Pov Author"Apa Alex sudah menyadari kalau aku sudah mengetahui identitas aslinya sekarang?" lirih Dewi sembari fokus menyetir, di liriknya spion mobilnya. Dia melihat orang-orang itu ternyata mengikuti. Dia panik dan terus melajukan mobil."Semoga aku bisa lari dari kejaran orang-orang Alex!" ucap Dewi sambil menambah laju mobilnya.Mobil Dewi terus melaju cepat, bagitupun mobil orang-orang suruhan Alex."Aku harus berhenti di suatu tempat yang aman sebelum tertangkap. Tapi dimana?" Dewi terus mencoba berpikir, dia tak mau tertangkap orang-orang jahat itu."Kantor polisi? Bagus!" Tak jauh dari tempat Dewi, terlihat kantor polisi. Saat Dewi hampir sampai, tiba-tiba sebuah truck dari arah berlawanan tiba-tiba menabrak mobilnya. Benturan dua kendaraan tersebut cukup keras membuat mobil Dewi terbalik. Beberapa warga yang melihat kecelakaan itu, berbondong-bondong mengeluarkan Dewi dari dalam mobil sebelum mobil yang di tumpanginya terbakar.Dengan susah payah warga berhasil mengeluarkan
"Bisa kamu jelasin tentang foto ini sebelum kami meninggalkan rumah ini?" tanya Alena dengan ketus.Harry membuka sebuah amplop berisi fotonya yang sedang di peluk oleh Alea. Dia bingung harus menjelaskan apa. Kalau sampai dia tahu Yudi berulah lagi, dia takut Alena makin panik. Tapi jika dia tak jujur, rumahtangganya bersama Alena akan berakhir karena kesalahpahaman ini."Darimana kamu dapatkan foto-foto ini?" ucap Harry sembari memijit pilipisnya. Dia lelah dan sedang banyak pikiran, lalu kepulangannya disambut dengan sebuah masalah lagi."Kau tak perlu tahu darimana foto-foto ini. Sekarang aku beri waktu sebentar untukmu menjelaskan semua ini."Harry menghela nafasnya, "Hubungan kita sudah berjalan cukup lama dan kau masih belum cukup mengenalku. Kau bertanya penjelasanku karena kau tak mempercayaiku, kan?" Alena membuang muka, "Semua orang bisa berubah, termasuk kamu. Tidak selamanya orang mampu bertahan pada kesetiaannya.""Aku kecewa dengan ucapanmu, Len. Sangat kecewa!""Jadi
"Jangan tegang gitu dong sayang, mau lelaki atau perempuan menurutku tidak masalah." Ucap Harry ketika akan memasuki ruangan untuk USG. Sekarang usia kandungan Alena memasuki minggu ke 20, jadi dia dan Alena akan segera tahu jenis kelamin anak mereka."Tapi aku tahu, dalam hati kamu maunya anak lelaki. Aku takut buat kamu kecewa." balas Alena.Tangan Harry menggenggam Alena, "Sebenarnya itu keinginan yang tidak harus terkabulkan. Kamu nggak usah takut aku kecewa. Yang penting bagiku anak kita sehat, kalau lelaki ya syukur dan kalaupun perempuan aku juga tetep seneng kok!" "Beneran kan?" tanya Alena lagi."Ya, sekarang biar dokter memeriksa. Aku nggak sabar liat keadaan anakku didalam." ujar Harry."Permisi Dok!" sapa Harry setelah memasuki ruang pemeriksaan."Masuk Pak Harry dan Ibu Alena. Wah ibu Alena keliatan tegang banget hari ini, nggak rileks seperti biasanya." ucap Dokter Diana."Istri saya tegang karena hari ini dia sudah nggak sabar banget pingin lihat jenis kelamin anak ka
"Ini kamarmu, aku harap kamu akan merasa nyaman meski hanya tinggal sementara di rumah ini." ucap Alena saat mengantar Alea ke kamar tamu."Terimakasih, Mbak. Aku pasti akan betah karena aku tak punya tempat tujuan lain untuk menyembunyikan kehamilanku. Selama ini aku sudah selalu berpindah-pindah tempat untuk menutupi masalah ini agar tidak di ketahui keluargaku." cerita Alea. Kegeraman Alena beberapa saat yang lalu hilang sudah mendengar perjuangan Alea menutupi kehamilannya selama ini. Alena mengira wanita itu pasti sangat menderita selama ini."Kamu akan aman di sini, aku dan Harry akan terus menjaga rahasia ini dari keluargamu. Sekali lagi aku minta maaf telah membuatmu ikut terkena dampaknya seperti ini." Alena mengusap punggung wanita malang yang ada di depannya."Aku hanya minta kamu akan menepati janjimu untuk membiarkanku tinggal di sini sampai anakku lahir dengan begitu mungkin saja suatu saat aku bisa memaafkan kejadian ini." Alea pandai sekali berdrama. Apa yang diucapkan
Alea tengah patah hati dalam kamarnya. Perutnya makin membesar, tapi usahanya menarik perhatian Harry tidak berhasil. Harry dan Alena justru makin terlihat memamerkan kemesraan di depannya.Tok...tok...tok!Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.Cekleekk...Alea membuka pintu sambil memasang senyum palsu."Kita makan bersama Alea, Harry sudah menunggu di ruang makan." ajak Alena."Aku siap-siap dulu Mbak, kalian tunggu sebentar, ya!""Ok!" jawab singkat Alena kemudian melangkah pergi menuju kembali ke ruang makan.Setelah Alena pergi, Alea memoles bedak ke wajahnya. Mematutkan diri di depan kaca agar bisa terlihat lebih menarik oleh Harry.Setelah selesai memoles wajah yang terlihat sedikit berlebihan untuk sekedar makan malam di rumah, dengan percaya diri Alea berjalan menuju ruang makan."Masih sempet dandan kamu, Alea. Padahal kami sudah sangat kelaparan menunggumu disini." sindir Harry. Alena menginjak kaki Harry, takut Alea tersinggung.Mata Alea sedikit berair, mendapat ken
"Kau bisa menangis juga Lea. Ku harap ini tulus, bukan sekedar tangisan palsu."Alea mengelap cairan bening yang jatuh di wajahnya. Lalu menoleh ke arah tiga orang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan tempatnya di rawat."Tutup mulutmu, Harry. Dalam kondisi seperti ini pun kamu masih saja berbicara kasar terhadapku. Dimana rasa empatimu?"Mata Alea kembali berkaca-kaca. Dia masih terpukul karena kehilangan janinnya, tapi Harry kembali berucap kasar terhadapnya."Kau calon ibu, harusnya kau tidak bertindak gila seperti ini. Untung tidak terjadi apa-apa dengan istriku kalau sampai dia dan anakku terluka, akan ku kejar kamu sampai keujung dunia manapun." lanjut Harry. Wajah marah Alea berubah pucat, dia tak habis pikir, bagaimana bisa Harry tahu perbuatannya padahal seingatnya dia sudah sangat hati-hati menjalankan aksi jahatnya."Aku tidak tahu apa maksudmu. Kalau kedatanganmu hanya untuk menuduhku yang bukan-bukan mending kalian semua angkat kaki dari sini!" telunjuk Alea menunjuk ke
Ting tong...!Seseorang menekan bel di rumah Bunga. Bergegas Bunga melangkah untuk membuka pintu rumahnya."Mawar yang sangat cantik, ini pasti dari Alex!" Bunga tersenyum sambil mengedarkan pandangan ke sekitar rumahnya. Dia mendapati bunga mawar tergeletak begitu saja di depan pintu rumah, namun tak menemukan siapa pengirimnya. Karena dia yakin Bunga tersebut dari Alex, dia kemudian mengutipnya lalu mencium harumnya aroma mawar tersebut."Apa Alex sedang main petak umpet?" kekehnya. Karena penasaran dia keluar pagar untuk mencari keberadaan kekasih hatinya.Senyum Bunga memudar ketika melihat beberapa lelaki berbadan kekar ada di depan pintu gerbang rumahnya."Kalian cari siapa?" tanya gemetar Bunga.Salah satu lelaki itu menjawab, "Bos kami ingin bertemu dengan anda. Ikutlah dengan kami secara baik-baik.""Siapa bos kalian? ada kepentingan apa dia denganku?" Bunga masih terlihat gemetar."Kami tidak bisa memberitahu anda sekarang. Tolong ikut kami tanpa perlawanan, kami janji tidak
