Pupil mata Hans membesar, saat acara televisi yang disaksikannya menayangkan sebuah berita tentang kematian wanita pemilik kedai kopi kecil di pinggiran kota. Ia menyaksikan bagaimana tubuh wanita itu tergantung pada seutas tali. Dugaan kematian wanita itu adalah murni bunuh diri. Wanita yang pernah menjadi seorang perawat di Lindsey Medica Hospital itu sudah lenyap. Tidak peduli bagaimana caranya, Miguel Keiv D'lyncoln memang selalu bisa di andalkan. Hans menyeringai culas.
Akhirnya wanita itu mati juga. dia tidak tahu sedang berurusan dengan siapa.
_______
Jack memasuki ruang kerja Davee. Akhir-akhir ini pria bermanik cokelat itu jarang masuk kantor. Karena sering mendatangi Ammy untuk menghibur kesedihannya juga kesendiriannya. tapi semua pekerjaan dia tetap menanganinya dengan baik dibantu oleh kerjasama yang baik pula dari Davee.
"Bagaimana perkembangan projeck
Davee menyipitkan mata di ruang tamunya sepulang kerja, menerawang jauh ke angkasa lewat kaca jendela. Bimbang di hatinya telah meraja. Rasa kecewa mengusai diri tanpa dapat dipahami dengan akal sehatnya.Ia menyambut baik ketika pria tambun dengan jaket kulit mengkilap itu memasuki ruang tamunya tiba-tiba."Ada yang penting?""Tidak, aku hanya mampir. Lenka Caroline D'lyncoln sudah ada di genggamanku. Tinggal menunggu ultimatum darimu untuk meringkusnya." Ia duduk di kursi tamu tanpa menunggu dipersilakan."Jangan terburu-buru. Belum ada pergerakan yang kubaca dari musuh. Kita hanya harus atur strategi. Dan hati hati dalam melangkah. Jangan sampai mereka mencium gelagat kita.""Lalu apa rencanamu setelah ini?""Sekap Lenka, kita kendalikan supaya dokter Miguel ada dipihak kita demi putrinya. Aku sedikit pusing saat ini." Ia memijit dahinya sejenak."Apa y
Jack mendesah, memikirkan Ammy belakangan membuat ia seperti sesak napas. Semenjak Ammy masuk rumah sakit beberapa hari yang lalu ia merasa ada yang berbeda dengan kekasihnya. Dia terkesan menjauh dan malah semakin menempel pada Davee. Bukan tentang kecemburuan yang mengganggunya meskipun dia tidak menyangkal itu. Namun yang selalu bercokol di lubuk hatinya adalah kenapa Ammy berubah. Ia tidak pernah membalas pesan pendek yang Jack kirimkan, tidak pernah menjawab teleponnya, dan terkesan menghindar saat Jack menjenguknya di rumah sakit. Bahkan wanita itu secara terang-terangan menepis tangan Jack, membuang pandangan saat Jack menatapnya dan itu terasa sangat membunuhnya. Ia tidak tahu apa kesalahan yang dia buat hingga Ammy menghukumnya dengan bersikap mengacuhkannya seperti itu. Jack mendongak, memejamkan mata putus asa. Ada rasa sakit di lembah hatinya yang tak terekspose. Ada ras
Jack berjalan menelusuri koridor kantornya, memakai setelan mahal yang terlihat pas di badan rampingnya. Tubuhnya yang jangkung berjalan tegap menambahkan kesan maskulin yang khas. Mata bulat dengan iris coklat terang dengan pandangan tajam tetapi teduh dan misterius, postur tinggi dengan bentuk kepala kecil dan bahu lebar, dia tampak sempurna pagi itu. Ia memasuki ruangannya, beberapa hari belakangan ia selalu uring-uringan di kantor. Ada saja hal yang membuatnya kesal. Belum lagi Davee yang seolah selalu menghindar darinya, membuat ia melampiaskan semua api amarahnya kepada siapa saja.Tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali memberi setumpuk map yang harus dikerjakan Davee untuk memuluskan strategi pembalasannya pada Davee atas Ammy. Jack tahu, ada sesuatu antara Davee dan Ammy.Jam makan siang telah tiba. Jack menghambur menuju ruangan Davee Davee tidak pernah mau menemuinya atau bicara dengannya tentang ur
