Meski akan menerima banyak omongan di belakang dari keluarga, sahabat dan rekan bisnis, tidak membuat Chris gentar untuk menikah ulang dengan Nasya. Bahkan jika tidak ada satu orang pun yang datang ke pestanya, dia juga akan bersikap masa bodo. Tidak ada satu orang pun yang bisa merusak kebahagiaannya hari ini. Setelah melalui reli panjang, Chris berhasil masuk ke dalam keluarga Mahardika. "Jangan pikir aku sudah memaafkan mu, meski sudah mengizinkan menikah dengan putriku. Kau tahu, dia itu permata hatiku, putri kesayanganku. Kalau bukan dia memohon agar diizinkan menikah denganmu, aku tidak akan Sudi melihat wajahmu!" tegas Dirga masih bersikap dingin. Tidak mungkin bisa memaafkan kesalahan Chris, meski sudah dijelaskan duduk persoalannya dan alasan mereka menikah. Bagi Dirga tetap saja Chris yang salah. Dia dianggap sudah mempengaruhi putrinya, membuat Nasya terpaksa menikah dengannya. Chris yang pemarah, pasti saja tidak terima. Kalau menuruti keinginan hatinya, dia ingin
Pukul 11 malam, baru lah pasangan pengantin masuk kamar. Harapan Chris untuk bisa memadu kasih di malam pengantin juga pupus, karena mertuanya masih ingin menyiksa dirinya. "Kamu tidur di kamarmu bersama Zain!" perintah Dirga tidak ingin dibantah. Nasya berontak, tapi ayahnya lebih dulu memasang wajah menantang. Chris pun mengangguk, memberi tanda pada Nasya agar gadis itu mengikuti kemauan ayahnya. "Nanti aku akan lari ke kamarmu," bisik Nasya masuk ke dalam kamarnya. Nasya menunggu sampai semua orang di rumah tertidur, baru dia akan menyelinap masuk ke dalam kamar Chris. "Papi jahat! Enak aja memisahkan ku dengan mas Chris!" batinnya melangkah dengan sangat pelan. Kakinya berjinjit agar tidak sedikitpun suara terdengar, bisa ribut lagi ayahnya. Pintu kamar Chris memang sengaja tidak dikunci. Istrinya selalu mengingatkan kalau sebentar lagi dia akan datang. "Maaf, ya, Mas, aku nunggu papi sama mami tidur." Nasya melingkarkan tangannya di pinggang. "Sayang, sebaiknya
"Nas, kalau aku suka sama bang Radit, menurutmu gimana?" Airin melepas pertanyaan itu pada akhirnya. Selama ini dia takut buka suara, karena Nasya selalu berpesan kalau mereka sudah seperti saudara, artinya kedua abang Nasya juga abangnya. Meski acap kali Nasya selalu menggoda Airin agar pacaran dengan Raka, tapi itu hanya sekedar lelucon semata. Kali ini justru dipertanyakan Airin adalah Radit, abang yang paling disayangi oleh Nasya. Leher Nasya memutar, menatap tajam pada Airin. Mendelik jeli, apa Airin mabuk siang ini atau tidak. "Jangan aneh, itu bang Radit. Kalau bang Raka, boleh lah," jawabnya menaikkan satu alis. Airin sempat shock, jawaban Nasya menyiratkan ketidaksetujuannya. "Aku cuma bercanda," jawab Airin pada akhirnya. Jawaban yang dia ingin tahu sudah didapat. Nasya tidak akan setuju kalau dia bersama Radit. Mungkin, harapan Nasya, pasangan yang cocok untuk abangnya seperti Dinar. Patah hati mulai Airin rasakan. Perasaannya telah layu sebelum berkembang. "G
