"Kamu kenapa lemas banget? Sakit?" tanya Dika meletakkan telapak tangannya di kening Nasya. Sejak diantar pulang oleh Radit, Nasya menghabiskan waktu di atas ranjang, bergelut dengan selimut lembut."Aku gak papa, Mas. Lagi gak enak badan," ucap Nasya pelan. Coba memejamkan matanya, masih tetap pusing. "Kita ke dokter, ya," lanjutnya lembut, mengusap kepala Nasya penuh sayang.Gadis itu menggeleng. Dia sendiri tidak tahu penyebab dia jadi lemah seperti ini. Selera makan hilang, dan keinginan muntah yang acap kali muncul."Ya sudah, kamu istirahat. Aku ke bawah sebentar menemui Om Chris. Aku pasti cepat kembali, nanti aku urut, ya, siapa tahu masuk angin."Mendengar nama Chris, imun tubuh Nasya seakan kembali, ter-cas dengan sempurna. Dia tidak salah dengar, kan?"Om Chris?" celetuk Nasya terduduk.Dika mengangguk, sedikit memicingkan mata melihat reaksi Nasya. Gadis itu berubah total. Tadi seperti mayat hidup, begitu mendengar nama Chris dia berubah semangat. Walau sedikit curiga
Penuh sabar Airin menunggu Nasya siuman. Gadis itu terus mengamati wajah Nasya yang terlihat masih pucat tapi tidak se-mengerikan tadi. Penantian Airin berbuah manis. Nasya terlihat mengerjapkan mata. Perlahan tapi pasti kelopak mata itu terbuka dengan sempurna dan melihat Airin sebagai objek kedua setelah langit-langit kamar. "Ai ... kok, aku bisa disini? Bukannya kita ada di kampus?" Nasya mencoba mengingat apa yang terjadi. Penggalan memorinya menyisakan dia berjalan mencari Airin. "Kamu pingsan!" ucap Airin ketus, memasang wajah jutek karena memang sedang kesal. Nasya lagi-lagi menyembunyikan sesuatu darinya, dan kali ini masalah yang besar. "Kamu marah? Salah apa lagi, sih, aku?" "Salah apa? Enak banget kamu ngomong salah apa. Kamu anggap aku ini sahabat gak, sih? Mana yang katanya udah kayak saudara?" bentak Airin, emosinya pecah. Selama ini apapun yang dia alami pasti cerita pada Nasya karena menganggap gadis itu bagian dari dirinya sendiri. "Kamu memang sahabat aku
Dika masih diam, tidak bereaksi. Nasya yang tepat di depannya juga ikut membeku. Diamati wajah Dika, tegang dan terlihat shock. "M-mas ..." Suara Nasya membawa kembali ke alam sadar. Kali ini pandangannya tajam pada Nasya. "Lelucon apa semua ini, Nas?" Apa maksud Airin?" "Maaf kan aku, Mas. Itu benar, aku sedang hamil," jawab Nasya segera. Menyimpan kebenaran itu di dalam hati dan menunggu giliran mengatakannya, membuatnya sesak. Saat ini amarah yang akan ditunjukkan Dika adalah momok yang menakutkan bagi Nasya. Tapi seperti kata Airin saat dalam perjalanan tadi, bahwa dia sudah dewasa. Jangan lari dari tanggung jawab. "Tega kamu, Nas!" seru Dika menjauh dari gadis itu. Airin melirik Nasya. Dia ingin keluar karena sekarang adalah waktu yang tepat bagi mereka bicara berdua, tanpa ada intervensi dari pihak luar. Nasya mengangguk, lalu sebelum perbicangan alot itu dilanjutkan, Airin pun pamit. "Jawab aku! Jangan diam saja! Kenapa kamu tega? Kamu tidur dengan pria lain di b
