Penguburan Ema dilakukan dengan baik dibawah pengawasan Bram. Chris menempatkan ibunya di tempat pemakaman yang mahal. Dia ingin memberikan penghormatan terakhir bagi ibunya. "Terima kasih di detik-detik terakhirnya kamu sudah mau memaafkan Bu Ema, mas," bisik Nasya mengusap pundak Chris. Setelah lama dipikirkan, Nasya baru sadar kalau selama ini Bu Ema yang dinyatakan sudah sekarat tidak pergi juga meninggalkan dunia ini hanya karena menunggu anaknya datang menyapa. Menunggu maaf dari Chris seperti keinginannya yang sempat dia katakan pada Nasya dulu. Setelah mendoakan, mereka pun pulang. Biarlah kesedihan tinggal di sana. Mereka harus melanjutkan kehidupannya kembali. "Mandi dulu, mas, baru kita makan bersama." Chris mengangguk, lalu menerima handuk dari istrinya. Sejak di perjalanan pulang hingga sampai di rumah, Chris hanya diam. Sedihnya masih terasa. Jadi ingat perkataan Nasya, jangan sampai penyesalan dirasakannya, dan benar saja, dia memang menyesal sekarang kenapa baru me
Kau harus datang. Kita ini sahabat, ingat?" Sekali lagi Jasen memohon kesediaan pria yang paling dingin sedikit bicara yang dia kenal. Sayangnya, justru dia sangat menyayangi pria itu. Tidak hanya sebagai sahabat, tapi juga sudah dianggapnya sebagai saudara. Seorang pria bernama Jason tengah memohon pada sahabat karibnya, yang sudah dianggap seperti saudara. Pria yang diajak bicara justru bergeming, hanya diam tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Dia mendengar, tapi begitulah reaksinya pada siapa saja yang mengajaknya bicara. Bukan karena tidak menghargai, tapi perwujudan gunung es dalam kehidupan sehari-hari Jasen adalah pria bernama Edgar Khaizura Hansya. Tidak semua orang bisa berteman dengan Ed karena sikap dingin dan juga terkadang sedikit bengis, tapi tidak dengan Jasen, baginya Ed adalah teman terbaik yang dia punya di bumi ini. Bahkan kedekatan mereka menimbulkan asumsi dari keluarga Jasen kalau anak mereka memiliki hasrat seksual yang menyimpang. Hingga beri
Dokter sudah menangani Nasya, untung saja tidak ada hal serius padanya. Darah memang mengalir di pahanya, tapi bayi dalam kandungannya masih aman dan bisa disembuhkan. Dokter memberi vitamin dan juga penguat janin karena Nasya sendiri juga sebenarnya tidak tahu kalau saat ini tengah hamil. Dokter meminta Nasya untuk beristirahat lebih dulu dan boleh pulang setelahnya. Di tengah kepanikannya, baik Raka ataupun Airin lupa untuk mengabari Chris kalau Nasya ada di rumah sakit. "Jangan bang, nanti mas Chris jadi kepikiran. Sekarang dia mungkin baru sampai di Kalimantan," ucap Nasya menghalangi niat Raka. Siang tadi saat di kafe, Nasya mendapat kabar dari Chris, dia harus berangkat ke Kalimantan sekarang juga. Raka pun akhirnya mengalah. Toh, dokter juga sudah mengatakan kalau Nasya dan bayinya baik-baik saja. Nasya meraba perutnya, dia sudah tidak sabar ingin memberitahukan kabar baik ini pada Chris nanti kalau mereka sudah bertemu. Raka akhirnya meminta Airin pulang dan dia berjanji t
Hingga seminggu, belum ada juga yang tahu keberadaan Chris. Pria itu seperti ditelan bumi. Nasya hanya bisa meratapi nasibnya. Kesedihannya tidak bisa terbendung. "Kamu dimana, Mas? Kami merindukan mu. Ada hal yang ingin aku beritahu padamu," cicit Nasya memandang ke luar jendela. Senja sudah mulai turun, dan itu menambah kesedihan Nasya. Dia berencana memberitahukan pada Chris soal kehamilannya. Dia sendiri juga tahu sehari sebelum Chris berangkat ke Kalimantan. Jadi, dia memutuskan untuk menahan perasaan gembiranya hingga suaminya kembali dan mereka akan merayakan berita gembira itu bersama. Siapa sangka justru terjadi seperti ini. Seminggu sudah Chris tidak ada kabar berita. Tim pencari pun sudah berusaha keras. Raka bahkan terbang ke sana bersama Radit mengawasi pencarian Chris yang katanya jatuh ke lembah curam saat memasuki kawana hutan. Sejak awal, Nasya juga tidak setuju kalau suaminya itu menerima ajakan teman bisnisnya untuk merambah ke dunia pertambahan batu bara.