Pertemuan Chris dengan Elin yang tanpa disengaja membuat wajah Chris menegang. Dia terlihat shock seperti dihadapan pada masa lalu yang tidak ingin dia ingat. Sulit untuk menjelaskan, tapi pada dasarnya Chris jadi berubah. Nasya bisa merasakan hal itu. Bukan perubahan sikap Chris pada dirinya, tapi lebih pada rahasia yang disimpan pria itu. Tanpa sengaja, Nasya pernah membaca pesan dari Elin. Cemburunya langsung membara, tapi dia tidak punya alasan untuk marah karena pesan itu hanya bertanya kabar, dan yang membuat Nasya jadi tenang kembali, Chris sama sekali tidak membalas. Namun, tetap saja, istri tidak akan tenang kalau tidak mendapat jawaban langsung dari yang bersangkutan. "Mas, Elin itu siapa?" "Teman," jawab Chris tanpa mengalihkan pandanganya dari layar ponsel. Nasya tidak puas dengan jawaban Chris, tapi terlalu memaksa juga tidak enak. Dia hanya bisa percaya pada suaminya. Kalau dibilang teman, ya teman. Sejauh ini Chris juga menunjukkan kalau dia sangat mencintai
Nasya berulang kali meminta supir taksi untuk lebih cepat, agar dia bisa segera sampai di rumah Airin. Perasaan Nasya tidak tenang setelah berakhirnya pembicaraan mereka melalui telepon tadi. Begitu selesai mencoba pakaiannya, Nasya buru-buru pamit, meninggalkan Dinar, tidak peduli calon kakak iparnya itu berteriak memanggilnya. Baginya saat ini, Airin lebih penting. Nasya tiba di rumah Airin. Dia baru sampai di pintu gerbang dan disambut oleh bi Sum, pembantu Airin. "Loh, neng Nasya kemari?" Nasya mengangguk, meski sedikit heran kenapa bi Sum bertanya seperti itu, pasalnya Nasya sudah sering main ke rumah Airin sejak dulu, bahkan tidak jarang nginap di sana. "Mana Airin, Bi? Masih tidur?" Nasya bergerak cepat memasuki rumah tanpa menunggu jawaban Bi Sum, tujuannya hendak ke kamar Airin . "Loh, Neng Nasya gak dikabari? Non Airin udah berangkat pagi ini ke London." Nasya mematung. Seketika dia lupa cara menarik napas. "London?" desisnya masih tidak percaya. Airin benar-be
Radit masih diam terpaku. Dia masih belum percaya atas apa yang baru saja terjadi. Semua begitu cepat, tanpa sempat memikirkan ujungnya nanti."Ayo, menikah!" seru Airin beberapa menit lalu. Dan itu terjadi. Dia sudah menikah. Benar, Airin kini sudah menjadi istri dari Radit Mahesa. Airin sudah menjadi penyelamat keluarganya. Benar kata Airin, kalau pernikahan ini demi menyelamatkan nama baik keluarga. "Aku gak bisa, Ai. Pernikahan itu harus dilandasi rasa cinta, dan aku tidak mencintaimu. Mungkin aku menyayangi, tapi itu hanya seperti Abang pada adiknya," terang Radit menolak saran Airin tegas. "Abang tidak akan mencium bibir adiknya!" sambar Airin jutek. Melipat tangan di dada, hingga menyembulkan gundukan indah yang bulat miliknya. Radit sempat melihat siluet dada Airin yang baru disadari sangat indah dan ... menggoda.Radit terdiam. Kulit wajahnya yang putih terlihat memerah menahan rasa malu yang sangat besar. Dia tidak menyangka kalau Airin akan menyerangnya dengan kejadian
Tidak ada kesempatan bagi Airin untuk berbagi rasa bahagianya bersama Nasya, meskipun bahagia itu harus dia tekan dalam hati, jangan ada yang tahu kalau dia memang menginginkan pernikahan ini, tapi tetap saja dia ingin bersama Nasya untuk berbagi cerita paling tidak dalam beberapa hari ini. Namun, keinginannya itu langsung dipatahkan oleh Radit. Malam pernikahan mereka harus kembali ke apartemen Radit, meski Anisa meminta untuk tinggal sampai besok. "Gak papa, Mi. Airin. akan ikut bersama mas Radit. Sejujurnya, Airin takut kalau kecewanya pada Dinar membuatnya melakukan tindakan konyol," ucap Airin menenangkan hati mertuanya. Anisa memang memaksa Airin memanggilnya mami setelah mereka menikah. "Besok aku akan mampir ke sana," ucap Nasya melepas kepergian sahabatnya. Radit sudah ada di mobil, diam seribu bahasa. Dia cukup pamit pada kedua orang tuanya. Biasanya dia akan mengajak Zain bercanda terlebih dulu sebelum pulang, tapi kali ini, pria itu tampak dalam keadaan mood yang san
