Algo menatap manik mata sosok gadis yang telah lama ia kenal. Tatapan itu mengisyaratkan jika mereka saling merindukan satu sama lain. "Apa kabar, Algo Mahesa Rahendra?" tanya gadis itu dengan tatapan penuh arti.Laki-laki itu sama sekali tidak bergeming. Ia hanya menatap gadis itu lekat-lekat, kemudian ia berjalan ke arahnya. Dan ... cup!Ia mencium bibir kenyal milik gadis cantik itu. Tidak ada penolakan maupun rasa sungkan. Karena sedari dulu, mereka sering melakukannya.Karena sudah merasa kehabisan napas, Starla langsung melepaskan ciuman mereka dan mendorong tubuh Algo agar menjauh."Aku bisa kehabisan napas, Al. Kamu liar banget tahu nggak," kesalnya.Ia mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Bisa-bisa ia mati mendadak karena kekurangan oksigen."Apakah kamu tidak merindukan aku? Kita sudah lama berpisah, namun ... kamu masih tetap sama seperti dulu, cantik dan menggoda," ujar Algo.Ia menyerigai ke arah gadis itu. Dilihat dari penampilannya, ia nampak memesona dengan
Ardi memegangi kepalanya. Ia merasa frustasi dengan kejadian naas yang menimpa putri tercintanya. Anak yang ia besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang harus berakhir kehilangan kehormatannya sebagai perempuan."Udah, Pa. Nggak ada gunanya kita menyesali semuanya. Karena yang terjadi tidak bisa diulang. Nasi sudah menjadi bubur," kata Megan."Apa kamu tahu bagaimana rasanya jadi aku? Anak yang sangat aku banggakan dan menjadi calon masa depan untuk kita, kini dia tidak bisa menjaga kehormatan keluarga kita," sesalnya.Megan mencoba untuk tenang. Karena yang putrinya butuhkan bukan penghakiman, melainkan dorongan dan kekuatan. Agar ia bisa menjalani kehidupan dengan penuh keberanian."Tapi ini juga bukan salah anak kita, Pa. Dia dijebak oleh dosen mesumnya. Kita tidak bisa menyalahkan Clara, Pa," bela Megan tak terima.Ardi pun menatap istrinya. Ia berusaha keras untuk menahan amarahnya. Tapi, rasanya ingin meledak saja."Kamu memang benar. Apa yang terjadi pada anak kita bukan kes
Starla berdandan dengan sangat menor. Ia memakai pakaian ketat dan terbuka. Belum lagi, riasan di wajahnya bikin para buaya ingin segera menerkamnya tanpa ampun."Bagaimana penampilan gue?" tanyanya."Very-very perfect!" tegas Naomi, teman se-clubnya yang memiliki profesi sama dengan dirinya."Gue yakin, mereka nggak akan berpaling dari wajah cantik lu yang menggoda iman. Please, gue iri." Ia terkekeh pelan.Ia menyunggingkan senyum dan menatap ke arah cermin dengan percaya diri. Meskipun ia bekerja sebagai perempuan penghibur, ia merasa bangga. Karena dengan pekerjaan ini, ia bisa menyenangkan diri sendiri dan keluarganya."By the way, bagaimana dengan gadis yang lu temuin kemarin? Apa dia setuju dengan penawaran yang lu kasih?" tanya Naomi penasaran."Gadis yang mana?" tanya Starla sok pikun. Ia menebali lipstiknya agar lebih merah mencolok. Tak lupa, ia mengenakan blush on agar pipinya semakin merona."Please deh, jangan pikun jadi orang!" marah Naomi. Ia sering dibuat kesal ole
Langkahnya terhenti ketika ia menangkap sepasang kekasih sedang menghabiskan waktu berdua di sebuah cafe terkenal di Malang."Kenapa mereka malah semakin dekat?"Algo mengepalkan tangannya. Ia merasa jika hubungan Clara dan Devaro semakin dekat. Padahal sebelumnya mereka tidak saling mengenal satu sama lain."Gue nggak akan biarin Clara jatuh ke pelukan lu, Devaro Mahardika Sanjaya!" tegasnya.Bugh!Ia menonjok dinding yang sama sekali tidak bersalah hingga terdapat keretakan. Bahkan tangannya sampai berdarah. Namun, rasa sakit di tangannya tidak seberapa jika dibandingkan dengan luka di hatinya.Ia pun mendatangi kedua sejoli itu dengan penuh emosi. "Aw, sakit Al," ringis Clara.Ia menarik paksa tangan Clara dan memeganginya dengan sangat erat. Hal itu membuat gadis itu kesakitan."Apa-apaan lu! Lepasin Clara!" teriak Devaro hingga menggema."Kenapa? Lu terkejut? Clara hanya milik gue. Jadi lu nggak berhak buat nyuruh gue buat lepasin dia ke dalam pelukan orang menjijikkan kayak lu!
