"Kita buktikan! Bahwa kita adalah tim yang kuat!"Teriak lantang dan tegas dari Reza sebagai kapten memberi motivasi kepada semua pemain, "Kita pasti memenangkan pertandingan ini!" Lanjutnya lantang dengan semangat tingginya.Pertandingan babak pertama pun dimulai, Phoenix FC U19 memakai formasi 4-3-3 menyerang seperti biasanya, sedangkan Black Hawk FC U19 memakai formasi 4-5-1 bertahan.Pada menit-menit awal pertandingan, Phoenix FC U19 selalu menyerang melalui kedua penyerang sayapnya, namun setelah sampai kotak penalti lawan mereka selalu gagal dalam penyelesaian akhirnya.Joe sebagai pemain depan tengah terlalu banyak membuang kesempatan untuk mencetak gol, yang membuat para pemain dari Phoenix FC U19 terlihat sangat frustasi. Sampai pada menit ke 40 kedua tim masih belum ada yang bisa mencetak gol. Terlihat Joe yang sepertinya kesakitan sambil memegang perutnya, jalannya mulai sempoyongan dan pada akhirnya jatuh tergeletak di lapangan. Reza yang melihat rekannya tiba-tiba terjat
Gol!!!Ali mencetak gol pada menit terakhir waktu normal melalui sentuhan kaki pertamanya ketika baru masuk ke dalam lapangan, tendangan langsungnya yang tanpa dikontrol dulu dapat merobek jala lawan.Setelah mencetak gol, nampak Ali yang terkesima dengan terdiam sesaat dan matanya yang terbuka lebar seolah tidak percaya dengan bola hasil tendangannya yang bisa masuk kedalam gawang lawan. Namun saat semua pemain banyak yang berteriak gol, Ali langsung tersadar dan berlari dengan wajahnya yang terlihat girang merasa puas setelah mencetak gol seraya mengangkat tangannya di udara.Begitu pula dengan para pemain lainnya yang langsung berlari ke arah Ali untuk merayakan gol pertama pada pertandingan ini untuk Phoenix FC U19. Micah dan Dico, keduanya adalah orang-orang yang langsung berlari dan menarik baju dari Ali, mereka memeluknya dengan sukacita hingga badan ketiganya orang itu jatuh ke tanah sebagai tanda kelegaan setelah Ali mencetak gol yang penting di laga yang sulit ini.Di ping
"Jangan bercanda kamu, Ali."Abdul yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Liana menyahuti ucapan dari Ali dengan wajah ragu, "Bagaimana caramu mencetak gol?" tanyanya seolah tidak percaya dengan omongan dari Ali.Berbeda dengan Abdul, Liana langsung percaya bahwa anaknya Ali memang mencetak dua gol, "Wah, hebat sekali, Nak!" sahutnya dengan wajah yang terpukau mendengar ucapan dari Ali."Benar, aku mencetak gol Yah!" ungkap Ali dengan wajah serius yang mengarah kepada Abdul, "Semua gol itu hasil tendangan kaki kananku." lanjutnya menjelaskan."Baiklah, anggap Ayah percaya kepadamu, Ali." ucap Abdul dengan nada sinis, "Bagaimana dengan kedepannya, apakah kamu bisa mencetak gol lagi?" tanyanya seraya menyeruput teh yang ada di depan mejanya."Pasti Ayah! Aku akan selalu mencetak gol bila dimainkan." jawab Ali yang nampak antusias, "Selama ini aku tidak pernah dimainkan dan sekalinya dimainkan aku bisa mencetak dua gol, he he." lanjutnya menjelaskan sembari menyeringai. "Jangan te
Ali merasa grogi dan kikuk ketika menatap wajah Minda yang memejamkan matanya, ia tertegun dengan menelan ludahnya sendiri dan tidak tahu apa yang harus lakukan. Lalu dengan perasaan ragu Ali mendekatkan wajahnya perlahan menghampiri wajah dari Minda, dan mencium bibir Minda. Ia merasakan kehangatan dari bibir tipis Minda yang lembut. Minda tidak menolak ketika kedua bibir mereka saling bersentuhan. Ia hanya terdiam, namun matanya seketika terbuka lebar, membiarkan Ali merasakan sentuhan lembut dari bibirnya.Mereka merasakan kehangatan satu sama lain di dalam mobil yang sunyi. Waktu berlalu begitu cepat dan mereka terus berciuman dengan semangat yang tak terbendung. Namun, akhirnya, Ali melepaskan ciuman tersebut."A-aku pulang dulu ya, Da." ucap gugup Ali seraya dirinya keluar dari mobil Minda dengan hati-hati dan perlahan, "Dadah," ucapnya sembari melambaikan tangannya cepat lalu berjalan pulang ke rumahnya. Minda menyambut lambaian tangan Ali, lalu berkata, "Daah," dengan senyu