"Sial!" umpat Radit mengepal tinju. Dia kembali berbalik, yang entah sudah ke berapa kalinya. Kali ini dia menghadap ke arah Airin yang sudah terlelap. Gadis itu memunggungi Radit hingga pria itu bisa lebih leluasa berbalik. Meski sudah membuat batasan di tengah-tengah mereka, Radit tetap tidak bisa terpejam. Bayangan bentuk dada Airin membayang jelas. "Kenapa aku bisa gelisah seperti ini? Sementara yang biang masalah justru enak sekali terlelap. Jarum jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, tapi matanya masih enggan terlelap. Meski masih mendapat izin cuti dari kantor, Radit memutuskan besok akan kembali bekerja, paling tidak, bisa memberi jarak dengan Airin. Lamunan panjangnya tentang Dinar yang tiba-tiba datang menyerang pikirannya buyar. Airin telentang dan kakinya menindih pinggul Radit. "Selama ini gue pikir cewek ini manis, imut, gak tahunya bar-bar! Kalau dipikir-pikir kenapa dulu bisa sampai menciumnya, ya?" cicit Radit memperhatikan Airin yang begitu lasak saat tidur
Elena tidak bisa menolak. Bukan hanya sekedar karena Raka akan membantu keluarganya, tapi jauh dari itu, dia juga menyimpan rasa pada Raka. Tidak dibuat-buat, mengalir begitu saja. Elena yakin, kalau Raka mampu membahagiakan dirinya. Pernikahan putra bungsu Dirga digelar di ballroom hotel dengan banyak tamu undangan dari kalangan pebisnis, publik figur, sampai semua karyawan perusahaan diundang. Banyak yang terkejut, tidak menyangka kalau atasan dan bawahan itu akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga. "Kamu terlihat gugup," bisik Raka memandang lembut istrinya. Elena tersipu malu. Kini sudah resmi jadi suami istri, tapi rasa gugup dan deg-degan di dalam hatinya belum juga surut. Ada kalanya Elena mencubit tangannya, demi memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi. Raka putra Dirgantara kini sudah jadi suaminya. "Sedikit," jawabnya pelan, hanya sekali mengangkat kepala lalu kembali menunduk tak tahan dengan tatapan mesra Raka. Raka menarik tangan Elena, menyelipkan j
"Bagaimana permintaan papi?" Dirga sudah muncul dan duduk di samping Raka yang tengah duduk di teras rumah menikmati kesunyian berteman secangkir kopi. Ayahnya kembali mendesak, tidak mungkin terus menghindar. Tapi, kalau dituruti juga dia tidak punya kandidat. Puas pacaran selama kuliah, menjadi sosok badboy, membuat Raka tidak lagi minat pada pernikahan. Ambisinya sudah terikat dengan urusan kantor. Ada kalanya dia menerima tawaran dari beberapa temannya untuk kumpul di sebuah bar, minum dan menikmati dunia malam. "Hei, kau dengar tidak? Diajak ngobrol kok, malah diam?" "Dengar, Pi. Tapi untuk saat ini aku masih belum ada jawaban untuk pertanyaan papi." Lebih baik pembicaraan ini langsung diputus, jangan lagi ada perpanjangan. "Kalau begitu kamu menerima putusan dari papi. Biar papi jodohkan pada anak teman papi aja," sambar Dirga tidak memberi celah. Terlalu lama bersabar dengan putra bungsunya ini, kalau tidak gerak cepat, bisa-bisa, dia tidak jadi menikah. "Jangan