Anisa sesenggukan melepas Nasya dirawat di rumah sakit jiwa. Dokter bilang, kondisinya tidak seperti layaknya pasien gangguan jiwa, jadi tidak perlu merasa malu ataupun tidak terima jika harus dirawat untuk sementara waktu. Semua kejadian pahit itu terjadi begitu cepat. Yang paling membuat Anisa sedih tak terperihkan, dokter memberitahu kalau saat ini Nasya tengah hamil. Bagaimana Nasya akan menjaga kesehatannya sekaligus kesehatan bayi dalam kandungannya dengan kondisi seperti ini? Namun, rumah sakit jiwa yang mereka rujuk memiliki perawatan terbaik di kota. Lagi pula, Nasya bukan seperti orang gila yang berteriak atau pun melakukan tindakan bodoh, hanya termenung, dan terkadang suka berhalusinasi seakan Chris ada di depannya. Tidak punya pilihan lain, keluarga harus merelakan Nasya dirawat di sana. Tujuannya agar memberikan perawatan intensif, menghilangkan halusinasi yang diderita Nasya hingga berpotensi membuatnya hilang kesadaran. Dirga sudah meminta perawat khusus seba
Nasya sudah kembali beraktifitas. Meski hidupnya tidak sama seperti dulu lagi, tapi Nasya tetap mencoba melakukan yang terbaik, semua demi anak-anaknya. Dia sudah berjanji tidak akan menikah lagi, sisa umurnya didedikasikan hanya untuk anaknya. Baginya membesarkan anak-anak adalah bentuk pengabdian bagi Chris yang diyakini masih melihat mereka dari tempatnya. "Mbak, itu ada yang marah. Katanya pesanannya keasinan." Leader yang dipercaya Nasya bertanggung jawab di cafe itu mendatanginya saat dirinya tengah sibuk menghitung omzet mereka satu bulan ini, karena besok sudah awal bulan lagi. "Cepetan kamu ganti makanannya. Minta maaf, dan sebagai bentuk permintaan maaf, kali ini gak usah bayar." Leni pergi, meninggalkan Nasya di ruangannya. Tapi hanya beberapa menit, karena Leni kembali mendatanginya. "Dia mau ketemu sama, Ibu." Nasya pun mengerutkan kening. Tapi, demi kesopanan dan menjaga suasana tetap kondusif, Nasya pun mengikuti kemauan pelanggan itu. "Maaf, Pak, ada yang b
Tidak hanya ketuban Nasya yang sudah pecah, darah juga keluar dari tubuhnya yang bisa membahayakan nyawa Nasya juga anaknya. Dokter menerangkan kondisi Nasya pada keluarga dan menyarankan tindakan yang harus diambil. "Lakukan saja tindakan yang diperlukan, Dok. Lakukan apa saja asal putriku selamat!" Melahirkan anak keduanya itu, Nasya harus operasi caesar. Dia sudah masuk ruang operasi, tempat terakhir yang bisa diantar oleh keluarga. "Nasya pasti baik-baik saja, Mi. Kita duduk dulu, jangan sampai mami jatuh pingsan sejak tadi menangis." Dirga memapah istrinya yang terlihat lemas untuk duduk di kursi tunggu. "Mami minum dulu," Raka menyodorkan segelas air hangat. Anisa menerima dan menghabiskan isi gelas. Setahu Anisa, hanya butuh kurang dari sejam melakukan operasi, mengapa sudah hampir satu jam tidak ada juga dokter yang mendatangi mereka. Anisa semakin khawatir, memilih bangkit dan mendekat ke pintu masuk. Berharap bisa mendengarkan suara putrinya. Pintu terbuka,
Dia gelas penuh air putih diminum Nasya. Dia masih syok, memegang dadanya. Wajahnya berubah pucat. "Wajah ibu pucat, ibu sakit?" tanya Leni membantu Nasya duduk di sofa di ruang kerjanya. "Gak, Len. Aku baik-baik saja. Itu yang reservasi buat meeting, kamu kenal siapa?" Leni menggeleng. Kafe mereka memang sering dijadikan tempat meeting, tapi biasanya juga yang memesan perwakilan dari perusahaan terkait. "Disini reservasi atas nama Miss Linda," jawab Leni menunjukkan catatan pengunjung kafe. Nasya hanya mengangguk paham, lalu diam memikirkan kejadian barusan. Pertemuan yang hanya beberapa detik mampu membuatnya seperti tersengat. "Apa mungkin ada orang di dunia ini sebegitu mirip?" cicitnya masih tertahan pada pertemuan tadi. Nasya bahkan takut untuk keluar dari ruangannya. Dia merasa tidak siap bertemu kembali dengan orang yang akan membawanya dalam kenangan menyedihkan. Namun, sepertinya alam tidak merestui. Nasya harus keluar dari persembunyiannya karena begitu bany
Elena tidak bisa menolak. Bukan hanya sekedar karena Raka akan membantu keluarganya, tapi jauh dari itu, dia juga menyimpan rasa pada Raka. Tidak dibuat-buat, mengalir begitu saja. Elena yakin, kalau Raka mampu membahagiakan dirinya. Pernikahan putra bungsu Dirga digelar di ballroom hotel dengan banyak tamu undangan dari kalangan pebisnis, publik figur, sampai semua karyawan perusahaan diundang. Banyak yang terkejut, tidak menyangka kalau atasan dan bawahan itu akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga. "Kamu terlihat gugup," bisik Raka memandang lembut istrinya. Elena tersipu malu. Kini sudah resmi jadi suami istri, tapi rasa gugup dan deg-degan di dalam hatinya belum juga surut. Ada kalanya Elena mencubit tangannya, demi memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi. Raka putra Dirgantara kini sudah jadi suaminya. "Sedikit," jawabnya pelan, hanya sekali mengangkat kepala lalu kembali menunduk tak tahan dengan tatapan mesra Raka. Raka menarik tangan Elena, menyelipkan j
"Bagaimana permintaan papi?" Dirga sudah muncul dan duduk di samping Raka yang tengah duduk di teras rumah menikmati kesunyian berteman secangkir kopi. Ayahnya kembali mendesak, tidak mungkin terus menghindar. Tapi, kalau dituruti juga dia tidak punya kandidat. Puas pacaran selama kuliah, menjadi sosok badboy, membuat Raka tidak lagi minat pada pernikahan. Ambisinya sudah terikat dengan urusan kantor. Ada kalanya dia menerima tawaran dari beberapa temannya untuk kumpul di sebuah bar, minum dan menikmati dunia malam. "Hei, kau dengar tidak? Diajak ngobrol kok, malah diam?" "Dengar, Pi. Tapi untuk saat ini aku masih belum ada jawaban untuk pertanyaan papi." Lebih baik pembicaraan ini langsung diputus, jangan lagi ada perpanjangan. "Kalau begitu kamu menerima putusan dari papi. Biar papi jodohkan pada anak teman papi aja," sambar Dirga tidak memberi celah. Terlalu lama bersabar dengan putra bungsunya ini, kalau tidak gerak cepat, bisa-bisa, dia tidak jadi menikah. "Jangan
"Wajah kamu kenapa?" Raka memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas ke arah pipi Elena yang dia temui pagi ini di lift. "Gak papa, Pak," jawabnya singkat. Rambut panjangnya dibiarkan menutup pipi sebelah kanan, agar memar bekas tampar ibu tirinya tidak terlihat. Kalau bukan karena demi ayahnya, dia pasti sudah kabur lagi dari rumah.Elena mengutuk keberadaan ibu tirinya ada dalam hidup mereka, bukan memberi kebanggaan bagi ayahnya, justru derita. Elena harus menerima kekejaman dan penyiksaan ibu tirinya karena