"Itu bukannya gedung kantor kita? Kamu serius mau ke sini?"
"Kenapa? Lo berharap gue bakal bawa lo ke hotel?"
Zora menghela napas. Ia benar-benar butuh stok kesabaran yang banyak untuk menghadapi seorang Nevano. Tanpa bicara lagi, Zora pun akhirnya turun dari mobil, menyusul Nevano yang telah lebih dulu melangkah.
Gadis itu bertanya-tanya di dalam hati, kenapa Nevano malam-malam mengajaknya ke kantor? Sebenarnya apa sih yang ada di pikiran pemuda itu?
Dua orang satpam penjaga yang melihat kemunculan Nevano, buru-buru membukakan pintu untuk pemuda itu. Mereka sempat bertanya ada urusan apa CEO mereka kemari malam-malam begini. Nevano cuma mengatakan bahwa ia memiliki sebuah urusan dan kedua satpam itu tak bertanya lagi.
Separuh lampu gedung sudah dimatikan. Nevano memberi isyarat pada Zora yang masih berjalan ragu di belakangnya agar mempercepat langkah. Mereka kemudian menaiki lift. Z
Jangan lupa untuk selalu berikan dukungannya ya teman2. Semoga kalian selalu suka sama cerita ini đź’–đź’–đź’–
⚠WARNING 🔞 ~~~~~~ Got the music in you baby, tell me whyGot the music in you baby, tell me whyYou’ve been locked in here forever and you just can’t say goodbye Your lips, my lips, apocalypseYour lips, my lips, apocalypseGo and sneak us through the rivers, flood is rising up on your knees, oh pleaseCome on and haunt me, i know you want meCome on and haunt me (Apocalypse ~ Cigarettes After Sex) ❣
Masih jaga malam ya, Kak? Levi memandangi ponselnya sambil mendudukkan diri di bangku panjang depan taman rumah sakit di lantai enam. Pesan itu dari Evelyna dan telah dikirim sekitar tiga jam lalu. Ia belum sempat mengecek ponsel sejak tadi lantaran disibukkan mengurus beberapa pasien korban kecelakaan di bagian IGD. Sejak awal masuk kemari, Levi memang seringkali ditugaskan oleh para seniornya untuk menangani unit IGD—unit paling sibuk di rumah sakit. Levi bisa saja memprotes atau menolak karena bagian IGD sebenarnya bukanlah prioritasnya, mengingat ia adalah lulusan spesialis toraks, bukan lagi dokter residen biasa. Tapi tentu saja, itu bukanlah hal yang menjadi masalah bagi Levi. Lagipula, ia sedang menjalankan program adaptasi, sementara hal-hal seperti ini secara tidak langsung akan menjadi
Siang itu, udara terasa begitu panas menyengat. Levi membawa langkahnya menuju perpustakaan yang berada di sebelah barat gedung sekolah. Ia bermaksud untuk menemui Zora yang sedang berada di sana. Selain rooftop, tempat favorit keduanya menghabiskan waktu adalah di perpustakaan.Begitu sampai, Levi mendapati Zora sedang duduk sambil menelungkupkan kepala ke atas meja dekat jendela. Kedua mata Zora terpejam sementara buku pelajaran matematika teronggok di hadapan gadis itu. Sepertinya Zora tertidur saat sedang membaca buku tersebut. Ya, mengingat bagaimana kerasnya Zora belajar selama ini, tak heran Levi kadang sering melihat Zora tertidur sambil memeluk buku.Selama beberapa saat, Levi hanya memerhatikan gadis itu sambil sesekali tersenyum mendengar suara dengkuran halus yang tertangkap telinganya. Diulurkan tangan untuk mengusap beberapa helai rambut Zora yang menutupi kening dan diselipkan ke belakang telinga
Zora mundur selangkah, menatap Levi dengan kedua mata terbelalak. Ia tidak salah dengar, 'kan? Bagaimana mungkin ... bagaimana mungkin Levi bisa mengatakan hal seperti itu? Bagaimana Levi bisa mengajaknya mengulang lagi dari awal? "Aku tahu kamu pasti terkejut dan aku juga nggak tahu harus apa lagi. Tapi, kita bisa mencobanya pelan-pelan, Zora. Kita—" "Levi ...." Zora menahan napas. Kepalanya menggeleng-geleng. "Ini nggak akan semudah yang kamu pikirkan." Levi terdiam. "Kamu tahu sendiri, aku udah melakukan hal yang buruk sama kamu. Aku dan Nevano—" "Aku tahu, nggak usah kamu perjelas," sela Levi dengan nada getir. "Aku cuma nggak tahu lagi harus gimana. Sembilan tahun, Zora. Sembilan tahun aku harus tersiksa. Aku bahkan nggak bisa melakukan apa-apa gara-gara perasaan sialan ini." Zora menunduk. Jari-jemarinya t
"Ini adalah pasien yang direncanakan akan melakukan Maze Surgery atau prosedur ablasi* pada bulan depan nanti," jelas dokter Fadli di depan layar proyektor. Saat ini sedang ada rapat koordinasi bersama Direktur dan para dokter unit toraks atau kardiovaskular di dalam ruang rapat.Rapat ini rutin diadakan setiap Selasa pagi, sebelum para dokter memulai aktivitas resmi masing-masing. Rapat yang bertujuan membahas segala permasalahan pasien serta kendala-kendala apa saja yang terjadi termasuk yang berkaitan dalam pelayanan rumah sakit.Levi juga turut serta dalam rapat ini. Biasanya para dokter residen diberikan kesempatan untuk menjelaskan kondisi pasien yang sedang mereka tangani agar bisa di evaluasi bersama dengan para dokter senior di dalam ruang rapat."Pasien adalah anak laki-laki berusia sepuluh tahun, menderita Aritmia akut dengan jenis sindrom Wolff-Parkinson-W
Nevano mengetuk-ngetukkan jari ke atas meja sambil menatap laporan proposal di hadapannya dengan serius."Bagaimana, Pak? Apa laporannya sudah benar? Kami sudah merevisi sesuai yang Bapak perintahkan kemarin," kata Arizal—Leader Tim Perencanaan—dengan perasaan berdebar. Ia takut ada kesalahan lagi dan berakhir kena semprot seperti hari-hari kemarin gara-gara laporan yang mereka ajukan tidak ada yang memuaskan.Arizal sedikit takjub ketika kemarin CEO mereka itu tiba-tiba datang ke Divisi Perencanaan, membawa contoh laporan proposal produk yang sudah direvisi keseluruhan untuk mereka salin dan kaji ulang.Nevano mengangkat mata, menatap pria dengan janggut tipis itu sejenak, kemudian ia mengangguk pelan. "Oke, ini sudah baik dan sesuai dengan apa yang telah direvisi kemarin. Saya juga suka dengan product design yang kalian buat kali ini."Ucapan itu membuat Arizal menarik napas
"Zia, Kakak pergi dulu, ya? Kamu nggak papa di sini sendirian?" Zora memandangi Zia yang berbaring di brankar dengan perasaan gelisah."Pergi aja, Kak. Di sini 'kan ada dokter sama suster, jadi nggak usah khawatir," sahut Zia sambil tersenyum, berusaha menenangkan kegelisahan kakaknya itu.Zora menatap jam tangannya. Hampir pukul 10 pagi. Hari ini Zora harus pergi ke salah satu mall di daerah Thamrin. Kemarin Alin mengatakan bahwa kenalannya yang bekerja di sebuah perusahaan recruitment agency mengajak Zora bertemu lantaran ingin menawarkan pekerjaan kepada gadis itu.Recruitment agency adalah sebuah perusahaan atau instansi yang menyediakan jasa pencarian kandidat (pencari kerja) untuk direkrut oleh klien mereka, misalnya sebuah perusahaan.Tentu saja Zora tak menolak tawaran itu. Ia memang sedang membutuhkan pekerjaan. Meski ia belum diberitahu oleh sang perekru
"Jadi SPG?" seru Zora ketika ia sudah sampai di lokasi yang menjadi tempat pertemuan itu."Ya, di sini sedang mengadakan event tahunan. Ada salah satu perusahaan otomotif yang mengadakan pameran di sini dan kebetulan membutuhkan seseorang lagi untuk dijadikan representatif produk mereka," kata si perekrut itu. Namanya Robi, berusia 30 tahun. Ia menatap CV yang Zora kirim via email kemarin di layar ponselnya, membacanya sebentar lantas melanjutkan, "Di sini tertulis pengalaman pekerjaan kamu pernah dua kali menjadi SPG untuk dua perusahaan berbeda."Zora mengangguk. Ia memang pernah menjalani profesi SPG sebanyak dua kali dan itupun sudah lama sekali, ketika dirinya baru lulus sekolah menengah. Kala itu Zora betul-betul tengah membutuhkan pekerjaan dan karena pada saat itu hanya ada lowongan sebagai SPG, ia pun nekat melamar. Tetapi kalau bisa memilih, Zora sungguh tidak ingin lagi menjadi SPG. Di samping pekerjaannya yang cukup