"Wajah kamu kenapa?" Raka memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas ke arah pipi Elena yang dia temui pagi ini di lift. "Gak papa, Pak," jawabnya singkat. Rambut panjangnya dibiarkan menutup pipi sebelah kanan, agar memar bekas tampar ibu tirinya tidak terlihat. Kalau bukan karena demi ayahnya, dia pasti sudah kabur lagi dari rumah.Elena mengutuk keberadaan ibu tirinya ada dalam hidup mereka, bukan memberi kebanggaan bagi ayahnya, justru derita. Elena harus menerima kekejaman dan penyiksaan ibu tirinya karena sudah menolak pernikahan dengan Edgar. Mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai pria yang sombong dan sok berkuasa itu. Kalau dari hikayat Edgar yang dia dengar dari orang tuanya, harusnya pria yatim piatu itu berbudi pekerti dan bersikap baik, bukan justru sebaliknya. Dia juga tidak merasa perlu dinikahi Edgar karena permintaan terakhir Jason. Bahkan dengan Jason sendiri pun dia belum terlalu yakin, semua ini juga karena keluarganya yang memaksa dia harus menikah deng
Rasa penasaran Nasya menggerogoti pikirannya hingga tidak bisa tidur malam itu. Tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia bisa mencari Chris. Jelas kalau suara wanita yang dia dengar tadi milik Helen. Pertanyaan, mengapa malam selarut itu Chris ada bersama Helen? Memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, membuat Nasya tak kuasa menahan air matanya. Apakah dia akan kehilangan Chris lagi? Apakah hati pria itu sudah berubah, kembali pada Helen? Segala tanya dia simpan hingga esok. Penantian Nasya berakhir. Langit sudah terang, begitu cerah, tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan cemas di hatinya. "Pagi sekali, mau kemana?" tanya Anisa mendapati Nasya di anak tangga terakhir. Dia sudah bersiap, terlihat cantik meski kantong mata tetap menunjukkan kebenaran kalau dia semalaman tidak tidur. "Mau mencari Chris!" jawabnya tegas. Dia tidak perlu melirik ke arah Dirga yang saat itu juga ada mendengar obrolan mereka, karena dia yakin kalau ayahnya pasti saat ini tengah
Helen tidak tahu bagaimana lagi menyembunyikan wajah malunya. Di tengah semua tatapan menghakimi orang di kafe itu, dia mencoba untuk tetap bisa berdiri. Kalaupun mau mundur lagi, sudah kepalang tanggung. "Bagaimana, Bu, kita tetap melanjutkan tujuan kita kemari?" teguran dari petugas menyadarkan dirinya. Dengan ragu, Helen mengangguk. Dia akan terus berjuang, menggunakan kesempatan terakhirnya. Siang itu, Nasya membuat sedang ada di ruangannya. Kristal ikut bersamanya ke kafe dan sedang mencoba membujuk putrinya itu untuk tidur siang, jadi huru-hara di luar sana tidak sampai ke telinganya. Namun, begitu mendapati pintu ruang kerjanya didobrak, Nasya mengalihkan pandangannya. "Bapak ada kepentingan apa masuk ke mari?" tanya Nasya sewot, pasalnya menidurkan Kristal, dia harus ikut berbaring dan gaunnya sedikit tersingkap menunjukkan paha mulusnya. "Itu orangnya, Pak, tangkap saja!" seru Helen yang ternyata sudah ada di belakang petugas. Secara paksa, petugas menyeret Nas
Acara pernikahan itu pada akhirnya batal. Keluarga Ferdi tetap tidak terima. Mereka menuntut keluarga Nasya dengan tuduhan penjebakan. Namun, Dirga sudah tidak mau mendengar apapun penjelasan keluarga Ferdi, disaat itu juga diminta untuk membatalkan pernikahan itu. Sekarang, setelah semua orang pamit pulang dengan tanda tanya besar dalam hati mereka, kini semua anggota keluarga duduk di saling berhadapan. Rapat keluarga dimulai. Dirga duduk berdampingan dengan Anisa, mengamati Chris dan Nasya yang duduk tepat di depan mereka. Di sisi lainnya ada Raka, dan pasangan suami istri, Radit dan Airin. "Jelaskan!" perintah Dirga, menatap lekat pada wajah Chris. Matanya memicing, tanda tidak suka karena Chris menggenggam tangan Nasya dengan erat. Mengapa putrinya bisa bersama Chris sementara waktu itu, pria yang disebut bernama Andrew ini justru diusir Nasya. "Papi," Nasya mulai angkat bicara. Dia ingin menjadi tameng bagi Chris atas interogasi ayahnya. Tatapan Dirga pada suaminya s