Davee mengendurkan simpul dasinya, lehernya terasa tercekik dan tengkuknya sangat berat. Terlalu banyak hal yang ia pikirkan akhir-akhir ini. Bukan hanya mengenai pekerjaan, tapi juga tentang Ammy.Ia tiba di parkiran kantor. Melepas jasnya lalu menyampirkannya di lengan kirinya. Ia memasuki mobil,mengemudikannya menuju apartemen Ammy."Hai, bagaimana kabarmu hari ini?" sapanya ketika Ammy membuka pintu. Ia masih berdiri di ambang pintu sampai Ammy mempersilakannya masuk.Ammy mengambil sebotol air putih dari kulkas sementara Davee menunggu di ruang tamu penthousenya."Minum dulu, sepertinya kau baru selesai jam kantor," kata Ammy seraya menuangkan air ke dalam gelas. Davee meraih segelas air putih yang diangsurkan Ammy, meneguknya hingga tandas."Kenapa dengan wajahmu?" Ammy memperhatikan wajah Davee yang lebam, "apa itu ulahnya?" imbuh A
Melewati hari demi hari tanpa Ammy terasa begitu hampa bagi Jack. Peristiwa yang sudah lewat dari seminggu yang lalu itu terus berputar di otaknya layaknya kaset kusut, dia merasa seperti kembali ke masa itu.Guncangan hebat yang menghantam dunianya, terasa lebih hebat dari asteroid yang menabrak bumi. Rasanya semuanya telah lebih dari hancur. Kini dirinya hanya seperti raga kosong tanpa jiwa, tidak berarti apa-apa. Kembali terngiang di telinganya saat Ammy memperjelas semuanya dan mengatakan; aku tidak mencintaimu lagi.Jack berjalan keluar dari ruangannya dan menutup pintu ketika jam makan siang. Ia berbalik ketika di hadapannya terlihat sosok wanita yang ia puja. Merasa sedikit mendapatkan kemenangan kecil saat mengira gadis itu datang untuknya lalu mengucapkan kata maaf dan semuanya akan kembali baik-baik saja.Namun harapannya kembali dihancurkan satu entakan saja, saat gadis itu melewatinya menuju pintu D
Melihat kedekatan Ammy dan Davee setiap hari mudah saja membuat hidup Jack kacau. Apalagi saat ia tahu, hubungan mereka telah terekspose media. Dan tentu hal itu bukan sesuatu yang baik. Jack tahu, jika mereka tidak serius dalam hubungan mereka, mereka tidak akan melibatkan media. Davee sang Chief Operating Officier (Coo) ternyata dialah pemenangnya.Sesaat Jack menatap Ammy saat gadis itu sedang menunggu Davee. Ammy hanya menunduk lesu. Terlihat ia semakin kurus, ia tahu Ammy tidak bahagia. Tapi kenapa ia bertahan jika tidak bahagia? Jika dia mencintai Davee kenapa harus tidak bahagia? Jack tahu, ada yang tidak beres."Ammy ..." Jack mencoba lagi untuk bicara, pasti ada yang salah. Ammy mencintainya. Ia tahu itu.Ammy bergeming, bahkan tidak menatap Jack sama sekali. Pria itu sudah membunuh seluruh ego demi gadisnya, tapi yang dia dapatkan hanya sikap apatis gadis itu."Lihatlah ak