Wajah Chris masih tampak kebingungan. Dia sampai kehilangan kata-kata. Belum usai rasa sakit atas pukulan Dika, kini mendapatkan kabar yang sedikitpun tidak dia sangka. "Menghamili?" tanya Chris dengan kening berkerut. Tidak mendapat jawab dari Dika yang sudah membelakanginya dan menghadap tembok, Chris menoleh pada Airin. Gadis itu yang menghubunginya, jadi pasti dia tahu keadaan yang sebenarnya. "Iya, Om. Nasya hamil anak, Om!" Airin mengunci wajah Chris. Dia ingin tahu apakah pria itu senang atau justru tidak terima dengan berita itu. Abu-abu. Chris masih tertegun. Hampir beberapa menit, lalu wajah shock yang terlihat bodoh itu pun memberikan setitik harapan bagi Airin. Chris tersenyum. "Nasya hamil anak ku? Dia mengandung darah dagingku?" ucapnya dengan mata berbinar. Dia bahkan mengguncang bahu Airin untuk memperjelas semua. "Om! Setidaknya tunjukkan penyesalan! Om sudah menghamili istriku. Kalian selingkuh di belakangku!" umpat Dika meremat jarinya. "Oke kami sa
Diskusi yang alot. Tarik-ulur. Dika tentu tidak mau menyanggupi permintaan Chris. Menceraikan Nasya sama saja mengantarkan kepalanya ke tiang gantungan. Apa kata ayah ibunya? Dia juga pasti akan malu kalau sampai orang tuanya tahu soal penyimpangannya. "Aku benar-benar gak bisa menceraikan Nasya, Om. Tolong pahami kondisiku. Terserah, kalau kalian bilang aku egois. Tapi, hanya bersama Nasya aku akan aman. Bersabarlah, sampai proyek ku selesai dan aku punya modal untuk pergi. Untuk sekarang, aku benar-benar belum sanggup kalau sampai ayah menarik semua kuasa atas perusahaan." Dika tidak akan malu mengemis. Dia sadar apa yang dipertahankannya sangat sulit, terlebih kalau melawan Chris. Power pria itu terlalu besar untuk dikalahkan. "Sorry, bayi dalam kandungan Nasya tidak bisa menunggu selama itu. Aku gak mau dia lahir, kamu masih status suami Nasya!" Hening kembali. Dika mati kamus lagi. Tangannya di bawah meja mengepal, kalau bukan takut di penjara, dia akan memukul om nya. Ta
Meski tidak sesuai angan Chris, setelah menikah akan bisa sekamar dengan Nasya, paling tidak bisa tinggal satu atap dan bisa melihat Nasya sudah cukup mengobati kecewa Chris. Setelah Risma menaruh curiga pada Nasya akan keadaan gadis itu yang terlihat lemas dan tidak selera makan. Tubuhnya semakin kurus dan wajah pucat. Nasya akhirnya mengaku kalau dia memang sedang hamil. Bahkan Risma sampai kaget kalau saat ini kehamilan mantunya sudah masuk trimester kedua. Tubuh Nasya yang kecil membuat perutnya tidak terlihat seperti orang hamil, hanya sedikit besar. Wanita itu pun suka memakai baju yang berukuran besar guna menyamarkan hamilnya. Selain menutupi dari mertua, Nasya juga tidak ingin jadi bahan olokan temannya, belum kelar kuliah sudah mau punya anak. Terlebih masa skripsi kemarin, sangat menguras tenaga dan pikiran. Beban di perut, beban juga di pikiran. Tapi, mengingat anak yang ada dalam kandungannya adalah buah cinta dengan Chris, Nasya pun menjadi lebih semangat. Usaha ti
Setelah sah bercerai, Dika segera angkat kaki dari kamar mereka. Itu sudah jadi ketentuan dari Chris untuk tetap mau ikut dalam sandiwara ini. Beruntung di lantai dua ada lima kamar, dan orang tua Dika tidur di lantai satu hingga tidak tahu apa yang terjadi di lantai dua. Dika menempati kamar di sebelah kamar Nasya. Jadi, kamar Nasya berada diantara kamar Dika dan Chris. Sebenarnya, meski satu kamar pun, Dika juga tidak akan menyentuh Nasya, tapi karena Chris tidak ingin Dika berada di kamar yang sama dengan pria lain yang bukan suaminya, maka Chris mengulti Dika untuk menjauh dari istrinya. Nasya melirik jarum jam, masih pukul 10, biasanya mertuanya masih ngobrol sambil menonton televisi hingga pukul 11, terlebih orang tua Nasya baru pulang, jadi tidak mungkin mertuanya langsung masuk kamar. Deeerttt Kembali ponsel Nasya berdenting. Satu pesan masuk. Dari Chris yang meminta segera datang. Nasya kembali bergerak gelisah. Bagaimana ini? Kalau dia tidak segera ke kamar Chris,
