Dengan demikian, aku dan ketua kelas mencari tahu keberadaan wanita gila itu. Kami mendapat informasi bahwa dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa.Kami memberanikan diri untuk datang, tetapi pihak rumah sakit malah memberi tahu kami bahwa wanita gila itu telah dibawa pulang oleh keluarganya karena tak kunjung membaik, bahkan mengidap penyakit parah.Aku dan ketua kelas bertatapan. "Sepertinya aku sudah tahu alasan Regina muncul. Dia benar-benar ingin memperingatkanku."Setelah kembali ke sekolah, kami langsung mencari guru tua itu untuk melaporkan bahwa wanita gila itu sudah dibawa pulang oleh keluarganya."Dulu dia selalu datang ke sekolah. Seharusnya rumahnya nggak jauh dari sini. Dia mungkin merasa kita yang membuatnya dikurung di rumah sakit jiwa dan ingin membalas dendam?"Dunia orang dengan gangguan jiwa selalu gila. Pikiran mereka berbeda dengan manusia normal.Setelah mempertimbangkan secara menyeluruh, guru tua itu berkata, "Aku akan memperingatkan mereka tentang ini. Aku ngga
Entah sejak kapan, aku menyadari tatapan teman sebangkuku, Whitney, menjadi aneh setiap kali menatapku.Pertama dia hanya menggeser kursinya supaya lebih jauh dariku. Namun, setelah itu dia akhirnya pindah tempat duduk ke samping jendela.Ketika aku menepuk bahunya untuk menyuruhnya fokus menyimak, dia malah terkejut hingga jatuh dari kursinya. Kemudian, dia bangkit dengan panik dan berlari keluar dengan terburu-buru.Aku tentu kebingungan melihat situasi ini. Apa aku tidak sengaja menyinggungnya? Aku berencana meminta penjelasan besok.Namun, keesokan harinya aku malah tidak melihat Whitney lagi. Dengan ragu-ragu, guru bahasa Inggris memberitahuku bahwa Whitney mengajukan permohonan untuk turun ke kelas reguler.Kelas kami adalah kelas plus dengan kemampuan berbahasa Inggris terbaik di seluruh sekolah. Guru yang kami dapat juga yang terhebat.Dulu Whitney sering bercerita kepadaku, bagaimana dia berusaha supaya bisa masuk kelas plus. Namun, sekarang dia malah berinisiatif turun ke kel
Jaylene menggigit jarinya dengan gelisah. Ketika melihatku menatapnya, Jaylene malah panik. Matanya memerah. Dia buru-buru mundur.Setelah merasa lebih tenang, Jaylene mengelus dadanya dengan lega dan tidak menatapku lagi. Sementara itu, aku tidak bisa menerima perubahan mendadak ini.Aku maju dan meraih tangan Jaylene. "Sebenarnya ada apa? Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu merasa nggak nyaman?""Nggak ada kok. Ini bukan salahmu," pekik Jaylene dengan suara nyaring. Dia juga mengempaskan tanganku, seolah-olah aku adalah monster.Aku memalingkan wajahku yang berderai air mata. Sebenarnya apa yang terjadi? Padahal aku tidak melakukan apa-apa dan bersikap sangat baik pada mereka. Lantas, kenapa Whitney dan Jaylene memperlakukanku seperti ini?Aku mengeluarkan cermin dan berkaca. Tidak ada yang aneh denganku. Meskipun tidak termasuk sangat cantik, setidaknya tidak akan membuat orang merasa jijik melihatku.Air mataku tidak bisa berhenti. Saat melihatku menangis, Jaylene awalnya ingi
Regina teringat pada Jaylene yang diam-diam kembali ke kelas saat pelajaran olahraga dan mencari sesuatu di mejaku. "Pasti ada alasan dia melakukan itu.""Ya, tapi aku nggak bisa terpikir akan alasannya." Aku menyerahkan kertas itu kepada Regina. "Cuma hasil pemeriksaan fisik. Semuanya normal."Aku tidak mengerti kenapa Jaylene mencari hasil pemeriksaan fisikku. Regina juga tampak bingung. "Apa dia takut kamu punya penyakit menular?"Aku mengamati tubuhku sebelum membalas, "Aku nggak terlihat seperti orang yang punya penyakit kulit, 'kan? Kulitku sangat bagus kok.""Ya iya, aku juga tahu itu." Regina mengerlingkan bola matanya.Masalah ini aneh sekali. Beberapa hari lalu, aku sempat bertanya kepada ketua kelas, apa ada yang aneh dariku? Dia mengamatiku dengan heran, lalu memberitahuku aku terlihat normal.Setidaknya, aku bukan orang aneh di mata ketua kelas. Aku mungkin bisa meminta bantuannya soal ini.Setelah memikirkan ini, aku kembali ke kelas untuk mencarinya. Kebetulan, dia juga