Kabar rencana pernikahan sang Direktur Operasi atau Chief Operating Officier perisahaan besar National Company, Davee Alejandro Graham dengan seorang gadis cantik bernama Ammy Lawrence Martin begitu menyita perhatian publik minggu ini. Setelah sekian lama melajang, sang excecutive vice president akhirnya memutuskan untuk menikahi kekasihnya, siapa sebenarnya Ammy Lawrence Martin? hingga berita ini diterbitkan belum ada klarifikasi baik dari pihak Davius maupun dari ...."Suara televisi itu membuat telinga Jack berdengung nyeri. Mematikan televisi di ruang tengahnya, ia lemparkan remote tv sembarangan hingga benda itu remuk tak berbentuk. Ia menangkup wajahnya dengan kedua belah tangan. Berita sampah itu akhir-akhir ini menyeruak ke media, membuat hatinya tak tenang. Tangan Jack mengepal kuat. Rahangnya mengokoh dan menggertakkan giginya. Guratan kemarahan dan kesedihan tergambar dengan sangat jelas
Pria itu memeluk tubuh Ammy, mulai melepaskan satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya. Bersembunyi di balik selimut tebalnya dan mulai menjamah wanitanya. Ya, setidaknya wanita itu akan jadi wanitanya malam ini. Wanita yang selama ini telah mengubahnya menjadi seorang impoten yang tidak bisa apa-apa dihadapan lawan jenis selain dia. Sebegitu hebatkah wanita itu?Kita lihat saja, apakah aku selemah itu di hadapanmu, Ammy...Jack melakukannya dengan lembut, menikmati pergerakannya sangat hati-hati. Ia tak ingin tergesa-gesa dalam ritme yang ia ciptakan. Yang ia lakukan adalah menikamnya dengan penuh penghayatan. Tak peduli jika seluruh dunia tak terima, ia ingin menghentikan waktu sampai saat itu saja. Jangan berlalu, jangan berakhir.Bibir Jack mulai liar menikmati setiap inci tubuh Ammy,sesaat kemudian matanya mengabur oleh kenikmatan. Tubuhnya terasa panas seolah ada arus listri
****Gadis itu menatap lurus ke depan dengan wajah datar tak berekspresi. Memilih untuk tidak membuka suara untuk bercakap-cakap dengan pria asing di sampingnya, sampai tibalah pada sebuah apotek di tepi jalan."Sebenarnya kau mau ke mana, Nona?" Pertanyaan itu yang mengiringi Lenka keluar dari taxi disusul pria itu dengan membawa koper si gadis."Berikan koperku, kau bukan sopirku!" Kata Lenka dingin."Bahkan kakimu sedang sakit. Aku hanya membantunya." Pria itu meletakkan koper itu di pinggir tempat duduk yang berjajar di tepi jalan."Tunggulah sebentar, aku akan membeli obat." Lenka mengangguk, sesaat kemudian pria itu menjauh menuju apotek.Kecamuk di hati Lenka tak juga surut. Ammy kritis, bukankah seharusnya sebagai seorang teman dia juga memiliki rasa peduli? jika hari ini hal buruk terjadi, tidakkah ia menyesal telah mem
Perasaan Jack campur aduk, ruang ICU? Ammy kritis? Semua ini terjadi pada hari ulang tahun Ammy? Demi apa?!Ia turut melangkahkan kaki saat brankar dorong itu membawa tubuh Ammy menuju ruangan lain. Ia tidak diperbolehkan masuk hingga beberapa saat, masuk pun dibatasi. Ia hanya boleh melihat Ammy di ruang tunggu yang tersekat kaca tebal di sana. Memandangi istrinya yang sedang tergeletak tidak berdaya. Hatinya terasa sangat sakit.Ammy, kenapa bukan aku saja yang di sana? Bolehkah aku mengantikanmu?Masih sibuk dengan kecamuk dalam hatinya, dering telepon membuyarkan pikirannya yang begitu jauh berkelana."Apa? Jatuh dari tangga? Kritis? Fuck! Apalagi ini!""Kemarilah, selamatkan Peter ... persediaan darah di sini sedang kosong sementara dia kehabisan banyak darah. Golongan darah Peter sama denganmu. Kumohon, Jack. Sekali ini saja, selamatkan putramu dan setelah ini aku j
