Banyak kenangan yang akan diingat Nasya sepulang dari Bandung. Semua sudah berubah. Setelah malam panjang yang dia lalui dengan Chris, Nasya meyakini kalau dia sudah jatuh cinta pada pria itu. Berbeda dari sikap Chris biasanya yang cenderung cuek, justru terhadap Nasya begitu lembut. Chris bahkan memilih pulang dengan bus bersama para karyawan. Tidak ada yang curiga pada mereka. Semua karyawan dan staf pulang keesokan paginya karena memang terhambat hujan deras hingga menginap di hotel. Ketika tiba di vila, sikap Nasya dan Chris tampan biasa, hanya pada saat berdua, Chris akan tersenyum lembut padanya. Saat Nasya sudah mulai naik ke bus, pastinya dengan wajah berseri, matanya menangkap sosok Chris yang sudah duduk di kursi depan. "Kita duduk di tengah," ajak Dan menunjuk deretan bangku yang masih kosong. Nasya menolak pada Chris, segera Chris memberikan kode pada Nasya agar duduk di sampingnya. Tapi, Nasya sedikit malu kalau harus duduk di sana. Lagi pula, Dan sudah menarik t
'Kamu gak masuk lagi? Ditanyain sama Pak Karyo!'Senyum Nasya mengembang membaca sepenggal pesan yang dikirim Chris. Lalu dia mengetik balasan pesan Chris.'Cie, ada yang kangen, nih. Kalau kangen ngomong aja, gak usah pake bawa-bawa nama pak Karyo.'Tak lama, Chris membalas dengan mengirimkan banyak gambar love padanya, dan stiker seorang pria mencium kekasihnya. Entah dari mana Chris mendapatnya, gambar pada stiker itu juga foto mereka berdua.Dia juga rindu. Nanti setelah selesai urusan dari kampus, dia akan singgah ke kantor, memberikan kejutan pada Chris. Tak lupa, dia juga berniat untuk membawa makan siang untuk pria itu, jadi ada alasan tinggal bersamanya lebih lama.Memikirkan rencana itu membuat Nasya tersenyum. Senyum Nasya lama kelamaan, berkembang menjadi tawa. "Kesambet lu?" tanya Airin menoleh. Keduanya setengah duduk di depan kantor jurusan, menunggu dosen pembimbing Airin keluar. Urusan Nasya sudah lebih dulu selesai, beruntung mendapatkan dosen pembimbing yang baik.
Bolak-balik Chris menghubungi Nasya, tapi gadis itu tidak mau mengangkat. Kepalanya pusing memikirkan cara mengajak gadis itu bicara empat mata guna menjelaskan apa yang terjadi. Begitu melihat Chris dan Kate berpelukan, Nasya mundur dan meninggalkan makan siang yang dibawanya di atas meja Linda, sekretaris Chris yang lain, lalu pergi dengan berlari masuk ke dalam lift. Dia tidak ingin dikejar. Awas saja Chris mengejarnya. Dia sedih dan terluka. Dia tahu kalau Kate adalah kekasih, eh, bukan, mantan, sebelumnya juga Chris sudah menjelaskan, tapi kenapa mereka berpelukan? Nasya tidak terima hal itu. Dia cemburu, itu sudah jelas. Dua bulan menjalin hubungan, tentu membuat Nasya takut dikecewakan oleh Chris. Salahnya sendiri, kenapa terlalu bucin pada pria itu. Tidak mendapatkan respon dari Nasya, Chris memutuskan mendatangi rumah abangnya. Kedatangannya disambut hangat oleh Anton dan Risma seperti biasa. Tidak ada yang curiga kalau keduanya sudah menjalin hubungan terlarang. Me
