Pov AlexLelah hinggap di tubuhku. Aku tak menyangka pekerjaan yang aku anggap sepele ternyata sangat menguras tenaga. Setelah makan malam aku langsung tidur karena merasa sangat kelelahan.Jam menunjuk ke angka enam pagi, bagaimana bisa aku melewatkan bunyi alarm kali ini. Kalau tak cepat-cepat mandi aku pasti akan telat.Cukup hanya dengan lima belas menit, aku telah selesai bersiap berangkat sekolah. Seperti biasa orangtuaku menungguku di ruang makan. Aku menghampiri mereka sekedar meminta uang saku."Mamah suruh Bik Layli masak masakan kesukaanmu, Lex. Duduk sini sayang!" ucap lembut Mamah."Mamah gimana, sih. Kenapa enggak bangunin aku awal. Aku telat jadi enggak bisa ikut sarapan." omelku."Mamah enggak tega lihat kamu yang masih pulas tidur tadi. Telat dikit enggak apa-apa sayang. Makanlah dulu." bujuk Mamah."Enggak, aku mau langsung sekolah saja!" ucapku keras kepala."Kalau mau berangkat ya berangkat saja, ngapain buang-buang waktu marah-marah di sini!" ceplos Papah. Buang-b
Pov Alex"Jangan cepat-cepat, kakiku sakit!" ucap Mbak Calista. Aku menoleh kearah kakinya lalu menyuruhnya membuang high heells miliknya."Buang, high heelsnya Mbak, kita bisa tertangkap nanti!" perintahku. Kami berhenti sejenak, dia membuang high heels lalu kami kembali berlari. Orang suruhan Ayah tiri Mbak Calista masih mengejar kami. Hingga akhirnya aku lihat sebuah taksi, aku hentikan taksi lalu menarik Mbak Calista masuk ke dalamnya."Pak, cepat jalan Pak! kami di kejar orang-orang itu!" ucapku pada sopir taksi."Ok!" ucap sopir taksi itu."Mbak Calista tunggu!" teriak salah satu orang itu, Mbak Calista tersenyum sambil melambaikan tangannya pada lelaki itu."Makasih ya, De. Aku selamat lagi!" ucapnya lega."Mbak kan sudah selamat, sekarang Mbak turun di sini saja!" ucapku pada wanita itu."Aku enggak mau, aku mau ikut sama kamu saja!""Ikut denganku? Jangan gila Mbak, aku bisa-bisa di usir orangtuaku karena membawa wanita ke rumah malam-malam!" tolakku.Wanita itu meletakan dua
"Apa yang sedang kamu lakukan, Mbak?" tanyaku setengah berbisik. Langkahku mendekat. Keadaan dapur sangat berantakan, piring kotor dan kulit beberapa buah berserakan."Aku lapar Lex, aku enggak bisa tidur jadi aku nekad turun mencari makanan!" ucapnya kemudian menggigit apel yang ada di tangannya."Kamu bisa ketahuan kalau begini, Mbak." "Semua orang di rumahmu sedang tidur, Lex. Jadi aman!" jawabnya pelan. Dia terlihat sangat kelaparan, dalam sekejap saja apel di tangannya habis di makannya."Ayo, naik. Nanti aku ambilkan makanan."Dia tersenyum senang mendengar itu. "Sungguh?"Aku mengangguk cepat, "Iya, cepat kita naik sebelum ketahuan." ajakku.Baru saja selesai bicara, ku dengar suara pintu kamar Bik Layli seperti terbuka. Kamarnya memang ada di sebelah dapur jadi suara pintunya terdengar sampai sini."Cepat, sembunyi!" perintahku."Dimana?" tanya Mbak Calista kebingungan."Sini!" jawabku sambil mengarahkan tangan di bawah meja. Mbak Calista jongkok lalu sembunyi di bawah meja.
Pov Alex"Udah makannya sayang?" tanya Mamah saat aku kembali ke ruang makan."Tadi pecah piringnya, Mah. Aku ambil lagi, ya!"Dua orang yang ada di depanku terkejut."Lex, akhir-akhir ini porsi makanmu bertambah dua kali lipat. Papah juga kerja, tapi makannya enggak seperti kamu."Aku terus mengambil nasi tanpa merespon pertanyàan Mamah."Lex, kamu lagi enggak kenapa-kenapa kan?" Papah ikut bersuara."Katanya kalian kerja buat aku, kenapa lihat aku makan sebanyak ini, kalian enggak suka."Wajah dua orangtuaku berubah menjadi segan padaku."Bukan, itu maksud kami. Kami suka kamu banyak makan. Tapi kalau sebanyak itu kami ngerasa aneh saja."Mamah masih memasang heran saat menatapku."Kamu yakin itu habis, Lex?" sahut Papah."Ini pasti habis Pah, jangan khawatir. Aku naik dulu ya?"Aku kembali ke kamar membiarkan mereka penuh tanda tanya.Setelah sampai di kamar aku memberikan semua makanan yang ku bawa pada Mbak Calista."Kamu yakin, enggak ikut makan?" tanyanya."Iya, aku yakin. Aku
Pov Alena"Kenapa senyum-senyum sendiri Pah? lagi sms-an sama perempuan lain, ya?" tanyaku pada suamiku sambil menyipitkan mata."Iya sama perempuan. Tapi bukan selingkuhan Papah." jawabnya masih dengan senyum-senyum sendiri."Sekarang ngakunya gitu tapi lama kelamaan, ceritanya pasti beda Pah, kalau kalian sudah terlanjur nyaman." bebelku menahan geram. Suamiku menatap kearahku lalu menyuruhku duduk di sampingnya."Lihat, Alex lucu sekali." ucapnya sembari memberikan ponselnya."Lucu? Alex tertidur saat pelajaran di kelas. Kok lucu sih?" aku mengernyit bingung."Dia sudah banyak berubah Mah meski belum sepenuhnya. Dulu kenakalannya sangat menakutkan. Tawuran, balapan sama temen-temennya, bolos sekolah juga. Sekarang, meski dia merasa bosan di kelasnya setidaknya dia tak kabur saat jam pelajaran. Aku sudah meminta bantuan wali kelasnya untuk membimbingnya pelan-pelan agar dia bisa semakin lebih baik lagi.""Jadi yang mengirimkan ini wali kelasnya?" tanyaku menahan malu karena sudah me
Pov Alex"Lex, kamu menyembunyikan seorang wanita di kamar ini?" tanya Papah dengan sangat marah. Rahangnya mengeras, aku tertunduk tak bisa berkata-kata.Sebelum aku keluar kamar, Mbak Calista memang bilang mau mandi, mungkin saat dia ada dalam kamar mandi dia panik mendengar suara Papah dan Mamah, jadi dia melupakan barang pribadinya itu hingga akhirnya tertinggal di kamar mandi.Papah menarik kerah bajuku, matanya terlihat merah saat dengan terpaksa aku membalas tatapan matanya."Jawab pertanyaanku, anak nakal!" teriaknya. Tangannya terangkat ingin menamparku tapi Mamah menghentikannya."Pah, jangan!" teriak Mamah. Akhirnya tangan Papah hanya menggantung di udara."Sekarang jawab pertanyaan Papah, kamu menyembunyikan seseorang di kamarmu kan?" tanya lagi Papah, aku tidak bisa terus diam. Aku akhirnya mengangguk karena terpaksa."Maafkan aku, Pah!"Plak!Papah kali ini tidak bisa menahan amarahnya lagi. Satu tamparan darinya terasa sangat menyakitkan. Senakal-nakalnya aku selama ini
Pov Harry"Papah sudah minta izin sama wali kelasmu, dia bilang enggak apa-apa kamu enggak masuk hari ini." ucapku pada anak kesayanganku. Meskipun aku terlihat sangat keras dan jahat saat mendidiknya dari lubuk hatiku yang paling dalam aku sangat menyayanginya. Aku sangat paham kenakalannya karena ulahku juga yang jarang menpunyai waktu banyak untuknya. Kesibukanku membuatku sering lupa waktu dan melupakan bahwa ada seorang anak yang membutuhakanku di banding uang dan segala kemewahan yang ku berikan padanya."Pah, Papah percaya sama aku kan kali ini?" tanya Alex, aku tak menjawab. Rasa syok dan kecewa karena kejadian tadi masih ku rasakan. Aku tak mau anak itu mengira aku sudah memaafkannyaAkupun pergi begitu saja menuju kamar dan berdiri di balkon. Istriku mengikutiku dari belakang, aku tahu dia sama kecewanya dengan aku karena perbuatan anak kami."Pah, sabar ya. Ini salah Mamah yang terlalu sibuk mengurus Kafe sampai-sampai enggak punya banyak waktu mengurus Alex." ucap istriku
Pov AlexMalam yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Aku akan membongkar semua kebohongan Mbak Calista. Semua ceritanya tentang Ayah tirinya aku pastikan juga kebohongannya saja.Mbak Calista nampak gelisah, aku senang melihatnya yang seperti itu. Siapa suruh dia sudah memfitnahku."Pah, kami ikut ya, Mamah takut kalian diapa-apain Ayah tiri Calista." ucap Mamah. Papah memang melarangnya ikut itu karena Papah belum tahu apa yang akan terjadi nanti."Mah, jangan khawatir gitu. Aku yakin banget ya, kalau soal Ayah tirinya juga cuma karangan Mbak Calista." aku tak menyerah meyakinkan Mamah kalau ini semua hanya karangan Mbak Calista saja."Jangan berpikiran buruk terus dengan Calista dong, Lex. Dia lagi mengandung cucu Mamah."Payah, Mamah sudah mulai percaya omong kosong Mbak Calista. Padahal sebelumnya dia terlihat kurang suka pada wanita tukang ngarang itu. Mbak Calista tersenyum puas kearahku karena di bela Mamah."Lihat saja nanti ya, kalian baru akan tahu watak asli wanita i
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja