita kan juga punya rumah sendiri. Aku juga kan harus tetap kuliah. Kami pulang dulu ya, Kak. Wassalamualaikum.""Iya,deh. Hati hati ya. Waalaikumsalam."Akhirnya mobil mereka pun berjalan menjauh dari rumahku. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Pun dengan tuntutan tambahanku pada Ridwan karena percobaan pelecehan seksual pada Vania, hakim memberikan tambahan hukuman satu tahun penjara padanya. Kerjaanku pun lancar dan alhamdulillah caffe keci
Sejenak tatapan mata kami berdua bertemu. Aku ingat pandangan mata itu, mata teduh yang sejak kecil selalu kurindukan. Ya benar sekali dia adalah Ayahku. Tepat dua puluh tahun kami tak bertemu, meskipun usianya sekarang sudah tak muda lagu, namun gurat ketampanan itu masih tampak."Hallo, Mbak kok ngelamun?" katanya mengagetkanku."Nggak ada apa apa kok, Maafkan saya tak sengaja tadi, Pak." kataku sambil memunguti sandal."Nggak apa apa kok." jawabnya."Ada apa sih, Om?" kata Novi sambil menoleh ke arah kami."Hey kamu Siska, kan? Ngapain kamu disini? Kamu ngawasin aku ya?" katanya padaku."Aku ngawasin kamu? Nggak banget deh." kataku sambil berdiri."Lalu ngapain kamu disini? Kalau bukan untuk ngikutin aku? Dasar janda gatel!!" tambahnya."Memangnya yang boleh beli sepatu disini cuma kamu? Mending aku janda terhormat ketimbang kamu pelakor!!" kataku tersulut emosi.Mendengar kata kataku, Novi sontak maju dan tangannya siap untuk menjambak rambutku, namun tangan itu dihadang oleh la
Aku pun sebenarnya masih tak menyangka, jika Vania kini telah tiada. Aku tak tahu kenapa dia sampai menjadi gelap mata seperti ini, padahal kemarin-kemarin, dia sudah berusaha bertaubat.Jalan hidup yang di berikan Allah padaku, ternyata tak seperti yang kuinginkan. Sesungguhnya aku ingin sekali untuk ke depannya, bisa berkumpul dengan Ayah dan juga Vania. Namun ternyata, dengan membawa Ayah kembali, justru kemudian Allah mengambil Vania dariku.Pertanyaan dalam hatiku tentang hal apa yang membuat Vania tertekan hingga kemudian nekat memgakhiri hidupnya, masihlah menjadi teka-teki untukku. Namun kali ini aku menjadi ingat dengan seseorang, yang selalu mengancamku dan juga Vania, mungkin atau bahkan pasti, dialah yang telah menekan Vania sedemikian rupa. Sebaiknya aku sekarang meneleponnya, ya dia pasti Mbak Riska, kakak ipar Vania. Dua kali panggilanku tak dihiraukannya, tapi dipercobaan ketiga, akhirnya panggilanku di jawabnya."Assalamualaikum, Mbak Riska," ucapku tenang membuka per
Saat aku kembali membuka mata, ku lihat Gita duduk di sampingku dengan sesengukkan."Gita, kenapa nangis Nak?" tanyaku sambil mengusap pucuk kepala putriku itu."Gita takut, Bun..." jawabnya sambil menggenggam tanganku erat."Takut kenapa, Sayang? " tanyaku lagi."Takut Bunda nggak bangun, kayak Tante Vania itu...huhuhu," ucapku.Seketika aku pun langsung bangun dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. Aku tahu, di usianya ini, masihlah sangat berat menyaksikan kejadian Vania tadi. Semoga nanti tak menjadi trauma ke depannya."Bunda, tak akan pergi kemana-mana Sayang. Bunda akan selalu ada di samping Dita. Sekarang mendingan Gita bobok di sini ya, pasti capek kan tadi habis perjalanan jauh?"Aku pun kemudian mengangkatnya dan menidurkannya di sampingku, kucium pucuk rambutnya dan kuelus, agar dia merasa tenang."Gita bobok ya, Bunda temenin di sini. Nanti kalau mau pulang, Bunda bangunin ya...," ucapku sambil tersenyum dan di jawab dengan anggukan kepala olehnya.Beberapa saat kemud
