Anita Permatasari menghentikan mobilnya di depan lobi IGD lalu turun dari sedan Camry hitam itu. Dia segera berlari masuk ke meja pendaftaran pasien IGD.
"Sus, tolong ada pria tertabrak mobil. Dia di dalam mobil saya dan sekarang masih pingsan," ujar Anita dengan panik.
Segera paramedis mendorong bed pasien beroda mendekati sisi penumpang mobil Camry hitam itu untuk menjemput pasien yang tak sadarkan diri itu. Paramedis itu berdua menggotong pemuda bertubuh besar itu lalu membaringkannya ke atas bed pasien beroda.
Anita mengamati pria yang dia tabrak tadi masih memejamkan matanya di atas bed pasien didorong masuk ke salah satu bilik IGD oleh paramedis. Hatinya ketar-ketir menunggu pemeriksaan dokter sambil mondar-mandir di depan bilik IGD yang ditutup gorden itu.
'Aduh, Mas Radit pasti ngamuk ini kalau sampai pria tadi kenapa-kenapa!' batin Anita gelisah.
"Ibu Anita, bisa masuk ke sini sebentar?" panggil dokter jaga IGD itu setelah membaca nama identitas pengirim pasien di berkas pasien IGD.
Wanita itu tergopoh-gopoh masuk ke bilik IGD. "Iya, Dok. Bagaimana kondisi Mas itu?" tanya Anita meremas-remas jemari tangannya sendiri dengan gelisah.
"Sepertinya kami harus melakukan test MRI untuk melihat kondisi cedera di kepala dan tulangnya juga. Apa Anda keluarganya? Kami butuh tanda tangan untuk izin dan membayar biaya administrasi test MRI itu," ujar Dokter Jamil Harahap.
"Saya akan tanggung semua biayanya, Dok. Jangan kuatir, yang penting Mas ini selamat. Kebetulan saya tidak kenal sanak keluarganya, kami hanya ketemu di jalan tadi," jawab Anita berbohong, padahal dialah yang justru menabrak pria itu.
Dokter Jamil tidak merasa curiga, dia hanya butuh izin dan pelunasan biaya pengobatan pasien saja. "Kalau begitu tolong segera diurus semuanya di bagian administrasi meja pendaftaran pasien, Bu Anita," ujarnya.
"Baik, Dok," sahut Anita lalu bergegas menyelesaikan semua proses administrasi agar masalah ini cepat selesai. Dia kebingungan karena pria yang dia tabrak tak kunjung sadar juga.
Setelah semua persyaratan administrasi rumah sakit dipenuhi, Agus pun didorong menuju ke Lab. MRI untuk menjalani pengecekan sekujur tubuhnya.
Tubuh Agus dimasukkan ke dalam mesin MRI yang berbentuk seperti tabung dalam posisi horisontal untuk dianalisa gangguannya.
Setelah hampir 30 menit, hasil MRI pun keluar. Ternyata Agus mengalami gegar otak dan memar di bagian kaki kanan kiri saja akibat benturan dengan benda keras. Dokter Jamil menyampaikan hasil pemeriksaan MRI itu kepada Anita.
Tentu saja wanita itu paham benturan dengan benda keras yang dimaksud oleh Dokter Jamil itu apa, tabrakan mobilnya tadi. Sekalipun dia sudah menginjak rem mobilnya dalam-dalam tadi sebelum menabrak pria itu, tapi pasti masih kencang rasanya karena suara benturannya pun terdengar keras hingga ke dalam mobilnya.
Seusai pemeriksaan di Lab. MRI, Agus pun dipindahkan ke ruang perawatan sembari menunggu dia siuman. Selang infus dipasang oleh perawat di nadi tangannya. Sementara Anita terpaksa duduk dengan sabar menemani pria yang tadi dia tabrak itu di kursi samping ranjang pasien.
Sesekali dia mengamati wajah pria yang terbaring di ranjang pasien itu. 'Ganteng juga si mas ini, badannya gede banget mirip petinju aja,' batinnya.
