***
Sialan!
Waktu terlalu cepat berlalu, di sisi lain kata ‘perubahan’ adalah momok ketakutan bagi Efrain. Nyaris dua minggu belakangan kedekatannya dan Caitlin terjalin, pun banyak hal mereka kerjakan bersama-sama. Caitlin yang berusaha membuka diri, serta Efrain menunjukkan bagaimana gadis itu begitu berharga.
Setidaknya, Caitlin tahu jelas perasaan Efrain tidak sekadar permainan belaka. Tindakannya bahkan bernilai menggelikan jika dilakukan pada insan lain. Hanya pada Caitlin, maka lembutnya seorang Efrain Reagan akan muncul ke permukaan.
Namun, saat ini pemandangan tak mengenakkan terpampang nyata. Efrain yang tidak satu kelas teramat berang ketika melongok keakraban pujaannya sedang tertawa puas dengan pria selain dirinya di sudut ruangan. Entah sejak kapan sifat posesif muncul, pastinya Efrain tahu tawa tersebut mengandung berjuta makna—khusus ditunjukkan laki-laki yang memiliki perasaan lebih pada lawan jenis.
Sial, saingan Efrain bertambah. Mulutnya yang gatal segera memanggil keras, “Honey, what are you doing?”
“Ke-kenapa kamu di sini?”
Lihat. Bagaimana cara Caitlin berkata seperti tak menyukai kedatangannya menyebabkan Efrain terperangah, mengabaikan seonggok manusia yang seakan tertawa dalam diam dan berusaha merebut takhtanya. “Pulang, Honey. Kamu pikir apa?”
“A-aku ingin pulang bersama Zeryan.”
Makin kesal Efrain di tempat, tetapi lebih baik ditahan sementara dan memberi pelajaran pada laki-laki di sampingnya bisa nanti. “Honey, kita akan fitting baju prom night. Kamu enggak lupa, kan?”
Sebenarnya, tugas Efrain dan Caitlin di sekolah telah usai. Ujian nasional sudah berakhir dua hari yang lalu, kini sekadar mengurus segala kepentingan guna mendaftar ke perguruan tinggi. Ya ..., Caitlin pun tak dapat menolak begitu Efrain sudah menentukan di mana keduanya kuliah, juga perihal jurusan yang akan diambil. Dikekang, bisa jadi.
“Nanti aku menyusul, Ef. Aku masih memiliki kepentingan dengan Zeryan.”
“Apa?”
“Rahasia,” gumam Caitlin yang sukses menghadirkan kilatan kemarahan di mata Efrain. “Please—”
“Ikut aku!”
“Enggak!”
Zeryan sendiri terdiam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Tadinya, ia hanya hendak meminta bantuan Caitlin mengisi persyaratan mendaftar ke kampus luar negeri, apalagi gadis itu mempunyai cita-cita yang sama. Namun, sepertinya Zeryan melupakan siapa tameng yang tak segan-segan membunuh jika berani mendekati Caitlin walau niatnya tidak buruk.
Zeryan dicurigai sangatlah lucu.
“Cait, aku mengurusnya sendiri saja. Enggak perlu memikirkan aku, kamu pulanglah bersama Efrain,” ucap Zeryan hati-hati, dan menunduk agar tidak menyinggung Efrain yang beralih menatapnya marah.
“Tapi—”
“Kamu dengar, kan, Honey?”
Caitlin menggeleng, berontak melepaskan genggaman Efrain di lengannya. “Aku sudah berjanji membantu Zeryan, Ef!”
Zeryan kembali keblangsakan. “Sungguh, Cait, kamu enggakberjanji. A-aku bisa melakukannya tanpamu. Tolong, pergilah.”
Efrain tersenyum licik. Merasakan Caitlin terus melawan, ia langsung menyeretnya meninggalkan Zeryan walau penolakan masih berlangsung. Tidak mungkin Efrain membawa Caitlin pulang, apalagi hujan mulai turun. Akan tetapi, mencari tempat teduh tidak dikabulkan ... tak bila mengingat perlawanan gadisnya.