"Kenapa nggak langsung ke makam saja? Setelah selesai ziarah baru kira istirahat sebentar di rumah," ucap Ayah."Nggak, Yah. Sebentar saja kita ke rumah. Tak tahu kenapa rasanya aku ingin ke rumah secepatnya," pungkasku, "agak cepat sedikit ya, Yah."Kemudian kami bertiga hanya berdiam saja sementara Gita sudah tidur sejak awal kami berangkat tadi. Hingga akhirnya kami sampai di depan rumah, akupun langsung turun, tak tahu kenapa setelah membuka pintu aku langsung menuju ke kamar Ibu.Namun kamar itu terkunci dari dalam, padahal seluruh kamar yang ada di rumah ini, tak pernah ku kunci. Aku pun meminta Ayah dan Koko untuk mendobraknya. Dua kali terjangan keras kaki Koko, telah mampu membukanya. Pemandangan yang ada di dalam kamar seketika membuatku shock, Vania sudah tergeletak di atas kasur dengan mulut mengeluarkan busa dan darah. Akupun langsung merengkuh tubuh Vania tersebut."Van, bangun Van! Mengapa sampai terjadi semua ini? Cepat bangun Van!" Aku menggoyang goyangkan tubuhnya
Sudah tiga hari sejak kepergian Vania dari rumah, tak lagi kudapat kabar darinya. Nomer handphonenya pun sudah tidak aktif. Aku pun jadi bingung harus cari kemana dia. Rama pun begitu, semua teman Vania sudah dihubungi namun tak ada yang tau dimana keberadaannya. Bahkan kemarin, Rama pun sudah melaporkan ke kantor polisi. Vania bagai hilang ditelan bumi begitu saja.Sejak semalam, entah kenapa perasaan hatiku terasa sedih, dan kangen juga rasanya pada almarhumah Ibu, rasanya aku ingi berziarah ke kampung. Semalam pun aku bermimpi, Vania menangis di sebuah tempat lapang seorang diri, dan terlihat pula Ibu dari jauh yang berdiri diam dengan menunjukkan ekspresi kesediha. Aku sangat yakin dia sekarang sedang kesusahan dan ingin menyelesaikan pergolakan batinnya sendiri. Sepulang kerja hari ini, aku dan Gita akan ke kampung halamanku di Kediri, bersama Ayah. Kebetulan Ayah sedang tidak ada pekerjaan, jadi kita bisa berziarah bersama ke makam Ibu."Sis, boleh nggak aku ikut berziarah ke m
Pov VaniaKetika rumah tanggaku mulai tenang dan aku sudah fokus hanya pada Rama. Rumah tangga Kak Siska mengalami kehancuran. Mas Ridwan telah menikah secara diam diam dan memiliki seorang putra dari perkawinannya itu. Setelah proses yang alot akhirnya mereka bisa bercerai dan Mas Ridwan masuk penjara. Kurasa itu adalah balasan yang setimpal untuk semua perbuatan jahatnya itu.Kini Alhamdulillah Kak Siska bisa bangkit dan memulai kehidupan baru dengan Gita. Semoga saja selamanya mereka bahagia tanp hadirnya lagi laki laki seperti Mas Ridwan itu.Saat syukuran rumah baru Kak Siska, aku pendarahan. Bukan pendarahan sih tepatnya, namun haid yang sangat berat dan sakit di perut yang amat sangat nyeri. Sebenarnya sudah tiga bulan terakhir aku mengalami ini, namun aku diam saja, takut jika akan membuat khawatir semua orang.Setelah kerumah sakit dan bertemu dengan dokter, dia mengharuskanku melakukan pengangkatan rahim total. Karena memang aku mengalami infeksi rahim yang parah dan fibroi
Pov VaniaMalam itu aku tertidur begitu larut, setelah tadi bermain bersama Gita di ruang keluarga, lalu akupun menonton marathon drakor yang kata teman teman kampusku sangat romantis itu. Baru saja beberapa saat tertidur, kurasakan sebuah tangan mengelus kedua paha bagian dalamku, aku pun berjingkat kaget dan segera bangun. Astaghfiruahaladzim ternyata itu Mas Ridwan.Aku pun langsung terduduk, dan berusaha teriak, namun dengan sigap dia membungkam mulutku."Sst jangan teriak!! Atau akan kubunuh kamu!" katanya.Tanganya berusaha masuk kedalam kaos yang kupakai, aku berusaha berontak sambil menangis."Layani aku malam ini, sebagai balas budimu karena hidupmu sudah kubiayai! Ingat jangab teriak atau akan kubunuh Kakak mu itu!!" ancamnya.Demi apapun juga, aku tak akan mau menyerahkan mahkota ku kepadanya. Kemudian aku meronta, dan mencoba menendangnya, dan Alhamdulillah tendangan kerasku kali ini mengenai senjatanya. Sontak dia melepaskanku dan kesakitan. Saat dia kesakitan kudorong t