Plak...!Plak...!"Dasar lakn*t beraninya sama perempuan!" teriak geram Harry.Plak...!Plak...!"Sekali lagi kau sentuh tangan istriku, ku bunuh kau beserta keluargamu!"Plak...!Plak...!Harry mendekatkan pelan tangannya ke wajah istrinya, "Mampus kau, makanya dengerin dikit ancamanku. Dasar nyamuk si*lan!"Harry tersenyum puas ketika melihat nyamuk yang sedang menggigit hidung istrinya mati ditangannya.Alena menggeliat lalu membuka matanya, setelah ia merasakan sedikit sakit dibagian hidungnya."Kamu memukulku?"Alena memegang area hidungnya, terdapat bercak darah disana."Aku cuma--""Aku tahu aku sudah banyak merepotkanmu Har, aku--""Ngomong apaan sih kamu, Len! itu darah nyamuk. Aku mukul nyamuk yang sedang gigit hidung kamu, bukan mukul kamu!" ucap Harry dengan nada sedikit tinggi."Jadi kamu enggak tidur cuma gara-gara jagain aku dari nyamuk?" tanya Alena merasa terharu.Harry mengangguk, "Maaf, aku cuma bisa membawamu ke tempat buruk seperti ini. Banyak nyamuk, kecoa, tikus
Pov AlexWuekkk...wueeekk..!Kami sedang sarapan, tapi Mamah berkali-kali berlari ke toilet karena mual. Papah yang khawatir dengan keadaan Mamah tak jadi sarapan."Kenapa kamu, Mah?" tanya Papah."Kayaknya Mamah masuk angin, deh Pah!""Ya udah enggak usah ke kafe hari ini. Mamah istirahat saja di rumah." ucap Papah. Aku dan Mbak Calista ikut khawatir melihat keadaan Mamah."Udah, enggak usah khawatir soal Mamah. Aku akan jagain Mamah di rumah." ucap Mbak Calista."Ya, kalau ada apa-apa cepat kabari aku atau Papah ya, Mbak." "Iya, Pasti!"Akupun pergi ke sekolah masih dengan perasaan khawatir.Di jam pelajaran ponselku bergetar, curi-curi aku membuka pesan dari istriku. Mulutku terbuka lebar saat melihat gambar yang istriku berikan. Sebuah garis dua dalam tes pack milik Mamah.[Selamat ya, Lex. Sebentar lagi kamu punya adik!]Aku tak menyangka di usai Mamah yang sudah menginjak 40 tahun dia hamil. Memang selama ini dia selalu bilang ingin anak perempuan semoga kali ini terwujud.Sete
"Aldo, tolong selidiki gadis ini." Bram memberikan secarik kertas berisi nama dan alamat Siska pada Aldo."Memangnya kenapa dengan gadis ini, Pak?" tanya Aldo sembari meraih kertas tersebut."Dia memfitnah menantu saya. Sekarang menantu saya di penjara karena ulahnya. Dia harus di beri pelajaran!""Ok, Pak!" ucap Aldo sembari membaca nama dan alamat gadis yang ingin dia selidiki."Siska? alamat rumah ini juga--""Kamu kenal gadis itu? tanya Bram penasaran."Dia...dia anak saya!" jawab Aldo menahan malu."Apa? anakmu?" Bram menggebrak meja marah."Maaf, Pak. Saya akan membereskan masalah ini." ucap Aldo."Ya. Kamu harus segera membereskannya kalau tidak, siap kamu nanti!" ancam Bram."Dia memang anak nakal, bahkan dia tak berani mengenalkan saya pada teman-temannya. Dia selalu mengarang cerita saya ada di luar negeri mengurus bisnis saya!" cerita Aldo frustasi. Kemarahan di wajah Bram hilang sudah mendengar cerita sedih Aldo."Kamu pandai membereskan urusanku tapi sayangnya kamu sama s
"Kalian berdua jaga rumah baik-baik. Kami berdua cuma pergi seminggu." ucap Harry. Dia dan Alena memutuskan untuk pergi berlibur bersama."Kenapa cuma seminggu Pah, enggak setahun saja?"Harry hampir melempar kopernya kearah anaknya kalau bukankarena di cegah istrinya."Dimana-mana anak, kalau mau di tinggal orangtuanya sedih bukan seneng kaya kamu!" ucap Harry, ini membuat Alena dan Calista tertawa."Kalian mau seneng-seneng kenapa aku harus sedih. Papah ini aneh!" omel balik Alex."Ya udahlah Pah, paham juga keadaan Alex yang mau bebas juga enggak ada yang ganggu!" sela Alena."Ya udah, pergi sekarang yuk, Mah. Papah enggak sabar pingin cepat-cepat pergi dari rumah ini.""Ayo, Pah!"Calista dan Alex melambaikan tangannya melepas kepergian Alena dan Harry."Coba kamu libur, Lex. Aku mau kita ikut liburan mereka juga." ucap Calista."Aku liburpun enggak bakal mau ikut mereka, malas!" ucap Alex. Kemudian ia pun pamit pergi ke sekolah pada Calista.Alex sebenaranya sudah kurang nyaman b
"Mah, kita ke restoran mana?" tanya ketus Alex pada ibunya."Restoran yang deket dengan butik Papah saja, biar dia bisa ikut makan siang bareng." jawab Alena."Lex jangan ngebut!" ucap Calista. Dia tahu suaminya masih geram karena di ganggu ibunya."Ini enggak ngebut, kok!"Alex malah menambah kecepatan mobilnya."Mau bunuh kami berdua kamu ya, Lex!"Ibunya menjewer Alex dari belakang."Ampun, Mah. Iya Alex pelanin!"Calista tertawa melihat Alex di jewer Alena."Mah, kenapa enggak besok-besok saja makan di luarnya, sih!" geram Alex."Kamu tahu kan, masakan yang Calista panasin gosong. Mau makan apa kita di rumah. Bik Layli hari ini lagi cuti, siapa yang mau masak kalau enggak ada Bik Layli?""Kan bisa pesen makanan online!" Alex masih saja membebel tak terima."Kamu ngebet banget pingin di rumah. Mamah juga pernah muda tapi enggak ngebetan kaya kamu!""Udah, Lex. Kita udah lagi jalan keluar. Enggak usah di bahas lagi kenapa!" ucap Calista menenangkan suaminya.Alex masih diam dengan w
"Mana Calista sayang, kenapa kalian enggak langsung nemuin Mamah. Kalian tahu betapa khawatirnya Mamah nungguin kalian!"Alex tak jadi marah setelah tahu ibunya yang datang.Mendengar suara Alena, Calista bangkit dan menemui wanita itu. Hati Calista menangis melihat wanita yang dia pikir tidak akan pernah memaafkannya bermata sembab. Dia sekarang sadar betapa wanita itu sangat menyayanginya. Alena tak berhenti menangis setelah kepergiannya sampai keadaan wanita itu sekacau itu dan itu baru secuil bukti ketulusan cinta Alena pada menantunya."Tante, maafin Calista."Alena langsung memeluk menantunya."Kamu enggak apa-apa kan sayang. Si brengs*k itu enggak sampai ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Alena khawatir."Om Harry dan Alex datang tepat waktu, Tante. Saya bersyukur sekali.""Tapi, kenapa dengan lehermu. Apa lelaki breng*ek itu yang melukaimu?" Alena menyentuh bekas goresan pisau di leher Calista."Saya menggertak lelaki itu dengan melukai leher saya Tante. Saya tidak tahu lagi bagai
Pov AuthorSeseorang mendobrak pintu kamar yang di tempati Calista. Dalam keadaan gelap Arman hanya diam menunggu orang itu berhasil mendobrak pintu. Arman penasaran siapa yang sedang berani mencoba bermain-main dengannya."Brak!"Pintu berhasil di dobrak, dengan hanya pencahayaan dari senter, orang-orang yang berhasil masuk dalam kamar yang di tempati Arman mengepung lelaki itu."Om Harry? Om Yudi?" ucap Calista saat lampu kembali hidup, Calista tersenyum dan menyeka airmatanya saat melihat ada Harry dan Yudi di depannya."Kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Harry. Hatinya teriris saat melihat goresan luka di leher menantunya.Brugh!Bram tiba-tiba datang dan menyeret Rendi lalu mendorongnya sampai lelaki itu terjatuh tepat di depan kaki Arman. Arman masih terlihat begitu tenang melihat keadaan itu."Anjingmu sudah ku buat babak belur, setelah ini giliranmu!"Calista menatap salut kearah lelaki yang tak pernah di lihatnya itu. Selagi ada kesempatan diapun berdiri dan memakai kembali