sudah menolak pernikahan dengan Edgar. Mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai pria yang sombong dan sok berkuasa itu. Kalau dari hikayat Edgar yang dia dengar dari orang tuanya, harusnya pria yatim piatu itu berbudi pekerti dan bersikap baik, bukan justru sebaliknya. Dia juga tidak merasa perlu dinikahi Edgar karena permintaan terakhir Jason. Bahkan dengan Jason sendiri pun dia belum terlalu yakin, semua ini juga karena keluarganya yang memaksa dia harus menikah deng
Rasa penasaran Nasya menggerogoti pikirannya hingga tidak bisa tidur malam itu. Tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia bisa mencari Chris. Jelas kalau suara wanita yang dia dengar tadi milik Helen. Pertanyaan, mengapa malam selarut itu Chris ada bersama Helen? Memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, membuat Nasya tak kuasa menahan air matanya. Apakah dia akan kehilangan Chris lagi? Apakah hati pria itu sudah berubah, kembali pada Helen? Segala tanya dia simpan hingga esok. Penantian Nasya berakhir. Langit sudah terang, begitu cerah, tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan cemas di hatinya. "Pagi sekali, mau kemana?" tanya Anisa mendapati Nasya di anak tangga terakhir. Dia sudah bersiap, terlihat cantik meski kantong mata tetap menunjukkan kebenaran kalau dia semalaman tidak tidur. "Mau mencari Chris!" jawabnya tegas. Dia tidak perlu melirik ke arah Dirga yang saat itu juga ada mendengar obrolan mereka, karena dia yakin kalau ayahnya pasti saat ini tengah
Helen tidak tahu bagaimana lagi menyembunyikan wajah malunya. Di tengah semua tatapan menghakimi orang di kafe itu, dia mencoba untuk tetap bisa berdiri. Kalaupun mau mundur lagi, sudah kepalang tanggung. "Bagaimana, Bu, kita tetap melanjutkan tujuan kita kemari?" teguran dari petugas menyadarkan dirinya. Dengan ragu, Helen mengangguk. Dia akan terus berjuang, menggunakan kesempatan terakhirnya. Siang itu, Nasya membuat sedang ada di ruangannya. Kristal ikut bersamanya ke kafe dan sedang mencoba membujuk putrinya itu untuk tidur siang, jadi huru-hara di luar sana tidak sampai ke telinganya. Namun, begitu mendapati pintu ruang kerjanya didobrak, Nasya mengalihkan pandangannya. "Bapak ada kepentingan apa masuk ke mari?" tanya Nasya sewot, pasalnya menidurkan Kristal, dia harus ikut berbaring dan gaunnya sedikit tersingkap menunjukkan paha mulusnya. "Itu orangnya, Pak, tangkap saja!" seru Helen yang ternyata sudah ada di belakang petugas. Secara paksa, petugas menyeret Nas
Acara pernikahan itu pada akhirnya batal. Keluarga Ferdi tetap tidak terima. Mereka menuntut keluarga Nasya dengan tuduhan penjebakan. Namun, Dirga sudah tidak mau mendengar apapun penjelasan keluarga Ferdi, disaat itu juga diminta untuk membatalkan pernikahan itu. Sekarang, setelah semua orang pamit pulang dengan tanda tanya besar dalam hati mereka, kini semua anggota keluarga duduk di saling berhadapan. Rapat keluarga dimulai. Dirga duduk berdampingan dengan Anisa, mengamati Chris dan Nasya yang duduk tepat di depan mereka. Di sisi lainnya ada Raka, dan pasangan suami istri, Radit dan Airin. "Jelaskan!" perintah Dirga, menatap lekat pada wajah Chris. Matanya memicing, tanda tidak suka karena Chris menggenggam tangan Nasya dengan erat. Mengapa putrinya bisa bersama Chris sementara waktu itu, pria yang disebut bernama Andrew ini justru diusir Nasya. "Papi," Nasya mulai angkat bicara. Dia ingin menjadi tameng bagi Chris atas interogasi ayahnya. Tatapan Dirga pada suaminya s