Setelah seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Clara diperbolehkan untuk pulang. Ia merasa tidak nyaman dengan suasana rumah sakit yang bau obat-obatan. Karena malah membuatnya semakin eneg."Aku seneng banget akhirnya bisa menghirup udara bebas lagi," ucap Clara dengan wajah sumringah."Tapi kamu harus ingat pesan dokter tadi. Ingat, jangan suka menyalahkan diri sendiri. Kasihan mental kamu, Ra. Mana masih muda lagi," pesan Devaro."Dan satu lagi, jangan pernah berniat untuk pergi. Karena aku nggak akan pernah maafin kamu kalau hal itu sampai terjadi," imbuhnya.Clara mengerutkan kening. Ia menatap ke arah suaminya yang mengemas barang-barangnya. "Memangnya kenapa kalau aku melakukannya lagi? Emangnya kamu peduli?" tanya Clara.Ia memicingkan mata, tak tahu kenapa Devaro bisa sangat peduli kepadanya melebihi teman. Padahal kan hubungan mereka hanya sebatas pernikahan kontrak."Ya kan gue peduli sama lu. Gitu aja nggak ngerti," selorohnya."Tadi pakai aku-kamu, sekarang lu-gue. Em
Karena merasa mual-mual, Clara langsung pergi ke kamar mandi untuk muntah. Entah mengapa sejak kemarin malam, ia merasa tidak enak badan. Padahal ia harus ke kampus dan sudah satu minggu lebih absen."Huekkk!"Devaro yang mendengar suara orang muntah, langsung beranjak untuk melihat kondisi istrinya."Ya Allah, Ra! Lu kenapa lagi? Perasaan tadi baik-baik aja," ujar Dev.Wajahnya nampak panik, karena takut terjadi apa-apa dengan istrinya yang baru saja keluar dari rumah sakit.Ia pun memijat tengkuk Clara dengan penuh kasih sayang. "Ya Allah, Ra, demen banget lu bikin gue panik."Clara membasuh mukanya, kemudian mengelapnya dengan tisu. Wajahnya nampak pucat pasi dan matanya terlihat seperti mata panda."Kayaknya aku demam deh, Dev."Dev langsung mengecek suhu tubuh gadis itu dengan telapak tangannya. Dan memang benar, suhu tubuhnya sangat tinggi."Yaudah mendingan sekarang lu istirahat aja di kamar. Nggak usah masuk ke kampus dulu. Ntar kalau ada apa-apa, gue yang repot lagi," saran
Karena merasa ia harus mempertahankan hubungannya dengan Devaro, Fida memutuskan untuk pindah kampus. Ia pindah ke Universitas Manura, di mana kekasihnya menempuh pendidikan hukum.Lagi pula, di tempat kuliahnya yang lama, sudah tidak ada harapan lagi. Beasiswanya dicabut hanya karena masalah personal. "Kira-kira, hari ini Devaro ke kampus nggak ya? Perasaan dari tadi aku keliling, tuh orang nggak nongol-nongol," kesalnya.Ia pun bertanya pada salah satu mahasiswi yang melintas di hadapannya."Eh, Mbak-mbak! Kamu tahu Devaro ada di mana nggak? Dia dari fakultas hukum.""Devaro yang wakil ketua BEM itu? Oh ... sepertinya tadi saya lihat ada di kantin sama temennya," jawabnya."Oh yaudah, makasih ya, Mbak," sahut Fida.Ia pun langsung menuju kantin. Berharap sang pujaan hati masih berada di sana. Karena ia ingin memperbaiki hubungannya yang tidak ada kejelasan.Bruukk!"Aw," ringis Fida. Ia memegangi lututnya yang terkilir."Kalau jalan lihat-lihat dong! Main nabrak aja, punya mata dip
Caca duduk termenung di perpustakaan kampus. Ia bingung ingin melakukan apa. Karena sejak Clara sakit, ia malas bersosialisasi dengan orang baru. "Kapan si Clara bisa masuk kampus? Rindu banget sama tuh bocah," lirihnya.Ia pun beranjak dan memilih-milih buku yang menarik untuk dibaca. Sekalian untuk membuat mood-nya baik. "Kenapa di sini nggak ada novel? Perpustakaan doang yang gede, tapi isinya cuma buku pelajaran. Ah ... membosankan."Ting!"Pasti dosen mesum itu. Emang minta digeplak tuh dosen," pikirnya.Satu notifikasi berhasil mengalihkan perhatiannya. Ia langsung mengambil benda pipih itu dari saku almamater yang ia kenakan.Ia pun mengusap layar ponselnya dan mendapatkan berita yang mengejutkan. "What? Apa lagi ini? Algo? Bentar, masak iya ini Algo, mantan Clara?" Ia mengezoom foto yang yang dishare oleh akun lambe turah Universitas Manura. "Astaga! Gila banget!" teriaknya spontan.Semua pasang mata memperhatikan dirinya. Mereka menatap seperti ingin menelannya hidup-hid
"Terima kasih," ucap Clara dengan senyum lebar di bibirnya. Ia sangat terharu dengan usaha Dev mendapatkan keadilan untuknya."Terima kasih, untuk apa?" tanya Devaro."Untuk semuanya. Kamu sudah berhasil menjebloskan pelaku itu ke penjara. Kamu juga sudah mau menerima aku apa adanya. Kamu selalu berusaha membahagiakan aku dan Tania. Aku nggak bisa mengatakan apa-apa lagi selain terima kasih yang banyak. Aku mencintaimu."Cup!Clara mencium sekilas bibir Dev. Hal itu membuat Dev terkejut bukan main."Untuk apa ini?" tanyanya sambil memegang bibirnya."Anggap saja ini bentuk kasih sayang aku ke kamu, Tuan Devaro Mahardika Sanjaya!" seru Clara menekankan nama lengkap suaminya.Dev tersenyum bahagia. Mereka saling berpelukan dan merasakan getaran yang menjalar. Meski mereka sering melakukan ini, namun rasanya tetap sama. Jantung Clara selalu berdegup kencang setiap berdekatan dengan suaminya. 'Aku nggak akan pernah menyia-nyiakan kamu, Dev. Aku sangat mencintai kamu. Baik kemarin, hari i
Dua Minggu kemudian ....Karena pihak Arya meminta waktu untuk mengumpulkan bukti-bukti, maka pengadilan untuk kasus Clara harus ditunda satu minggu.Meski harus ditunda, Dev sangat yakin jika Clara akan mendapatkan keadilan. Karena dari hasil Minggu kemarin, ia dan Alice sudah memberikan satu bukti yang kuat untuk menyatakan jika pelecehan yang dialami Clara memang murni disengaja.Namun, pengacara Arya terus menyangkal. Hingga akhirnya hakim memutuskan untuk menunda persidangan hingga minggu depan.Kini, tibalah di mana kasus Clara akan dibuka kembali. Tepat di hari Senin, 25 Juni 2022.Clara dan Caca duduk berdampingan. Meski Dev sudah memperingatkan istrinya untuk menjauh dari Caca, namun gadis itu tetap keras kepala.Ia bahkan tidak percaya jika sahabatnya, Caca, juga terlibat dalam tindak kriminal ini."Kamu yang tenang ya, Ra. Aku yakin jika Pak Arya akan mendapatkan hukuman yang berat," ucap Caca menenangkan sahabatnya. Ia mengelus punggung Clara dengan lembut. Tak lupa senyum
Dev melihat istrinya yang sedari tadi mondar-mandir di depannya. Clara terlihat sibuk mencari buku-buku dan keperluan kuliahnya hari ini. Ingin rasanya ia mengutarakan segala isi hatinya pada Clara, tapi ... ia takut jika gadis itu akan marah setelah tahu semuanya."Ra," panggil Dev lirih. Meski sangat lirih, ia yakin jika gadis itu bisa mendengar suaranya. Namun, Clara hanya meliriknya sekilas lalu pergi dari sana. "Clara, tunggu!" teriak Dev saat Clara hendak membuka pintu kamar.Clara menoleh. "Ada apa?" tanyanya datar."Kemarilah, aku ingin mengatakan sesuatu," pinta Dev tersenyum manis.Clara menyipitkan kedua matanya. 'Sepertinya ada yang aneh dengan suami aku,' pikirnya."Kamu mau ngomong apa?" tanya Clara penasaran.Clara berjalan menuju tempat tidur. Di mana Dev duduk sila dengan laptop di depannya. "Duduk di sini," pinta Dev meminta istrinya duduk di pangkuannya.Clara terdiam sejenak. Pikirannya ke mana-mana. Namun, ia langsung duduk di sebelah suaminya. "Mau ngomong ap