Wajah Agus memang terbilang rupawan, sekalipun dia hanya berasal dari kampung, tetapi hidungnya mancung dengan tulang wajah yang tegas. Sepasang alis serta bulu matanya lebat dan berwarna hitam pekat. Bibirnya agak tebal merah delima. Sedangkan, tubuhnya tinggi besar dengan otot-otot menyembul tanpa lemak.
Sambil menghabiskan waktu yang membosankan di ruang perawatan pasien itu, Anita mengirimkan pesan permintaan maaf kepada teman-temannya di grup chat alumni Trisakti angkatan 2019.
Dulu selepas wisuda fakultas ekonomi, dia langsung menikah dengan suaminya yang sekarang menjadi pejabat di kantor pemerintahan. Jadi untuk mengisi waktu luangnya, dia tidak berkarier di kantor, Anita hanya membuka sebuah butik baju dan asesoris wanita di sebuah mal di Jakarta Pusat.
Tiba-tiba Agus bergerak-gerak di atas ranjang pasien dan mulai membuka kelopak matanya perlahan karena lampu kamar itu silau. Dengan segera Anita berlari keluar kamar menuju ke meja perawat jaga untuk meminta dokter agar memeriksa Agus yang sudah sadar.
Perawat jaga itu segera menghubungi Dokter Jamil Harahap untuk datang ke kamar perawatan di lantai 2 itu. Kemudian dia bergegas bersama Anita kembali ke kamar tempat Agus dirawat.
"Gimana, Mas Dony? Sudah sadar?" ucap perawat itu kepada Agus.
Tentu saja Agus bingung, siapa Dony itu, sementara pria di ruangan itu hanya dia. "Eehh ... ma--maaf, Dony siapa ya, Sus? Saya Agus," ujarnya.
Anita sontak menutup mulutnya dengan telapak tangannya untuk menahan tawanya, 'Dony' itu nama pemberiannya karena tidak tahu nama si mas yang dia tabrak.
"Maaf, Sus. Nama mas ini Agus, kami memang baru berkenalan tadi, jadi ... saya salah ingat," kelit Anita dengan cerdas sambil tersenyum penuh arti menatap Agus.
Tangan Agus memijat pelipisnya dan mengaduh ketika menyentuh luka yang ada di situ. Dia pun berusaha mengingat-ingat kejadian sebelumnya sambil memandangi wajah wanita muda yang senyum-senyum melirik kepadanya sambil berbicara dengan perawat.
'Ahh ... sepertinya si mbak ini yang ngebut naik sedan nubruk aku tadi di jalan,' batin Agus menduga-duga setelah teringat kejadian apesnya pagi tadi saat akan menyebrang jalan raya.
Akhirnya Dokter Jamil pun sampai di kamar perawatan Agus. Dia mendekati ranjang pasien lalu bertanya, "Gimana Mas, mana yang terasa sakit?"
"Kepala saya pusing seperti muter-muter, Dok. Ini kepala saya bocor ya? Perih bener ... kaki juga pegel banget," jawab Agus sesuai apa yang dia rasakan, badannya sakit semua.
Anita merasa sangat bersalah mendengar ucapan Agus barusan. Dia bertekad akan memberi ganti rugi secara materi berapapun agar pria itu tidak memperpanjang kecelakaan tadi ke jalur hukum.
"Mas mengalami gegar otak ringan, tenang saja karena tidak berbahaya. Nanti minum obat dan banyak istirahat dulu. Kalau kakinya memang memar cukup parah, untungnya tulangnya aman, tidak ada retak atau patah. Mungkin bisa diolesi salep Thrombofob rutin selama 10 hari untuk mengobati memarnya. Ada beberapa resep obat yang harus ditebus di farmasi. Kalau mau pulang ke rumah sudah boleh, tapi saran saya untuk jaga-jaga bisa observasi 24 jam dulu," tutur Dokter Jamil dengan profesional sesuai hasil uji MRI yang dia analisa.
Dengan cemas Agus memikirkan biaya rumah sakit, dia pun terdiam belum bisa memutuskan harus bagaimana.
Namun, Anita segera menjawab, "Baik, Dokter Jamil. Lebih baik sesuai saran Anda, Mas Agus diobservasi dulu di sini 24 jam. Terima kasih, Dok."
"Sama-sama, Bu Anita," sahut Dokter Jamil.
Kemudian dokter dan perawat itu pun meninggalkan kamar perawatan Agus hingga tersisa dua orang itu saja.
"Maaf, kalau boleh tahu ... Anda ini siapa ya?" tanya Agus dengan sopan memandangi wanita muda yang belum pernah dia temui sebelumnya.
Anita segera mengulurkan tangannya kepada Agus seraya menjawab, "Perkenalkan Mas Agus, namaku Anita. Beribu maaf, yang menabrak Mas tadi di jalan itu aku. Tolong jangan dilaporkan ke polisi, kujamin semua ganti rugi secara materi akan Mas Agus dapatkan."
Mendengar penuturan Anita, pria itu ber-ooh lalu terdiam. Agus memang jenis pria yang 'nrimo' sejak dulu, tidak pernah menuntut ini itu ke orang lain.
"Mas, rumahnya dimana? Besok kalau sudah boleh pulang dari rumah sakit kuantarkan ke rumah," ujar Anita dengan perhatian sembari duduk di kursi sebelah ranjang pasien.
"Rumahnya jauh, Mbak. Ada di Bojonegoro, Jawa Timur. Saya baru sampai kemarin di Jakarta, numpang di rumah tetangga kampung yang punya usaha di Tanah Abang," jawab Agus dengan sedikit malu.
'Wah orang kampung dong! Jangan-jangan dia lagi cari kerjaan,' batin Anita.
"Eehh ... Mas, kalau nyetir mobil apa bisa? Punya SIM A?" tanya Anita penasaran. Dia sedang membutuhkan sopir pribadi karena Mang Dirga, sopir pribadinya berhenti bekerja, pria itu pulang kampung ke Sumedang untuk menikah.
"Bisa, Mbak, saya ada SIM A masih aktif. Apa Mbak Anita sedang membutuhkan sopir?" jawabnya penuh harap.
"Iya nih, Mas Agus. Mungkin Mas minat jadi sopir pribadiku, nanti kugaji 3 juta sebulan. Gimana?" ujar Anita.
"Saya mau, Mbak. Kapan bisa mulai kerja?" jawab Agus bersemangat.
Anita pun tertawa geli melihat semangat Agus. Dia pun berkata, "Yang penting sembuh dulu ya, Mas. Besok pindah ke mess karyawan aja di rumahku biar bisa ngantar aku kapan aja dibutuhkan."
"Siap, Mbak. Makasih ya kerjaannya," sahut Agus dengan senyum cerah di wajahnya.
Setelah menjalani perawatan 24 jam di rumah sakit. Agus pun dijemput pulang oleh Anita, bos barunya. Seharusnya dia yang menyetir karena pekerjaannya yang baru adalah menjadi sopir wanita cantik itu. Namun, Anita tidak mengizinkannya karena memang kondisi Agus belum pulih total.Usai membayar seluruh biaya perawatan dan obat resep yang harus ditebus di farmasi rumah sakit, Anita mendorong Agus di kursi roda menuju ke depan lobi dimana mobilnya terparkir di situ. Dia memang meminta izin pada sekuriti rumah sakit untuk memarkir sebentar mobilnya di situ dengan alasan menjemput pasien yang pulang rawat inap.Dengan penuh perhatian, wanita muda itu membantu Agus pindah dari kursi roda ke kursi samping pengemudi sedan Camry hitam yang dia kendarai."Mas Agus, apa kita langsung ke rumahku atau kemana dulu ini?" tanya Anita sambil melajukan perlahan mobilnya di jalan raya kota Jakarta yang padat kendaraan."Kalau boleh ... saya mau pamit dulu dengan teman sekampung saya di perumahan daerah b
Setelah beristirahat selama 5 hari penuh tanpa banyak beraktivitas, akhirnya pagi ini Agus mulai pekerjaannya sebagai karyawan Anita Permatasari. Dia mencuci mobil sedan Camry hitam yang biasa dipakai oleh wanita itu di depan garasi.Sebuah mobil Fortuner hitam dengan plat merah memasuki halaman rumah megah itu dan berhenti di halaman depan teras. Seorang pria muda berusia awal 30 an tahun berperawakan tinggi gagah berjalan ke arah garasi dan sekilas memandangi wajah Agus tanpa tersenyum.Pria itu langsung masuk ke dalam rumah seolah dia adalah pemilik rumah megah itu sendiri. Dalam hatinya, Agus menduga itu adalah Raditya Poncobuwono, suami majikannya. 'Lumayan ganteng,' batinnya menilai suami Anita.Agus meneruskan pekerjaannya mengelap kaca mobil sedan itu dengan kain kanebo hingga mengkilap tertimpa sinar matahari.Seorang pria menepuk punggungnya dari belakang, dia pun menoleh. "Kamu baru ya di sini, Mas?" tanya pria berkumis tebal berperawakan agak pendek dan kurus itu kepada A
Seusai mengambil jatah suami di rumah, Radit pun segera berangkat ke kantor Gubernur. Dia mengepalai Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tingkat ibu kota. Pekerjaannya memang sibuk setiap hari hingga sore dan kadang juga ada jam lembur di luar jam kantor bila terpaksa.Pagi ini ada kedatangan anak magang baru dari kampus yang akan bekerja di kantor yang dikepalai oleh Radit. "Permisi, Pak Radit. Selamat pagi," sapa salah seorang mahasiswi magang Kampus Taruna Gunadharma itu.Radit memandangi wajah manis mahasiswi-mahasiswi di hadapan meja kerjanya itu satu per satu, ada 5 orang di daftar absensi. Dia mengerutkan keningnya karena kurang satu yang menghadapnya. "Ini yang 'seekor' kemana? Hari pertama berani bolos?" cecarnya judes.Yulitha yang menjadi koordinator gelombang magang kampus itu pun menjawab, "Ke--kena macet di jalan, Pak. Mungkin sebentar lagi sampai. Mohon bersabar, Pak.""Wah, ini yang disuruh sabar kepala dinas ... kamu nggak salah?!" tuntut Radit dengan nada naik 1 ok
Anita melirik jam tangan Alexander Christie yang melingkari pergelangan tangannya yang ramping. Sepertinya hari sudah mulai siang, dia ada janji dengan pimpinan redaksi majalah Femina yang akan menggunakan butik miliknya sebagai wardrobe pemotretan edisi bulan ini.Dia pun berjalan ke belakang rumahnya dimana mess karyawan berada karena Anita ingin meminta Agus mengantarnya ke kantor redaksi majalah Femina di Jakarta Selatan. Dengan langkah kaki ringan yang anggun, Anita mendekati paviliun yang asri itu.Namun, sontak matanya membulat terperangah ketika melihat pemandangan tubuh pria yang hanya mengenakan celana pendek kain di teras mess karyawan. Otot-otot dada dan perut pria itu terpahat sempurna berlekuk dalam, berkulit sawo matang seperti roti sobek cokelat yang biasa Anita sering makan untuk camilan.Sementara si pria yang tak lain adalah Agus sedang berjemur sambil duduk bersandar santai di kursi kayu dengan posisi kaki mengangkang lebar. Dia memejamkan matanya dengan nyaman mer
Tanpa perlu disuruh, Agus membantu Anita membawakan gantungan baju yang cukup banyak. Total ada 10 baju yang dibawa oleh Agus di tangannya. "Berat nggak, Mas? Apa aku bantu bawain sebagian ya?" ucap Anita sungkan karena Agus membawakan semua baju-baju untuk pemotretan model majalah Femina itu sendirian."Nggak usah, Mbak. Saya bisa kok ...," jawab Agus sembari melempar senyum tipisnya.Mereka berjalan berdampingan menuju ke parkiran basement mall lalu naik ke mobil sedan Camry hitam itu.Siang itu cuaca begitu cerah tanpa awan mendung sedikitpun. Anita menyalakan radio mobilnya mencari siaran stasiun yang memutar lagu yang sedang populer. Akhirnya dia berhenti memindah saluran radio setelah mendapat lagu My Universe yang dinyanyikan Coldplay dan BTS."Mbak Anita suka lagu barat yang heboh begini ya?" tanya Agus sambil menyetir ke arah Kota Bunga di Cianjur, Jawa Barat.Anita menoleh ke sebelahnya lalu menjawab, "Nggak juga, Mas. Sukanya yang asik aja, lagu Indonesia juga suka kok kay
Sesampainya di rumah, Anita segera turun dari mobil Camry hitam miliknya dan langsung bergegas ke kamar tidurnya. Pasalnya, mobil Radit sudah terparkir rapi di garasi. Dia senang suaminya pulang sore dan tidak ada rapat hingga malam seperti biasanya."Mas Radit!" panggil Anita manja lalu menubruk tubuh suaminya dari belakang dan memeluknya.Radit sedang berdiri di tepi ranjang menata pakaian bersih ke dalam koper. Dia pun tersenyum mengetahui istrinya sudah pulang."Hai, Nita Sayang! Ini dateng kok langsung peluk-peluk, kangen apa sama aku?" godanya sambil membalikkan badannya. Anita mendongakkan kepalanya menatap suaminya yang ganteng itu sembari tersenyum lebar. "Kangenlah, jarang di rumah juga ... Mas Radit sibuk melulu! Ini lagi, sudah muat baju ke koper pula. Mas Radit mau kabur kemana lagi sih?! Nita ditinggalin melulu iihh!" cerocos wanita itu dengan gemas.Dengan tiba-tiba, Radit membanting tubuh Anita ke atas ranjang, dia menyurukkan wajahnya ke lekuk leher istrinya yang men
Berkendara di jam berangkat kantor di jalanan ibu kota memang harus ekstra sabar. Untungnya Pak Bandi, sopir Radit sudah puluhan tahun berjibaku dengan kemacetan dan gaya berkendara orang-orang Jakarta yang senggol bacok karena semua mau cepat sampai di tujuan.Akhirnya mobil Fortuner hitam itu sampai di balai kota dimana Radit bekerja. Pria berkedudukan tinggi itu segera turun dari mobil dan bergegas menuju ke ruangan kantornya. Dia melirik jam tangan bermerk mahal di pergelangan tangannya dan berdecak. Pasalnya gadis magang bernama Sheila Paramitha itu belum nampak batang hidungnya, padahal sudah pukul 09.15 WIB.Radit pun memberikan briefing terlebih dahulu kepada staf yang akan ikut ke Jepara bersamanya. Ada 3 orang yang dia ajak untuk membantunya selama di lokasi survey nanti sekaligus nantinya membuat laporan kerja perjalanan dinas."Permisi, Pak Radit ...," ucap suara lembut nan merdu itu saat masuk ke ruang kerja Radit.Tatapan mata Radit memindai penampilan gadis itu dari ata
