Senyum Emily mengembang saat melihat Raveen kembali ke rumah. Sangat senang karena akhirnya putranya pulang. Akan tetapi, perlahan senyumnya menghilang ketika putranya menolak untuk dia peluk. Pertama kalinya, Raveen bersikap seperti ini pada Emily. Menolak pelukan dari Emily membuat ulu hatinya berdesir ngilu. Tentu saja tanpa bertanya mengapa, wanita itu sudah tahu apa penyebabnya. Putranya ini masih marah karena Emily masih enggan memberi tahu keberadaan Lavina.
“Apakah kau harus bersikap seperti ini pada Bunda, Raveen?” tanya Emily yang sendu. Raveen berhenti berjalan dan menatapnya. Tatapan Raveen terlihat sangat berbeda dari biasanya. Tampak begitu membenci Emily. Sayangnya Emily tidak bisa mengubah apa yang tengah Raveen rasakan.
“Di mana lagi Bunda menyembunyikan Lavina?” tanya Raveen tanpa basa basi. Ia berani bertanya dengan lantang pada ibunya karena tahu bahwa Rael, sang ayah, tidak ada di rumah. Meskipun Raveen tahu jika Emily tidak
Sekali lagi malam berlalu tanpa Raveen. Pagi-pagi sekali Lavina sebenarnya sudah bangun, akan tetapi dia tidak melakukan aktivitas apa pun. Hanya berbaring di ranjang dan berkhayal tentang Raveen. Setidaknya jika ia memang tidak boleh berada di sisinya, ia bisa merasakan kehadiran Raveen di dalam angan. Tentu saja itu rahasia. Lavina tidak akan memberitahukannya pada orang lain. Takut jika berkhayal tentang laki-laki itu juga akan dilarang.Meskipun sudah berada dalam kondisi sadar sepenuhnya, tetap saja ia memejamkan netranya. Rasanya lebih nyaman membangun angan ketika mata tertutup dibanding terbuka. Tiba-tiba, Lavina membuka matanya ketika mendengar seseorang membuka kunci kamarnya. Dia memposisikan diri untuk duduk di atas ranjangnya. Siapa yang masuk ke kamarnya?“Kau sudah bangun?” ucap seseorang. Tak butuh waktu lama untuk mengenali, Lavina sudah tidak asing lagi dengan suaranya. Ia tahu bahwa yang masuk ke kamarnya adalah Emily, ibu Raveen.
Bertemu Lavina adalah healing terindah bagi Raveen. Berhari-hari dia merasa seperti orang pesakitan, sakau karena tidak mendapatkan candunya. Kini ia telah menemukan sang pujaan hati. A mendapatkan penawarnya hingga rasanya ingin melompat girang karena dipertemukan lagi dengan miliknya. Ia bersumpah tidak akan melepaskannya lagi.Tidak ada yang lebih Raveen rindukan dibandingkan pelukan Lavina. Tidak ada yang lebih ia nantikan selain ciuman hangat bibir Lavina. Dia tidak akan bosan untuk memagutnya. Apa lagi setelah menggiring Lavina ke kamarnya, membuat Raveen semakin ganas untuk menyantap candunya.Sepertinya kerinduan Raveen memang berbahaya. Lavina dimonopoli olehnya. Sedari tadi, dirinya tak lelah menggerakkan bibir untuk mencumbui bibir Lavina. Sementara gadis yang masih ia pagut, merasakan bibirnya mulai menebal—sedikit mati rasa, lelah terus-menerus dilahap oleh laki-laki yang dia rindukan juga.“Raveen ...” Lavina mendorong da
Keluarga Landergee sudah tiba di kediaman Matsuyama, memenuhi undangan makan malam. Rumah seorang mafia memang menyajikan scene yang berbeda dibandingkan yang lain. Manison yang besar, dengan begitu banyak orang di sana. Bukan tamu, melainkan anak buahnya. Khas bagi para mafia yang memiliki anak buah yang luar biasa banyak. Meskipun mengenakan balutan suit hitam rapih, tidak bisa menyembunyikan bagaimana menyeramkannya wajah mereka. Bahkan ada seseorang yang hampir seluruh wajahnya berhias dengan luka. Siapa pun tahu bahwa dia memiliki sejarah yang mengerikan di masa lalu.Seolah sudah tahu tamu yang harus mereka sambut, anak buah itu membungkuk hormat. Mereka mempersilahkan Keluarga Landergee masuk setelah memastikan jika tamu undangan yang datang tidak membawa barang-barang yang bisa membahayakan tuannya.Raveen masih bungkam dan mengikuti kedua orang tuanya yang bergandengan mesra, berjalan di depannya. Sebenarnya pikirannya masih carut marut karena masalah
