Share

Bab 66

Penulis: Dyah Ayu Prabandari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ting ....

Sebuah notifikasi pesan masuk terdengar. Yasmin bangun lalu mengambil benda pipih yang ada di samping bantal berwarna merah muda. Tangan kanannya dengan cepat menari di atas layar. Senyum yang sempat hilang kini singgah kembali. Pesan dari Farel bagai air yang menyejukkan. Membuat rasa berdosa itu terkikis untuk sementara.

Tuhan seakan sengaja mengirimkan Farel untuk mengubah kehidupan Yasmin. Habis gelap terbitlah terang. Sudah persis judul buku R.A. Kartini. Begitulah sekenario yang Tuhan berikan pada setiap hambanya. Namun ada saja yang masih tak terima dan bahkan memaki Sang Pencipta. Mereka seolah lupa bahwa Allah sebaik-baiknya pembuat sekenario.

[ Sudah shalat kan,Yas. Jangan lupa berdoa. Maaf belum sempat main ke tempatmu. Aku masih sibuk.]

[Ku harap kamu tidak rindu. Cukup aku saja yang selalu merindukanmu.]

Pipi Yasmin memerah saat membaca pesan yang Farel kirimkan. Sebuah lengkungan masih bertahan di bibirnya. Dia sangat bersyukur Tuhan mengirimkan malaikat tak b
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 67

    "Kamu tak pantas dengan Farel! Jauhi dia!"Kalimat yang diucapkan papa Farel kembali terngiang di telingaku. Rasa sesak menyeruak memenuhi rongga dada. Ingin rasanya aku pergi dan menghilang tapi sayang semua itu tak bisa kulakukan. Apa salah jika aku berteman dengan Farel? Aku bahkan tak berniat untuk menjadikan Farel target atau pacar. Berteman dengan dia sudah lebih dari cukup. Aku duduk di teras seraya menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipi. Rasa kecewa dan marah melebur menjadi satu. Bukan, bukan marah kepada orang tua Farel. Namun aku marah dengan diriku sendiri. Kesalahanku di masa lalu kini berdampak sekarang. Dan mungkin masa depan. Aku tak menyalahkan orang tua Farel. Mereka benar, sebagai orang tua tentu menginginkan menantu yang baik bukan seperti diriku, seorang mantan simpanan lelaki hidung belang. Orang tua mana yang mau anaknya dekat denganku? Tak ada! Dan tak akan pernah ada! "Mbak! Laundrynya belum buka?" Suara lantang seorang lelaki menyentakku dari la

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 68

    “Huuu ....”“Wanita murahan!!”“Tidak tahu malu!”Sorak orang-orang itu! Mereka dengan mudah terprovokasi ucapan lelaki yang pandai bersilat lidah. Tanpa mencari tahu kebenaran mereka menyudutkanku. Apa karena aku mantan wanita simpanan? Hingga semua keburukan selalu menempel padaku?“Bohong! Lelaki itu berbohong! Aku tak serendah itu! Lelaki itu yang hendak melecehkan aku.” Aku berusaha membela diri. Mesk i aku tahu tak ada seorang pun yang mempercayai kalimat yang keluar dari mulut wanita sepertiku.“Mana mungkin aku melecehkan wanita mur*han seperti dia!” elak lelaki itu seraya menunjuk wajahku.“Aku tidak seperti itu,” ucapku parau dengan linangan air mata membasahi pipi. Namun percuma saja, tak ada satu orang yang mempercayaiku. Mereka justru menatap hina diri ini.“Cukup tak usah membela diri! Sekali wanita mur*han akan tetap menjadi wanita mur*han!” wanita itu menatapku tajam. Aku hanya bisa diam. Percuma membela diri. Semua orang tak akan percaya.“Dan kamu,pa! Ayo pulang!” Wa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 69