Nasya tidak perduli kalau air matanya akan menghancurkan hasil karya-karyas pengantin yang sudah lebih 2 jam memoles wajahnya tadi. Meski mencoba untuk menahan air matanya tetap saja turun setelah mendengar semua cerita Chris. "Jangan menangis lagi, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dan menungguku terlalu lama," bisik Chris sembari terus mengusap punggung Nasya yang menangis dalam pelukannya. Tuhan begitu sayang kepadanya, di saat dia akan terperangkap dalam jebakan Ferdi, keajaiban datang dan membuatnya mengetahui sifat busuk pria itu dan kini kebahagiaan nya disempurnakan lagi oleh berita yang baru dia dengar dari Chris. "Sayang, jangan menangis lagi, aku semakin bersalah," bujuk Chris lembut. Nasya tidak terima, dia memukul dada bidang Chris, kesal, tapi juga sangat bahagia. Kesal karena harus melalui penderitaan yang panjang berpisah dengan pria itu, tapi senang karena mengetahui kalau suaminya belum meninggal dan dia kini bersamanya. "Ini seperti mimpi. Aku t
Lily batal tinggal di rumah orang tua Nasya. Dia menempatkan wanita itu di rumahnya bersama Bi Sumi yang selama ini mengurus rumah mereka yang sudah lama ditinggalkan setelah kepergian Chris. Ingin sekali rasanya menolak, takut merepotkan Nasya dan keluarganya, tapi Nasya tetap bersikeras meminta wanita itu tetap tinggal di rumahnya. Setelah selesai mengamankan Bu Lily, Nasya dan Airin meneruskan rencana mereka ke toko perhiasan, mengambil perhiasan milik Anisa. Sesaat Nasya berangkat mencari Lily, ibundanya menghubungi meminta anaknya singgah ke toko perhiasan. "Tunggu, itu bukannya-" Airin menghentikan ucapannya dan menarik tangan Nasya untuk mundur. Mata Nasya mengikuti telunjuk Airin. Benar, dia mengenal pria yang sedang memeluk pinggang wanita bertubuh sedikit berisi. "Itu mas Ferdi!" desisnya tidak percaya. Pria yang akan berubah status menjadi suaminya besok justru jalan berduaan dengan wanita lain. Jangan bilang wanita itu saudara, sepupu atau kerabat, tidak ada hubungan
Kejadian di salon itu menorehkan luka sekaligus trauma yang cukup besar. Kalau bukan Radit datang menjemput mereka, Nasya tidak akan berani keluar dari salon itu. Imbasnya, saat Ferdi menyarankan mempercepat pernikahan mereka, Nasya manut saja. Dia menyerahkan semua urusan pernikahannya yang kali ketiga ini pada Anisa dan ibu Ferdi, sementara dia hanya mengurung diri di kamar menangisi takdirnya. "Nay, kamu mau kemana? Gak baik keluar rumah lagi. Besok kamu menikah, sebaiknya jangan pergi," tegur Anisa yang mendapati putrinya itu sudah rapi dan bersiap pergi. "Sebentar aja, Mi. Cuma mau bertemu seseorang," balas Nasya. Baru saja dia mendapatkan pesan dari Airin. Orang suruhannya berhasil menemukan alamat Lily dan sekarang dia ingin mengunjungi wanita itu hanya sekedar ingin memastikan kalau Lily baik-baik saja. "Gak boleh! Nanti mami dimarahi papi kamu." "Mi, please." Nasya menyatukan telapak tangan di depan dada. Suaranya diusahakan pelan agar Kristal yang sedang tidur siang tid