Untuk seketika kegiatan berhenti. Panas tubuh masih tinggi bahkan sudah menuntut pelepasan, namun apa hendak dikata. Ketukan pada daun pintu terus menggema, meminta perhatian dari makhluk hidup yang ada di dalam. "Mas ... itu ayah," bisik Nasya ketakutan. Tangannya yang mencengkram lengan Chris semakin mengencang. Sementara Chris malah mengabaikannya dengan lanjut menciumi ceruk leher Nasya. "Abaikan aja," bisiknya menikmati aktifitasnya saat ini. Dia sudah tidak menunggu lebih lama lagi. Ingin menuntaskan permainan mereka. Gairahnya sudah sampai ke ubun-ubun. "Mas, mana bisa main kalau ada ketukan di pintu sebagai musik pengiring," jawab Nasya mendorong tubuh Chris sedikit memberi jarak diantara mereka. Chris menatap Nasya, sepertinya tidak ada tawar-menawar. Chris pun bangkit, kembali mengenakan celana boxernya, sementara Nasya bersembunyi di balik bad cover tebal setelah menarik daster dan pakaian dalamnya ikut masuk ke dalam. Dengan kasar, Chris membuka pintu kamar, seng
Elena tidak bisa menolak. Bukan hanya sekedar karena Raka akan membantu keluarganya, tapi jauh dari itu, dia juga menyimpan rasa pada Raka. Tidak dibuat-buat, mengalir begitu saja. Elena yakin, kalau Raka mampu membahagiakan dirinya. Pernikahan putra bungsu Dirga digelar di ballroom hotel dengan banyak tamu undangan dari kalangan pebisnis, publik figur, sampai semua karyawan perusahaan diundang. Banyak yang terkejut, tidak menyangka kalau atasan dan bawahan itu akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga. "Kamu terlihat gugup," bisik Raka memandang lembut istrinya. Elena tersipu malu. Kini sudah resmi jadi suami istri, tapi rasa gugup dan deg-degan di dalam hatinya belum juga surut. Ada kalanya Elena mencubit tangannya, demi memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi. Raka putra Dirgantara kini sudah jadi suaminya. "Sedikit," jawabnya pelan, hanya sekali mengangkat kepala lalu kembali menunduk tak tahan dengan tatapan mesra Raka. Raka menarik tangan Elena, menyelipkan j
"Bagaimana permintaan papi?" Dirga sudah muncul dan duduk di samping Raka yang tengah duduk di teras rumah menikmati kesunyian berteman secangkir kopi. Ayahnya kembali mendesak, tidak mungkin terus menghindar. Tapi, kalau dituruti juga dia tidak punya kandidat. Puas pacaran selama kuliah, menjadi sosok badboy, membuat Raka tidak lagi minat pada pernikahan. Ambisinya sudah terikat dengan urusan kantor. Ada kalanya dia menerima tawaran dari beberapa temannya untuk kumpul di sebuah bar, minum dan menikmati dunia malam. "Hei, kau dengar tidak? Diajak ngobrol kok, malah diam?" "Dengar, Pi. Tapi untuk saat ini aku masih belum ada jawaban untuk pertanyaan papi." Lebih baik pembicaraan ini langsung diputus, jangan lagi ada perpanjangan. "Kalau begitu kamu menerima putusan dari papi. Biar papi jodohkan pada anak teman papi aja," sambar Dirga tidak memberi celah. Terlalu lama bersabar dengan putra bungsunya ini, kalau tidak gerak cepat, bisa-bisa, dia tidak jadi menikah. "Jangan