"Dev, cukup ya kamu bersikap cuek sama aku! Aku udah nggak sanggup lagi!" marah Clara tak kuat menahan diri.Dev tak menyahut sedikit pun. Ia tetap fokus dengan layar laptopnya tanpa memikirkan bagaimana perasaan Clara saat ini."Dev! Aku sedang bicara sama kamu. Apa kamu sengaja melakukan ini sama aku?" tanyanya dengan rasa amarah."Nggak usah lebay deh, Ra," ketus Dev tanpa ekspresi. Bahkan ia tak melihat lawan bicaranya sama sekali."Lebay kamu bilang?" Clara geleng-geleng kepala tak percaya. "Aku hanya bertanya, Dev. Harusnya kamu jawab aja ada apa sebenarnya. Kalau aku ada salah, katakan di mana letak kesalahan aku. Nggak perlu diemin aku kayak gini. Aku bukan patung yang nggak punya perasaan. You know?"Dev berhenti mengetik dan melihat sekilas istrinya yang menahan rasa sakit dan marah bersamaan. Wajahnya yang memerah membuat Dev merasa bersalah.Tapi, ia masih tak bisa berkata jujur. Karena terkadang, kejujuran sangat menyakitkan."Terserah kamu, Dev. Aku nggak peduli lagi. Ma
Kedua keluarga sedang berkumpul untuk membicarakan pernikahan Devaro dan Alice. "Bagaimana menurutmu, Dev? Apakah kamu suka gaun yang ini?" tanya Farah disertai senyum tipis di wajahnya. Dev melirik mamanya sekilas, lalu kembali fokus dengan benda pipih di tangannya. "Terserah Mama aja," jawabnya datar. "Kenapa kamu terlihat tidak minat seperti itu, Dev? Sebentar lagi kita akan menikah, harusnya kamu bahagia bisa menikah dengan aku," sahut Alice yang menatapnya. "Anda tahu jika saya tidak akan pernah bahagia dengan pernikahan ini. Jika Anda suka, ya sudah, ambil aja," ketus Dev. Jika sebelumnya Devaro bersikap sopan terhadap Alice. Tidak kali ini. Atau mungkin, ia akan sangat membencinya. Karena keegoisannya, Dev harus poligami. Itu pun tanpa sepengetahuan istrinya. "Kenapa sih kamu jadi kayak gini? Aku ini calon istri kamu, Dev!" Alice membuang napas gusar. "Anda sudah tahu jawabannya. Kenapa masih bertanya? Dan ya ... bagi saya, hanya Clara yang menjadi istri saya satu-satuny
"Assalamualaikum," ucap Devaro dengan nada kurang bersemangat. Bagaimana mau semangat? Ia harus memulai drama agar istrinya tak curiga mengenai pengkhianatan yang akan ia lakukan. Meski rasanya tidak tenang, namun ini demi kebaikan semua orang.Kebaikan semua orang katanya? Mungkin hanya orang-orang tertentu saja. Bahkan dirinya sama sekali tak bahagia dengan pernikahan yang akan ia jalani."Waalaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab Clara. Ia mencium punggung telapak tangan suaminya dan mengambil tas kerjanya."Kamu kenapa, Dev? Pulang-pulang kok mukanya masam gitu?" tanya Clara. Ia nampak curiga.Dev mengendurkan dasinya. "Nggak papa, Sayang. I am fine," jawabnya.Dev berjalan ke kamar. Clara yang masih tidak percaya dengan apa yang suaminya katakan, berjalan mengikutinya. Dev membuang dasinya ke ranjang. Memang kebiasaan, selalu Clara yang membereskan nantinya."Kenapa aku merasa kalau kamu berusaha menghindar dari aku?" tanya Clara penasaran. Ia mengambil dasi suaminya d