Pagi itu Agus mengantar Anita ke butiknya yang ada di Senayan City Mall. Wanita itu seperti melamun dengan mata yang menerawang jauh di sebelah kursi pengemudi.Agus menduga itu karena suami majikannya itu pergi dinas keluar kota lagi. Apa memang seorang pejabat sesibuk itu? pikirnya ragu. Lagipula apa tidak bisa mengajak istrinya dalam perjalanan dinas daripada ditinggalkan sendiri di rumah.Dia tidak berani bertanya kepada Anita karena takut dianggap lancang. Namun, rasanya gemas saja melihat wanita itu bengong dengan wajah bermuram durja. Andai saja dia bisa menghiburnya, batin Agus."Mbak Anita kok tumben nggak dengerin lagu-lagu?" tanya Agus basa-basi memecahkan keheningan yang menggantung di dalam mobil.Perjalanan ke Senayan City masih sekitar 20 menit paling cepat kalau mengikuti panduan gmap di ponselnya yang dibelikan oleh Anita."Lagi males aja, Mas. Pengin tenang ... nanti dengar lagu sedih malah tambah baper, kalau lagunya rame nggak sesuai sama mood aku pagi ini," jawab
Gustav Gonzales berdiri menatap piala Copa Del Rey yang berdiri tegak di rak kaca pajang di kantornya. Di dinding hall of fame ruangan itu terpajang momen-momen selebrasi kemenangan tak terlupakan yang telah dijalani oleh sang kapten Agus Sampurna.Sepuluh tahun sudah pemuda asal sebuah kampung di Indonesia membela timnya. Pria itu membawa kejayaan bagi FC Barcelona dalam setiap tetes peluh perjuangannya. Kini tiba saatnya untuk mengucap sebuah kata perpisahan dengannya."TOK TOK TOK.""Masuk!" sahut Gustav dari dalam ruang kantornya. Dia sudah menunggu kedatangan pria yang dia kasihinya selama 10 tahun belakangan, yang menjadi kesayangan Barcelonistas juga."Selamat siang, Señor Gustav," sapa Agus dengan tatapan sendu dibarengi hati yang tegar. Baginya saat ini sungguh berat, separuh jiwanya telah ada bersama Barça selama satu dasawarsa.Pria berdarah Spanyol itu bergegas mendekati Agus dan memberikan pelukan eratnya. Dia menepuk-nepuk punggung Agus dengan mata basah. Rasanya terlalu
Sebuah kejutan yang terjadi di Final Match Copa Del Rey (Piala Raja Spanyol) musim kali ini, klub FC Levante berhasil naik kelas dengan bertemu juara bertahan FC Barcelona di babak puncak perjuangan itu.Mantan kapten FC Barcelona yaitu William Aufbahn rupanya membuktikan performa terbaiknya bersama tim barunya, FC Levante. Pria asal Perancis itu bermain dengan sangat mengesankan, membuat gol-gol jitunya bersama rekan-rekannya dalam setiap pertandingan.Kekecewaannya terhadap Barça dalam hal ini mantan bosnya yang melecut semangatnya untuk bangkit. Bahkan, William Aufbahn masih belum bisa move on dengan perasaan cintanya kepada Paula Simona Gonzales, adik perempuan bos Barça yang justru menikahi striker baru asal Argentina itu yang kini merumput bersama tim Blaugrana di Barcelona.William Aufbahn sekali lagi berhadapan dengan Agus Sampurna memperebutkan bola tendangan pertama di garis tengah lapangan hijau setelah peluit wasit berbunyi."Priiittt!"Bola bergulir ke kaki Jorge Barrocel