Raveen menegang. Netranya memanas ketika melihat seringai dari ayahnya. Sesuatu yang tidak dia inginkan telah terjadi. Sang ayah menguasai kontrol atas dirinya karena berhasil menemukan Lavina.“Di mana Lavina?” tanya Raveen. Kini sudah terang-terangan di depan sang ayah. Tidak mau menyembunyikan apapun perihal kecondongan perasaannya pada gadis yang sekali lagi entah berada di mana.“Kau benar-benar memberontak. Seharusnya aku lenyapkan saja dia semalam” balas Rael yang membuat Raveen semakin tercekat.“Jangan sakiti dia!” Raveen tak ingin sesuatu terjadi pada Lavina.Rael tersenyum. Dia senang karena bisa mempermainkan Raveen. Lebih tepatnya mengontrol anaknya lagi yang masih sangat lemah. Kira-kira apa yang akan Raveen lakukan sekarang? Semoga Rael tidak mendapatkan pertunjukan yang membosankan.“Tentu saja aku tak akan menyakitinya. Orang lain yang akan melakukannya” ucapnya setelah menyelesaikan
Lavina masih terdiam, merasakan sesuatu yang aneh di kedua matanya. Terakhir yang dia ingat adalah ayah Raveen menawari dirinya sepasang mata. Sebenarnya dia tidak menjawab apa-apa mengenai tawaran itu. Tawaran Rael yang ingin memberinya mata terdengar begitu mustahil. Dia tidak akan pernah bisa melihat.Kini dia tengah berbaring. Pergelangan kirinya terasa pegal. Ada sesuatu yang menembus kulitnya. Terasa sedikit perih jika ia menekuknya. Ia sadar bahwa dia berada di tempat yang berbeda. Ruangan pernuh dengan bau yang begitu asing—alkohol dan obat.Ia meraba wajahnya ada sesuatu yang menutupi matanya. Sesuatu yang sedikit kesat, melingkupi seluruh matanya. Tubuhnya juga sedikit aneh. Dia merasakan nyeri di bagian mata tapi di beberapa bagian tubuh, dia tidak bisa merasakan apa-apa. Apa yang terjadi dengan dirinya?“Kau sudah sadar, Nona Lavina?”Lavina terkesiap. Menolehkan kepalanya pada sumber suara. Suara itu terdengar sangat asing.
Raveen mengamuk. Ia melampiaskan kekesalannya di markasnya yang kini benar-benar semakin parah kacaunya, sekacau dirinya sekarang. Sungguh dia membenci semua orang. Terutama sang ayah. Dia sangat membenci ayahnya. Semua ini terjadi karena Rael.Ia merebahkan dirinya di atas sofa. Menutup mata dan mengatur napasnya. Seumur hidup belum pernah sekacau ini. Padahal hanya karena perkara Lavina. Tidak tidak, ini bukan perkara biasa. Ini soal perasaan cintanya pada Lavina.Raveen terjebak dalam permainannya sendiri. Otak ayahnya memang terlalu hebat. Bagaimana dia bisa membaca situasi? Bagaimana Rael bisa membaca apa yang akan Raveen lakukan dengan mudah? Atau justru selama ini apa yang Raveen lakukan hanyalah bagian dari rencana besar sang ayah?Shit! Brengsek!Kalau sudah seperti ini, tidak ada alasan lagi Raveen harus berhati-hati. Jika Rael bisa mempermainkan dirinya, dia juga harus bisa mempermainkan ayahnya. Raveen menyeringai, mengambil ponselnya
Menang jadi arang, kalah jadi abu. Sebuah pepatah yang memang benar adanya. Perang adalah aktivitas yang merugikan bagi pihak manapun. Raveen memang menang. Tapi dirinya masih terkapar di rumah sakit. Menjalani beberapa kali operasi dan masih memejamkan matanya dengan tenang. Lavina benar-benar menjadi pengaruh terbesarnya.Sudah tiga bulan berlalu, dia masih diam dengan wajah polosnya di atas ranjang pasien. Berbeda sekali dengan sifatnya yang sesungguhnya. Tidak akan ada yang menyangka bahwa pemilik wajah manis ini telah membantai sorang mafia beserta semua anak buahnya. Dia yang merencanakan pembantaian itu.Berita menghebohkan juga sudah surut. Rael dan keluarganya keluar sebagai pahlawan, sesuai dengan keinginan sang pengendali permainan. Meskipun kini dia tak memungkiri jika dilanda kecemasan. Putranya tak kunjung bangun.Emily tak bosan menjaga Raveen. Mengenggam jemari putranya dan tak pernah berhenti merapalkan dosa. Sesekali menangis, memanggil anak sa