ANDAI KU MALAIKAT KU POTONG SAYAPKU DAN RASAKAN PERIH DI DUNIA BERSAMAMU. PERANG KAN BERAKHIR CINTA KAN ABADI DI TANAH ANARKI, ROMANSA TERJADI ....Seroang dengan rambut pirang blonde itu bernyanyi dengan jiwa rock-nya. Tania tampak menikmati pertunjukan rock and roll itu dengan sangat antusias. Ditambah lagi teriakan para penonton yang memekakkan telinga. Belum lagi aksi gila sang gitaris yang bisa memainkan gitarnya dengan lihai sambil lompat-lompat.Acara ini diselenggarakan tidak jauh dari sekolahnya. Ia pun menerima ajakan temannya untuk menonton konser SID (Superman Is Dead) penuh rasa bangga."Gimana, Tan? Bagus kan konsernya?" tanya Algi, teman sekolahnya. Meski masih duduk di bangku satu SD, mereka seperti anak kuliahan yang tak memiliki rasa takut."Bagus banget, Algi!" teriak Tania dengan girangnya.Sejenak kemudian, Tania nampak sedih dan menundukkan kepalanya."Katanya bagus. Kenapa wajah kamu sedih?" tanya Algi dengan wajah penasaran."Aku takut Momma dan Dadda aku nant
Caca melihat alamat di ponselnya. Dari alamat yang dikirim orang misterius itu, dirinya berada di lokasi yang benar. Namun, ia merasa aneh dengan tempatnya. Pasalnya tempat itu sangat gelap dan terlihat kumuh. Bukan hanya itu, dari luar saja ... bangunan itu nampak horor."Masuk, nggak? Masuk, nggak? Masuk. Ish ... ayolah Caca, masuk aja," ucapnya meyakinkan diri.Setelah merasa yakin dan mengumpulkan keberanian, Caca menaruh ponselnya di tas selempang yang ia kenakan. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mata sejenak.Saat kakinya hendak melangkah masuk ke bangunan tua itu, tiba-tiba ponselnya bergetar. Drt ... drt ... drt ....Ia memutar bola matanya malas. "Astaga, siapa sih yang ngirim pesan di saat-saat seperti ini?" tanyanya dengan wajah cemberut.Ia pun mengambil ponselnya dan menggeser layar ponselnya. Di sana tersemat seuntai pesan dari orang yang sama.[CEPAT MASUK! SAYA TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!]Begitulah isi pesan dari orang misterius yang akan Caca temui. Tiba-ti
"Jadi, bagaimana keputusan kamu, Dev? Papa tidak punya banyak waktu, cepat putuskan!" desak Anton tak punya perasaan.Devaro menatap istrinya yang tidak hentinya menangis dalam rangkulan mamanya. Ia sama sekali tak tega melihatnya. Tapi ia terdesak di antara dua pilihan yang sulit."Dev belum bisa memutuskan sekarang, Pa. Ini terlalu sulit untuk Dev," balasnya. Ia memejamkan mata sejenak.Anton menyipitkan matanya. "Apa kamu mau keluarga kita hidup di jalanan? Papa tidak mau tahu, kamu harus putuskan sekarang!" bentak Anton terus mendesak Dev mengambil keputusan.Dev mendengar kesal. "Tidak semudah itu, Pa. Apa hanya karena sebuah janji, Papa tega membuat hidup anak papa tidak bahagia nantinya? Aku nggak cinta sama pilihan papa. Lagi pula, kenapa harus aku yang menikahi dia?" "Satu lagi, aku tidak mungkin pisah sama Clara. Tidak mungkin," sambungnya.Farah mengelus punggung menantunya dengan lembut. Sejujurnya ia tak mau putranya menikah lagi. Tapi keadaannya sangat genting. Selain u