Pilihan Efrain jatuh di halaman belakang sekolah. Kemudian, ia meringis sebab gigitan yang singgah di belikatnya. Ulah Caitlin. Kian tak terkendali—belum lagi kesialannya hari ini—Efrain menggeret Caitlin dan mengeratkan cengkeramannya.
“Ef, setidaknya jangan terlalu kasar pada Caitlin! Dia perempuan!”
Peringatan Zeryan tidak penting. Selama ini, Efrain sudah sangat sabar menghadapi engkah-engkahan Caitlin yang sering kali memuakkan. Tidak masalah selagi menurut, tetapi Caitlin terlanjur tak mengacuhkan kebaikannya.
***
“Lepas, Ef!”
Ke sekian kali Efrain mengumpat. Sedikit lagi, maka waktunya melepas dahaga memberi pelajaran supaya—pikirnya—Caitlin tahu posisinya selama ini. “Apa perlakuanku enggak berarti apa-apa untukmu, hem?”
“Aku enggak peduli. Lepaskan aku, Ef!”
“Kamu tahu, Cait, emosiku sedang tidak stabil, dan kamu benar-benar memancingku, ya?”
Darurat. Gemeretak gigi Efrain membuat Caitlin meneguk salivanya susah payah, sedangkan tarikan yang diterimanya sungguh menyakitkan. Efrain tidak main-main jika telah di ambang kesabaran.
“Ef, lepaskan aku!”
“Oh, no. Our business isn’t finished yet, Cait.”
“Kamu kasar!”
“Kamu yang menyebabkanku kasar padamu, Honey!”
Seragam kekecilan Caitlin kusut di berbagai sisi, dan laki-laki yang konstan menyeretnya ke belakang sekolah adalah si berengsek cap kakap. Benar, seperti tidak ada yang menyenggol hatinya, bagi Caitlin ... Efrain tetaplah penjahat bertopeng baik hati. Pergelangan Caitlin disentak memasuki gudang tak terjamah oleh siapa pun sebelumnya, bahkan agak angker.
Caitlin merasakan nyeri di sekujur tubuh bertepatan Efrain membantingnya menabrak dinding. Ia merintih karena punggungnya turut menjerit selayaknya ingin retak. “Sakit!” pekik Caitlin, hampir menangis.
“Berani kamu?” tanya Efrain tidak peduli, melainkan menjambak sekali rambut Caitlin.
“Iya!”
Jawaban terang-terangan Caitlin memicu Efran terkekeh tak bersalah. “Tahu kamu siapa aku sekarang—mulai detik ini?”
“Aku … anak ayah dan ibuku!”
“Hanya itu?”
“Ya,” ujar Caitlin tak gentar, lalu mengeluh oleh rahangnya diremas sang lawan
“Plus one more thing. Detik ini juga, kamu resmi milik aku!” ucap Efrain tak terbantahkan. “Apa pun alasannya, semua tentang kamu adalah punya aku!”
Jantung Caitlin berdetak cepat sekaligus menatap Efrain yang terus menghunjamnya tajam—terlihat sekali mengintimidasi. Namun, bukan Caitlin kalau tidak ingin kalah sia-sia. “Aku tidak mau. Kamu pikir siapa sampai berhak atas aku?” tuturnya berani.
“Sudah aku bilang tadi, kan.” Kali ini ada senyum di bibir Efrain. Caitlin-nya tidak repot-repot berubah dan menyerah tunduk padanya. “Kamu pacar aku, milik aku, dan aku berhak atas kamu. Paham?”
“Enggak ada yang berhak ataupun berkewajiban, kecuali orang tua aku! Aku juga bukan pacarmu, Efrain Reagan!”
“Dengar, Cait, apa pun yang sudah menjadi milik Efrain ... enggak akan bisa lepas, kecuali aku yang melepaskan!” tutur Efrain memperjelas. “Termasuk kamu!”
Sesaat jemari Caitlin terkepal, serta menyipit kentara meredam amukan. Ia yakin sorot netranya kalah dibanding Efrain, tetapi melawan orang yang tak sopan bukan kekurangannya. Caitlin akan mampu membuktikan kehebatannya tanpa menurunkan harga diri. “Aku bukan milik siapa-siapa!”
“You can see. Sekolah sepi, hanya ada aku dan kamu.”
