Rosa kembali ke rumah sakit untuk menemui Herina namun sayangnya langkahnya itu telah diketahui oleh sang suami yang lagi berjalan mengarah pulang. Langkah terburu-buru perempuan sangat menimbulkan rasa curiga bagi Jaeran yang tak sengaja melihatnya. Jaeran berdiri di dekat pilar ruangan Herina ketika Rosa masuk ke dalam sana, ... sekiranya aman lelaki itu kembali mengikutinya. “Ayo lakukan operasi itu!” Herina terkejut begitupula dengan Jaeran yang tak mengerti.
“Operasi?” Bisiknya pelan. Rosa tak punya banyak waktu lagi sebelum penerbitan buku barunya.
“Kamu gila? Itu sangat fatal! Aku gak mau!” Rosa mengerling kesal pada wanita yang duduk di depannya saat. Perempuan itu menggebrak meja kemudian menatap tajam Herina yang tak mengerti dengan keinginan pasiennya itu.
“AKU GAK MAU MANDUL!! ALAT BAJINGAN ITU BISA MEMBUATKU GAK MEMILIKI ANAK?!!” pekik Rosa m
Jena menatap lurus putra bungsunya, ... pemuda yang lagi bercocok tanam itu terus saja memutar bola matanya jengah saat dipandangi seperti itu oleh sang mama tercinta. Jerome meletakkan cangkulnya kesal lalu berjalan kehadapan sang mama, putranya tak mau sang mama mengganggu waktu berkebunnya disaat luangnya telah hadir. Jena terkekeh dengan sikap putra bungsunya lalu mengusap surai putranya tersebut. “Kamu buruan nikah, ... biar mama gak nungguin kakak kamu terus buat ngasih anak,” Jerome menghela pelan daritadi mamanya memerhatikan hanya untuk membahas itu?“Bukan mau mas Nana juga, ma kaya gitu, ...” pelan sang putra yang mencoba nemberi pengertian pada sang mama.“Iya, mama lupa yang mandul Rosa, ...” Jerome mengepalkan tangan kuat lalu berdecih kecil, seperti ini cara mamanya bersikap dibelakang Rosa? Apa mamanya tak pernah merasa kosong setelah menikah. Pemuda itu melengang pergi meninggal
Jaeran tak membalas salam dari kedua orang yang baru saja datang, langkahnya langsung masuk ke dalam dapur. Pemuda itu sudah lama meninggalkan dunia gelapnya, saat kemarin meminumnya lagi rasanya agak asing, lelaki berdiri dicounter dapur seraya memandang kedekatan anatara isterinya dan sang adik. “Lagi jadi bucin Jerome ya?” Celetuk Maraka yang melihat kelakuan kedua oknum itu. Rosa menoleh kemudian menggeleng cepat, ...“Ya kagalah! Gila ajh loe!” Mahendra menghela panjang lalu berdecak sebal sambil menurunkan ponselnya dari hadapan lelaki itu.“Ya terus?” Sahutnya agak ngegas dan menyinisi lelaki yang duduk disebelah Renjun. Rosa menghela panjang saat teman-teman suaminya itu mulai cerewet dan mengurusi kehidupan rumah tangganya.“Kalian apaan si, ... gue dari rumah sakit elah, check up. Sekalian periksa kandung!” Seru Rosa agak memelan namun mendesis kesal. Maraka mengerutkan dahinya bingung dan berpandangan pada Jerome yang men
