Hannah keluar bersama Sebastian. Meski pria itu bersikeras agar ia tetap istirahat yang mana langsung ditolak Hannah saat itu juga.“Aku baik-baik saja,” ucapnya jengkel, membuat Sebastian akhirnya menyerah.Ia ingin tahu alasan mammah Sebastian datang ke rumah ini setelah sekian lama tidak pernah menunjukkan diri.Kenapa mammah Sebastian harus mengusik hidup putranya sekarang? Apa mungkin Carla menyadari kesalahannya?Dan di sanalah dia, wanita anggun dengan pakaian yang membuatnya meringis. Wanita itu cantik tentu saja tapi meski begitu ada yang berbeda dari tatapannya. Sedih?“Kit mengatakan kalau kau ingin bertemu denganku,” gumam Sebastian tanpa basa-basi begitu mereka berdiri di depan mammah Sebastian.Sebastian mengambil tempat duduk di kursi tunggal yang berada di ujung. Hannah menempati kursi di samping kanannya karena mammah Sebastian duduk di sisi yang satunya.“Sebastian …”Sebastian mengangkat satu tangannya. “’Katakan apa yang kau inginkan dan cepat pergi dari sini. Istr
Sebastian tidak ingat kapan terakhir kali ia merasa setakut ini. Tidak, saat ini ia merasa seperti berada di tepi jurang yang curam. Jantungnya serasa dicabik-cabik saat melihat kesakitan Hannah. Wajahnya yang pucat, keringat yang mengalir membanjiri wajah istrinya. Sebastian merasa ketakutan mencengkeramnya seperti pusaran yang menariknya ke tengah-tengah badai. “Tolong …”Hannah bersusah payah membuka suara saat dokter membawanya untuk ditangani.“Kau akan baik-baik saja, Hannah,” gumamnya serak, mencium buku-buku tangan istrinya satu persatu. Gumpalan ditenggorokannya terasa menyakitkan.“Kita akan melalui semua ini bersama-sama.”Hannah tersenyum lemah. “Anak kita …”“Mereka akan baik-abaik saja,” gumam Sebastian, menyentuh kening Hannah dan menciumnya dengan lembut.Grace tersenyum muram menatap mereka berdua. Saat tatapannya tertuju pada Hannah sepasang bola mata cokelat madu itu berpendar dengan cinta dan kasih sayang yang melumpuhkan hingga membuat dada Sebastian sesak karena
“Itu tidak adil.”Yah, pertanyaan itu memang tidak masuk akal. Itu lancang.“Aku tahu,” aku Sebastian. “Anggap saja aku tidak menanyakannya.”Tapi Hannah menggeleng sebagai balasannya. “Itu tidak adil karena kau seolah memintaku memilih antara jantung atau hatiku untuk diserahkan yang mana pun pilihan yang kubuat akan membuatku tidak utuh dan mati.”Sebastian berhenti bernapas. Ia merasa seolah ada truk besar yang menabraknya. Pengakuan Hannah menimbulkan riak gelombang murni berpijar suka cita di sekujur tubuhnya. Ia bisa melihat ketulusan, keberanian dan juga kasih sayang melimpah berpendar dari bola mata Hannah dan itu … menundukkannya.Ia tercengang, sesaat merasa tersesaat. Sebastian akhirnya pulih dari keterkejutannya. Ia menunduk, menatap tangan Hannah yang gemetar dan menggenggamnya erat.“Seorang ibu diprogram mencintai anak mereka tanpa syarat Sebastian dan aku sudah mencintai anak kita sejak mengetahui ada kehidupan lain yang berada dalam perutku. Aku mencintai mereka tanp
“Sialan! Dasar anak kurang ajar!”Bunyi kelontang dari benda-benda yang dilemparkan Carla seketika memenuhi ruangan yang dipenuhi lukisan-lukisan mewah di dindingnya. Pecahan pot keramik memenuhi lantai, kaca-kaca berserakan kesegala arah.“Aku akan membunuhnya!” Matanya yang menyala dipenuhi dengan kebencian mendalam. Tubuhnya gemetar hebat saat amarah berkobar bagai api yang meluap.“Kau mau membunuhnya?”Suara berat bernada penuh ejekan itu membuat Carla berbalik. Sudut mulutnya melengkung ke atas saat melihat suaminya.“Menurutmu aku tidak mampu melakukan itu?” balasnya enteng. “Tanganku sudah pernah bernoda darah, Charles, menambah jumlah genangan di dalamnya bukan hal yang sulit.”Charles, pria bertubuh tinggi besar, dengan wajah kaku dan sorot mata tanpa emosi itu mengangkat bahu mendengar balasan istrinya.“Apa gunanya menambah jumlah genangan darah jika ada yang lebih sakit dari sekedar membunuh Sebastian.”“Apa maksudmu?”Charles mengangkat gelas anggurnya seakan sedang meng