"Kak, masih disana kan? Kok diam saja? Dia akhir akhir ini sering keluar, dan seperti menjauhiku." katanya."Ehmm, sudah dua minggu ini, aku tak pernah berhubungan dengan dia. Beberapa kali aku coba telepon, tapi tak pernah di angkatnya." kataku."Berarti dia tak bersama Kak Siska gitu?" tanyanya."Iya, Ram." kataku."Astaghfirullahaladzim. Lalu kira kira dia kemana ya Kak?" kata Rama cemas."Coba hubungi temannya, atau datangi ketempat temannya. Aku akan mencoba menghubungi nomernya. Apa kamu sudah coba menghunbunginya?" kataku tak kalah cemas."Dari kemarin nomernya tak bisa dihubungi, Kak. Tapi sekarang akan kucoba lagi, tolong Kak Siska juga." "Oke, pasti aku bantu. Apa kalian habis bertengkar?" tanyaku."Tidak, Kak. Tapi semingguan ini, dia seperti menjauhiku dan lebih banyak diam.""Baiklah kalau begitu, aku akan coba menghubungi Vania sekarang. Jangan lupa kabari aku jika dia sudah pulang, atau jika sudah ada kabar darinyaa. Wassallamuaikum."Tanpa menunggu jawaban dari Rama,
Novi langsung pergi, sepertinya dia marah sekali mendengar apa yang baru dikatakan Koko barusan. Aku pun duduk di teras. Menoleh ternyata Gita belum juga siap. Alhamdulillah kalau dia tak tahu insiden yang baru saja terjadi."Kamu nggak apa apa kan, Sis?" kata Koko yang duduk disampingku."Nggak lah. Aku sudah biasa menghadapi keadaan seperti ini kok. Makasih ya sudah datang. Eh ngomong ngomong kamu tadi kapan sih datangnya?" kataku sambil mencoba tersenyum, meski hatiku sebenarnya terasa sedikit sesak."Kamu sih keasyikan tadi, sampai tak tahu aku memarkir sepeda disebelahmu." katanya sambil tersenyum."Hahaha iya bener kamu. Kok kamu tahu sih kalau aku akan bersepeda pagi ini?" tanyaku lagi."Feeling calon suami, hehehhe." katanya."Bunda, yuk aku sudah siap. Eh, ada Om Koko, jadi rame nih. Yuk berangkat, nanti maem bareng bareng ya." kata Gita yang baru keluar dari rumah."Yuk berangkat sekarang." kata Koko."Maaf ya, Bun. Tadi aku sakir perut jadi BAB dulu deh." kata Gita sambil
[Assalamualaikum, Nak. Maaf ya, hari ini Ayah belum bisa menemui adikmu itu. Ada sedikit keperluan di luar kota, kebetulan teman lama Ayah ada yang mengajak investasi proyek, jadi harus meninjau lokasinya. Nggak apa apa kan?]Isi chat dari Ayah, di hari minggu itu. Tak apalah toh masih banyak hari yang lain. Kebetulan aku juga belum bicara pada Vania tentang hal itu.[Waalaikumsalam. Iya nggak apa apa kok Yah. Bisa lain waktu. Hati hati ya Yah. ]Aku yang baru saja selesai melaksanakan shalat subuh pun, akhirnya membangunkan Gita dan mengajaknya bersepeda. "Asyikk, nanti kita beli soto daging Cak Kandar ya Bun." katanya."Boleh Sayang. Sudah sana sekarang shalat dulu, Bunda tunggu di depan ya." kataku.Aku pun menuju garasi mengeluarkan sepeda kamu berdua, sambil menunggu Gita akupun mengelap sepeda sepeda itu. Tiba tiba sebuah motor matic berhenti di depan gerbang rumahku. Seorang perempuan berambut merah turun, meski keadaan masih sedikit gelap, aku sangat tahu bahwa itu adalah No