    Uhuuk ... Uhuuk.... Yasmin terbatuk mendengar ucapan Brian. Nasi yang belum sempurna dikunyah masuk begitu saja. Wajah Yasmin memerah dengan rasa panas menjalar di tenggorokannya. Uhuuk ... Uhuuk .... Brian dengan cepat mengambil air putih dan memberikan pada Yasmin. Dalam hitungan detik gelas itu sudah berubah kosong. Air putih sudah habis tak tersisa. Perkataan Brian membuat napsu makannya menguap ke udara. Tiba-tiba jantung Yasmin dipacu lebih cepat. Ada getaran yang tak bisa ia jelaskan. Ini bukan kali pertama Brian menyatakan perasaannya. Namun perkataan Brian kali ini membuat Yasmin berdebar. Tidak bisa dipungkiri ada rasa cinta yang mulai tumbuh di hati Yasmin. Rasa itu hadir saat Brian mempertaruhkan nyawa untuk menolongnya dari Riki. Namun Yasmin berusaha mengelak perasaan itu. Yasmin ragu untuk menjalin hubungan karena takut kecewa untuk kesekian kalinya. "Kamu sudah baikan, Bil?" tanya Brian seraya memijit tengkuk Yasmin. "Sudah, Ri. Makasih." Brian melepas tangannya

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 70

    "Mbak Fathiya membuat kaget saja," ucap Yasmin lalu menghembuskan nafas pelan. Yasmin pikir yang menyentuh pundaknya adalah salah satu dari ketiga wanita tadi. Yasmin bisa kehilangan kendali jika itu benar-benar terjadi. Yasmin dan Fathiya berjalan beriringan. Kemudian duduk di kursi plastik yang ada di depan ruko laundrynya."Mbak mau ....." Yasmin menghentikan ucapannya kala melihat Fathiya tak membawa kantung plastik berisi pakaian kotor. "Saya tidak mau mencucikan baju, Mbak. Hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja." Fathiya tersenyum manis. "Masuk ke dalam saja, Mbak." Yasmin mengajak Fathiya masuk ke dalam rumah. "Diminum dulu, Mbak. Seadanya." Yasmin meletakkan dua cangkir teh hangat di atas meja. Kemudian menjatuhkan bobot tepat di samping Fathiya. Perlahan bulir bening nan hangat jatuh membasahi pipi putih Yasmin. Wanita dengan rambut panjang itu kian terisak. Dia ceritakan musibah yang menimpanya dua hari yang lalu. Yasmin sudah tak sanggup menahan beban hidup seora

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 71

    Pov Farel"Pasien terakhir kan, Sus?" tanyaku. "Iya, Dok.""Alhamdulillah," ucapku seraya melepas jas putih yang menempel di tubuh. Masuk pagi pasien selalu antre hingga terkadang membuatku merasa kelelahan. Namun aku tetap menikmatinya karena menjadi dokter adalah impianku sejak kecil. "Dokter Farel ditunggu Dokter Pramana di ruangannya." Aku menghembuskan napas kasar lalu menganggukkan kepala. Dengan langkah gontai aku menuju ruangan papa. Entah apa yang ingin dia bicarakan padaku? Apa papa tidak tahu jika aku sedang terburu-buru? Setiap kali aku berpapasan dengan suster atau dokter saat menuju ruangan papa, mereka pasti tersenyum ke arahku. Menjadi putra pemilik rumah sakit membuatku seakan diistimewakan. Meski sebenarnya aku enggan. Pintu kudorong ke dalam setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Papa sudah duduk di sofa sambil melihat ke arahku. Tangannya menepuk sofa memintaku duduk di sebelahnya. Aku yakin ada hal penting yang akan ia bicarakan. Tapi apa? "Ada apa,