Caitlin menghela napas panjang. Mengenaskan, ia memang tidak mempunyai teman, alih-alih siapa yang dapat membantunya. “What do you mean?” tanya Caitlin frustrasi. “Aku enggak bikin problem sama kamu, kita aja enggak saling kenal sebelumnya.”
“Terus kemarin-kemarin apa, Cait?”
“Apa maksud kamu?”
“Enggak maksud apa-apa. Kamu cukup berjalan di bawah kenyataan aku.” Caitlin berontak saat Efrain menyentuh dagunya. “Atau keluarga kamu taruhannya.”
Napas Caitlin tercegat, pula emosi tak tertahan menangkap senyum miring Efrain. “Apa mau kamu, Efrain?”
“Aku ... mau kamu.”
Caitlin baru akan mengoceh saat ia menyentuh dagunya kembali dan sampai gigitannya di bibir terlepas, lalu sesuatu yang lembab menyentuh dan melumat dengan perlahan nan penuh pemujaan. Caitlin terbelalak syok, di waktu bersamaan wajah Efrain terasa sangat dekat.
Efrain mencium Caitlin untuk pertama kali!
Beberapa detik terasa menyakitkan dan menjijikkan bagi Caitlin. Namun, ia cukup menikmati ciuman itu. Tak terlalu lama, mungkin Efrain hanya ingin menampakkan kenyataan yang dimaksudnya. Saat Efrain melepaskan, Caitlin konstan bergeming di posisi.
“You’re mine,” bisik Efrain di telinga Caitlin, lalu mencucup sudut bibirnya kembali.
“Kamu—”
“Shit, kamu candu sekali, Cait!”
Caitlin menjadi kaku sekejap Efrain menekan tengkuk dan menciumnya lebih buas ketimbang di awal. Ciuman kedua yang memabukkan, dengan Caitlin yang anehnya menerima dan Efrain berusaha lembut meski emosinya belum juga turun.
***
*** Ini tepat dua minggu setelah kejadian di gudang, dan prom night masa putih abu-abu sebagai pergelaran menyimpan kenangan akhirnya tiba. Sebuah ajang memamerkan segala hal untuk sebagian siswa-siswi, tetapi tidak bagi beberapa yang menghindari malam mewah nan glamor ini, termasuk Caitlin. Efrain tahu, membawa Caitlin ke sini bukanlah ide bagus, bahkan dirinya terkadang jijik. Walaupun berasal dari keluarga yang cukup, tetapi Efrain yakin Caitlin tidak terbiasa akan dunia malam meski sekadar acara sekolah. Martabat Caitlin Deborah Roland tinggi laksana perempuan, dan ia amat beruntung bisa memilikinya. Caitlin milik Efrain, it’s his nice obsession. Satu jam lalu, Efrain terpaksa meninggalkan Caitlin di balkon saat didapuk pemenang king of the year. Di sudut hatinya terdalam, Efrain benar-benar bahagia, dan beberapa rencana tersimpan baik di kepala. Sebentar lagi memasuki perkuliahan, ia berniat membawa Caitlin ke mana pun
*** Sepuluh tahun kemudian .... Namanya Caitlin Deborah Roland, wanita dewasa dengan kulit eksotis, lesung pipi di sebelah kiri, dan tubuh semampai hingga dianggap idaman di ruangan sakral itu. Visual yang bisa menghapus jejak berita bahwa kedua orang tua Caitlin adalah politikus terkenal—setidaknya sepuluh tahun lalu, sebelum masalah korupsi yang mencuat. Berbagai masalah di lampu membuat kepribadian Caitlin lebih keras daripada perempuan lain, kata ‘berjuang sendiri’ adalah kunci kehidupannya. Di umur yang menginjak dua puluh delapan tahun, Caitlin masih belum—tidak ingin—dekat pria sembarang, tetapi bukan berarti enggan berumah tangga suatu hari. Menghadirkan senyuman di bibir seksinya dikatakan gampang-gampang susah. Berbahagia di depan Caitlin, maka wanita tersebut akan menyoraki kegembiraan yang menopang dari bawah. Sesimpleks itu mengerti seorang Caitlin. “Thank you, Cait. Kamu benar, pernikahan tidak seburuk bayanganku. Aku se
*** Di detik pertama terbangun dari tidur, Caitlin langsung terduduk sampai pening. Dilanda gelisah sebelum terlelap, dan akhirnya terpejam menjelang subuh. Untung sekali datang bulan membuat Caitlin memiliki waktu beristirahat beberapa jam untuk memulihkan fisik serta perasaannya yang berada di tahap lelah. Omong-omong, syukur tak ada kejadian menyeramkan semalam. Memang Caitlin sempat memberontak ke sekian kali ketika Efrain menyuruh supirnya membelah gemerlap kota Jakarta. Namun, Efrain balik membentaknya dan berjanji tak akan menyakiti, alih-alih membawa Caitlin selamat ke apartemennya. Tepat pukul delapan pagi dan belum sempat sarapan, Caitlin sudah nangkring di kantin perusahaan memesan nasi goreng seafood. Tak terasa seminggu berlalu ditugaskan di CloudSky Indonesia. Hampir segenap pegawai mengenal Caitlin Deborah sebab satu-satunya perempuan di tim programmer dari divisi development web. “Cait, pulang bersamaku?” “
*** “Kami dari tim Roderick mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan CloudSky. Semoga agenda kerja sama ini bisa terlaksana sesuai keinginan kami di lubuk hati terdalam. Selamat siang, Pak Efrain beserta tim!” Efrain berdeham, mengakhiri sesi tepuk tangan selepas presentasi virtual calon kolaborator menjelaskan secara garis besar rincian jika aliansi antar perusahan di bidang berbeda ini dapat menguntungkan kedua belah pihak. Sejujurnya, Efrain tak meragukan Roderick, tetapi argumen tetap diperlukan. “Silakan bagi para divisi atau setiap tim mengajukan pendapatnya sebagai pertimbangan apakah CloudSky pantas menjalin kerja sama dengan Roderick?” Rey, asisten pribadi Efrain yang juga merangkap sekretaris, menjalankan tugasnya sebagai juru bicara. “Divisi pemasaran sepenuhnya amat mensyukuri kerja sama ini, Pak Efrain. Game kedua Roderick benar-benar menjanjikan, prediksi target pasarnya pun tidak hanya terbatas pada gene
*** “Kamu membunuhku!” Caitlin tidak berusaha lebih dulu mengatur napas yang memburu, dan jari telunjuknya khusus terarah pada Efrain. Di pikiran Caitlin, pria dewasa di sebelahnya itu tidak ubah lintah darat dengan seringai panas yang mampu membakarnya bila diam saja. “Apa kamu enggak mengenal penolakan?” “Enggak.” “Argh!” Caitlin berteriak frustrasi, sementara Efrain masih setia tersenyum jemawa sambil melipat tangannya di depan dada. “Kamu … gila!” “Mengumpatlah sepuasmu, dan tanggung sendiri akibatnya. Aku menunggunya, Cait. Selalu,” “Me—” Oh my .... Efrain menarik tengkuk Caitlin dan memajukan tubuhnya sendiri. Tidak butuh satu detik kemudian, lidah Efrain langsung menerobos mulut Caitlin. Begitu dalam, intens, dan bergairah. Sejak dulu, rasanya tetap candu seperti pertama kali. Inilah yang dimaksud Efrain setoran per hari, sesuai harapannya. “Kamu memang menantikan ini, right?” gumam Efr
*** Setiap minggu sesuai aturan perusahaan, CloudSky memang melakukan pertemuan antar divisi agar terciptanya kerja sama yang harmonis dan saling mengerti. Namun, hal tersebut justru dibenci Caitlin yang selalu diperintahkan ketua divisinya untuk hadir, padahal menghindari Efrain adalah tujuannya. Seperti saat ini, pria arogan itu duduk dengan berwibawa di kursi kebesaran di ruang rapat, tampak memindai para pegawai satu per satu sebelum memulai. Dia memerintahkan Rey lewat lirikan mata. “Baik, sudah semua. Tanpa berlama-lama, saya mengajak kalian berkumpul setelah divisi web development melakukan pengujian akhir. Bagaimana presentasinya … siapa yang bersedia—atau Pak Yoga?” “Saya membawa perwakilan tim programmer, Pak Efrain. Caitlin akan menjelaskan hasil pengujian yang kami lakukan dua hari belakangan.” Efrain menyeringai lebar di posisi, tidak sabar mendengarkan penerangan Caitlin yang selalu indah dan dan sayang dilewatk
*** Caitlin beristigfar di detik pertama kali matanya mengerjap oleh sinar mentari yang mengintip malu-malu di sekat tanpa tirai kamar. Sekali lagi wanita muda itu menguap, mengakhiri sesi tidur panjangnya. Ah, tidak terlalu puas karena bayangan lembur pada hari ini, dipastikan waktu beristirahat hanya angan. Menyadari belum beribadah, padahal waktu sudah menunjukkan lebih dari setengah jam keterlambatan … Caitlin bergegas melaksanakan. Sebelum itu, ia terlebih dulu membasuh wajah, menyikat gigi, dilanjut wudu dan salat. Caitlin berniat mandi total setelah memasak sarapan serta bekal. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering keras. Caitlin yang baru beranjak dari ranjang, seketika melihat gerangan dan lantas mendengus. Memang menyebalkan, pikirnya dramatis. Sejak Efrain berhasil mencuri data nomor teleponnya, hidup Caitlin pun tak tenang walau di apartemen. “Ya, halo,” seru Caitlin malas-malasan. “Apa begitu caramu mengangkat telepon atasan
*** “Apa kita benar-benar harus masuk ke sana barengan?” Efrain menoleh, mendapati Caitlin menggigit bibir bawah dan menatapnya sendu. Rasanya, ia ingin menggantikan gigi-gigi itu dan melumatnya. Efrain sampai mengerang hanya karena memikirkannya. “Don’t do it, Honey. Atau kamu ingin aku yang menciummu, hem?” “Jangan coba-coba!” Efrain terkekeh, lalu tangannya terulur mengelus lembut puncak kepala Caitlin. “Ayo, kita kerja, Honey.” “Kamu duluan aja.” “Hem?” “Aku enggak mau orang-orang melihat kita, Ef,” gumam Caitlin hati-hati, yang diyakini akan membuat Efrain kesal.Di luar, terlihat sejumlah pegawai CloudSky berpakaian formal memasuki gedung delapan tingkat tersebut. Para perempuan tampak cantik dengan rambut panjang yang terurai, diikat, ataupun berjilbab, sementara kaum Adam begitu gagah di balutan kemeja serta dasi, ada ju
***Efrain tengah fokus dengan setumpuk file yang harus ditandanganinya ketika perasaan tidak enak mendadak menyerang. Ia melirik jam di dinding, dan mendesah saat menyadari masih banyak menit-menit yang mesti dilaluinya. Setidaknya, profesionalitas Efrain tinggi, dan tidak memaksa kehendak.Lima menit berlalu tanpa kemajuan berarti, Efrain mengacak-acak rambutnya frustrasi. Nama Caitlin terus terbayang di kepala, membuat Efrain tidak dapat menahan umpatan dari mulutnya. Ketimbang penasaran, ia dengan cepat mengambil ponselnya di meja, lalu menghubungi seseorang.“Caitlin-nya ada, Pak Yoga?”Kemudian, terdengar manager divisi tersebut berteriak menanyai para bawahannya yang kemungkinan besar di satu ruangan karena sekarang belum memasuki jam makan siang. Efrain menunggu sabar dalih harap-harap cemas. Tidak terelakkan jika yang kini dibayangkannya hanya Caitlin.“
*** “Apa kita benar-benar harus masuk ke sana barengan?” Efrain menoleh, mendapati Caitlin menggigit bibir bawah dan menatapnya sendu. Rasanya, ia ingin menggantikan gigi-gigi itu dan melumatnya. Efrain sampai mengerang hanya karena memikirkannya. “Don’t do it, Honey. Atau kamu ingin aku yang menciummu, hem?” “Jangan coba-coba!” Efrain terkekeh, lalu tangannya terulur mengelus lembut puncak kepala Caitlin. “Ayo, kita kerja, Honey.” “Kamu duluan aja.” “Hem?” “Aku enggak mau orang-orang melihat kita, Ef,” gumam Caitlin hati-hati, yang diyakini akan membuat Efrain kesal.Di luar, terlihat sejumlah pegawai CloudSky berpakaian formal memasuki gedung delapan tingkat tersebut. Para perempuan tampak cantik dengan rambut panjang yang terurai, diikat, ataupun berjilbab, sementara kaum Adam begitu gagah di balutan kemeja serta dasi, ada ju
*** Caitlin beristigfar di detik pertama kali matanya mengerjap oleh sinar mentari yang mengintip malu-malu di sekat tanpa tirai kamar. Sekali lagi wanita muda itu menguap, mengakhiri sesi tidur panjangnya. Ah, tidak terlalu puas karena bayangan lembur pada hari ini, dipastikan waktu beristirahat hanya angan. Menyadari belum beribadah, padahal waktu sudah menunjukkan lebih dari setengah jam keterlambatan … Caitlin bergegas melaksanakan. Sebelum itu, ia terlebih dulu membasuh wajah, menyikat gigi, dilanjut wudu dan salat. Caitlin berniat mandi total setelah memasak sarapan serta bekal. Namun, tiba-tiba ponselnya berdering keras. Caitlin yang baru beranjak dari ranjang, seketika melihat gerangan dan lantas mendengus. Memang menyebalkan, pikirnya dramatis. Sejak Efrain berhasil mencuri data nomor teleponnya, hidup Caitlin pun tak tenang walau di apartemen. “Ya, halo,” seru Caitlin malas-malasan. “Apa begitu caramu mengangkat telepon atasan
*** Setiap minggu sesuai aturan perusahaan, CloudSky memang melakukan pertemuan antar divisi agar terciptanya kerja sama yang harmonis dan saling mengerti. Namun, hal tersebut justru dibenci Caitlin yang selalu diperintahkan ketua divisinya untuk hadir, padahal menghindari Efrain adalah tujuannya. Seperti saat ini, pria arogan itu duduk dengan berwibawa di kursi kebesaran di ruang rapat, tampak memindai para pegawai satu per satu sebelum memulai. Dia memerintahkan Rey lewat lirikan mata. “Baik, sudah semua. Tanpa berlama-lama, saya mengajak kalian berkumpul setelah divisi web development melakukan pengujian akhir. Bagaimana presentasinya … siapa yang bersedia—atau Pak Yoga?” “Saya membawa perwakilan tim programmer, Pak Efrain. Caitlin akan menjelaskan hasil pengujian yang kami lakukan dua hari belakangan.” Efrain menyeringai lebar di posisi, tidak sabar mendengarkan penerangan Caitlin yang selalu indah dan dan sayang dilewatk
*** “Kamu membunuhku!” Caitlin tidak berusaha lebih dulu mengatur napas yang memburu, dan jari telunjuknya khusus terarah pada Efrain. Di pikiran Caitlin, pria dewasa di sebelahnya itu tidak ubah lintah darat dengan seringai panas yang mampu membakarnya bila diam saja. “Apa kamu enggak mengenal penolakan?” “Enggak.” “Argh!” Caitlin berteriak frustrasi, sementara Efrain masih setia tersenyum jemawa sambil melipat tangannya di depan dada. “Kamu … gila!” “Mengumpatlah sepuasmu, dan tanggung sendiri akibatnya. Aku menunggunya, Cait. Selalu,” “Me—” Oh my .... Efrain menarik tengkuk Caitlin dan memajukan tubuhnya sendiri. Tidak butuh satu detik kemudian, lidah Efrain langsung menerobos mulut Caitlin. Begitu dalam, intens, dan bergairah. Sejak dulu, rasanya tetap candu seperti pertama kali. Inilah yang dimaksud Efrain setoran per hari, sesuai harapannya. “Kamu memang menantikan ini, right?” gumam Efr
*** “Kami dari tim Roderick mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan CloudSky. Semoga agenda kerja sama ini bisa terlaksana sesuai keinginan kami di lubuk hati terdalam. Selamat siang, Pak Efrain beserta tim!” Efrain berdeham, mengakhiri sesi tepuk tangan selepas presentasi virtual calon kolaborator menjelaskan secara