"Besok pertandingan Ali terakhir. Mari kita nonton pertandingannya."Liana mengajak Abdul untuk menonton pertandingan sepak bola Ali di Emerald Stadium besok. Ia sangat ingin menonton Ali bertanding ke Emerald Stadium, karena belum pernah sekalipun pergi kesana.Mereka terlihat sedang duduk santai di sofa ruang tamu yang nyaman di rumah kediaman Abdul. Di samping mereka, terdapat meja kecil berisi beberapa cangkir teh dan bungkus kue yang masih tersisa beberapa buah lagi."Tidak mau Li." ucap Abdul menolak dengan cepat, "Aku tidak mau melihat Ali bermain sebagai pemain depan." ungkap Abdul dengan wajah datar lalu mengambil telepon selulernya. "Tidak ada salahnya bagi kita untuk menonton Ali bertanding, sayang." ungkap Liana berusaha mengajak Abdul dengan lembut, "Apalagi ini merupakan pertandingan terakhirnya di liga kecil U19." Lanjutnya menerangkan."Malas aku Li." sahut Abdul sambil melihat telepon selulernya yang dipegang di depan wajahnya, "Aku tidak berminat," seraya menyesap te
Agen tersebut mengangguk-angguk, "Aku sudah mendengar tentang pemain sepakbola muda yang bernama Ali itu. Bagaimana kamu bisa yakin bahwa Ali memakainya?" Sarah menjelaskan bahwa dia melihat Ali melakukan gerakan-gerakan yang tidak mungkin dilakukan oleh pemain sepak bola biasa. Dia juga melihat Ali dengan mudah menerobos pertahanan para pemain lawan dan mencetak gol-gol spektakuler. "Aku punya bukti video," kata Sarah sambil mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan video Ali yang sedang beraksi di lapangan. Agen tersebut melihat video tersebut dengan seksama dan kemudian berkata, "Baiklah, saya akan menyelidiki lebih lanjut. Terima kasih atas informasinya." Setelah selesai dengan pembuktian Ali yang memakai sistem kepada agen misterius itu, Sarah pergi meninggalkan agen misterius itu sendiri duduk di dalam cafe. Agen itu membuka laptopnya dan mengklik sebuah dokumen yang ada di dalamnya. Layar laptopnya pun berubah menjadi tampilan halaman dokumen yang berisi beberapa gambar dan in
Ketika Ali baru saja tiba di rumah setelah pulang dari latihan sepak bola, ia melihat Liana sang ibu yang sedang bersedih sambil memegang telepon selulernya.“Ibu kenapa?!” tanya Ali yang dengan cepat menghampiri Liana, “Apa yang terjadi Bu?” tanyanya lagi dengan wajahnya yang mulai terlihat cemas dan khawatir.“Ibu baru saja ditelepon dari rumah sakit.” ucap lirih Liana sambil memegang erat ponselnya, “Katanya Ayah mengalami kecelakaan tunggal dan sekarang ada di IGD Rumah Sakit Portville,” ungkapnya dengan wajah yang sudah berlinangan air mata.“Apa! Ayah kecelakaan!” seru Ali terkejut dengan mata yang terbuka lebar, “Kita harus cepat pergi Rumah Sakit sekarang, Bu.” ucap lantang Ali sembari menarik tangan Liana, agar dengan cepat pergi menuju ke Rumah Sakit.Akhirnya mereka berdua bergegas pergi ke Rumah Sakit dengan menggunakan kendaraan mobil yang dipesan online dengan pelayanan kilat terbaik agar bisa secepatnya sampai ke Rumah Sakit.Ketika Ali dan Liana tiba di rumah sakit, me
"Iya, itu Liana!" ujar Agen no. 2 memberitahukan kalau yang didepan itu memang mobil Liana, "Agen no. 3 cepat halangi mobilnya!" Perintahnya lantang supaya Agen no. 3 bergerak cepat mencegat mobil Liana."Baiklah!" sahut Agen no. 3 dengan sigap, "Cepat salip mobil putih yang ada di depan itu!" Perintahnya kepada supir yang mengendarai mobil Agen no.3, "Kita harus menghentikan mobil putih itu!" Mobil sport Agen no. 3 dengan kecepatan penuh langsung mendahului mobil Liana yang melaju dengan kecepatan rendah. Mobil itu menyalip dari sebelah kanan.Liana terkejut karena melihat ada mobil di sebelah kanan yang tiba-tiba menyusul mobilnya dan karena panik ia dengan gegabah malah semakin menginjak gas dari mobilnya, "Liana! Injak rem nya!"Pengajar mengemudi berteriak dengan keras kepada Liana agar segera menginjak rem nya, karena akan sangat berbahaya apabila mobil yang dikendarai oleh Liana yang baru belajar menyetir melaju dengan kecepatan penuh."Ibu! Jangan panik!" teriak Ali yang ber