"Wajah kamu kenapa?" Raka memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas ke arah pipi Elena yang dia temui pagi ini di lift. "Gak papa, Pak," jawabnya singkat. Rambut panjangnya dibiarkan menutup pipi sebelah kanan, agar memar bekas tampar ibu tirinya tidak terlihat. Kalau bukan karena demi ayahnya, dia pasti sudah kabur lagi dari rumah.Elena mengutuk keberadaan ibu tirinya ada dalam hidup mereka, bukan memberi kebanggaan bagi ayahnya, justru derita. Elena harus menerima kekejaman dan penyiksaan ibu tirinya karena sudah menolak pernikahan dengan Edgar. Mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai pria yang sombong dan sok berkuasa itu. Kalau dari hikayat Edgar yang dia dengar dari orang tuanya, harusnya pria yatim piatu itu berbudi pekerti dan bersikap baik, bukan justru sebaliknya. Dia juga tidak merasa perlu dinikahi Edgar karena permintaan terakhir Jason. Bahkan dengan Jason sendiri pun dia belum terlalu yakin, semua ini juga karena keluarganya yang memaksa dia harus menikah deng
Rasa penasaran Nasya menggerogoti pikirannya hingga tidak bisa tidur malam itu. Tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia bisa mencari Chris. Jelas kalau suara wanita yang dia dengar tadi milik Helen. Pertanyaan, mengapa malam selarut itu Chris ada bersama Helen? Memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, membuat Nasya tak kuasa menahan air matanya. Apakah dia akan kehilangan Chris lagi? Apakah hati pria itu sudah berubah, kembali pada Helen? Segala tanya dia simpan hingga esok. Penantian Nasya berakhir. Langit sudah terang, begitu cerah, tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan cemas di hatinya. "Pagi sekali, mau kemana?" tanya Anisa mendapati Nasya di anak tangga terakhir. Dia sudah bersiap, terlihat cantik meski kantong mata tetap menunjukkan kebenaran kalau dia semalaman tidak tidur. "Mau mencari Chris!" jawabnya tegas. Dia tidak perlu melirik ke arah Dirga yang saat itu juga ada mendengar obrolan mereka, karena dia yakin kalau ayahnya pasti saat ini tengah
Helen tidak tahu bagaimana lagi menyembunyikan wajah malunya. Di tengah semua tatapan menghakimi orang di kafe itu, dia mencoba untuk tetap bisa berdiri. Kalaupun mau mundur lagi, sudah kepalang tanggung. "Bagaimana, Bu, kita tetap melanjutkan tujuan kita kemari?" teguran dari petugas menyadarkan dirinya. Dengan ragu, Helen mengangguk. Dia akan terus berjuang, menggunakan kesempatan terakhirnya. Siang itu, Nasya membuat sedang ada di ruangannya. Kristal ikut bersamanya ke kafe dan sedang mencoba membujuk putrinya itu untuk tidur siang, jadi huru-hara di luar sana tidak sampai ke telinganya. Namun, begitu mendapati pintu ruang kerjanya didobrak, Nasya mengalihkan pandangannya. "Bapak ada kepentingan apa masuk ke mari?" tanya Nasya sewot, pasalnya menidurkan Kristal, dia harus ikut berbaring dan gaunnya sedikit tersingkap menunjukkan paha mulusnya. "Itu orangnya, Pak, tangkap saja!" seru Helen yang ternyata sudah ada di belakang petugas. Secara paksa, petugas menyeret Nas
Acara pernikahan itu pada akhirnya batal. Keluarga Ferdi tetap tidak terima. Mereka menuntut keluarga Nasya dengan tuduhan penjebakan. Namun, Dirga sudah tidak mau mendengar apapun penjelasan keluarga Ferdi, disaat itu juga diminta untuk membatalkan pernikahan itu. Sekarang, setelah semua orang pamit pulang dengan tanda tanya besar dalam hati mereka, kini semua anggota keluarga duduk di saling berhadapan. Rapat keluarga dimulai. Dirga duduk berdampingan dengan Anisa, mengamati Chris dan Nasya yang duduk tepat di depan mereka. Di sisi lainnya ada Raka, dan pasangan suami istri, Radit dan Airin. "Jelaskan!" perintah Dirga, menatap lekat pada wajah Chris. Matanya memicing, tanda tidak suka karena Chris menggenggam tangan Nasya dengan erat. Mengapa putrinya bisa bersama Chris sementara waktu itu, pria yang disebut bernama Andrew ini justru diusir Nasya. "Papi," Nasya mulai angkat bicara. Dia ingin menjadi tameng bagi Chris atas interogasi ayahnya. Tatapan Dirga pada suaminya s