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 72

    Pov Farel"Ya Allah, Ma. Aku tak serendah itu, meski aku pernah satu kamar dengannya tapi aku tak pernah melakukan hal yang tidak-tidak. Yasmin juga tak serendah itu.""Satu kamar?" Mama menatapku tajam. Aku merutuki kebodohanku. Bisa-bisanya kelepasan bicara disaat yang tidak tepat. Mama pasti semakin membenci Yasmin. Jalan untuk mendapatkan restu sangatlah susah. "Jangan berpikir yang tidak-tidak, Ma! Farel akan ceritakan awal bertemu dengan Yasmin." Aku membalikkan badan, mata ini kembali menatap langit yang berwarna hitam. "Aku bertemu dengan Yasmin secara tidak sengaja. Tepatnya di jalan dekat pantai. Saat aku berlibur ke Bali beberapa bulan yang lalu ...." Aku mulai menceritakan semuanya. Mama diam seraya mencerna setiap kata yang keluar dari mulut ini. "Yasmin pernah meminta uang padamu?" tanya mama dengan suara lembut, tak setinggi tadi. "Yasmin tak pernah meminta uang sepeser pun, Ma. Aku yang menyewa kontrakan dan memberinya modal usaha. Semua kulakukan agar Yasmin bisa

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 73

    Yasmin dan Brian menoleh bersamaan kala mendengar suara benda jatuh, tidak keras tapi mampu mengusik kemesraan mereka. Melihat kedatangan Farel spontan membuat Yasmin melepaskan genggaman tangan Brian. Kini ia melihat Farel dengan rasa bersalah. Yasmin berdiri lalu melangkah mendekati Farel. Dengan cepat Farel memasukkan kotak berisi cincin ke dalam saku celana. Lalu dia segera menundukkan tubuhnya untuk mengambil seikat bunga yang tak sengaja ia jatuhkan. "Bunga untuk siapa, Rel?" Yasmin mengambil seikat mawar putih lalu menciumnya. "Kamu suka?" tanya Farel datar. "Aku suka, sangat menyukai mawar putih. Tapi ini untuk siapa?" Yasmin menggeser seikat bunga dari depan wajahnya lalu menatap Farel lekat. Namun Farel justru mengalihkan pandangan ketika mata mereka saling bertemu. Yasmin mengembalikan seikat mawar yang ada di tangannya. Awalnya dia mengira bunga itu untuknya. Namun melihat sikap dingin Farel membuat Yasmin sadar jika bunga itu bukanlah untuknya. Brian mengepalkan tan

  • Sisi Lain Pelakor   Bab 74

    Farel menepikan kendaraan roda empat miliknya di pinggir jalan. Dia pukul stang mobil berkali-kali lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Farel menitikkan air mata. Menangis dalam kesendirian. Khayalan indah bersama Yasmin hilang dalam sekejap mata. Angan untuk bersama menjalin kisah indah nyatanya hanya fatamorgana. Farel terluka, tapi tak berdarah. "Ya Allah, kenapa sesakit ini? Harusnya aku sadar dari awal jika Yasmin tak pernah menaruh hati padaku. Harusnya aku pergi sebelum rasa itu merasuk lebih dalam di sanubari," gumam Farel. Cinta tak pernah bisa memilih ke mana dia akan berlabuh. Dan itu yang Farel rasakan. Hatinya telah menetap kepada Yasmin, meski dia tahu betapa kelam masa lalu Yasmin. Namun Farel tak memperdulikannya. Dan kini dia kecewa dengan rasa yang tumbuh di hati karena tak seiring takdir Tuhan. Setelah hatinya mulai tenang, ia segera memutar anak kunci mobil sesuai jarum jam. Perlahan mobil miliknya berjalan menuju perumahan mewah tempatnya tinggal