Pov CalistaMasih pagi sekali, aku diam-diam keluar dari rumah Alex dengan perasaan hancur. Aku menyayangi keluarganya melebihi keluargaku sendiri, namun karena aku merasa tak pantas terus berada di rumah ini, aku putuskan untuk keluar saat ini juga.Aku sudah tak mempedulikan apapun, memang terlalu nekad pergi tanpa tujuan dan uang sepeserpun. Tapi demi kebaikan Alex dan keluarganya aku siap menanggung resiko apapun.Sinar matahari terasa mulai menyengat, di sebuah jalanan sepi dua mobil berwarna hitam tiba-tiba berhenti di depanku.Aku gemetar, tapi aku tak punya pilihan lain selain ikut bersama mereka karena Ayah tiriku bilang akan menyakiti ibuku jika aku melakukan perlawanan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi, aku tak mau ibuku kenapa-kenapa meski selama ini dia memperlakukanku tidak lebih baik dari Ayah tiriku.Mereka membawaku ke salah satu rumah Om Arman, sudah ada Ayah tiriku di sana. Tapi aku tak melihat dimana ibuku saat ini. Saat aku menanyakan pada Ayah tiriku dia bil
Pov Harry"Lex, sepertinya kita tak perlu melanjutkan pencarian kita." ucapku pada anakku."Pah, kenapa Papah yang jadi plin-plan gini!" geram Alex."Papah enggak bisa jelaskan apapun tentang Ayahnya sama kamu. Tapi Papah, Om Yudi dan Ayah Calista tidak berhubungan baik saat dulu.""Pah yang enggak berhubungan baik kan kalian, aku dan Mbak Calista saling mencintai Pah. Aku tidak mau kehilangan dia!""Papah bilang hentikan ya hentikan! kamu sekarang masuk ke kamarmu dan lupakan perasaanmu pada wanita penipu itu!"Alex terlihat sangat kecewa dengan keputusanku. Aku harap pelan-pelan dia paham alasanku melarangnya menghentikan pencarian ini. Aku tak mau dia nantinya sakit hati, keluarga Bram pasti akan melarang hubungan ini. Aku tak mau nantinya harga diri anakku di injak-injak oleh keluarga Bram."Papah jahat!"Alex pergi menuju kamarnya."Apa kamu enggak terlalu berlebihan gitu, Har? Alex dan Calista saling mencintai. Harusnya kamu enggak jadi penghalang mereka seperti ini!" ucap Yudi.
Pov AlexCeklek!Aku masuk dalam rumah. Suasana rumah sangat sunyi, untunglah kalau begitu. Orangtuaku pasti sudah tidur jadi kali ini aku aman dari bebelan mereka.Dengan langkah yang sangat pelan-pelan aku naik ke kamar. Setelah sampai di depan pintu kamar aku baru bisa bernafas lega. Hari ini aku benar-benar selamat. Orangtuaku tidak akan tahu kalau kami pulang terpisah."Ku buka pintu kamar pelan, lampu terlihat padam. Bukankah Mbak Calista selalu bilang takut kegelapan, tapi kenapa malam ini dia mematikan lampu kamar?"Mbak!" panggilku sembari duduk di sofa sebelah Mbak Calista berbaring. Tak ada sahutan. Ku pikir Mbak Calista mungkin sedang menangis."Mbak, kenapa Mbak pulang duluan?" sambungku karena tak mendapatkan responnya. Mbak Calista masih saja diam."Mbak, pasti kamu semarah ini karena memergokiku ciuman bersama Siska kan?"Mbak Calista terus saja diam tak mempedulikan rasa bersalahku."Sumpah Mbak ciuman ini tak di rencanakan. Ini terjadi begitu saja."Karena masih saja