Nasya tidak perduli kalau air matanya akan menghancurkan hasil karya-karyas pengantin yang sudah lebih 2 jam memoles wajahnya tadi. Meski mencoba untuk menahan air matanya tetap saja turun setelah mendengar semua cerita Chris. "Jangan menangis lagi, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dan menungguku terlalu lama," bisik Chris sembari terus mengusap punggung Nasya yang menangis dalam pelukannya. Tuhan begitu sayang kepadanya, di saat dia akan terperangkap dalam jebakan Ferdi, keajaiban datang dan membuatnya mengetahui sifat busuk pria itu dan kini kebahagiaan nya disempurnakan lagi oleh berita yang baru dia dengar dari Chris. "Sayang, jangan menangis lagi, aku semakin bersalah," bujuk Chris lembut. Nasya tidak terima, dia memukul dada bidang Chris, kesal, tapi juga sangat bahagia. Kesal karena harus melalui penderitaan yang panjang berpisah dengan pria itu, tapi senang karena mengetahui kalau suaminya belum meninggal dan dia kini bersamanya. "Ini seperti mimpi. Aku t
Lily batal tinggal di rumah orang tua Nasya. Dia menempatkan wanita itu di rumahnya bersama Bi Sumi yang selama ini mengurus rumah mereka yang sudah lama ditinggalkan setelah kepergian Chris. Ingin sekali rasanya menolak, takut merepotkan Nasya dan keluarganya, tapi Nasya tetap bersikeras meminta wanita itu tetap tinggal di rumahnya. Setelah selesai mengamankan Bu Lily, Nasya dan Airin meneruskan rencana mereka ke toko perhiasan, mengambil perhiasan milik Anisa. Sesaat Nasya berangkat mencari Lily, ibundanya menghubungi meminta anaknya singgah ke toko perhiasan. "Tunggu, itu bukannya-" Airin menghentikan ucapannya dan menarik tangan Nasya untuk mundur. Mata Nasya mengikuti telunjuk Airin. Benar, dia mengenal pria yang sedang memeluk pinggang wanita bertubuh sedikit berisi. "Itu mas Ferdi!" desisnya tidak percaya. Pria yang akan berubah status menjadi suaminya besok justru jalan berduaan dengan wanita lain. Jangan bilang wanita itu saudara, sepupu atau kerabat, tidak ada hubungan
Kejadian di salon itu menorehkan luka sekaligus trauma yang cukup besar. Kalau bukan Radit datang menjemput mereka, Nasya tidak akan berani keluar dari salon itu. Imbasnya, saat Ferdi menyarankan mempercepat pernikahan mereka, Nasya manut saja. Dia menyerahkan semua urusan pernikahannya yang kali ketiga ini pada Anisa dan ibu Ferdi, sementara dia hanya mengurung diri di kamar menangisi takdirnya. "Nay, kamu mau kemana? Gak baik keluar rumah lagi. Besok kamu menikah, sebaiknya jangan pergi," tegur Anisa yang mendapati putrinya itu sudah rapi dan bersiap pergi. "Sebentar aja, Mi. Cuma mau bertemu seseorang," balas Nasya. Baru saja dia mendapatkan pesan dari Airin. Orang suruhannya berhasil menemukan alamat Lily dan sekarang dia ingin mengunjungi wanita itu hanya sekedar ingin memastikan kalau Lily baik-baik saja. "Gak boleh! Nanti mami dimarahi papi kamu." "Mi, please." Nasya menyatukan telapak tangan di depan dada. Suaranya diusahakan pelan agar Kristal yang sedang tidur siang tid