Aku pun termangu. Aku mendongak dan bertanya dengan tidak percaya, "Bu, kamu bercanda ya? Regina yang duduk di baris terakhir dekat jendela. Yang nilai bahasanya paling bagus."Wali kelas tertegun. Pada akhirnya, dia menyentuh jidatku untuk memeriksa suhu tubuhku. "Kamu nggak demam. Tapi, baris terakhir kosong. Masa kamu lupa?"Aku tidak bisa bereaksi. Dari ekspresi serius wali kelas, aku tahu dia tidak bercanda. Aku langsung berlari ke kelasku.Dulu, aku cuma tahu Regina adalah sahabatku. Aku selalu mencarinya setelah pelajaran berakhir. Namun, setelah aku berdiri di baris terakhir, aku baru menyadari tidak ada buku apa pun di meja ini.Meja yang kosong melompong membuktikan bahwa tidak ada yang duduk di sini. Namun, aku sulit memercayai kenyataan ini."Apa aku punya kepribadian ganda?" Aku akhirnya mengerti kenapa teman-temanku mencari hasil pemeriksaan fisikku. Mereka mengira aku gila!Namun, hasil tes membuktikan bahwa aku normal dan tidak ada masalah kejiwaan. Fenomena aneh ini be
Wali kelas curiga aku punya masalah kejiwaan dan menyuruh ketua kelas mengobrol denganku. Meskipun merasa enggan, dia tetap duduk di sampingku.Sebelum dia bersuara, aku sudah berkata, "Regina nggak pernah ada di dunia ini. Hari itu kamu tiba-tiba ketakutan bukan karena aku mengungkit tentang hutan kecil, tapi karena aku menyebut nama Regina, 'kan?"Ketua kelas terbelalak. Beberapa saat kemudian, dia menelan ludah dan menyahut, "Nggak juga. Sebenarnya Whitney pernah bilang kamu selalu bicara dengan udara, makan bersama udara, dan pulang bersama udara, bahkan memanggil udara Regina. Tapi, ini bukan yang paling menakutkan."Ketua kelas melirik ke kiri dan kanan. Tubuhnya agak bergetar. Kemudian, dia bertanya dengan hati-hati, "Apa Regina ada di sini?"Aku menggeleng. "Nggak ada. Dia sudah hilang sejak kemarin."Aku ingin sekali tahu alasan dia menghilang.Ketua kelas menghela napas lega. "Awalnya kukira ada masalah dengan otakmu. Tapi, saat kita bicara di koridor hari itu dan ada sinar m
Pelajaran masih belum berakhir.Setelah pelajaran olahraga berakhir, awan senja sudah hilang. Aku berdiri di lapangan dan bermain bersama teman.Tiba-tiba, terdengar teriakan panik seseorang. Aku bisa mendengar suara detak jantungku yang menggebu-gebu. Aku mengikuti kerumunan berlari.Ketika aku tiba di depan pintu ruang kelas, ternyata pintu terkunci. Di belakangku, rasa takut akan kematian perlahan-lahan mendekatiku, membuatku merasa seperti tercekik.Adegan berubah. Aku melihat Regina berdiri di ujung koridor sambil tertawa kepadaku. Tiba-tiba, kepalanya terlepas dari lehernya dan terjatuh dari pagar pembatas. Sementara itu, terlihat wajah tersenyum dalam kegelapan di belakangnya.Aku sontak terbangun. Sekujur tubuhku basah karena keringat. Aku menarik napas dalam-dalam, seolah-olah baru selamat dari kematian.Untuk beberapa hari selanjutnya, aku terus memimpikan hal yang sama. Hal ini membuatku terlihat makin lesu. Semua obat penenang tidak berefek padaku.Ternyata, masalah tidak b
