“Boleh marah nggak sih?”
Jimmy mengerutkan keningnya mendengar suara Rey yang kesal, pernikahan kedua orang tuanya akan menikah. Pernikahan Tania dan Rifat akhirnya benar-benar terjadi, semua itu karena wasiat dari Wijaya agar mereka segera menikah setelah kepergiannya. Jimmy mengira yang mengurus dan peduli dengan pernikahan mereka hanya anak-anak Tania dengan Wijaya, tapi ternyata tidak dimana ketiga kakaknya yang berbeda ibu juga ikut membantu.“Marah kenapa? Kamu harusnya senang mereka bisa bersatu.” Jimmy membuka suaranya.“Kamu nggak akan pernah tahu perasaanku,” ucap Rey dengan kesal.“Aku memang nggak tahu, tapi papi dan mami selama ini tidak pernah membandingkan kamu dengan kami. Kamu mendapatkan kasih sayang yang sama, papi sendiri juga sudah menyiapkan masa depanmu nanti, kamu nggak lupa surat wasiat yang papi buat bukan.” Lucas duduk disamping Jimmy dengan tatapannya kearah Rey “Rey, kami semua menyayangi kamu dan kamu tahu itPernikahan sederhana yang hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat orang tuanya tidak membuat kesakralan dari pernikahan Tania dan Rifat, terlihat jelas ekspresi bahagia mereka berdua ketika tiga kata sudah keluar yaitu sah.“Aku akan tinggal disini sendirian?” tanya Rey.“Memang kenapa? Aku tinggal depan rumah ini.” Jimmy menjawab tanpa menatap Rey.“Mami sama Om Rifat akan tinggal di rumah Om Rifat, artinya aku akan tinggal disini sendirian.” Rey menjelaskan pada Jimmy yang hanya mengsngguk paham “Kamu cuti? Terus sudah mulai masuk ke rumah sakit kita?”“Tukar jadwal, belum tahu kapan mulai masuk masih mengatur jadwal di dua tempat itu.” Tatapan mereka tidak lepas dari senyum Tania saat berbicara dengan Rifat, senyum yang sama setiap kali bersama Wijaya dulu. Melihat senyuman Tania sudah membuat perasaan Jimmy tenang, memang tidak mudah membuka hati tapi tampaknya semua sudah dipersiapkan dengan sangat baik oleh papinya.“
"Cari dokter?" Jimmy menganggukkan kepalanya mendengar pertanyaan Ruli setelah dirinya melihat keadaan rumah sakit, sebelum dirinya memulai mengambil alih setidaknya harus tahu apa yang dibutuhkan. Jimmy sudah berbicara dengan Lucas dan Endi tentang sumber daya manusianya, mengenai hal lain belum terpikirkan sama sekali."Aku sudah lihat kalau tenaganya belum cukup banyak." Jimmy mengatakan hal yang sama seperti ketika bersama dengan Lucas dan Endi."Rumah sakit itu bukannya besar?" Ruli memastikan perkataan Jimmy "Kamu sudah bicara dengan kepala dokter disana? Abang sama Mas Endi mungkin bisa mengikuti keinginan kamu, tapi jangan lupa kalau disana juga ada dokter senior. Lebih baik kamu bicara dulu sama mereka."Jimmy terdiam mendengar masukan dari Ruli yang sama sekali tidak dipikirkannya, pada saat melihat beberapa kali secara langsung memberikan masukan pada Lucas dan Endi."Tanggapan mereka berdua gimana?""Mereka hanya dia
"Baca apaan?" Jimmy menggeser tubuhnya membiarkan Siena membaca apa yang dari tadi menjadi fokusnya daritadi, mengalihkan pandangan kearah Siena dengan rambutnya yang masih basah dan pakaian tipisnya. Menarik tubuh Siena yang membuatnya sedikit teriak, mencari posisi yang nyaman di pangkaun Jimmy dengan tetap fokus pada layar."Kamu makin menggairahkan," bisik Jimmy sambil mencium leher Siena."Daftar apaan? Darimana?" Siena tidak peduli dengan apa yang Jimmy katakan."Satu ronde lagi gimana?" Jimmy memainkan tangannya di payudara Siena dengan gerakan lembut "Sekali lagi?""Jeno udah mau berangkat," jawab Siena dengan menolak permintaan Jimmy."Jeno bukannya di rumah mami? Tidur sama Fransiska?"Siena menggelengkan kepalanya "Fransiska semalam minta tidur di hotel makanya Jeno dibawa balik." Jimmy mengerutkan keningnya "Ngidam tidur di hotel, habis itu pengen langsung di masakin sama Naila dan Irwan depan matanya."
"Apa kamu tidak lelah?" Jimmy menatap dalam Febby yang tampak berantakan "Apa yang kamu inginkan?" bertanya sekali lagi karena tidak mendapatkan jawaban "Kalau memang tidak ada lebih baik kamu...""Bantu aku," potong Febby menatap penuh permohonan pada Jimmy "Hanya kamu yang bisa membantuku, Jim. Aku sudah hancur...ayah sudah tidak pulang dan aku nggak tahu harus bagaimana...kamu tahu gimana keadaan kakak dan adikku yang sama sekali tidak bisa diharapkan. Jim, bantu aku...."Jimmy hanya diam selama Febby berbicara meminta tolong, tatapan kesakitan tampak jelas di matanya. Sikap ayahnya memang Jimmy tahu dengan sangat jelas, bukan dari maminya melainkan selama mereka menjalin hubungan."Kenapa kamu minta tolong aku? Kamu sudah mengkhianati aku jauh sebelum keputusan perpisahan kita, sekarang setelah semua yang terjadi dan membuat heboh rumah sakit kamu minta tolong...kamu tahu kalau aku sudah menikah, kamu sendiri juga hamil yang....""Aku kegugura
Berbeda, perasaan berbeda yang dimiliki Jimmy saat ini. Menatap Febby yang berada dalam pelukannya setelah melampiaskan gairah mereka, pembicaraan yang membuat Jimmy tidak percaya."Mikirin apa?" Jimmy menatap Febby yang membuka matanya."Bukankah kamu...""Aku tahu kamu pasang cctv, kalau kamu lihat detail itu aku lakukan setelah keputusan kita. Hubungan intim dengan dokter yang sudah menikah? Kita sama-sama kesepian dan dia tahu kalau aku hamil, hormon kehamilan membuatku tidak bisa menahan diri dan aku ingat kalau kamu sangat maniak. Aku tidak mungkin mengganggu kamu dan aku tahu kalau kamu akan menolak permintaan orang tuamu jika tahu aku hamil.""Kenapa kamu nggak bilang? Harusnya kamu bilang." Jimmy masih tidak terima dengan keputusan yang Febby ambil."Aku nggak mau kamu menjadi anak durhaka, perbuatan ayahku dan keluarganya ke mami kamu memang keterlaluan. Aku juga lihat papimu yang semakin kritis jadi aku ambil keputusan itu, ber
"Tania."Tubuhnya membeku mendengar suara itu lagi, suara yang sangat dikenal dengan sangat baik. Membalikkan badannya dan tebakannya benar, Yudi bersama dengan seseorang menggunakan kursi roda dan sudah dipastikan jika itu anaknya."Kamu ngapain disini? Tinggal sekitar sini?" Yudi menatap penasaran.Tania mencoba mengingat tempat tinggal Yudi, seketika menggelengkan kepalanya jika memang nanti mereka tinggal di kompleks yang sama. Rifat tidak mungkin tidak tahu tentang Yudi, kesialan yang lain adalah saat ini Rifat ke Kalimantan mengurus perusahaan Wijaya disana bersama dengan Devan."Kamu tinggal disini?" Yudi menganggukkan kepalanya tanpa ragu "Aku juga.""Bisa kita bicara?" Yudi bertanya hati-hati."Bicara tentang?" Tania memberikan tatapan penuh selidik "Tidak ada yang perlu kita bicarakan.""Ikut aku!"Nada suara Yudi yang penuh dengan penekanan dan ketegasan membuat Tania memilih mengikutinya, berjalan se
Kesal, hal yang dirasakan Tania saat ini. Yudi tidak membiarkan dirinya pulang sama sekali. Yudi menitipkan anaknya ke tempat penitipan anak, mengunci pintu kamarnya saat Tania tidur. Sikapnya seketika berubah menjadi pasangan yang cemburu setelah tahu jika Tania sudah menikah, satu hal yang ada didalam pikiran Tania adalah Rifat dan anak-anak pasti mencari dirinya."Suami dan anak-anakmu nggak akan mencari." Tania memberikan tatapan penuh selidik dan tajam "Aku menggunakan ponselmu dan mengatakan ingin berlibur seorang diri.""Kamu..."Yudi menghentikan kalimat protes Tania dengan melumat bibirnya lembut "Aku kalah lagi! Tidak bisakah kamu cerai?"Tania mengangkat alisnya mendengar permintaan Yudi "Cerai? Menikah sama kamu? Memang orang tuamu dan anak kita bakal setuju? Anakku tidak akan setuju setelah tahu apa yang kamu lakukan.""Orang tuaku sudah meninggal dunia, aku akan membuat mereka...""Berhenti melakukan hal yang tidak
"Aku kira nggak bakal menghabiskan waktu seperti ini."Siena memijat leher Jimmy yang membuatnya memejamkan matanya "Kamu tahu bagaimana sibuknya jika terjadi pergantian, tapi kamu memang hebat karena bisa mengatur semuanya.""Aku sudah biasa." Siena mengatakan dengan nada sombongnya membuat Jimmy berdecak pelan "Besok anter Jeno?" Jimmy menganggukkan kepalanya "Aku mau ke kampung."Jimmy membuka matanya mendengar kata-kata Siena "Ada masalah? Kenapa tiba-tiba?"Siena tersenyum dan menggelengkan kepala pelan "Ada yang harus diurus, mengenai warisan.""Aku antar." Siena langsung menggelengkan kepalanya "Berapa lama? Jeno nanti gimana?""Zee yang mau merawat Jeno, lagian kamu sibuk dua rumah sakit."Jimmy menarik tangan Siena dan membuatnya duduk di pangkuan, saling menatap satu sama lain, mendekatkan bibir mereka dengan ciuman lembut. Ciuman mereka semakin dalam, perlahan Siena mendorong badan Jimmy yang membuat mereka sa