"Ada apa, sih? Kenapa ibu menangis?" tanya Nasya yang baru saja turun dari kamar dan bergabung bersama mertua dan juga Dika. Berhubungan tanggal merah, Dika juga tidak masuk kerja. Tampaknya pria itu coba menunjukkan perhatiannya pada Nasya sebagai balas budi, tidak selalu pergi berkencan bersama Bima seperti biasa dia lakukan dulu. "Sini, Sayang, kita ada kabar duka," ucap Dika mengulurkan tangan meminta Nasya duduk di sampingnya. Gadis itu menurut, menerima uluran tangan Dika meski perasaannya sudah mulai tidak tenang. Apalagi yang bisa membuat keluarga ini berduka, semua anggota keluarga lengkap di sini. Nasya memang siang ini baru turun dari kamar. Dia masih mencoba memperbaiki moodnya agar tidak marah lagi. Awalnya masih mau mendiamkan Chris sampai besok, ternyata tidak tahan. Dia rindu berat pada pria tampan penguasa hatinya itu. Rencananya, dia akan mendatangi apartemen Chris nanti sore, atau mengajaknya bertemu di toko buku seperti biasa mereka lakukan. "Kamu belum tah
Penantian dan kesabaran Chris berbuah manis. A Hasil otopsi keluar dan menyatakan kalau Chris bukan lah Kate, hal ini juga didukung oleh cctv di sekitar jalan masuk rumah Kate. Kalau untuk cctv di bagian dalam sudah dihancurkan oleh pelaku. Tapi tersangka kurang cerdik, ada jejak jari di seprei Kate, serta adannya sisa sperma di kelamin Kate, menyatakan bukan Chris pelakunya. Waktu kedatangan Chris dan keadaan mayat Kate juga menegaskan kalau Chris yang tiba saat itu berdasarkan cctv, korban sudah meninggal. Pihak berwajib meminta maaf sekaligus berterimakasih karena sudah kooperatif. Chris melangkah dengan dagu terangkat keluar dari kantor polisi. Di belakangnya berjalan Bram dan juga pengacara handal yang sudah membantu proses pembebasan Chris. Chris segera ke apartemen, ingin mandi sebelum pergi mencari Nasya. "Bos mau kemana?" tanya yang sudah kembali dengan membawakan beberapa jenis makanan. Dia tahu, di dalam sel Chris tidak makan dengan layak dan juga istirahat c
"Kamu kenapa lemas banget? Sakit?" tanya Dika meletakkan telapak tangannya di kening Nasya. Sejak diantar pulang oleh Radit, Nasya menghabiskan waktu di atas ranjang, bergelut dengan selimut lembut."Aku gak papa, Mas. Lagi gak enak badan," ucap Nasya pelan. Coba memejamkan matanya, masih tetap pusing. "Kita ke dokter, ya," lanjutnya lembut, mengusap kepala Nasya penuh sayang.Gadis itu menggeleng. Dia sendiri tidak tahu penyebab dia jadi lemah seperti ini. Selera makan hilang, dan keinginan muntah yang acap kali muncul."Ya sudah, kamu istirahat. Aku ke bawah sebentar menemui Om Chris. Aku pasti cepat kembali, nanti aku urut, ya, siapa tahu masuk angin."Mendengar nama Chris, imun tubuh Nasya seakan kembali, ter-cas dengan sempurna. Dia tidak salah dengar, kan?"Om Chris?" celetuk Nasya terduduk.Dika mengangguk, sedikit memicingkan mata melihat reaksi Nasya. Gadis itu berubah total. Tadi seperti mayat hidup, begitu mendengar nama Chris dia berubah semangat. Walau sedikit curiga
Penuh sabar Airin menunggu Nasya siuman. Gadis itu terus mengamati wajah Nasya yang terlihat masih pucat tapi tidak se-mengerikan tadi. Penantian Airin berbuah manis. Nasya terlihat mengerjapkan mata. Perlahan tapi pasti kelopak mata itu terbuka dengan sempurna dan melihat Airin sebagai objek kedua setelah langit-langit kamar. "Ai ... kok, aku bisa disini? Bukannya kita ada di kampus?" Nasya mencoba mengingat apa yang terjadi. Penggalan memorinya menyisakan dia berjalan mencari Airin. "Kamu pingsan!" ucap Airin ketus, memasang wajah jutek karena memang sedang kesal. Nasya lagi-lagi menyembunyikan sesuatu darinya, dan kali ini masalah yang besar. "Kamu marah? Salah apa lagi, sih, aku?" "Salah apa? Enak banget kamu ngomong salah apa. Kamu anggap aku ini sahabat gak, sih? Mana yang katanya udah kayak saudara?" bentak Airin, emosinya pecah. Selama ini apapun yang dia alami pasti cerita pada Nasya karena menganggap gadis itu bagian dari dirinya sendiri. "Kamu memang sahabat aku
Dika masih diam, tidak bereaksi. Nasya yang tepat di depannya juga ikut membeku. Diamati wajah Dika, tegang dan terlihat shock. "M-mas ..." Suara Nasya membawa kembali ke alam sadar. Kali ini pandangannya tajam pada Nasya. "Lelucon apa semua ini, Nas?" Apa maksud Airin?" "Maaf kan aku, Mas. Itu benar, aku sedang hamil," jawab Nasya segera. Menyimpan kebenaran itu di dalam hati dan menunggu giliran mengatakannya, membuatnya sesak. Saat ini amarah yang akan ditunjukkan Dika adalah momok yang menakutkan bagi Nasya. Tapi seperti kata Airin saat dalam perjalanan tadi, bahwa dia sudah dewasa. Jangan lari dari tanggung jawab. "Tega kamu, Nas!" seru Dika menjauh dari gadis itu. Airin melirik Nasya. Dia ingin keluar karena sekarang adalah waktu yang tepat bagi mereka bicara berdua, tanpa ada intervensi dari pihak luar. Nasya mengangguk, lalu sebelum perbicangan alot itu dilanjutkan, Airin pun pamit. "Jawab aku! Jangan diam saja! Kenapa kamu tega? Kamu tidur dengan pria lain di b
Elena tidak bisa menolak. Bukan hanya sekedar karena Raka akan membantu keluarganya, tapi jauh dari itu, dia juga menyimpan rasa pada Raka. Tidak dibuat-buat, mengalir begitu saja. Elena yakin, kalau Raka mampu membahagiakan dirinya. Pernikahan putra bungsu Dirga digelar di ballroom hotel dengan banyak tamu undangan dari kalangan pebisnis, publik figur, sampai semua karyawan perusahaan diundang. Banyak yang terkejut, tidak menyangka kalau atasan dan bawahan itu akhirnya dipersatukan dalam mahligai rumah tangga. "Kamu terlihat gugup," bisik Raka memandang lembut istrinya. Elena tersipu malu. Kini sudah resmi jadi suami istri, tapi rasa gugup dan deg-degan di dalam hatinya belum juga surut. Ada kalanya Elena mencubit tangannya, demi memastikan kalau dia sedang tidak bermimpi. Raka putra Dirgantara kini sudah jadi suaminya. "Sedikit," jawabnya pelan, hanya sekali mengangkat kepala lalu kembali menunduk tak tahan dengan tatapan mesra Raka. Raka menarik tangan Elena, menyelipkan j
"Bagaimana permintaan papi?" Dirga sudah muncul dan duduk di samping Raka yang tengah duduk di teras rumah menikmati kesunyian berteman secangkir kopi. Ayahnya kembali mendesak, tidak mungkin terus menghindar. Tapi, kalau dituruti juga dia tidak punya kandidat. Puas pacaran selama kuliah, menjadi sosok badboy, membuat Raka tidak lagi minat pada pernikahan. Ambisinya sudah terikat dengan urusan kantor. Ada kalanya dia menerima tawaran dari beberapa temannya untuk kumpul di sebuah bar, minum dan menikmati dunia malam. "Hei, kau dengar tidak? Diajak ngobrol kok, malah diam?" "Dengar, Pi. Tapi untuk saat ini aku masih belum ada jawaban untuk pertanyaan papi." Lebih baik pembicaraan ini langsung diputus, jangan lagi ada perpanjangan. "Kalau begitu kamu menerima putusan dari papi. Biar papi jodohkan pada anak teman papi aja," sambar Dirga tidak memberi celah. Terlalu lama bersabar dengan putra bungsunya ini, kalau tidak gerak cepat, bisa-bisa, dia tidak jadi menikah. "Jangan
"Wajah kamu kenapa?" Raka memiringkan kepala, mencoba melihat lebih jelas ke arah pipi Elena yang dia temui pagi ini di lift. "Gak papa, Pak," jawabnya singkat. Rambut panjangnya dibiarkan menutup pipi sebelah kanan, agar memar bekas tampar ibu tirinya tidak terlihat. Kalau bukan karena demi ayahnya, dia pasti sudah kabur lagi dari rumah.Elena mengutuk keberadaan ibu tirinya ada dalam hidup mereka, bukan memberi kebanggaan bagi ayahnya, justru derita. Elena harus menerima kekejaman dan penyiksaan ibu tirinya karena sudah menolak pernikahan dengan Edgar. Mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai pria yang sombong dan sok berkuasa itu. Kalau dari hikayat Edgar yang dia dengar dari orang tuanya, harusnya pria yatim piatu itu berbudi pekerti dan bersikap baik, bukan justru sebaliknya. Dia juga tidak merasa perlu dinikahi Edgar karena permintaan terakhir Jason. Bahkan dengan Jason sendiri pun dia belum terlalu yakin, semua ini juga karena keluarganya yang memaksa dia harus menikah deng
Rasa penasaran Nasya menggerogoti pikirannya hingga tidak bisa tidur malam itu. Tidak sabar menunggu datangnya pagi agar dia bisa mencari Chris. Jelas kalau suara wanita yang dia dengar tadi milik Helen. Pertanyaan, mengapa malam selarut itu Chris ada bersama Helen? Memikirkan banyak kemungkinan buruk yang akan terjadi, membuat Nasya tak kuasa menahan air matanya. Apakah dia akan kehilangan Chris lagi? Apakah hati pria itu sudah berubah, kembali pada Helen? Segala tanya dia simpan hingga esok. Penantian Nasya berakhir. Langit sudah terang, begitu cerah, tapi tetap saja tidak bisa menghilangkan cemas di hatinya. "Pagi sekali, mau kemana?" tanya Anisa mendapati Nasya di anak tangga terakhir. Dia sudah bersiap, terlihat cantik meski kantong mata tetap menunjukkan kebenaran kalau dia semalaman tidak tidur. "Mau mencari Chris!" jawabnya tegas. Dia tidak perlu melirik ke arah Dirga yang saat itu juga ada mendengar obrolan mereka, karena dia yakin kalau ayahnya pasti saat ini tengah
Helen tidak tahu bagaimana lagi menyembunyikan wajah malunya. Di tengah semua tatapan menghakimi orang di kafe itu, dia mencoba untuk tetap bisa berdiri. Kalaupun mau mundur lagi, sudah kepalang tanggung. "Bagaimana, Bu, kita tetap melanjutkan tujuan kita kemari?" teguran dari petugas menyadarkan dirinya. Dengan ragu, Helen mengangguk. Dia akan terus berjuang, menggunakan kesempatan terakhirnya. Siang itu, Nasya membuat sedang ada di ruangannya. Kristal ikut bersamanya ke kafe dan sedang mencoba membujuk putrinya itu untuk tidur siang, jadi huru-hara di luar sana tidak sampai ke telinganya. Namun, begitu mendapati pintu ruang kerjanya didobrak, Nasya mengalihkan pandangannya. "Bapak ada kepentingan apa masuk ke mari?" tanya Nasya sewot, pasalnya menidurkan Kristal, dia harus ikut berbaring dan gaunnya sedikit tersingkap menunjukkan paha mulusnya. "Itu orangnya, Pak, tangkap saja!" seru Helen yang ternyata sudah ada di belakang petugas. Secara paksa, petugas menyeret Nas
Acara pernikahan itu pada akhirnya batal. Keluarga Ferdi tetap tidak terima. Mereka menuntut keluarga Nasya dengan tuduhan penjebakan. Namun, Dirga sudah tidak mau mendengar apapun penjelasan keluarga Ferdi, disaat itu juga diminta untuk membatalkan pernikahan itu. Sekarang, setelah semua orang pamit pulang dengan tanda tanya besar dalam hati mereka, kini semua anggota keluarga duduk di saling berhadapan. Rapat keluarga dimulai. Dirga duduk berdampingan dengan Anisa, mengamati Chris dan Nasya yang duduk tepat di depan mereka. Di sisi lainnya ada Raka, dan pasangan suami istri, Radit dan Airin. "Jelaskan!" perintah Dirga, menatap lekat pada wajah Chris. Matanya memicing, tanda tidak suka karena Chris menggenggam tangan Nasya dengan erat. Mengapa putrinya bisa bersama Chris sementara waktu itu, pria yang disebut bernama Andrew ini justru diusir Nasya. "Papi," Nasya mulai angkat bicara. Dia ingin menjadi tameng bagi Chris atas interogasi ayahnya. Tatapan Dirga pada suaminya s
Nasya tidak perduli kalau air matanya akan menghancurkan hasil karya-karyas pengantin yang sudah lebih 2 jam memoles wajahnya tadi. Meski mencoba untuk menahan air matanya tetap saja turun setelah mendengar semua cerita Chris. "Jangan menangis lagi, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dan menungguku terlalu lama," bisik Chris sembari terus mengusap punggung Nasya yang menangis dalam pelukannya. Tuhan begitu sayang kepadanya, di saat dia akan terperangkap dalam jebakan Ferdi, keajaiban datang dan membuatnya mengetahui sifat busuk pria itu dan kini kebahagiaan nya disempurnakan lagi oleh berita yang baru dia dengar dari Chris. "Sayang, jangan menangis lagi, aku semakin bersalah," bujuk Chris lembut. Nasya tidak terima, dia memukul dada bidang Chris, kesal, tapi juga sangat bahagia. Kesal karena harus melalui penderitaan yang panjang berpisah dengan pria itu, tapi senang karena mengetahui kalau suaminya belum meninggal dan dia kini bersamanya. "Ini seperti mimpi. Aku t
Lily batal tinggal di rumah orang tua Nasya. Dia menempatkan wanita itu di rumahnya bersama Bi Sumi yang selama ini mengurus rumah mereka yang sudah lama ditinggalkan setelah kepergian Chris. Ingin sekali rasanya menolak, takut merepotkan Nasya dan keluarganya, tapi Nasya tetap bersikeras meminta wanita itu tetap tinggal di rumahnya. Setelah selesai mengamankan Bu Lily, Nasya dan Airin meneruskan rencana mereka ke toko perhiasan, mengambil perhiasan milik Anisa. Sesaat Nasya berangkat mencari Lily, ibundanya menghubungi meminta anaknya singgah ke toko perhiasan. "Tunggu, itu bukannya-" Airin menghentikan ucapannya dan menarik tangan Nasya untuk mundur. Mata Nasya mengikuti telunjuk Airin. Benar, dia mengenal pria yang sedang memeluk pinggang wanita bertubuh sedikit berisi. "Itu mas Ferdi!" desisnya tidak percaya. Pria yang akan berubah status menjadi suaminya besok justru jalan berduaan dengan wanita lain. Jangan bilang wanita itu saudara, sepupu atau kerabat, tidak ada hubungan
Kejadian di salon itu menorehkan luka sekaligus trauma yang cukup besar. Kalau bukan Radit datang menjemput mereka, Nasya tidak akan berani keluar dari salon itu. Imbasnya, saat Ferdi menyarankan mempercepat pernikahan mereka, Nasya manut saja. Dia menyerahkan semua urusan pernikahannya yang kali ketiga ini pada Anisa dan ibu Ferdi, sementara dia hanya mengurung diri di kamar menangisi takdirnya. "Nay, kamu mau kemana? Gak baik keluar rumah lagi. Besok kamu menikah, sebaiknya jangan pergi," tegur Anisa yang mendapati putrinya itu sudah rapi dan bersiap pergi. "Sebentar aja, Mi. Cuma mau bertemu seseorang," balas Nasya. Baru saja dia mendapatkan pesan dari Airin. Orang suruhannya berhasil menemukan alamat Lily dan sekarang dia ingin mengunjungi wanita itu hanya sekedar ingin memastikan kalau Lily baik-baik saja. "Gak boleh! Nanti mami dimarahi papi kamu." "Mi, please." Nasya menyatukan telapak tangan di depan dada. Suaranya diusahakan pelan agar Kristal yang sedang tidur siang tid