Menjadi seseorang yang benar-benar ‘baru’ tidaklah mudah. Apalagi jika ternyata harus mengemban sebuah tanggung jawab yang begitu besar, sebuah tanggung jawab yang sebelumnya tidak pernah Lavina dapatkan. Tentu saja, dia memerlukan orang kepercayaan untuk melakukan pendampingan. Inilah kenyataan baru yang harus Lavina jalani. Gadis lugu yang awalnya buta, kini harus memegang kendali atas kekuasaan Dawson karena hanya dialah satu-satunya pewaris tunggal yang sah.Syukurlah dia memiliki keistimewaan. Dia bisa belajar dengan sangat cepat dengan bimbingan dari orang kepercayaan ayahnya dulu, Althof. Meskipun ada beberapa hal yang menjadi sisipan dalam pembelajarannya. Althof mengajarkan soal kebencian. Lavina harus membenci siapa saja yang berani menyakitinya. Dia juga harus membalaskan dendam atas semua penderitaannya.Ia tidak bisa mengikuti pendidikan normal seperti orang pada umumnya. Maka sekolah khusus diadakan untuk dirinya. Lavina harus belajar dengan k
“Bisakah kau tersenyum Altar? Tidak baik menunjukkan wajah cemberutmu pada teman-temanmu.” Lavina mengusap pipi Altar yang menggembung.Altar Landergee sudah menginjak usia lima tahun pagi ini. Mansion megah mereka sudah dihiasi banyak sekali balon dan semua pernak pernik ulang tahun. Seharusnya menjadi momen yang menyenangkan untuk Altar. Semua yang disiapkan, Lavina pastikan adalah semua yang terbaik dan yang paling disukai oleh putranya itu.“Ailee tidak datang!”Akhirnya Lavina tahu alasannya. Meskipun hadiah sudah menumpuk tinggi, tidak bisa menyembuhkan kesedihan Altar karena teman playgroup-nya yang bernama Ailee tidak datang. Gadis kecil itu memang telah menjadi teman favorit Altar.
Lavina spontan memegang perutnya yang sudah besar ketika melihat berita yang ada di televisi. Jane dikabarkan bunuh diri, melompat dari atas gedung media milik orang tuanya. Tiba-tiba firasatnya buruk. Apakah itu perbuatan Raveen? Dia tidak ingin berprasangka buruk pada suaminya, tapi perasaannya benar-benar tidak nyaman, seolah mengatakan bahwa Raveen adalah dalang di balik kematian Jane. Apalagi setelah pernikahan mereka yang hancur, hidup Lavina lebih tenang. Tidak ada kejadian apapun selain pemberitaan yang terlalu berlebihan tentang keburukan Jane yang telah menghancurkan rumah tangga Raveen dan Lavina. Memang sebelumnya itu adalah bagian dari rencana Lavina, tapi kali ini beritanya sangat berlebihan. Bahkan seperti mengulik semua keburukan Jane dan orang tuanya. Rumornya mereka terlibat kasus korupsi. Pamornya jatuh dan per
Semenjak hamil, Lavina berubah. Terutama pemikirannya. Mungkin memang masih ada rasa khawatir tentang bagaimana dia harus mengasuh anak, namun dia akan berusaha. Seiring dengan bertambahnya usia kandungan Lavina, ia merasa sangat terikat dengan sang bayi. Ada jalinan kasih yang berbeda, yang tidak bisa Lavina deskripsikan. Jika ditilik secara sains, itu wajar karena saat hamil, hormon oksitosin yang katanya adalah hormon cinta, meningkat. Itulah yang menyebabkan cinta ibu pada bayinya semakin kuat.Mungkin di awal masih belum begitu kentara. Hanya sayang saja. Belum begitu benar-benar mencintai. Hanya menyadari bahwa dia akan menjadi ibu dan harus mengasuh bayinya. Tapi kejadian tragis itu membuat Lavina menyadari betapa ia sangat ketakutan. Ketakutan yang sama seperti yang dia alami saat lampau.Apalagi melihat darah yang merembes di gaun putih yang dia pakai.