Bab terbaru

  • Sisi Lain Pelakor   Restu Mama

    "Mbak Hazna gak salah ngomong?""Apa wajahku terlihat bercanda? Sejak kapan aku ngawur saat membahas masalah penting ini?"Mulutku kembali bungkam. Perkataan kakaku tak bisa diganggu gugat. Aku tahu betul, dia tak pernah main-main jika membahas masalah pernikahan. "Apa alasan Mbak Hazna menerima Yasmin?"Mbak Yasmin menghela napas. Air putih dalam gelas ia habiskan dalam sekali teguk. Kemudian tatapan tajam ia layangkan padaku. Ini masalah serius. "Itu perkataan sebelum mama masuk rumah sakit."Seketika perasaan bersalah tumbuh dan mendominasi. Keegoisanku membuat mama jatuh sakit. Anak macam apa aku ini? "Ini bukan salahmu, Rel. Kamu pantas bahagia. Mbak tahu, banyak keinginan yang terpaksa kamu tinggalkan demi mematuhi perintah papa. Sudah saatnya kamu bahagia, Farel."Setelah percakapan itu, aku segera pergi menuju apartemen Mbak Hazna. Apalagi yang akan kulakukan selain bertemu Yasmin. Baru beberapa jam tapi rindu terus membelenggu. Aku tak bisa jauh dari perempuan itu. Siulan

  • Sisi Lain Pelakor   Permintaan Hazna

    "Stop, Farel!"Seketika aku dan Yasmin menoleh ke belakang. Pintu lift yang semula tertutup kini sudah terbuka lebar. Seorang lelaki dengan jas dokter berdiri sambil menatap tajam padaku. Dokter Akbar, pemilik rumah sakit sekaligus ayah kandungku. "Ikut Papa!"Yasmin semakin mempererat genggaman tangannya saat kami keluar dari lift. Keringat dingin meluncur bebas dari kening. Wanitaku ketakutan. "Semua akan baik-baik saja, Yas."Aku pererat genggaman ini. Memberi kekuatan jika semua akan baik-baik saja. Aku akan selalu di depan untuk memberinya perlindungan. Sepanjang kaki melangkah semua mata menatap ke arah kami. Lebih tepatnya ke arah Yasmin. Bisik-bisik dan ucapan tak mengenakan mewarnai langkah kami. Sesekali Yasmin mengalihkan pandangan, tangan kirinya menyeka sudut netra. Dia menangis tanpa bersuara. Pintu ruang direktur utama terbuka lebar. Papa melangkah masuk, diikuti kami di belakang. Jantungku berdetak kencang kala pintu itu tertutup rapat. Kini kami saling diam deng

  • Sisi Lain Pelakor   Kembali ke Jakarta

    "Azizah!" Mataku terbuka lebar kala melihat wanita yang berdiri di hadapan. Dia masih sama seperti saat aku menolaknya. Senyum manis penuh ketulusan dia berikan padaku, lelaki yang membencinya karena sebuah perjodohan. "Kalian?" Aku menatap Azizah dan Arman bergantian. Sebuah kecurigaan tampak jelas di netra ini. "Boleh aku duduk, Bang Farel?" tanyanya menghentikan pertanyaan yang belum sempat aku ucapkan. Sebuah anggukan kuberikan sebagai jawaban saat mulut tak sanggup mengeluarkan kata. Azizah pun tersenyum, lalu menarik kursi dan duduk di antara kami. Sungguh keadaan ini membuatku tak nyaman, aku ingin pergi dan menghilang dari sini. "Kenapa kamu tahu aku ada di sini, Za?""Dia tahu dariku, Rel."Aku menghela napas kasar, mengeluarkan rasa kesal yang sempat memenuhi rongga dada. Aku sudah menduga, kedatangan Azizah pasti ada hubungannya dengan Arman. Apa ini rencana Arman untuk memisahkan aku dan Yasmin? "Amara alasan kamu melakukan ini?" Aku tatap tajam lelaki yang masih be

  • Sisi Lain Pelakor   Perempuan yang Bersama Arman

    Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku membenci keadaan ini. Kenapa selalu berada di situasi seperti ini? "Maaf, Bu Zazkia. Saya akan segera menikah."Wajah yang semula antusias mendadak berubah masam. Senyum yang tadi hadir sirna dalam sekejap mata. Dia kecewa. "Oh, menikah? Maaf, saya tidak tahu jika kamu sudah memiliki calon istri, Rel. Saya hanya ingin mengungkapkan perasaan ini. Maaf jika lancang dan membuatmu tak nyaman."Seulas senyum keterpaksaan nampak di wajahnya. Dia pura-pura tersenyum meski hati tersiksa. Lagi-lagi dunia penuh dengan drama dan sandiwara. Namun beruntung karena dia tak memaksaku untuk mengatakan iya. "Tak apa, Bu. Lagi pula semua orang bebas mengeluarkan pendapat, bukan? Negara ini saja mengikuti paham demokrasi, apa lagi kita yang hidup berdampingan satu dan lainnya.""Sekali lagi selamat, Rel."Aku mengangguk lalu segera berpamitan dengan wanita itu. Pergi secepat mungkin adalah pilihan yang tepat. Karena terus menerus bertemu dengan dia akan menci

  • Sisi Lain Pelakor   Ungkapan Hati Atasan

    "Kamu....""Iya aku, pelanggan yang kamu tinggal sebelum sempat memesan." Wanita itu berjalan mendekat, terdengar sepatu yang beradu dengan lantai."Dia pemilik restoran ini." Mati. Kali ini aku akan dipecat. Tamatlah riwayatku! Ternyata begitu sulit bekerja sebagai pelayanan. Salah sedikit berdampak pemecatan. "Maaf, Bu. Saya tidak bermaksud mengabaikan pelanggan. Saya hanya ingin menolong pelanggan yang lain. Tolong, jangan pecat saya, Bu."Wanita itu tersenyum hingga tampak gigi kelinci. "Siapa yang mau memecat kamu, Farel?"Aku menautkan dua alis, dari mana wanita itu tahu namaku? "Saya justru berterima kasih karena kamu sudah menyelamatkan orang itu.""Ja-jadi saya tidak dipecat?""Jelas tidak, mana mungkin saya memecat karyawan yang rajin seperti kamu." Aku mengangguk, seulas senyum terbit dari bibir ini. "Saya heran, kenapa kamu bisa tahu jika lelaki itu tersedak? Sementara jarak meja saya dengan lelaki itu cukup jauh."Aku hanya tersenyum, tidak mungkin aku jelaskan si

  • Sisi Lain Pelakor   Bekerja di Restoran

    Aku berlari menuju kerumunan. Perasaanku semakin tak enak. Semoga saja itu bukan Yasmin. Semoga bukan dia. "Permisi!""Permisi!"Aku menelusup masuk ke kerumunan. Darah berceceran di trotoar dan jalan sekitarnya. Wanita yang lelaki itu maksud sudah terbujur kaku dengan koran sebagai penutup tubuhnya. Rambut hitam wanita itu sama persis dengan Yasmin. Jangan-jangan dia memang wanitaku. Tidak... Tidak, itu tidak boleh terjadi. Yasmin tidak boleh meninggalkan diriku. "Ya... Yasmin, kenapa kamu tinggalin aku," isakku. Perlahan kubuka koran yang menutupi wajahnya. Jantungku berdetak, rasa takut kembali hadir. Bagaimana jika ini benar-benar Yasmin? Apa yang akan kulakukan? Bisakah aku menerima kenyataan pahit ini? "Mas kenal mayat itu?" tanya seseorang menghentikan gerakan tangan ini."Dia Yasmin, kekasih saya." "Sejak kapan aku jadi kekasihmu, Rel?" Aku mendongak, Yasmin berdiri di belakang sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Perlahan aku berdiri, niat untuk membuka koran itu

  • Sisi Lain Pelakor   Meninggalkan Rumah Arman

    Aku dan Yasmin saling pandang. Kami bingung harus menjawab apa. Situasi ini di luar dugaan kami. "Tante mendengar percakapan kami?" tanyaku sedikit ragu. "Jadi kamu mantan wanita simpanan?" Tante Mayang menatap tajam mata Yasmin. "I-iya, Bu. Sebenarnya nama asli saya Yasmin bukan Amara. Saya man... mantan wanita simpanan pengusaha terkenal. Saya pernah diperkosa dan dilecehkan," ucapnya dengan suara bergetar. Tak berapa lama cairan bening berlomba-lomba turun hingga membasahi pipinya. Mengungkapkan kenyataan pahit tidaklah mudah. Tetapi Yasmin mampu meski keadaan yang menuntutnya untuk melakukan itu. "Astagfirullah ... Ya Allah." Tante Mayang mengelus dadanya. Terkejut, marah dan benci melebur menjadi satu di hatinya. "Maafkan saya, Bu. Saya tidak bermaksud berbohong. Hanya....""Kamu ingin mendapatkan Arman lalu menutupi semuanya. Bukan begitu, Amara?""Ti-tidak seperti itu, Bu. Sa-saya hanya ingin....""Maaf, Amara. Mulai hari ini kamu saya pecat. Tolong tinggalkan rumah seka

  • Sisi Lain Pelakor   Jawaban Yasmin

    "Bagaimana Amara, apa kamu menerima lamaran Bapak?" tanya Om Sugiyono. Aku tak sanggup mendengar jawaban Yasmin. Aku tidak ingin terluka untuk kesekian kalinya. Mengetahui wanita yang kita cintai bersama lelaki lain itu menyakitkan. Lebih baik aku pergi, melarikan diri dari kenyataan pahit ini. Pengecut, tapi hanya itu yang bisa kulakukan saat ini. "Maaf, Om, Tante, semuanya saya masuk kamar dulu." Aku beranjak berdiri. "Kamu belum selesai makan, Rel.""Saya tidak enak badan, Tante." Terpaksa aku berbohong. "Mau aku periksa, Rel?""Gak perlu, Ar. Aman, kok. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat."Aku melangkah pergi, meninggalkan ruang makan dengan berjuta perasaan kecewa di dalamnya. Pintu kamar kututup rapat, lalu menjatuhkan bobot di atas ranjang. Lagi wajah Yasmin dan Arman menari-nari di pelupuk mata. Seketika amarah menyeruak memenuhi rongga dada. Ini tidak baik, aku harus secepatnya pergi dari sini. Aku tidak sanggup melihat mereka bermesraan. Aku mengacak rambut, frusta

  • Sisi Lain Pelakor   Lamaran

    "Arman mau melamar siapa, Tante?" tanyaku memastikan. "Arman belum cerita sama kamu, Rel?"Aku menggeleng, pura-pura tidak tahu. Meski aku yakin nama Amara yang akan ia sebutkan. Namun aku masih berharap bukan dia, bukan wanitaku. "Amara, asisten rumah tangga kami.'JLEPJantung ini seakan berhenti berdetak. Aku sudah mengira kata Amara akan muncul dari mulut mereka. Namun sakitnya tetap saja terasa. Ya Robb, haruskah aku terluka untuk kedua kalinya? Haruskah aku mengalah untuk lelaki lain? Sakit, aku tersiksa. Bahkan hampir tidak sanggup berbicara. Kenapa harus aku yang mengalah, Ya Robb. Tidak bisakah orang lain saja? Dulu Brian sekarang Arman, apa aku tak berjodoh dengan Yasmin? Hingga selalu Engkau datangkan orang lain di kehidupannya atau mungkin hatinya. "Kok diam, Rel. Kamu kenal Amara, kan?"Aku mengangguk, susah payah kutahan air mata yang hampir terjatuh. Payah, kenapa harus menangis jika aku mengetahui kenyataan pahitnya. "Kamu pasti kaget kenapa Tante setuju mesk

DMCA.com Protection Status