garis besar rincian jika aliansi antar perusahan di bidang berbeda ini dapat menguntungkan kedua belah pihak. Sejujurnya, Efrain tak meragukan Roderick, tetapi argumen tetap diperlukan. “Silakan bagi para divisi atau setiap tim mengajukan pendapatnya sebagai pertimbangan apakah CloudSky pantas menjalin kerja sama dengan Roderick?” Rey, asisten pribadi Efrain yang juga merangkap sekretaris, menjalankan tugasnya sebagai juru bicara. “Divisi pemasaran sepenuhnya amat mensyukuri kerja sama ini, Pak Efrain. Game kedua Roderick benar-benar menjanjikan, prediksi target pasarnya pun tidak hanya terbatas pada gene
*** Di detik pertama terbangun dari tidur, Caitlin langsung terduduk sampai pening. Dilanda gelisah sebelum terlelap, dan akhirnya terpejam menjelang subuh. Untung sekali datang bulan membuat Caitlin memiliki waktu beristirahat beberapa jam untuk memulihkan fisik serta perasaannya yang berada di tahap lelah. Omong-omong, syukur tak ada kejadian menyeramkan semalam. Memang Caitlin sempat memberontak ke sekian kali ketika Efrain menyuruh supirnya membelah gemerlap kota Jakarta. Namun, Efrain balik membentaknya dan berjanji tak akan menyakiti, alih-alih membawa Caitlin selamat ke apartemennya. Tepat pukul delapan pagi dan belum sempat sarapan, Caitlin sudah nangkring di kantin perusahaan memesan nasi goreng seafood. Tak terasa seminggu berlalu ditugaskan di CloudSky Indonesia. Hampir segenap pegawai mengenal Caitlin Deborah sebab satu-satunya perempuan di tim programmer dari divisi development web. “Cait, pulang bersamaku?” “
*** Sepuluh tahun kemudian .... Namanya Caitlin Deborah Roland, wanita dewasa dengan kulit eksotis, lesung pipi di sebelah kiri, dan tubuh semampai hingga dianggap idaman di ruangan sakral itu. Visual yang bisa menghapus jejak berita bahwa kedua orang tua Caitlin adalah politikus terkenal—setidaknya sepuluh tahun lalu, sebelum masalah korupsi yang mencuat. Berbagai masalah di lampu membuat kepribadian Caitlin lebih keras daripada perempuan lain, kata ‘berjuang sendiri’ adalah kunci kehidupannya. Di umur yang menginjak dua puluh delapan tahun, Caitlin masih belum—tidak ingin—dekat pria sembarang, tetapi bukan berarti enggan berumah tangga suatu hari. Menghadirkan senyuman di bibir seksinya dikatakan gampang-gampang susah. Berbahagia di depan Caitlin, maka wanita tersebut akan menyoraki kegembiraan yang menopang dari bawah. Sesimpleks itu mengerti seorang Caitlin. “Thank you, Cait. Kamu benar, pernikahan tidak seburuk bayanganku. Aku se
*** Ini tepat dua minggu setelah kejadian di gudang, dan prom night masa putih abu-abu sebagai pergelaran menyimpan kenangan akhirnya tiba. Sebuah ajang memamerkan segala hal untuk sebagian siswa-siswi, tetapi tidak bagi beberapa yang menghindari malam mewah nan glamor ini, termasuk Caitlin. Efrain tahu, membawa Caitlin ke sini bukanlah ide bagus, bahkan dirinya terkadang jijik. Walaupun berasal dari keluarga yang cukup, tetapi Efrain yakin Caitlin tidak terbiasa akan dunia malam meski sekadar acara sekolah. Martabat Caitlin Deborah Roland tinggi laksana perempuan, dan ia amat beruntung bisa memilikinya. Caitlin milik Efrain, it’s his nice obsession. Satu jam lalu, Efrain terpaksa meninggalkan Caitlin di balkon saat didapuk pemenang king of the year. Di sudut hatinya terdalam, Efrain benar-benar bahagia, dan beberapa rencana tersimpan baik di kepala. Sebentar lagi memasuki perkuliahan, ia berniat membawa Caitlin ke mana pun