Jaeran mendudukkan dirinya disebelah kanan sang isteri yang tengah mengunyah Snack pengajian, ah, ya, ... Rosa semakin lama jadi seperti seorang wanita beranak dua jika terus menganggur dan tak berpenghasil seperti saat ini. Wanita cantik ini melangkah mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas dekat televisi, Jaeran sebenarnya sibuk dengan urusan pasien dan yang lainnya namun lelaki itu terlalu mager untuk sekadar membuka laptop. Pemuda itu berpikir dirinya terlalu kenyang dengan lapisan kertas yang berisikan tentang para pasiennya di rumah sakit, ... Lagipula disaat seperti ini seharusnya mereka bermesraan lalu menghabiskan waktu bersama, lantas kenapa isterinya lebih memilih bekerja daripada dirinya. Rosa yang merasa kesal moodnya turun akibat ulah sang suami, Jaeran tentu saja tak ingin disalahkan karena apa yang telah dilakukannya. “Kamu jangan naskah mulu dong, ...” Rengek pemuda tersebut yang membaui aroma sang isteri. Dimasa seperti ini Rosa hanya
Maria menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada dikamar mandinya, ... perempuan itu melangkahkan kakinya ke arah counter dapur seraya mengenakan celana pendek yang ditutupi oleh kaus putih kebesaran, wanita yang memiliki darah belanda itu menyiapkan makan siangnya dengan gerakkan santai. Hari ini perempuan tersebut sengaja mengosongkan waktunya karena terlalu bosan dengan semua yang dia lakukan, Maria menoleh ke arah jam dinding yang terpanjang tepat di atas lukisan akrilik mahal miliknya. Ponselnya bergetar membuat gadis itu melengos dengan cepat, Maria berbinar saat nama siapa yang tertera. Wanita tersebut meraih ponselnya cepat dan langsung bertutur manis, “halo, ... mas Jaeran? Kenapa? Kangen ya?” Manisnya namun itu sirnah saat mendengar suara lembut perempuan yang ia bisa yakini itu adalah Rosa.Buku jarinya yang lentik mengepal kuat seraya mengatur deru nafas semakin memburu, ... perempuan itu mengulas senyum terbaiknya lalu berusaha unt
Malam itu dihabiskan oleh kedua pasangan ini dengan bercudle ria, lebih tepatnya hanya Jaeran ajh yang melakukannya. Rosa sedang membaca buku dengan menjadikan paha sang suami sebagai bantalnya, sedangkan Jaeran lagi memainkan surai halus perempuan sembari menonton teman tapi menikah season dua. Perempuan itu memandang sang suami dengan maksud yang tersembunyi, wanita tersebut memindah chanel yang ada tayangan masakannya seusai membaca buku. “Aku liat tayangan kaya gini ajh udah ngiler, kayanya enak, ya kan, Na?” Pemuda itu mengerutkan dahi bingung lalu mengangguk seraya kembali menatap layar televisi.Jaeran merapatkan bibirnya lalu menundukkan kepalanya memandang wajah cantik isterinya. “Kamu mau?” Rosa mengangguk antusias, lelaki membuka google dan mencari lokasi tempat pembelian terdekat. Dengan cepat tangan berpindah ke navigasi lokasi dan mencari jalurnya. “Tunggu ya, kesayangan aku, bentar lagi aku beliin, ... pengin banget kayanya,” jempol Rosa langsun
Jerome sebenarnya tak pernah meminta untuk ke mana hatinya akan berlabuh pada siapa dan di mana? Lagipula kenapa Hilda selalu mempermasalahkan hal kecil seperti ini, ... pemuda itu mendengus kesal karena selalu membahas hal yang sudah lalu. Bukan apa-apa perkara tentang hati biar dia dan tuhan saja yang tau, orang lain jangan. Ditengah pertengkarannya itu Jerome sempat memandang muak kelakuan Jebi yang terus mengikuti tunangannya, lelaki itu mengatupkan bibirnya marah lalu melengos pergi dari arah parkiran kampus, walau sudah menjelang skripsi dan sebentar lagi sidang lelaki itu tetap harus mengerjakan mata kuliahnya.Hilda menghampirinya dengan wajah ceria seraya lengan kecilnya merangkul bahu besar itu, namun dengan secepat kilat pemuda itu menurunkannya dan meluruskan penglihatannya kejalanan. “Kamu kenapa badmood gitu? Marah?” Tanya Hilda yang merasa diacuhkan oleh sang kekasih. Bukan menjawab pria itu malah bertanya balik pada