Kebersamaan dengan suaminya membuat wanita itu begitu bahagia, begitu bersemangat untuk melanjutkan hidup meskipun matanya sering kali tak lagi mampu mengabur. Dokter bilang itu hanya karena Setidaknya tanpa mata ia masih bisa melihat orang yang ia cintai tersenyum dalam khayal.Menikmati sore hari di Dandelion park, meniup bulir seringan kapas bunga dandelion yang mekar dalam pangkuan Jack, membuatnya seperti tak lagi berpijak pada bumi. Dunianya terasa lebih indah dari yang ia bayangkan. Membuatnya semakin ingin tinggal lebih lama di samping belahan hatinya.Sesekali Jack mencium pundak wanitanya, memejamkan mata untuk menyimpannya dalam memory agar terus ia miliki sampai kapanpun."Ceritakan bagaimana indahnya sunset, Jack. Aku tidak bisa melihatnya, maka jadilah mataku."Jack menghela napas panjang. Mencoba menetralkan perasaan yang berkecamuk di hatinya."Indah sekali, sep
Jack melangkah menuju toilet, menyeka air matanya, ia cuci wajahnya sejenak di wastafel. Matanya masih meninggalkan warna merah. Menuju ruang rawat Ammy kaki jenjang itu nampak skeptis mengeja langkah.Derap sepatu kets nya terdengar samar - samar. Ia menatap dalam - dalam wajah istrinya saat tangannya membuka daun pintu. Merebahkan tubuhnya pada sisi Ammy. Bed pasien yang sempit itu membuat jarak nyaris tak ada di antara keduanya. Ia peluk tubuh istrinya, ia nikmati aroma tubuh yang terhidu jelas menyentuh inderanya. Setitik air mata kembali lolos menjatuhkan diri.Tetaplah seperti ini, Ammy. Kumohon! Hiduplah lebih lama di sisiku."Jack." Suara lirih Ammy terdengar lemah, ia meraba - raba wajah suaminya."Aku takut, Jack. Ini gelap sekali. Aku tidak bisa melihatmu, bagaimana kalau aku lupa wajahmu? Bagaimana aku bisa mati dengan tenang saat aku tidak bisa melihatmu lebih lama untuk bekalku pergi
Mengembuskan napas putus asa, hanya rasa nyeri yang bisa ia rasakan di sekujur raganya, saat ia tahu Ammy kesulitan berjalan dan menabrak meja makan malam itu."Apa yang terjadi?""Tidak tahu, tiba-tiba gelap." Jawabnya."Kita ke rumah sakit." Tanpa banyak basa-basi, pria itu membopong istrinya menuju mobil, mendudukkannya di jok depan dan dia mengambil tempat di kursi kemudi. Wanita itu mengusap-usap matanya sejenak. Mengerjapkan mata lalu pandangannya kembali untuk sekejap kemudian memburam lagi."Apa yang terjadi, Noah?" Tanyanya setelah dr. Noah memeriksa keadaan Ammy. Jack sengaja berbicara empat mata dengan Noah agar Ammy tidak mendengar tentang apa yang ia alami. Apalagi jika mungkin yang akan disampaikan Noah adalah hal yang kurang mengenakkan."Pengobatan harus segera dilakukan. Bayi Ammy harus segera dilahirkan. Usianya sudah genap tujuh bulan artinya bayi itu akan bisa bertahan
Membaringkan tubuh Lenka, melepaskan pakaiannya satu per satu. Ia menyadari betapa gadis itu tampak semakin kurus saja.Menggantikan pakaiannya, ia seka tubuh polos itu dengan hati - hati seolah tubuh itu hiasan kaca yang mudah pecah. Ia menelpon dokter, setelah dokter memeriksanya memberikan obat, selesai. Dokter hanya bilang bahwa Lenka sedang stres berat dan butuh istirahat. Ia menungguinya dengan sabar. Berharap wanita itu akan bangun setelahnya. Lalu biarlah gadis itu memakinya, menamparnya atau meludahinya asal dia tidak pergi. Asal kata maaf tak lagi menjadi hal mustahil baginya.Stres berat? Seharusnya dia mengabaikan gadis itu, kenapa ia tidak pernah berpikir tentang seberapa rapuh gadis itu, ke mana saja dia selama ini?Yang ia tahu Lenka gadis kuat, yang tidak dengan mudah tumbang hanya dengan cinta seperti ini. Ia baru sadar seberapa berarti hadirnya untuk wanita itu.