"Pak ... mohon sedekah ... saya belum makan sejak kemarin ...," ucap Radit dengan tangan menengadah di depan kaca jendela mobil yang berhenti di lampu lalu lintas yang menyala merah.Tiba-tiba beberapa pria berseragam Satpol PP ibukota bergegas mendekat ke arah Radit dengan tatapan tak bersahabat."Hey, kamu! Dilarang mengemis di lampu merah, jangan kabur kamu! Ayo ikut ke kantor!" teriak petugas Satpol PP mengacungkan tongkat hitamnya yang keras ke arah Radit yang lari tunggang langgang menghindari kejaran Satpol PP itu.Sayangnya Radit tertangkap dan kedua petugas Satpol PP itu sudah bersiap memukulinya dengan tongkat hitam yang keras. "TIDAAAAKKKKK!!!" jerit Radit kencang yang membangunkan ketiga rekan satu selnya jelang pagi itu.Pak Untung Saripan dan Pak Bintoro Wasesa mendekati ranjang Radit lalu menepuk-nepuk badan Radit agar pria itu terbangun daru mimpi buruknya yang membuatnya sampai mengigau berteriak-teriak."Pak ... Pak ... bangun, Pak Radit!" ujar Pak Bintoro yang beru
"Hey Satria, papa kamu keren banget! Dia idolaku," ucap Jordan Ralleigh, teman sekolah Satria Sampurna di sekolah Taman Kanak-kanak di Barri Gothic."Aku juga ngefans dengan Kapten Agus, tendangannya jitu dan jarang sekali meleset dari gawang!" timpal anak yang lain.Sementara bocah yang ayahnya dipuji oleh teman-temannya itu tersenyum lebar. "Tentu saja, papaku memang keren. Larinya secepat kilat dan badannya seperti Hercules!" sahut Satria dengan bangga.Sesampainya di depan butik mamanya, Satria pun melambaikan tangannya kepada rombongan teman-teman sekolahnya yang berjalan kaki menjauh meneruskan perjalanan pulang ke rumah mereka masing-masing yang terletak tak jauh dari situ."TING." Bel pintu butik penanda ada tamu yang datang berbunyi."Mamaaa ...," panggil Satria manja lalu menubruk tubuh ramping mamanya yang cantik itu di belakang konter meja kasir.Sambil mengusap-usap kepala puteranya, Anita bertanya, "Apa sekolahnya asik, Sayang?"Bocah laki-laki kesayangan Anita itu menja
Yuni Sahara menggendong puterinya yang masih berusia 5 bulan saat menghadiri sidang vonis suaminya atas kasus suap perundangan megaproyek. "Terdakwa Raditya Poncobuwono terbukti bersalah terlibat dalam kasus suap PT. DPU, PT. SKC, PT. UBM, PT. GGA, PT. KPA. Sanksi yang akan diterima adalah sebagai berikut; denda senilai 1 milyar rupiah dan penjara selama 10 tahun. Ada pun barang bukti berupa hasil korupsi akan disita oleh negara. TOK TOK TOK!" Hakim ketua persidangan tipikor mengetuk palu 3 kali untuk mengesahkan putusan vonis untuk kasus yang menjerat Radit.Sang terdakwa yang mengenakan baju oranye pun tertunduk lesu di kursi pesakitan. Dalam benak Radit masa depannya terasa gelap, kebahagiaan yang seharusnya dia nikmati bersama istrinya yang beberapa bulan lalu melahirkan puterinya, Juwita seolah sirna.Petugas kepolisian menggelandang pria berperawakan tegap itu keluar dari ruang persidangan di antara serbuan kilat blitz kamera kuli tinta dan reporter pencari berita utama. Radit
"TING." Bunyi bel penanda ada tamu yang masuk ke butik Bohemian Twilight itu terdengar nyaring.Kepala Anita dan Claudia sontak menoleh ke arah pintu butik mereka. Keduanya pun tersenyum menyambut kedatangan kedua suami mereka masing-masing. Mereka berdua sedang melayani pelanggan yang membayar belanjaan."Terima kasih, Nyonya Anderson!" ucap Anita melepas kepergian klien langganannya.Kedua pemuda tampan berpakaian setelan jas necis itu mendekati pasangan mereka masing-masing di meja konter kasir."Hallo Liefje!" (Halo Sayangku!) sapa Pedro dalam bahasa Belanda lalu memeluk dan mengecup bibir Claudia dengan mesra.Claudia Bijlow pun bertanya, "Apa menang tadi pertandingannya, Bebe?" "Kapten dan Argentine Boy membuat gol. Barça menang lagi, Cloud," jawab Pedro santai lalu dia bertanya, "apa kau suka model rambutku yang baru?""Itu cute, Pedro," jawab Claudia terkikik geli menatap wajah suaminya yang kali ini berganti model rambut spike Harajuku, sedikit funky dan kekanak-kanakan.Sem