Jaeran berpamitan pada semua keluarga setelah beberapa hari menginap tentu saja dengan keadaan Rosa yang berada dipunggungnya membuat sang ibu mertua khawatir akan kondisi putri keduanya, namun lelaki itu sangat menyakinkan bahwa semua baik-baik saja. Dengan senyumnya yang membuat orang lain lebih tenang, saat ada di dalam mobil lelaki itu mengusap pelan garis wajah isterinya, rasanya baru kemarin ia mengunjungi rumah sakit dan mendapat kabar bahwa isterinya mulai sehat namun seakan tak percaya dengan fakta bahwa Rosa menyembunyikan hal lain darinya. Helaan panjang terdengar, pria itu mengusak surainya kasar kemudian melajukan mobilnya cepat.Maria bersiap akan menemui pujaan hatinya, siapa yang tau kalau tambatan hatinya memiliki seorang isteri, ... ketika ponselnya berdering perempuan itu mendengus kesal karena Hilda tiba-tiba saja menghubunginya dengan nada yang agak terisak kecil. Maria segera meluncur ke tempat teman baiknya tersebut, perempuan itu bernia
Bukan tanpa alasan Rosa cemburu pada perempuan yang lagi bergelayut manja dilengan suaminya itu, walaupun Jaeran tak menanggapi hal itu. Namun itu cukup mengganggu isi kepala perempuan yang sudah menikahi lelaki itu selama ini, hey! Bukan sekali saja ada yang mencoba merusak hubungan mereka. Bahkan suaminya bertahan pada sikap posesifnya itu dan merenggut kesal pada adiknya sendiri, bukankah itu sangat kekanakkan sekali. Jerome menepuk pundak perempuan yang lagi memandang ke arah depan dengan geramnya itu, ... lelaki itu menuntut Rosa agar beristirahat dikamar saja, “aku gak apa, kalo aku kalah sama trauma sialan itu, ... aku bakal kehilangan suami sendiri.” Paksa Rosa dengan senyum yang terpatri, namun sang adik ipar tak mau terjadi sesuatu yang tak diinginkan.“Kakak juga harus mikirin bayi kakak,” pelan pria tersebut, akan tetapi Rosa tak menghiraukan hal itu dan tetap pada pendiriannya.“Kamu dengar aku kan?!” Jerome
Sudah lima bulan berlalu namun Rosa belum ada perkembangan juga, entahlah rasanya Jaeran ingin mengubur semua harapannya, sebentar lagi persalinan sang istri dan ia masih belum menjenguknya hingga sejak terakhir kali bertemu. Wajah cantik Rosa selalu terbayang di dalam benak lelaki tak lama sang mama mengusapinya dengan lembut, sebenarnya ia merindukan sang istri; saat kabar sang istri akan dioperasi pemuda itu begitu terkejut dengan keputusan Dirga yang tak meminta persetujuannya. Ia juga masih ingat betul bagaimana sikap Dirga ketika dirumah sakit, tak jarang Lami mengabarinya. Aslinya Dirga gak sebegitu marah sama sang adik ipar, Cuma lelaki itu memang sangat jarang menegur orang dan rasa gak sukanya itu terhadap membuat sifat Dirga seperti orang yang tak memiliki rasa kemanusiaan. “Na! Makan!” Panggil mama yang lagi ada di dapurnya. Tam ada sahutan dari sang sulung membuat Jena menahan rasa gemasnya, anaknya itu jika sudah sedih suka sekali menguruskan badannya.