Dengan demikian, aku dan ketua kelas mencari tahu keberadaan wanita gila itu. Kami mendapat informasi bahwa dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa.Kami memberanikan diri untuk datang, tetapi pihak rumah sakit malah memberi tahu kami bahwa wanita gila itu telah dibawa pulang oleh keluarganya karena tak kunjung membaik, bahkan mengidap penyakit parah.Aku dan ketua kelas bertatapan. "Sepertinya aku sudah tahu alasan Regina muncul. Dia benar-benar ingin memperingatkanku."Setelah kembali ke sekolah, kami langsung mencari guru tua itu untuk melaporkan bahwa wanita gila itu sudah dibawa pulang oleh keluarganya."Dulu dia selalu datang ke sekolah. Seharusnya rumahnya nggak jauh dari sini. Dia mungkin merasa kita yang membuatnya dikurung di rumah sakit jiwa dan ingin membalas dendam?"Dunia orang dengan gangguan jiwa selalu gila. Pikiran mereka berbeda dengan manusia normal.Setelah mempertimbangkan secara menyeluruh, guru tua itu berkata, "Aku akan memperingatkan mereka tentang ini. Aku ngga
"Bertahun-tahun lalu, terjadi insiden kematian yang sangat mengerikan di sekolah. Saat itu, penjagaan di sekolah kurang ketat. Banyak orang tua membawa cucu mereka ke lapangan untuk bermain bola, juga banyak pemulung yang mencari nafkah di sini. Suatu hari, muncul seorang wanita gila."Guru tua itu mendorong kacamatanya, lalu menghela napas. "Awalnya, wanita itu cuma memeluk beberapa botol dan duduk di sudut melihat anak-anak di lapangan. Kadang, dia juga membawa beberapa sayuran dan roti. Pakaiannya juga bersih. Makanya, semua orang mengira ada yang mengurus wanita itu.""Saat itu, cuma aku yang merasa aneh. Aku melaporkan masalah ini kepada atasan, tapi atasan nggak menganggap masalah ini serius. Suatu hari, tiba-tiba wanita itu mengeluarkan pisau buah dari tumpukan daun busuk yang dipeluknya ...."Wanita itu berlari dan menahan anak-anak di lapangan. Dia menikam mereka dengan sadis hingga organ dalam mereka keluar. Yang paling menjijikkan adalah dia memakan organ dalam itu.Beberapa
Pelajaran masih belum berakhir.Setelah pelajaran olahraga berakhir, awan senja sudah hilang. Aku berdiri di lapangan dan bermain bersama teman.Tiba-tiba, terdengar teriakan panik seseorang. Aku bisa mendengar suara detak jantungku yang menggebu-gebu. Aku mengikuti kerumunan berlari.Ketika aku tiba di depan pintu ruang kelas, ternyata pintu terkunci. Di belakangku, rasa takut akan kematian perlahan-lahan mendekatiku, membuatku merasa seperti tercekik.Adegan berubah. Aku melihat Regina berdiri di ujung koridor sambil tertawa kepadaku. Tiba-tiba, kepalanya terlepas dari lehernya dan terjatuh dari pagar pembatas. Sementara itu, terlihat wajah tersenyum dalam kegelapan di belakangnya.Aku sontak terbangun. Sekujur tubuhku basah karena keringat. Aku menarik napas dalam-dalam, seolah-olah baru selamat dari kematian.Untuk beberapa hari selanjutnya, aku terus memimpikan hal yang sama. Hal ini membuatku terlihat makin lesu. Semua obat penenang tidak berefek padaku.Ternyata, masalah tidak b
Wali kelas curiga aku punya masalah kejiwaan dan menyuruh ketua kelas mengobrol denganku. Meskipun merasa enggan, dia tetap duduk di sampingku.Sebelum dia bersuara, aku sudah berkata, "Regina nggak pernah ada di dunia ini. Hari itu kamu tiba-tiba ketakutan bukan karena aku mengungkit tentang hutan kecil, tapi karena aku menyebut nama Regina, 'kan?"Ketua kelas terbelalak. Beberapa saat kemudian, dia menelan ludah dan menyahut, "Nggak juga. Sebenarnya Whitney pernah bilang kamu selalu bicara dengan udara, makan bersama udara, dan pulang bersama udara, bahkan memanggil udara Regina. Tapi, ini bukan yang paling menakutkan."Ketua kelas melirik ke kiri dan kanan. Tubuhnya agak bergetar. Kemudian, dia bertanya dengan hati-hati, "Apa Regina ada di sini?"Aku menggeleng. "Nggak ada. Dia sudah hilang sejak kemarin."Aku ingin sekali tahu alasan dia menghilang.Ketua kelas menghela napas lega. "Awalnya kukira ada masalah dengan otakmu. Tapi, saat kita bicara di koridor hari itu dan ada sinar m
