"Jaga diri baik-baik di rumah. Jangan nakal. Jangan ikut-ikutan dua teman sintingmu itu. Mereka suka bergaul enggak bener!" pesan Harry sebelum pergi."Teman sinting yang kamu maksud itu kami berdua, Har?" tanya Dewi dengan nada kesal."Siapa lagi kalau bukan kalian yang buat istri penurutku ini lupa pulang. Denger ya, aku memang enggak ngelarang Alena bergaul sama kalian, tapi awas saja kalau bawa Alena jalan-jalan terus sampai lupa pulang. Istriku enggak boleh cape, enggak boleh--""Bawel banget sekarang kamu, Har. Kalau kamu terlalu posesif gitu yang ada lama-lama istrimu bosan dan cari yang lain." potong Dewi.Alena tertawa mendengar suaminya dan Dewi terus bertengkar."Sudah Har, jangan di terusin berantemnya. Kamu dah terlambat." ucap Alena yang melihat Harry mau kembali menanggapi ucapan Dewi.Harry menghela nafasnya, "Ya sudah, aku pamit dulu ya, sayang. Jangan jauh-jauh dari ponselmu. Sejam sekali aku akan nelpon kamu." Harry kemudian mengecup kening istrinya."Hati-hari di j
"Terimakasih banyak telah menolong kami dari lelaki brengs*k itu!"Gemetar suara Dewi terdengar, dia cukup gerogi berbicara dengan Alex kali ini."Cuma lelaki pengecut yang beraninya sama perempuan. Sudah sepantasnya saya menghajar lelaki biad*b seperti dia." balas Alex. Ucapanya terasa seperti menampar dirinya sendiri, dia ingat betul apa yang telah di lakukannya pada tiga mantan istri di masalalunya. Memukul dan menyakiti istri-istrinya hampir tiap hari ia lakukan."Anda keren sekali, tadi. Sebagai ucapan terimakasih, kami akan mengundang anda makan malam di kafe milik kami malam ini. Gimana, apa anda tidak keberatan?" tanya Alena pada Alex. Dia sengaja mengundang Alex karena ingin mendekatkan lelaki itu dengan Dewi."Tentu saja saya sama sekali tidak merasa keberatan." senyum Alex mengembang. Dia sangat bahagia mendapat kesempatan seperti ini."Kami tunggu di kafe kami, jam tujuh malam." Alena kemudian memberikan kartu nama kafe miliknya."Saya akan datang tepat waktu." Alex terus
"Kamu pucet banget, Mbak? Sakitkah?" Bunga memegang kening Alena dengan punggung tangannya. Dewi tak jadi menyendok nasi karena ikut khawatir dengan keadaan Alena."Aku enggak sakit, cuma kurang tidur saja semalam" jawab Alena sembari menguap."Ini pasti ulahmu kan Harry sampai Alena terlihat cape begini?" ceplos Dewi sembari melirik sinis ke arah Harry.Harry tertawa kecil sambil mengangguk."Jangan boros-boros tenaga, Har. Usiamu masih sangat muda. Takutnya saat umurmu 50+ kamu sudah enggak bisa ngapa-ngapain." ceplos Bunga sambil mengunyah makanan di mulutnya."Iya-iya, lain kali aku akan lebih hemat tenaga lagi." jawab santai Harry.Dewi terheran-heran dengan jawaban bijak Harry, "Kamu lapang dada sekali menanggapi nasehat Bunga. Nggak lagi kesambet kan?""Nggaklah, Wi. Aku enggak mau saja buat hancur nafsu makan kalian hari ini." jawab Harry santai."Dia kalau kenyang memang gitu, Mbak. Nyengir terus dan enggak marah-marah." sindir Bunga. Alena hanya menyimak obrolan mereka denga
"Aku harus pergi ke rumah sakit. Rani kecelakaan." ucap Harry setelah mematikan panggilan telepon."Tapi di luar masih hujan Har, tunggu reda dulu." Alena mencoba mengingatkan."Aku harus tetap ke sana Len, dia kritis."Alena tak berani mencegah Harry lagi, dia tak tega melihat kehawatiran di wajah suaminya."Ya sudah, pergilah. Nanti biar aku naik taksi saja pulangnya.""Aku anterin kamu dulu baru aku akan pergi ke sana." Harry tak membiarkan istrinya pulang sendirian apalagi hujan masih cukup lebat."Pergilah Har, Alena biar aku yang anterin." sahut Sinta. Harry terlihat tak setuju dengan tawaran Sinta, dia belum percaya seratus persen kalau Sinta sudah berubah."Aku enggak mau merepotkanmu, Sin. Lagian aku lebih tenang jika mengantar Alena sendiri ke rumah. Keselamatannya lebih utama di banding apapaun.""Jangan lebay Har, aku bukan anak kecil, jadi bersikaplah sewajarnya. Enggak usah terlalu menghawatirkanku, aku enggak apa-apa pulang di antar Sinta. Rani sangat membutuhkanmu seka