Jaeran sebenarnya kesal pasalnya daritadi ia bertanya namun tak ada yang menjawab hingga pemuda itu tertidur dibangku tunggu, itu sontak saja membuat Sarah merasa iba padanya. Sarah menepuk pundak lelaki itu agar beristirahat dirumah saja, namun Jaeran tak mau menuruti perkataan sang kakak iparnya tersebut. Namun Sarah tak memaksakan hal itu, perempuan itu hanya memandang lurus lorong rumah sakit, emosi Dirga sedang tidak stabil jika sang suami melihat adanya kehadiran Jaeran bisa kembali naik pitam lelaki tersebut. Jaeran menatap dengan memohon pada perempuan yang hampir melengang dari tempat itu, Sarah menghembuskan nafasnya pasrah lalu menjelas semua permasalah yang terjadi dan bagaimana Rosa bisa mengalami pendarahan. “Sebenarnya bukan pure kesalahan Jerome tetapi karena kamu benci sama adikmu, jadi kamu menyalahkannya. Andai saja kamu tidak bertemu dengan perempuan itu, ini semua tak akan terjadi.” Jaeran sebenarnya ingin menyalahkan Sarah yang menyudutkan orang lai
Jena memerhatikan anaknya yang tengah mencuci piring tetapi setelah ditelaah lagi putra sulung terlihat agak lebih kurus itu membuatnya merasa sang menantu tak benar dalam mengurus sang anak, perempuan tua itu tersenyum lalu menepuk pundak putranya sendiri. Jena agak merasa keki ketika berdiri disamping putranya sendiri, pasalnya sudah berapa bulan Jaeran tak datang ke rumah hanya untuk melihatnya atau sekadar memberikan uang bulanan padanya. Jaeran melirik sekilas sang mama kemudian melengang dari dalam, pemuda itu jelas tau apa yang dibahas sang mama itu kenapa ia membawa sang mama ke arah dalam kamar tamu. Pemuda itu menghela pendek sebelum membuka obrolan di antara mereka berdua, pandangannya sinis lalu menajamkan kedua pendengarannya. “Mama kalo bicarakan hal yang gak penting mending mama pulang,” Jena terperanjat saat Jaeran mengusirnya dari sana.“Kamu ngusir mama?” Pemuda itu berdeham lalu melengos dari sana seraya merapikan style
Jerome menaruh rasa curiga dengan perempuan yang sedang duduk mengamatinya dari dekat sofa panjang, pemuda itu merasa aneh dengan ketidak hadiran sang pemilik acara dari awal hingga selesai, Lami pun ikut menyindir Maria yang mati-matian tak bisa menahan diri untuk tidak dekat-dekat dengan kakak iparnya itu. Lami menahan kesal agar tetap menjalankan acara dengan baik kala itu sampai selesainya acara tersebut perempuan yang memiliki hubungan darah dengan Rosa itu beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju kamar sang kakak. "Udah kali menelnya, masih aja menel. Gak ingat kemarin yang ngajak baikan siapa?!" Ketus perempuan itu yang langsung bergegas pergi meninggalkan halaman rumah."Sirik aja sih!" Seru Maria sinis."Ya gak sirik lah! Calon gue lebih kaya dari cowok yang ada disebelah loe!!" Balas Lami tak kalah nyinyir, sedangkan Jerome menghela panjang dan mengalihkan pandangannya pada pintu kamar sang kakak ipar. Lelaki itu mendadak cem
Rosa duduk menatap layar kaca televisi, perempuan itu baru saja mendapatkan kabar bahwa sang editor telah mengundurkan diri sebagai seorang editor karena masalah yang tak bisa dijelaskan. Jujur saja perempuan itu terkejut sudah berapa lama ia tak pernah berhubungan dengan editornya, selama Ayu lah yang sudah banyak membantunya dalam proses belajar kepenulisan. Perempuan itu tak bertanya siapa editor penanggungjawab selanjutnya pada pihak atasan, namun dari setiap group chat bisa dirinya tebak dengan mudah siapa selanjutnya. Jaeran mematikan televisi saat masuk ke dalam rumahnya itu, perempuan tersebut tak fokus pada apa yang telah dia lihat, pemuda itu tersenyum tipis kemudian merangkul pinggang sang istri. Digenggamannya sudah ada hasil pemeriksaan medis atas pengulangan tes ulang uji coba darah. "Maafin aku selama ini gak pernah percaya sama kamu," cicit lelaki tersebut memelan.Perempuan itu menoleh cepat lalu mendengus dingin saat mendengar suara sang suami,
Herina menyambut baik kedatangan Rosa dengan memeluk tubuh ramping itu erat, perempuan yang kini duduk di kursi terapi tersebut kembali menuangkan semua keluh kesahnya. Herina menghela panjang seraya mencatat apa saja yang perlu diperhatikan dalam konsultasi kali ini. Tak banyak yang dapat Herina bantu saat konsultasi berlangsung namun paling tidak Rosa bisa mengurangi pikirannya, dan mengurangi munculnya dosis tambahan dalam konsumsi obat-obatannya. Herina mengulas senyum tipis kemudian melangkah menuju meja kantor, lalu meraih ponselnya dan menekan nomor telepon sang teman dekat, Rosa masih memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus pada rambut hitam panjang miliknya. "Kamu gak suka sama harumnya? Apa besok mau aku ganti aja?" Rosa menatap langit ruangan tersebut."Gak usahlah, terlalu berlebihan.""Kalo buat kamu nyaman, ya gak apa-apa. Lagipula aku juga perlu kok." Sudah tak ada sahutan lagi dari sang lawan bicara lalu Rosa menari
Entah mengapa perasaannya jauh lebih rumit dari sebelumnya, perasaan yang Jerome sendiri tak mengerti itu sebuah cinta atau hanya rasa ingin melindungi saja, hancur rasanya liat kakak iparnya menangis ketika sang suami yang notabenenya adalah kakak laki-lakinya sendiri selalu membuat kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengannya. Jerome tak bisa berkata dirinya rela melepas semua perasaannya demi sang kakak, pemuda tersebut tau bagaimana cara mencintai seperti yang dirinya inginkan. Walaupun harus mengorbankan perasaan yang lain, pemuda tersebut merasa tak masalah jika dirinya harus mengalah lagi, Hilda menatap binar lelaki tersebut lalu tersenyum manis sambil melambaikan tangannya pada Jerome yang tengah berdiri di depan rumahnya. Pemuda itu seketika merasa tidak tega dengan pilihannya, "ada apa?" Jerome menggeleng perlahan sembari memeluk tubuh kurus sang tunangan."Apa aku gak boleh merindukanmu?" Tenang pemuda yang sontak saja membuat sang perempuan berdebar-
Rosa menatap langit yang mengubah suasana menjadi lebih berwarna hitam pekat, perempuan itu masih tetap diam meski tanpa dirinya sadar air matanya kembali mengalir dari kedua pelupuk matanya, jengah dengan kehidupannya yang selalu membuat orang lain berada di posisi itu. Perempuan tersebut menggenggam erat plang besi yang ada di depan kamarnya, sesak hatinya semakin membuat sang suami tak mau memedulikan apa yang sudah ia perbuat. Jaerannya kini telah berbeda entahlah ada apa dengan hubungan cinta keduanya yang sampai saat ini tak kunjung mengalami peningkatan sepesat itu, Rosa merasa lebih tidak dihargai oleh sang pemuda; sang pemuda lebih sering mengundang perempuan lain tanpa persetujuannya. Itu membuat sang adik kesal, "kenapa diam aja sih!! Si gundik di undang mulu!!?" Lami tak langsung menatap wajah sang kakak, kini ia tau mengapa sang kakak perempuannya itu mengundangnya datang. "Kakak seharusnya usir gundik itu! Ini kan rumah kakak! Kenapa semua laki sama aja!! Kesal banget
Rumah terlihat berantakan karena tidak ada yang memerhatikan, Rosa menatap sendu wajah suaminya yang tampak acuh terhadap perempuan tersebut, Rosa merasa sesak ketika sang suami tak memedulikannya kala itu. Perempuan itu masih diam meski tau kondisinya tengah mengandung anak pertama, itu tak memberikan kesan yang baik untuk perasaannya; perempuan yang saat melengangkan kakinya masuk ke dalam dapur itu meraih benda tumpul yang sering ia gunakan untuk memasak. Rosa mengeratkan genggaman tangannya pada benda tersebut tak lama ponselnya bergetar hebat, perempuan itu masih tetap memandang wajah sang suami yang tak mau menoleh ke arahnya. Sakit sebenarnya bagi Jaeran melakukan hal ini akan tetapi terlalu banyak yang pemuda tersebut pikirkan ketika mengambil keputusan tersebut, "kamu ngapain?" Rosa tersenyum senang ketika mendengar suara berat Jaeran. Namun senyumnya sirnah ketika tau siapa yang ia ajak bicara."Kayanya aku udah gak ada artinya lagi dimata kamu'.