Davee menghabiskan akhir pekannya dengan mengunjungi pusat kebugaran. Ia mengusap keringat yang menetes di dahinya setelah sibuk bergelut dengan treadmillnya. Sejenak ia menghentikan aktivitasnya karena menyadari ponselnya bergetar.
"Halo, Alfred."
"Aku menemukan gadis itu. Ya, kau benar, gadis itu adalah Lenka, putri kandung dokter Miguel. Aku sudah memastikannya."
"Bagaimana kau yakin itu Lenka?"
"Beberapa hari yang lalu aku sempat mengikuti gadis itu sampai apartemennya, seorang pria dengan cambang dan kumis tebal mengunjunginya, pria itu sedang menyamar sebagai orang lain, tapi bekas luka panjang di punggung tangannya tidak bisa berbohong. Itu dokter Miguel Keiv D'lyncoln."
"Kau berasumsi bahwa itu benar-benar Lenka hanya dengan alasan itu?"
"Aku sempat mendengar percakapan mereka, gadis itu memanggil pria tua itu Sr (ayah)"
Jemari kedua tangan Hans saling bergemelatuk saat Miguel D'lyncoln sampai di penthousenya. Amarahnya terasa membuat darahnya mendidih. Dendam yang ia simpan sekian lama memiliki akhir tak sesuai ekspektasinya. Terasa sangat mengesalkan, dan tentu saja Miguel Keiv D'lyncoln adalah sumber kekecewaannya."Waktu itu kau bilang, kau melakukannya dengan bersih, tapi kenapa dia tahu semuanya?" ucapnya langsung ke inti. Ia tak menyangka Bob Martin bisa mebgetahui hal ini. Siapa yang berani memberikan informasi tentang si kembar?"Maaf, Tuan. Seperti yang Anda ketahui, bahkan aku telah melenyapkan dr. Abraham. Semua karena keterbatasan dan ketidaktahuanku."Hans mengarahkan tangannya ke rahang Miguel, mencengkramnya kuat-kuat. "Kau tahu aku tidak suka mendengar alasan, kan? Apalagi alasan untuk sebuah misi yang cacat.""Mohon ... maafkan aku, Tuan Hans.""Aku tidak mau tahu, siapa pun y
Suasana sedih pada pemakaman begitu kental. Pelayat terlihat begitu ramai, Bob Martin memang seorang mantan dokter bedah jantung yang memiliki banyak relasi. Keegoisannya di masa lalu telah mengalahkannya, meluluhlantakkan hidupnya bahkan membinasakannya. Jika saja ia tidak pernah berlaku semena-mena dengan kekuasannya di masa lalu, mungkin ia akan hidup tenang dengan cerita yang mungkin akan berbeda bersama kedua anaknya.Tanah merah menimbun peti mati yang diturunkan hati-hati. Air mata Ammy masih mengiringi. Entah berapa banyak air mata yang tumpah. Jack pun tak henti-hentinya memberikan dukungan kepada kekasihnya. Pelukan, belaian, kata-kata lembut menyejukkan. Namun hal itu tak cukup mampu menghentikan sebuah tangis ratapan kehilangan.Keramaian mulai menyurut tatkala prosesi pemakaman telah usai. Satu per satu para pelayat telah meninggalkan pemakaman. Namun Ammy masih belum mau beranjak. Tak henti-hentinya memeluk nisan
Malam itu terasa begitu panjang dan melelahkan bagi Ammy. Memang dia sudah mulai melupakan sedikit tentang kepergian ayahnya meskipun harus berusaha terus menyibukkan diri. Kehilangan satu-satunya keluarga yang masih tersisa bukan perkara yang mudah bagi wanita itu. Ia mengurus restoran peninggalan ayahnya secara mandiri demi mengisi waktu luang agar kesedihannya terdistorsi. Sebenarnya ia tahu, Jack sedikit tidak menyukai keputusannya untuk menghandle pekerjaan di restoran. Ya, Jack memang sedikit posesif, ataumalah sangat posesif. Akan tetapi pria itu akhirnya mengerti bahwa ia tak sepatutnya menguasai segala aspek ruang gerak Ammy.Ia mendengkus berat, rumah ini terasa sunyi tanpa keberadaan Bob Martin. Betapa Ammy begitu sangat mencintai ayahnya.Dering telepon genggam membuyarkan pikiran Ammy yang berkelana tak tentu arah. Setiap kali sendiri, ia selalu saja merasa kalah oleh keadaan. Terlebih sunyi
Saat Ammy membuka matanya, ia tidak ingat apa yang terjadi. Ia tidak tahu dirinya ada di mana. Ia hanya merasa nyeri karena selang infus telah tertancap di tangannya dan juga kepala yang berdenyut nyeri."Sayang, kau baik- baik saja?" Jack menggenggam tangan Ammy yang masih begitu lemah. Ammy berusaha menarik tangannya dari Jack. Namun tangannya terlalu lemah untuk terlepas dari pria itu. Wanita itu memalingkan wajah, air matanya meluncur bebas dari ekor matanya."Mi amor, kenapa kau memalingkan wajah? Apa ada sesuatu yang salah? Katakan padaku!" Jack meraih rahang wanita itu dan menghadapkan padanya. Ammy kembali berpaling hingga beberapa kaliJack kembali memutar kepala Ammy untuk menghadapnya. Ammy memang tidak berpaling. Akan tetapi ia memilih untuk memejamkan matanya. Air matanya tetap mengalir meski telah berulang kali Jack mengusapnya."Bagaimana kau tahu aku di sini?" tanya Amm
Pupil mata Hans membesar, saat acara televisi yang disaksikannya menayangkan sebuah berita tentang kematian wanita pemilik kedai kopi kecil di pinggiran kota. Ia menyaksikan bagaimana tubuh wanita itu tergantung pada seutas tali. Dugaan kematian wanita itu adalah murni bunuh diri.Wanita yang pernah menjadi seorang perawatdi Lindsey Medica Hospital itu sudah lenyap. Tidak peduli bagaimana caranya, Miguel Keiv D'lyncoln memang selalu bisa di andalkan. Hans menyeringai culas.Akhirnya wanita itu mati juga. dia tidak tahu sedang berurusan dengan siapa._______Jack memasuki ruang kerja Davee. Akhir-akhir ini pria bermanik cokelat itu jarang masuk kantor. Karena sering mendatangi Ammy untuk menghibur kesedihannya juga kesendiriannya. tapi semua pekerjaan dia tetap menanganinya dengan baik dibantu oleh kerjasama yang baik pula dari Davee."Bagaimana perkembangan projeck
Davee menyipitkan mata di ruang tamunya sepulang kerja, menerawang jauh ke angkasa lewat kaca jendela. Bimbang di hatinya telah meraja. Rasa kecewa mengusai diri tanpa dapat dipahami dengan akal sehatnya.Ia menyambut baik ketika pria tambun dengan jaket kulit mengkilap itu memasuki ruang tamunya tiba-tiba."Ada yang penting?""Tidak, aku hanya mampir. Lenka Caroline D'lyncoln sudah ada di genggamanku. Tinggal menunggu ultimatum darimu untuk meringkusnya." Ia duduk di kursi tamu tanpa menunggu dipersilakan."Jangan terburu-buru. Belum ada pergerakan yang kubaca dari musuh. Kita hanya harus atur strategi. Dan hati hati dalam melangkah. Jangan sampai mereka mencium gelagat kita.""Lalu apa rencanamu setelah ini?""Sekap Lenka, kita kendalikan supaya dokter Miguel ada dipihak kita demi putrinya. Aku sedikit pusing saat ini." Ia memijit dahinya sejenak."Apa y
Jack mendesah, memikirkan Ammy belakangan membuat ia seperti sesak napas. Semenjak Ammy masuk rumah sakit beberapa hari yang lalu ia merasa ada yang berbeda dengan kekasihnya. Dia terkesan menjauh dan malah semakin menempel pada Davee. Bukan tentang kecemburuan yang mengganggunya meskipun dia tidak menyangkal itu. Namun yang selalu bercokol di lubuk hatinya adalah kenapa Ammy berubah. Ia tidak pernah membalas pesan pendek yang Jack kirimkan, tidak pernah menjawab teleponnya, dan terkesan menghindar saat Jack menjenguknya di rumah sakit. Bahkan wanita itu secara terang-terangan menepis tangan Jack, membuang pandangan saat Jack menatapnya dan itu terasa sangat membunuhnya. Ia tidak tahu apa kesalahan yang dia buat hingga Ammy menghukumnya dengan bersikap mengacuhkannya seperti itu. Jack mendongak, memejamkan mata putus asa. Ada rasa sakit di lembah hatinya yang tak terekspose. Ada ras
Jack berjalan menelusuri koridor kantornya, memakai setelan mahal yang terlihat pas di badan rampingnya. Tubuhnya yang jangkung berjalan tegap menambahkan kesan maskulin yang khas. Mata bulat dengan iris coklat terang dengan pandangan tajam tetapi teduh dan misterius, postur tinggi dengan bentuk kepala kecil dan bahu lebar, dia tampak sempurna pagi itu. Ia memasuki ruangannya, beberapa hari belakangan ia selalu uring-uringan di kantor. Ada saja hal yang membuatnya kesal. Belum lagi Davee yang seolah selalu menghindar darinya, membuat ia melampiaskan semua api amarahnya kepada siapa saja.Tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali memberi setumpuk map yang harus dikerjakan Davee untuk memuluskan strategi pembalasannya pada Davee atas Ammy. Jack tahu, ada sesuatu antara Davee dan Ammy.Jam makan siang telah tiba. Jack menghambur menuju ruangan Davee Davee tidak pernah mau menemuinya atau bicara dengannya tentang ur