Nasya tidak perduli kalau air matanya akan menghancurkan hasil karya-karyas pengantin yang sudah lebih 2 jam memoles wajahnya tadi. Meski mencoba untuk menahan air matanya tetap saja turun setelah mendengar semua cerita Chris. "Jangan menangis lagi, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dan menungguku terlalu lama," bisik Chris sembari terus mengusap punggung Nasya yang menangis dalam pelukannya. Tuhan begitu sayang kepadanya, di saat dia akan terperangkap dalam jebakan Ferdi, keajaiban datang dan membuatnya mengetahui sifat busuk pria itu dan kini kebahagiaan nya disempurnakan lagi oleh berita yang baru dia dengar dari Chris. "Sayang, jangan menangis lagi, aku semakin bersalah," bujuk Chris lembut. Nasya tidak terima, dia memukul dada bidang Chris, kesal, tapi juga sangat bahagia. Kesal karena harus melalui penderitaan yang panjang berpisah dengan pria itu, tapi senang karena mengetahui kalau suaminya belum meninggal dan dia kini bersamanya. "Ini seperti mimpi. Aku t
Lily batal tinggal di rumah orang tua Nasya. Dia menempatkan wanita itu di rumahnya bersama Bi Sumi yang selama ini mengurus rumah mereka yang sudah lama ditinggalkan setelah kepergian Chris. Ingin sekali rasanya menolak, takut merepotkan Nasya dan keluarganya, tapi Nasya tetap bersikeras meminta wanita itu tetap tinggal di rumahnya. Setelah selesai mengamankan Bu Lily, Nasya dan Airin meneruskan rencana mereka ke toko perhiasan, mengambil perhiasan milik Anisa. Sesaat Nasya berangkat mencari Lily, ibundanya menghubungi meminta anaknya singgah ke toko perhiasan. "Tunggu, itu bukannya-" Airin menghentikan ucapannya dan menarik tangan Nasya untuk mundur. Mata Nasya mengikuti telunjuk Airin. Benar, dia mengenal pria yang sedang memeluk pinggang wanita bertubuh sedikit berisi. "Itu mas Ferdi!" desisnya tidak percaya. Pria yang akan berubah status menjadi suaminya besok justru jalan berduaan dengan wanita lain. Jangan bilang wanita itu saudara, sepupu atau kerabat, tidak ada hubungan
Kejadian di salon itu menorehkan luka sekaligus trauma yang cukup besar. Kalau bukan Radit datang menjemput mereka, Nasya tidak akan berani keluar dari salon itu. Imbasnya, saat Ferdi menyarankan mempercepat pernikahan mereka, Nasya manut saja. Dia menyerahkan semua urusan pernikahannya yang kali ketiga ini pada Anisa dan ibu Ferdi, sementara dia hanya mengurung diri di kamar menangisi takdirnya. "Nay, kamu mau kemana? Gak baik keluar rumah lagi. Besok kamu menikah, sebaiknya jangan pergi," tegur Anisa yang mendapati putrinya itu sudah rapi dan bersiap pergi. "Sebentar aja, Mi. Cuma mau bertemu seseorang," balas Nasya. Baru saja dia mendapatkan pesan dari Airin. Orang suruhannya berhasil menemukan alamat Lily dan sekarang dia ingin mengunjungi wanita itu hanya sekedar ingin memastikan kalau Lily baik-baik saja. "Gak boleh! Nanti mami dimarahi papi kamu." "Mi, please." Nasya menyatukan telapak tangan di depan dada. Suaranya diusahakan pelan agar Kristal yang sedang tidur siang tid