La Liga Espanol yang dimainkan sore ini adalah pertandingan tengah musim antara FC Barcelona versus Deportivo La Coruña di Stadion Riazor yang berkapasitas hingga 34.000 penonton. Beberapa pemain yang sudah memiliki anak menggandeng anaknya masuk ke lapangan sebelum pertandingan dimulai sambil menyanyikan lagu mars tim kesebelasan di tengah lapangan. Agus pun tak sabar menantikan Satria, puteranya bisa digandeng masuk ke lapangan hijau sebelum bertanding, pasti sangat membanggakan bila anak itu kelak dewasa dan mengenangnya.Sayangnya bayi itu masih berusia 3 bulan. Sedangkan, rekan satu timnya Pedro Van Bergen juga tengah menantikan kelahiran putera pertamanya bersama Claudia. Pasangan pengantin baru yang fenomenal Paula Simona Gonzales dan Diego Martinez juga kabarnya akan segera memiliki anak setelah menikah beberapa minggu, adik bos Barça itu hamil.Karena performa Diego Martinez yang bagus di setiap pertandingan, Senhor Jose Mourinho memilih untuk menaruh posisi pemuda Argentina
"Ouuhh ... Diego ... sube sube ... akkh!" racau señorita cantik itu meminta pemuda Argentina itu bergerak menaikkan bibirnya dari betis mulus hingga ke pangkal pahanya. (sube=naik)Permainan cinta Paula Simona Gonzales bersama pemain libero Barça itu selalu liar. Malam-malam panas di Barcelona membuat Diego Martinez terperangkap dalam gairah si nona muda adik bosnya.Tubuh kekar Diego bersimbah peluh hingga nampak seperti sehabis mandi. Dia main di atas berjam-jam dengan berbagai posisi dan Simona tak kunjung lelah melayani pemain sepak bola yang tangguh staminanya itu. "Señorita, Espero que disfrutes de nuestro amor!" (Nona, saya harap Anda menikmati percintaan kita!) Diego terengah dengan jantung berpacu memagut bibir ranum wanita binal itu yang kini tengah menindih tubuh Diego."Milikmu keras terus dan aku suka, Argentine Boy! Kupikir lebih baik kita menikah saja, kau membuatku kecanduan tubuh tangguhmu ini, Diego. Uhmm ... akkh!" Simona bergerak menghentakkan tubuhnya dengan liar
Pagi itu pesawat Malaysia Airlines yang membawa Bu Rodiyah dari Jakarta menuju ke Barcelona baru saja mendarat. Wanita desa berusia setengah abad lebih itu berusaha tetap tenang dan mengikuti panduan pramugari hingga berhasil keluar dari gerbang kedatangan penumpang internasional di Bandara International Barcelona El-Prat."Ibuuu!" sambut Anita bergegas mendekati Bu Rodiyah lalu saling bertukar cium peluk dengan ibu suaminya itu."Syukur kalau nggak nyasar, Bu! Hahaha," tukas Agus sembari tertawa berderai. Sebenarnya dia sudah cemas sedari semalam karena ibunya baru sekali pergi keluar negeri sendirian.Bu Rodiyah pun tertawa gembira dan menjawab, "Aslinya Ibu juga grogi, Gus. Di pesawat akeh londo-ne (banyak bule-nya), nggak paham omong apa. Ibu cuma senyum ngangguk-ngangguk aja kalau diajak ngomong.""Kita ke tempat tinggal Agus ya, Bu. Sini tas jinjingnya Agus bawakan saja," ujar puteranya lalu mengangkat tas berisi baju ganti yang berukuran sedang itu.Mereka bertiga berkendara de