Rencana Lavina tampak berjalan dengan sangat baik. Sebuah persiapan untuk pernikahan megah telah selesai dilakukan. Hanya perlu menambah hal-hal kecil saja. Sisanya, gedung yang telah didekorasi sedemikian rupa siap untuk digunakan. Jujur saja, Lavina sedikit iri karena pesta pernikahan ini digelar lebih megah daripada pernikahan Lavina. Tentu saja karena Jane mendapatkan banyak kucuran dana dari banyak pihak.“Are you living in Disney Land or something?” tanya Lavina yang tampak takjub.Di sebelahnya Jane hanya tersenyum remeh. Terang-terangan meledek Lavina. Dia tengah menunjukkan superioritasnya karena tahu bahwa pesta pernikahannya lebih megah dibandingkan siapapun.“Tentu saja. Aku ratu di semesta Raveen. Sudah seharusnya seperti itu.”Lavina
Lavina dan Raveen keluar dari gedung perusahaan Dawson. Di sana sudah ada banyak wartawan yang menunggu. Mereka sengaja keluar dari pintu utama. Pura-pura terkejut dengan kehadiran mereka.“Bagaimana tanggapan Anda dengan skandal Anda?”“Apakah benar bayi yang dikandung Jane adalah anak Anda?”“Nona Lavina? Bagaimana kondisi kandungan Anda? Apakah Anda baik-baik saja?”“Bagaimana tanggapan Anda soal skandal yang menimpa suami Anda?”Dan banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh para reporter itu. Akan tetapi, baik Raveen dan Lavina hanya bungkam. Belum saatnya mereka membuka suara. Justru diamnya mereka memang sengaja dilakukan agar semakin menciptakan banyak asumsi publik. Akan l
Berita tentang Jane yang mengandung anak Raveen semakin merebak. Bahkan gosip itu membuat harga saham perusahaan Landergee turun. Beberapa pihak mulai sedikit panik dan meminta Raveen untuk melakukan tindakan lebih lanjut.Musuh dalam selimut itu memang ada. apa yang Lavina katakan sebelumnya benar, beberapa orang terlihat menjadi pihak oposisi. Saat rapat darurat dilakukan oleh semua orang pemegang saham, Raveen dipaksa bertanggung jawab. Jane harus segera dinikahi oleh Raveen atau citra Landergee akan semakin buruk.“Kalian memintaku untuk menikahinya? Kenapa tidak memaksaku untuk melakukan tes DNA saja pada bayi itu? Apakah dia anakku?” Raveen melempar pertanyaan retoris ke dalam forum.“Bagaimana bisa itu bukan anakmu, Tuan Raveen? Beberapa kali aku melihatmu dengan wanita itu. Bahkan kau menga
“Sayang sekali, sepertinya kita harus menundanya,” ujar Lavina. Pura-pura kecewa karena laboratorium rumah sakit tidak bisa beroperasi. Padahal kenyataannya kejadian ini adalah pancingan saja. Sudah direncanakan oleh Lavina dan Raveen hanya mengikuti alur permainan istrinya.Raveen merangkul Lavina, “Kita terpaksa harus pulang,” Raveen juga pura-pura kecewa.“Kau benar. Kita harus pulang. Lagipula aku sudah lelah, bayi kita perlu istirahat.” Jane menimbrung. Dia tidak terlihat kecewa. Wajahnya yang sebelumnya panik, berubah menjadi cerah. Seolah masalah yang menimpanya bisa diselesaikan dengan mudah.Akan tetapi, justru ini membuat dugaan Lavina semakin benar. Wanita itu memang berbohong soal anak yang sedang dikandungnya. Hanya tinggal memikirkan bagaimana membuat wanita ini terp
Raveen masih tidak mengerti apa yang Lavina rencanakan. Istrinya itu sama sekali tidak terlihat marah. Bahkan memberikan kursi depannya pada wanita menjijikkan itu. Yang hanya bisa Raveen lakukan adalah mempercayai Lavina.Meskipun begitu, Raveen tidak diam begitu saja. Dia meminta anak buahnya untuk menyelidiki wanita itu. Raveen bisa memastikan bahwa bayi yang dikandungnya bukanlah anak Raveen. Raveen memang pernah membawa wanita itu ke rumah dan ke pesta, sering bertemu tapi tidak untuk melakukan hubungan seksual.Sebenarnya Raveen ingin menyingkirkan wanita itu, tapi dia harus menahan diri karena mempercayai Lavina akan menyelesaikan masalah ini. Raveen menduga ada seseorang di balik semua ini. Wanita itu terlalu berani datang ke rumah dan berbohong bahwa dia hamil anak Raveen kecuali memang ada seseorang yang berdiri di belakangnya.
Di akhir pekan, Lavina dan Raveen akhirnya meninggalkan apartemen dan pindah ke mansion baru mereka. Lavina takjub sekali ketika melihat bagunan yang begitu megah di depannya. Halamannya sangat luas dengan beberapa tanaman, membuat suasana rumah lebih asri. Apalagi bagunan itu dibangun di tengah hutan, membuat kesan damai. Sejuk sekali. Lavina sangat suka. Seperti … mansion ini begitu privat hanya untuk mereka berdua.“Kau suka?” tanya Raveen.Lavina yang masih takjub mengangguk mantap. Siapa yang tidak akan menyukai mansion ini? “Cantik sekali. Aku benar-benar menyukainya.” Netra Lavina tak bisa lepas dari mansion itu. Menyisir segala sisi, mengamati segala lekukan mansion itu.“Ini seperti lukisan!” imbuh Lavina.Pria yang ter