Aku pun termangu. Aku mendongak dan bertanya dengan tidak percaya, "Bu, kamu bercanda ya? Regina yang duduk di baris terakhir dekat jendela. Yang nilai bahasanya paling bagus."Wali kelas tertegun. Pada akhirnya, dia menyentuh jidatku untuk memeriksa suhu tubuhku. "Kamu nggak demam. Tapi, baris terakhir kosong. Masa kamu lupa?"Aku tidak bisa bereaksi. Dari ekspresi serius wali kelas, aku tahu dia tidak bercanda. Aku langsung berlari ke kelasku.Dulu, aku cuma tahu Regina adalah sahabatku. Aku selalu mencarinya setelah pelajaran berakhir. Namun, setelah aku berdiri di baris terakhir, aku baru menyadari tidak ada buku apa pun di meja ini.Meja yang kosong melompong membuktikan bahwa tidak ada yang duduk di sini. Namun, aku sulit memercayai kenyataan ini."Apa aku punya kepribadian ganda?" Aku akhirnya mengerti kenapa teman-temanku mencari hasil pemeriksaan fisikku. Mereka mengira aku gila!Namun, hasil tes membuktikan bahwa aku normal dan tidak ada masalah kejiwaan. Fenomena aneh ini be
Regina teringat pada Jaylene yang diam-diam kembali ke kelas saat pelajaran olahraga dan mencari sesuatu di mejaku. "Pasti ada alasan dia melakukan itu.""Ya, tapi aku nggak bisa terpikir akan alasannya." Aku menyerahkan kertas itu kepada Regina. "Cuma hasil pemeriksaan fisik. Semuanya normal."Aku tidak mengerti kenapa Jaylene mencari hasil pemeriksaan fisikku. Regina juga tampak bingung. "Apa dia takut kamu punya penyakit menular?"Aku mengamati tubuhku sebelum membalas, "Aku nggak terlihat seperti orang yang punya penyakit kulit, 'kan? Kulitku sangat bagus kok.""Ya iya, aku juga tahu itu." Regina mengerlingkan bola matanya.Masalah ini aneh sekali. Beberapa hari lalu, aku sempat bertanya kepada ketua kelas, apa ada yang aneh dariku? Dia mengamatiku dengan heran, lalu memberitahuku aku terlihat normal.Setidaknya, aku bukan orang aneh di mata ketua kelas. Aku mungkin bisa meminta bantuannya soal ini.Setelah memikirkan ini, aku kembali ke kelas untuk mencarinya. Kebetulan, dia juga
Jaylene menggigit jarinya dengan gelisah. Ketika melihatku menatapnya, Jaylene malah panik. Matanya memerah. Dia buru-buru mundur.Setelah merasa lebih tenang, Jaylene mengelus dadanya dengan lega dan tidak menatapku lagi. Sementara itu, aku tidak bisa menerima perubahan mendadak ini.Aku maju dan meraih tangan Jaylene. "Sebenarnya ada apa? Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu merasa nggak nyaman?""Nggak ada kok. Ini bukan salahmu," pekik Jaylene dengan suara nyaring. Dia juga mengempaskan tanganku, seolah-olah aku adalah monster.Aku memalingkan wajahku yang berderai air mata. Sebenarnya apa yang terjadi? Padahal aku tidak melakukan apa-apa dan bersikap sangat baik pada mereka. Lantas, kenapa Whitney dan Jaylene memperlakukanku seperti ini?Aku mengeluarkan cermin dan berkaca. Tidak ada yang aneh denganku. Meskipun tidak termasuk sangat cantik, setidaknya tidak akan membuat orang merasa jijik melihatku.Air mataku tidak bisa berhenti. Saat melihatku menangis, Jaylene awalnya ingi
Entah sejak kapan, aku menyadari tatapan teman sebangkuku, Whitney, menjadi aneh setiap kali menatapku.Pertama dia hanya menggeser kursinya supaya lebih jauh dariku. Namun, setelah itu dia akhirnya pindah tempat duduk ke samping jendela.Ketika aku menepuk bahunya untuk menyuruhnya fokus menyimak, dia malah terkejut hingga jatuh dari kursinya. Kemudian, dia bangkit dengan panik dan berlari keluar dengan terburu-buru.Aku tentu kebingungan melihat situasi ini. Apa aku tidak sengaja menyinggungnya? Aku berencana meminta penjelasan besok.Namun, keesokan harinya aku malah tidak melihat Whitney lagi. Dengan ragu-ragu, guru bahasa Inggris memberitahuku bahwa Whitney mengajukan permohonan untuk turun ke kelas reguler.Kelas kami adalah kelas plus dengan kemampuan berbahasa Inggris terbaik di seluruh sekolah. Guru yang kami dapat juga yang terhebat.Dulu Whitney sering bercerita kepadaku, bagaimana dia berusaha supaya bisa masuk kelas plus. Namun, sekarang dia malah berinisiatif turun ke kel