Surai lurus sebahu itu tertiup angin sepoi senja. Bersamaan dengan bulir air mata yang menetes membasahi pipinya, tak membawa apa pun kecuali baju yang menempel di tubuh dan boneka pinguin kecil di tangannya. Boneka pemberian kekasih yang katanya mengambarkan sebuah kesetian. Ia tersenyum miris, seperti inikah kesetiaan yang pria itu janjikan? Menuju sebuah rumah yang tak lagi asing baginya, ia tahu dulu tempat itu adalah rumahnya. Rumah yang saat ini hanya menjadi luka baginya.Memasukinya, derai air matanya semakin membajir tatkala menapakkan kakinya di lantai marmer meskipun baru sejengkal saja ia memijak.Rumah itu meninggalkan begitu banyak kenangan, di mana dulu sumber kehangatan dan kasih sayang berada di dalamnya. Dia tidak memiliki siapa - siapa sekarang.Ia menuju ruang tengah rumah itu, mendapati sebuah foto keluarga yang masih tersisa dan terpajang di dinding pucat. Menutup rapat mulutnya deng
Wanita itu menatap sengit kepada Jack. Menuntut sebuah pengakuan."Kau minta bukti bahwa dia putramu, kan? Aku sudah membuktikannya, apakah kau masih menyangkalnya?"Pria itu terduduk lemas, pandangannya nanar. Apa yang harus ia katakan pada istrinya? Menghirup napas dalam, tangannya meremas selembar kertas hasil tes DNA yang diberikan Evelyn beberapa menit lalu."Temui dia, Jack.""Kumohon, jangan sekarang, Eve."Ia memejamkan mata, menyugar rambut dan menjambaknya hingga terasa panas tarikan di kulit kepalanya."Ini bukan tentang kita, Jack. Ini tentang anak kita." Suara Evelyn terdengar tulus. Tapi pun sangat tak ingin ia dengar seandainya ia boleh memilih."Kenapa kau lakukan ini padaku, Eve? Saat kau memilih pergi, seharusnya kau tidak lagi kembali.""Kenyataan memaksaku kembali, Jack. Peter membutuhkanmu.""Lalu kau pikir
Rasa gusar bertahta paling tinggi melingkupi pikiran Jack. Evelyn benar-benar merusak segalanya. Ia menarik tangan Evelyn kuat-kuat, menyeretnya masuk ke mobil kemudian membawanya ke sebuah tempat. Tempat itu sangat sepi, tempat yang tak familiar bagi Evelyn karena pemandangan yang terlihat hanya tampak seperti hutan di sisi kiri kanan jalan.Iya menepikan mobilnya, menyeret tangan Evelyn kembali lalu mengentaknya kasar saat telah tiba di depan mobilnya sampai wanita itu telungkup di kap mobil tersebut, ia mendekat, manik mata mereka saling bertabrakan sarat permusuhan. Seandainya saja dia bukan wanita, pasti ia sudah menghajarnya. Tapi ini Evelyn Agraciana Forbes, wanita yang pernah mengukir sejarah indah bersamanya meski berujung pahit."Apa maumu, Eve?""Aku sudah bilang, ini semua demi Peter.""Buktikan siapa Peter, jika benar dia lahir dari benihku maka aku akan bertanggung jawab atas semu