Aku mencintaimu.Apa permintaannya terlalu mustahil?Ia hanya ingin mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Sebastian tapi sampai sekarang ia tidak pernah mendengarnya. Ia sudah melakukan segalanya, menunjukkan perasaannya, menelanjangi harga dirinya tapi tetap tidak ada apa pun.Meski Sebastian bersikap lembut dan penuh perhatian, ia tidak merasa itu cukup. Ia membutuhkan kepastian bukannya benak yang dipenuhi dengan tanda tanya.“Apa yang kau pikirkan?”Hannah menoleh, menatap Sebastian yang sedang sibuk dengan komputer tabletnya.“Tidak ada, hanya menikmati pemandangan.”Udara musim gugur kini mulai terasa dingin menusuk kulit. Meski mereka berada di ruangan yang memiliki perapian modern tetap saja saat memandang keluar melalui jendela besar setinggi atap rumah ini ia bisa melihat kalau cuaca diluar cukup dingin.“Kau kedinginan?”Hannah menatap kain panjang yang membalut tubuhnya. “Tidak. Apa akan badai?” tanyanya saat melihat awan gelap yang menyelimuti langit Glosaria.Sebasti
Ia mulai membenci rumah sakit.Rasanya ingin memaki semua orang yang ada di sini.Menyalahkan mereka atas apa yang terjadi pada dirinya. Pada Hannah. Pada kehidupan mereka.Sudah berapa kali mereka terjebak di tempat sialan ini?Rasanya seolah seluruh tulangnya dilolosi satu persatu saat mengingat kengerian yang menyambutnya begitu melihat tubuh Hannah tergeletak di tanah bersimbah darah. Keinginan membunuh nyaris mengambil seluruh akal sehatnya. Jika saja Kit tidak menghentikannya …“Sir.”Sebastian mengangkat kepalanya dengan enggan. Kemarahan yang terpancar dari tubuhnya pastilah sangat jelas karena Kit yang biasanya tenang kini terlihat gelisah.“Kami sudah mengamankan Carla, Sir.”Kalimat itu berhasil mengirimkan denyut menyakitkan pada tubuhnya. Ketegangan mengancam menghancurkan pengendalian dirinya, tapi Sebastian berusaha dengan susah payah agar tidak kehilangan kendali. Sudut mulutnya terangkat menunjukkan seringai keji yang menghiasi wajahnya. Sesaat pandangannya terpaku pa
Sebastian bertolak ke rumah sakit begitu urusannya dengan Carla selesai.“Apa kita akan membiarkannya seperti itu, Sir?”Sebastian merenungkan pertanyaan itu beberapa saat. Kemudian kepalanya bergerak sedikit. “Biarkan tetap seperti itu. Ketakutan akan membuatnya menderita.”Sebastian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi staf keuangan perusahaannya.“Bill, berikan dana pinjaman pada Benedict Corporation. Berapapun yang mereka inginkan aku tidak peduli bahkan semakin besar jumlahnya semakin bagus. Sebagai gantinya aku menginginkan seluruh asset Charles benedict sebagai jaminan. Ya, lakukan bersama Bean, pengacara kita.”Sebastian tersenyum sinis begitu menutup panggilan.Kit melirik Sebastian. “Apa Anda ingin membuat perusahaan tersebut hancur, Sir?”“Semakin banyak utang perusahaan kinerja perusahaan tersebut akan dipertanyakan dan harga saham mereka akan turun. Jika mereka tidak sanggup membayar utang…”Maka asset mereka akan disita sebagai gantinya.“Mereka main-main dengan nyawa
Sebastian sudah berdiri beberapa lamanya di depan ruangan Hannah. Namun, ia ragu untuk membukanya. Sebastian mendaratkan keningnya di daun pintu dengan mata setengah terpejam. Mereka berdua terluka tapi seperti yang dikatakan Grace, ia harus kuat. Demi Hannah.Sebastian membuka pintu dan mendapati Hannah memandang langit-langit ruangan nyaris tanpa berkedip. Pemandangan yang ia lihat begitu menyesakkan sampai setengah dari keberaniannya menghilang tanpa jejak.Hannah tidak menyadari kedatangannya bahkan jika iya, ia ragu Hannah mau memandangnya.“Hannah …” ujarnya lembut, setengah berbisik.Tidak ada sahutan.“Hei,” gumamnya kembali saat berdiri di sisi Hannah. Pandangan wanita itu sama sekali tidak berpindah ke arahnya.Sebastian menarik kursi dan mendaratkan tubuhnya di sana. Tidak mengatakan apa pun. Hanya terus memandang wajah pucat Hannah. Keheningan menjadi nyanyian pilu yang menemani diam mereka. Sebastian masih terus menatap Hannah meski wanita itu tidak membalas tatapannya.“