Selepas kepergian Alena, Bunga mendengar suara barang-barang berjatuhan di dapur. Chika pergi kuliah, pembantu dan satpam di rumah itu belum juga kembali bercuti karena sedang pulang kampung. Dengan langkah gemetar Bunga pelan-pelan menuju ke dapur untuk memastikan siapa yang menjatuhkan semua barang di sana.Bunga terkejut melihat keadaan dapur yang sangat berantakan, jendela di rumah itupun sudah di rusak seseorang."Ferry?"Bunga melangkah mundur saat di depannya tiba-tiba muncul sosok pacarnya."Enggak ada yang bisa nolongin kamu lagi, Bunga. Berikan aku uang sekarang atau kamu akan menyesal."Wajah Bunga pucat, dia terus melangkah mundur, sedangkan mantan pacarnya terus berjalan ke arahnya dengan seringai yang sangat mengerikan."Pergi atau aku akan berteriak!" ancam Bunga, tapi itu tidak mempan untuk membuat takut Ferry.Bunga berbalik badan kemudian berlari ke ruang tamu, dia ingin melarikan diri. Sayangnya gerakan Ferry sangat cepat, ia berhasil menangkap Bunga dan menghempask
Pov AuthorTiga bulan setelah kejadian buruk yang menimpa Bunga, Alena mendapat kabar dari Dewi dan Bunga bahwa mereka ingin mengakhiri kerjasama. Dewi mengusulkan untuk menjual kafe yang mereka bangun bersama-sama."Aku heran, kenapa bisa Dewi dan Bunga tiba-tiba sebenci ini padaku." curhat Alena pada suaminya."Mereka itu songong, mentang-mentang lagi deket sama lelaki tampan jadi seenaknya sama kamu. Sudah enggak usah di pikirin, kalau mereka butuh, kapan-kapan juga mereka akan datang lagi meminta bantuanmu.""Rasanya berat sekali melepaskan kafe, banyak sekali kenanganku bersama Dewi dan Bunga di sana."Harry menatap istrinya yang berbaring di sebelahnya, "Kamu ingin mempertahankan kafe itu?"Alena mengangguk, "Iya, tapi itu mustahil. Aku tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti uang Dewi dan Bunga.""Lalu pakailah uangku. Uangku juga uangmu bukan?""Tapi Harry, aku enggak mau merepotkanmu karena masalah ini. Uang bulanan darimu sudah lebih dari cukup buatku.""Merepotkanku?"
"Sayang, kamu ada di dalam sama siapa?"Alex dan Bunga terkejut, itu suara Dewi. Mereka berduapun sangat panik. Alex mencoba menyembunyikan Bunga dalam lemari besarnya.Kamu ngumpet di sini dulu." ucap Alex, setelah itu dia mengunci lemari bajunya dan melatakan kunci dalam saku celananya."Lex, buka pintunya. Kamu enggak lagi nyembunyiin sesuatu dariku kan?" Dewi menggedor pintu dengan keras karena marah. Cepat-cepat Alex membuka pintu sebelum Dewi merusak pintu kamarnya."Dateng kok enggak bilang-bilang sih, sayang." ucap Alex setelah membuka pintu."Kenapa harus bilang dulu, suka-suka akulah mau datang kapan saja. Aneh!""Maksudku--""Maksudmu apa? takut ketahuan kalau kamu bawa cewek lain ke rumah ini?" potong Dewi."Cewek apa? jangan asal tuduh!" sangkal Alex."Tadi aku denger ada suara cewek di kamar ini. Kamu pasti ngumpetin dia sekarang kan?"Alex mencoba kembali menyangkal, "Tadi aku lagi teleponan sama adikku, jangan salah paham!""Sejak kapan kamu punya adik? kamu pernah bil
Pov Author"Apa Alex sudah menyadari kalau aku sudah mengetahui identitas aslinya sekarang?" lirih Dewi sembari fokus menyetir, di liriknya spion mobilnya. Dia melihat orang-orang itu ternyata mengikuti. Dia panik dan terus melajukan mobil."Semoga aku bisa lari dari kejaran orang-orang Alex!" ucap Dewi sambil menambah laju mobilnya.Mobil Dewi terus melaju cepat, bagitupun mobil orang-orang suruhan Alex."Aku harus berhenti di suatu tempat yang aman sebelum tertangkap. Tapi dimana?" Dewi terus mencoba berpikir, dia tak mau tertangkap orang-orang jahat itu."Kantor polisi? Bagus!" Tak jauh dari tempat Dewi, terlihat kantor polisi. Saat Dewi hampir sampai, tiba-tiba sebuah truck dari arah berlawanan tiba-tiba menabrak mobilnya. Benturan dua kendaraan tersebut cukup keras membuat mobil Dewi terbalik. Beberapa warga yang melihat kecelakaan itu, berbondong-bondong mengeluarkan Dewi dari dalam mobil sebelum mobil yang di tumpanginya terbakar.Dengan susah payah warga berhasil mengeluarkan
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja