Share

Part 8

Author: Firdawati
last update Last Updated: 2022-10-22 17:33:04

Bismillahirrahmanirrahim.

“Nanti ibu dijemput si Zaki, kamu tenang saja, tidak perlu khawatir. Apa kamu tidak sebaiknya ikut ibu pulang. Nanti menginap di sana selama seminggu. Biar ibu minta Juna menjemput kalian ke sana. Sudah lama juga-kan kalian tidak menginap di rumah sana."

Tuh benar dugaanku, ibu pasti mengajakku serta. Duh jadi tambah ribet, ditolak gak enak, diterima, juga bermasalah. Bagaimana dengan daganganku yang baru saja dimulai, bisa-bisa aku mengecewakan pelanggan. Belum apa-apa, sudah main tutup saja.

"Mau Ma, mau," sahut Nisa tiba-tiba. Aku mengerti Nisa pasti kangen kakeknya. Sejak Bang Juna kerja di kota dan pulang satu kali dalam seminggu, kami tidak pernah lagi menginap di rumah ibu. Aku tidak mungkin bisa mengabulkan permintaan ibu, bagaimana dengan usaha yang baru saja kurintis. Masa ditutup, kasihan pelanggan dong kalau begitu.

“Maaf Bu, aku mau saja ikut ibu. Tapi Nisa-kan sekolah. Tidak mungkin minta izin meninggalkan sekolah selama seminggu. Aku nanti jenguk bapak sama Bang Juna saja kalau boleh, saat ia pulang Sabtu depan.”

"Nisa sini Nak, kalau ikut Nenek, gimana sekolahnya. Nisa mau ketinggalan pelajaran," ucapku berusaha membujuk Nisa. Semoga saja ibu dan Nisa mau mengerti.

"Gak mau Ma, seminggu itu lama. Nanti Nisa banyak ketinggalan pelajaran."

"Nah gitu! Anak pintar."

“Ya sudah tidak apa-apa, kasihan juga Nisa kalau diajak kesana selama seminggu, nanti bisa ketinggalan pelajaran. Biar ibu saja yang merawat bapak kalau begitu.”

“Terima kasih atas pengertiannya Bu.”

“Iya, ibu mengerti kok, dulu Juna juga begitu, tidak bisa bebas ikut kemana pun ibu mau pergi. Sekolahnya pasti terganggu.”

Sesekali aku melirik jam yang tergantung di dinding. Ini si Zaki jemput ibu jam berapa sih. Bisa kemalaman aku mengiris sayur. Jangan sampai ibu bertanya dan curiga, kenapa Bu Marni belum jemput belanjaan juga, padahal ini sudah malam. Ditungguin sampai pagi juga, gak bakal ke sini orangnya, la wong ini belanjaanku semua. Aku mendesis kesal dibuatnya.

“Itu tetanggamu, siapa namanya tadi. Kok belum ambil juga belanjaannya. Jangan-jangan kamu bohongi ibu ya. Pakai bilang punya tetangga, padahal punya kamu sendiri."

Tuh! Benarkan, baru juga kepikiran. Sekarang ibu bertanya karena penasaran. Kecurigaan ibu beralasan, apalagi mendengar aduan dari anaknya kalau aku ini boros. Bertepatan dengan kedatangan ibu kali ini, pas, ketika aku sedang belanja banyak lagi. Makin kuat saja dugaannya.

“Ya Allah Bu, tidak percaya amat sih sama aku. Bu Marni belum pulang, katanya dia mau ambil sendiri ke sini. Masa Arini harus mengantar ke sana, padahal dia bilang mau ambil sendiri. Lagian orangnya juga tidak ada di rumah, sia-sia Arini ke sana dong. Aku kan tidak enak datang kesana, padahal sudah dilarang.”

Ibu hanya mendengus mendengar perkataanku. Seperti tidak percaya dengan penjelasanku. Aku hanya bisa mengerucutkan bibir kecewa.

“Lagian Bu Marni tidak mau merepotkanku terus Bu, kalau mesti mengantar lagi ke sana. Katanya tidak enak merepotkanku.” Balasku supaya ibu percaya.

Ibu tak kunjung membalas perkataanku. Membuatku salah tingkah merasa dicurigai.

“Bentar Bu, kucoba tanya Bu Marni, udah sampai di mana, kok belum pulang juga,” imbuhku berusaha meyakinkan ibu.

“Sudah! Sudah tidak usah dijelaskan lagi.” Sanggah ibu dengan muka masam.

“Tapi bu, apa tidak sebaiknya kukirim pesan WA, menanyakan kapan ia mau ambil barangnya.”

Ibu tampak menarik napas perlahan-lahan. Sekian detik suasana hening mencekam. Ibu tidak lagi bertanya dan juga tidak menjawab pertanyaanku. Mungkin sudah mengerti dengan penjelasanku.

Sebaiknya kukirim pesan ke Bu Marni, supaya ia datang, pura-pura mengambil belanjaan. Dari pada ibu tambah curiga. Semoga saja mulut Bu Marni bisa dipercaya menjaga rahasia. Harusnya tadi kubilang belanjaan itu milik Bu Atik, karena dia yang selalu mengerti keadaanku. Tapi sudah terlanjur, semoga saja Bu Marni tidak menjadikan rahasiaku sebagai bahan gosip. Bisa terkenal aku dikalangan warga, kalau terkenal karena dapat penghargaan tidak masalah. Tapi ini viral karena tidak pendengar perintah suami. Bisa malu seumur hidup kalau begitu.

“Iya, suruh ke sini cepat. Sekalian ibu mau kenalan.”

Ternyata benar, ibu masih curiga. Baiklah, aku punya ide.

Segera saja kukirim pesan ke Bu Marni, tak lupa kusampaikan pesan singkat, supaya Bu Marni mengerti maksud isi pesanku.

Pesan terkirim, sejurus kemudian aku terima balasan. Bu Marni bersedia menolongku kali ini. Alhamdulillah kupanjatkan puji syukur. Taklama berselang terdengar salam dari luar.

“Assalamualaikum, Bu Arini.”

“Waalaikumsalam,” balasku. “Akhirnya ibu datang juga, baru sampai? Ujarku pura-pura bertanya.

“Duh maaf ya Bu Arini, saya jadi merepotkan. Baru sampai belokan sana, pesanmu saya terima. Ini juga belum ke rumah. Langsung ke sini. Mana belanjaan saya,” tanya Bu Marni langsung ke intinya. Belum sempat kujawab pertanyaan Bu Marni, Bu Marni kembali bersuara.

“Eh ada tamu, siapa Bu Arini. Maaf, kalau saya mengganggu.”

“Bu Marni, kenalin ini ibu mertuaku.” Keduanya pun saling berjabat tangan.

Aku tersenyum simpul mengingat semua perkataan Bu Marni. Pintar juga dia main drama. Sesuai seperti yang kuinginkan. Wah ternyata Bu Marni cocok jadi pemain film nih.

Belum sempat ibu mertua bertanya banyak hal ke Bu Marni, Zaki datang menjemput.

Syukurlah, dengan begitu Bu Marni tidak perlu gotong sana gotong sini belanjaanku. Yang penting ibu tidak lagi mencurigaiku. Untuk sementara aman. Entah sampai kapan aku bisa menutupi rahasia ini dari ibu dan Bang Jun.

“Ya sudah Arini, karena Zaki sudah datang. Ibu pulang sekarang ya, doain supaya bapak mertuamu cepat sembuh.”

“Iya Bu, Sabtu depan pas Bang Jun pulang, kami datang ke sana jenguk bapak.”

“Dio, Nisa, maafkan nenek ya, tidak jadi menginap di sini.Kakek sedang sakit, karena keserempet mobil.”

“Kalian bantu doa ya,” sambung ibu seraya memeluk erat kedua cucunya. Tak lupa ibu menyelipkan rupiah ke tangan Nisa dan Dio. Ibu mertua sangat sayang pada cucunya. Maka tak heran setiap kali datang, pasti memberi Nisa dan Dio uang. Cuman ujungnya yang bikin tak enak hati.

“Ingat! uangnya ditabung, jangan dihabisin buat jajan ya Nisa, Dio.” Pesannya sebelum naik ke mobil Zaki adik bungsu Bang Jun.

Tak lama setelah kepergian ibu mertua. Kudekati Bu Marni yang jadi penonton sementara perpisahan Nisa dan Dio dengan ibu mertua.

“Anak-anak, kalian langsung masuk ya, mama mau bicara dulu sama Bu Marni.”

“Iya Ma,” sahut mereka kompak.

“Terima kasih atas pertolongannya Bu Marni, kalau tidak ada ibu, entah apa yang mau saya katakan pada ibu mertua.”

“Kenapa harus bilang belanjaan saya, kenapa gak bilang itu belanjaan untuk stok seminggu.”

“Tadinya saya mau bilang seperti itu Bu, tapi ibu mau lihat apa saja yang saya beli. Aneh dong nanti, yang dilihatnya kebanyakan buat keperluan dagang gorengan, bukan keperluan dapur selama seminggu."

"Iya juga ya." Sahut Bu Marni manggut-manggut.

“Kenapa gak bilang saja buat usaha sampingan, buat mengisi waktu luang. Kenapa harus bohong segala.”

“Tidak semudah itu Bu Marni, saya kerja begini juga karena diam-diam. Ibu kayak gak tau saja suamiku, dia melarangku kerja. Katanya mencari nafkah itu kerja suami.”

“Ya bagus atuh, ibu gak perlu capek bekerja. Semua biaya sudah ditanggung suami.”

Aku tidak mungkin buka aib Bang Jun di depan Bu Marni, rasanya kurang ahsan, kalau mengatakan suami sendiri pelit ke orang lain. Orang lain tidak perlu tau urusan rumah tanggaku. Sebaiknya kukatakan alasan lain saja.

“Bukan masalah tidak capek Bu Marni, lama-lama hidup membosankan, kalau hanya duduk  diam doang tanpa menghasilkan apa-apa.”

“Oo saya mengerti sekarang, kenapa ibu jualan hanya sampai hari Jumat saja, karena tidak mau ketahuan sama suami ibu, benarkan?”

“Ya, begitulah Bu Marni. Tolong rahasiakan masalah ini ke tetangga ya Bu, jangan sampai ada yang tahu lalu membocorkan pada suamiku.”

“Tenang Bu Arini, rahasia itu aman di saya.”

Tiba-tiba terdengar seperti suara pot bunga jatuh, spontan aku dan Bu Marni salIng pandang lalu menoleh ke asal suara.

Bersambung...

Related chapters

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 09

    Bismillahirrahmanirrahiim.Jangan lupa klik tombol berlangganan ya, terima kasih atas pengertiannya.Selamat membaca.“Tenang Bu Arini, rahasia itu aman di saya.”“Pasti Bu Marni, saya percaya, ibu tentu bisa menjaga rahasi-...” Perkataanku mendadak terjeda, ketika tiba-tiba terdengar seperti benda jatuh, spontan aku dan Bu Marni menoleh ke asal suara.“Jangan-jangan ada yang menguping pembicaraan kita Bu Arini. Jika benar, kalau nanti rahasia ini terbongkar, tolong jangan salahkan saya,” pinta Bu Marni khawatir sekaligus takut.“Baik Bu Marni, aku percaya ibu 100 persen. Tapi siapa yang berani mengintip kita ya. Lagian ini juga sudah malam.”“Buruan cek Bu Arini, siapa tahu orangnya belum jauh.” Perkataan Bu Marni menyadarkan ke-bengonganku. Meskipun terlambat tidak apa-apa, siapa tahu benar orang itu belum jauh.Aku segera berlari mengecek ke luar, mau lihat siapa yang berani menguping percakapanku dengan Bu Marni. Sesampainya di pintu tidak ada siapa-siapa. Tapi kembang dekat teras

    Last Updated : 2022-10-24
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 10

    Bismillahirrahmanirrahim.Ucapan terakhir Bu Mita menyentil hatiku. Apa mungkin Bang Jun juga punya wanita lain di kota. Bukan tidak mungkin bukan? Karena sifatnya jauh berbeda. Mana ada lelaki yang tahan hasratnya tidak tersalurkan. Mendadak hatiku sakit dan hancur, bila kenyataan itu benar. Aku harus siap dengan segala kemungkinan yang ada.“Bu Arini kok melamun? Apa perkataan saya menyinggung ibu.”Aku segera tersadar dari lamunan. “Oh, eh tidak Bu Mita. Maaf tadi saya sempat kaget dengar perkataan ibu, kalau suami ibu selingkuh. Benarkah itu? Atau hanya gosip miring belaka,” ucapku menyangsikan. Aku ragu dengan perkataan bu Mita.Rasanya kok tidak percaya, orang yang sudah mengikat janji suci berani menodai ikatan pernikahan dengan perselingkuhan. Apakah mereka tidak berpikir dua kali apa dampak terhadap keluarga kedua belah pihak, apalagi bagi mereka yang memiliki keturunan. Semudah itukah menikah kemudian cerai lalu menikah lagi. Tak bisakah memiliki pasangan seumur hidup. Walla

    Last Updated : 2022-10-25
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 11

    Bismillahirrahmanirrahiim.“Ouh pantes saja pelangganku lari ke sini semua, pelet apa yang kamu gunakan Arini, sehingga semua orang berkerumun kayak semut begini.” Tanpa kuduga, seorang wanita berteriak dan mengeluarkan tuduhan tidak masuk akal padaku. Aku jelas terpana dan terperanjat kaget.Aku yang tengah membungkus pesanan Bu Ratna mengernyitkan kening. Sesaat pergerakan tanganku terhenti, netraku mengarah pada perempuan yang sedang berkacak pinggang itu.Kulihat napasnya menderu kencang, rambut awut-awutan diterbangkan angin. Matanya melotot tajam padaku. Rasanya ingin kuberlari menghindar, bila perlu sembunyi ke lubang semut, dari pada dapat amukan tidak jelas begini.“Apa maksud Bu Nuri,” tanyaku dengan wajah bingung. Dengan keberanian yang dipaksakan, aku dongakkan kepala menatapnya.“Kamu masih nanya apa maksudku?” balas perempuan itu sengit. Sekarang matanya melotot tajam, seakan hendak melahapku hidup-hidup.Beberapa pembeli yang masih antri, sebagian tengah memakan bakwan

    Last Updated : 2022-10-26
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 12

    Bismillahirrahmanirrahim.“Cukup Bu Lisa, sudah cukup ibu mempermalukanku. Sebenarnya apa kesalahanku pada ibu, sehingga ibu berani memfitnahku.” Napasku menderu cepat, seakan dadaku mau sesak, karena kehabisan pasokan oksigen.Siapa sih orang yang mau direndahkan dan dipermalukan terus. Aku manusia yang punya hati dan perasaan. Kini aku tak bisa diam saja, kali ini aku harus melawan agar tidak terus dihina dan dipermalukan. Apalagi di depan umum kayak begini, siapa yang tidak gondok dibuatnya. Aku menarik napas panjang sebelum mengeluarkan kata-kata berikutnya."Selama ini aku diam saja, tapi ibu selalu ingin membuatku tidak punya muka. Bahkan ibu sering bilang, bahwa aku ini ibu yang pelit, suka memberi asupan tempe tahu saban hari pada anak-anakku.""Ada masalah apa ibu sama aku?" Kutatap wanita di depanku ini dengan amarah yang kini tak bisa lagi aku bendung.Tampak Bu Lisa kaget dan membelalak mendengar ucapanku. Biarkan saja, sesekali orang seperti Bu Lisa harus diberi pelajaran

    Last Updated : 2022-10-27
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 13

    Bismillahirrahmanirrahim.“Ibu tenang saja, wanita itu tidak pernah melihat saya langsung. Biasanya yang mengambil pesanan, selalu asisten saya, tapi kali ini ia berhalangan ikut karena sakit. Jadi tidak masalah-kan.” Ucap perempuan itu mengedikkan bahu, seraya mengangkat kedua tangan ke udara."Baiklah, kalau begitu aku tenang jadinya. Aku tidak mau menambah masalah baru. Kemaren saja rasanya sungguh menyakitkan dituduh sembarangan. Maaf apa ibu tidak takut rumor yang beredar," tanyaku tak lama kemudian sekedar memastikan."Kalau saya takut, saya tidak akan memesan untuk saya makan. Ibu jangan cemas gitu dong, rezeki ibu tidak akan kemana. Percaya sama saya,” ucapnya tersenyum. Lesung Pipit tampak nyata menghiasi pipi wanita itu.Wanita di depanku ini terlihat berwibawa, tidak mudah terpengaruh rumor yang beredar. Tidak tampak raut bingung di wajahnya. Syukurlah, paling tidak masih ada orang yang mempercayaiku, bahwa daganganku halal. Tidak ada campur ilmu goib atau ilmu pelet dan pe

    Last Updated : 2022-10-28
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 14

    Bismillahirrahmanirrahim.Tengah asyik memilih barang, pundakku diraba seseorang.Aku segera menoleh, terlihatdi depanku seorang perempuan yang tengah tersenyum ramah ke arahku."Bu Anggun? Ibu di sini? Rasanya sudah lama tidak jumpa.""Ibu kemana saja, sudah lama tidak melihat ibu," sapaku ramah, seraya membalas senyum perempuan berlesung pipit itu.“Ada Bu, saya tidak kemana-mana. Cuman belakangan ini lagi banyak pekerjaan. Jadi jarang keluar rumah."“Apa kabar Bu Anggun, senang bertemu dengan ibu.”“Kabar saya baik Bu Arini, lagi ngeborong ceritanya nih,” selidik Bu Anggun kepo.“Ah! Tidak, belanja biasa saja, kebutuhan Nisa dan Dio. Ibu sendiri kayaknya juga lagi ngeborong,” kelakarku.Tak lupa kutampakkan deretan gigi putih ala Pepsodent ke hadapan Bu Anggun. Bu Anggun membalas dengan senyuman.“Sudah selesai belanjanya atau belum,” tanya Bu Anggun tak lama kemudianTumben Bu Anggun menanyakan aku sudah selesai belanja apa belum, apa ada sesuatu yang ingin dibicarakannya. Bisikku

    Last Updated : 2022-10-30
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 15

    Bismillahirrahmanirrahim.Tiga puluh menit kemudian, akhirnya aku sampai di rumah, meskipun dengan langkah terseok-seok. Padahal dari rumah ke Indomaret hanya butuh 10 menit perjalanan. Tapi ingatan foto Bang Jun dengan perempuan itu selalu datang membayangi. Kadang aku berhenti begitu saja di jalanan. Bahkan aku hampir diserempet mobil karena jalan terlalu ke tengah. Aku seperti orang linglung tanpa kesadaran.“Hei buk, jangan melamun di jalan,” teriak sopir angkot dengan muka marah dan tampak kesal. "Nanti saya lagi yang disalahkan orang," lanjutnya terus saja bicara tak enak di dengar.Sontak wajahku mendadak pucat, menatap sekeliling. Barulah aku sadar, aku tengah di jalan raya, tanpa membuang waktu aku bergegas ke pinggir. Kuusap dada ini pelan menahan gejolak yang terasa menghantam jiwa. Sakit! Sungguh sakit terasa. Aku tidak sempat meminta maaf pada sopir angkot itu, karena setelah marah dia langsung kabur begitu saja setelah meluapkan amarahnya.Aku melanjutkan langkah dengan

    Last Updated : 2022-10-30
  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 16

    Bismillahirrahmanirrahiim.“Ya Allah, Astaghfirullahal Adzhiim,” segera saja aku melangkah kekamar mandi membersihkan diri. Aku tidak mau Bang Jun pulang melihatku dalam kondisi mengenaskan begini. Aku juga harus tetap jaga penampilan, meskipun akan dicampakkan.Bisa-bisa Bang Jun semakin ingin meninggalkanku. Itu tidak baik bagi psikis anak-anakku. Demi anakku bahagia, bertahan dengan perselingkuhan pria itu akan kuterima dengan ikhlas. Itulah tekadku asal anakku tetap bahagia, apa pun itu demi melihat mereka senang, akan aku lakukan. Meskipun harus berbagi suami dengan perempuan lain. Kecuali Bang Jun sendiri yang tidak menginginkanku lagi, apa yang bisa kulakukan selain menerima dan pasrah akan takdirku.Setelah mandi dan badan terasa sejuk. Rasa lapar mulai mendera. Tak membuang waktu aku segera memasak yang ringan saja untuk mengganjal perut. Masak nasi goreng special.Untung Nisa dan Dio menginap di rumah Mita, jadi sementara aku bebas dari tingkah polah anak-anak. Bukan aku ti

    Last Updated : 2022-10-31

Latest chapter

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 49

    Bismillahirrahmanirrahim.“Kenapa ya Mit, Bang Juna melakukan ini padaku.”“Tentu saja ia ingin hidup enak denganmu. Sejarah, sekarang ini kamu wanita karier berpenghasilan besar. Tentu rugi bagi Juna itu berpisah denganmu."“Tapi, apa harus dengan cara mengambil paksa Nisa dariku, sehingga membuatku urung bercerai darinya. Itu membuatku semakin ilfil dan benci padanya.”“Jangan heran, uang bisa mengubah perilaku orang Rin, termasuk suamimu itu.”Aku mengangguk menanggapi perkataan Mita, ada benarnya juga sih. Aku tak heran, sejak ibu tahu aku memiliki usaha kafe itu, sifatnya mulai berubah. Percuma ibu mengambil hatiku sekarang, karena sudah tidak ada gunanya. Ibarat kata orang, sudah terlambat. Hatiku terlanjur sakit dan mati rasa.Suasana hening sejenak, kami sibuk dengan pikiran masing-masing.“Eh Arini, aku ada ide. Bagaimana kalau sementara ini, kita biarkan saja Nisa tinggal sama ayahnya. Paling juga tidak bertahan lama, sejarah lelaki itu pasti akan terbebani dengan mengurus N

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 48

    Bismillahirrahmanirrahim.Hampir setengah jam aku berdiri terpaku di depan mobil, namun Nisa tidak kelihatan juga batang hidungnya. Kenapa lama sekali anak itu muncul, apa ia sedang menangis lagi di kelas? Kayak waktu itu, batinku dalam hati. Sementara anak-anak yang lain sudah pulang dari tadi. Sekolah juga sudah mulai sepi. Aku jadi khawatir dibuatnya. Salahku juga sih tadi, datang terlambat. Bukan disengaja, tapi saat akan berangkat, Dio ingin pipis lebih dulu. Aku hanya telat 10 menit, kok bisa-bisanya Nisa tidak ada di sekolah. Aku semakin gelisah tak karuan.Apa Bang Juna yang menjemputnya lalu membawanya kabur. Kepanikan melandaku sesaat. ‘Ya Allah lindungi anakku.’ Bisikku dalam hati.Dengan langkah cepat seakan hendak berlari, aku meluncur ke gerbang sekolah. Lalu terus berjalan menuju ruang kelas, sesampainya di sana ruangan itu kosong melompong tanpa penghuni. Terus Nisa di mana? Tidak ada siapa pun tempat untuk bertanya. Aku beralih ke ruang guru dan menanyakan keberadaa

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 47

    Bismillahirrahmanirrahim.Hari demi hari terus berganti, tak terasa tiba saatnya bagiku melakukan tes DNA ulang terhadap bayi Mbak Zara dan Bang Juna. Aku sendiri yang turun tangan, biar lebih yakin. Supaya tidak ada lagi kecurigaan dan keterangan yang berbeda. Jangan sampai kali ini ada kekeliruan. Itu tidak akan kubiarkan terjadi, kudu hati-hati.Setengah jam yang lalu, aku telah berada di sini. Memastikan semuanya berjalan lancar. Mbak Zara juga sudah aku beritahu, sekalian sharelok tempat tes dilaksanakan. Begitu juga dengan Bang Juna. Pasangan yang bertolak belakang itu kini seperti orang kayak musuhan saja. Padahal sebelumnya mereka telah melewati malam yang dingin untuk saling menghangatkan.Apa salahnya mereka membesarkan bayi itu dengan kasih sayang yang melimpah seperti layaknya orang tua lain pada anaknya. Bukan mengingkari keberadaan bayi itu, seperti yang dilakukan Bang Juna. Habis manis sepah dibuang, begitulah ibarat peribahasa. Aku datang lebih awal dibandingkan yan

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 46

    Bismillahirrahmanirrahim.“Beberapa hari yang lalu, saat jemput Nisa di sekolah. Aku tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan seorang perempuan yang mengatakan bahwa aku ini, wanita yang tidak pandai berterima kasih, sudah ditolong malah sok jual mahal. Kalau boleh tahu, apa maksud perkataanmu waktu itu ya.” Arini memandang tak sabaran perempuan di depannya dengan rasa kepo tingkat tinggi. Wanita itu terdiam. Tak menyangka mungkin akan bertemu denganku di sini. Apalagi dengan pertanyaan to the poin yang aku lontarkan. Waktu itu jelas sekali mukanya tampak marah dan kesal. Apa ia tidak salah orang? Bagaimana bisa perkataannya itu dialamatkan padaku. Apa salahku? Jadi wajar bukan? Kalau aku bertanya. “Bisa jelaskan! Biar aku tidak kepikiran.” Sambungku lagi karena wanita ini tetap bungkam tanpa berkomentar apa pun. Sedangkan aku, sudah tak sabaran ingin mendengar langsung penjelasannya.Dret, dret.Tiba-tiba ponsel wanita itu berbunyi. Tanpa menjawab pertanyaanku, wanita itu langsu

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 45

    "Baiklah, jika itu yang kamu mau. Kita lakukan tes ulang, di mana tempatnya?" ucap ibu yakin. Tidak terlihat gentar dan takut, bila hasilnya tidak memihak padanya. Ibu sangat percaya diri nampaknya. Gantian aku yang gelisah, akibat terlanjur berjanji akan menerima Bang Juna seutuhnya bila hasil tes itu negatif. Sedangkan aku sangat berharap kali ini hasilnya positif. “Oh iya mengenai tempat tesnya biar ibu yang cari, kamu sangat sibuk, tentu tidak mungkin sempat—“ perkataan ibu langsung aku potong begitu saja. “Tidak Bu, tempat tes sudah aku tentuin. Pagi hari sebelum ke sana, aku info in tempatnya.”“A-apa,” tanya ibu terbata-bata.“Iya Bu, mengenai tempatnya ibu tidak perlu repot, aku sudah ada tempat untuk itu.”“Di mana?”“Pada hari H, aku akan sharelok ke ibu atau Bang Juna,” kataku datar.“Apa tidak bisa sekarang?”Aku menatap sejenak perempuan yang ada di hadapanku. Apa katanya tadi, minta share tempatnya sekarang? Yang benar saja, mana mungkin aku kasih tahu saat ini. Bisa-b

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 44

    Bismillahirrahmanirrahim.Dengan kedua bukti di tangan, aku pergi sendiri ke rumah sakit, membuktikan keabsahan kedua surat itu. Untung Pak Andra memberitahuku tempat yang bisa dipercaya dan tidak mudah termakan sogokan.Sesampainya di sana, betapa terkejutnya aku. Katanya kedua surat keterangan itu sah tanpa ada pemalsuan. Kok bisa anak yang dilahirkan itu memiliki dua hasil tes yang berbeda. Rasanya kok aneh, siapa yang bisa aku percaya sekarang? Mbak Zara atau Bang Juna. Mereka berdua menunjukkan bukti yang benar.“Tidak salah apa yang dokter sampaikan, jadi kedua surat keterangan itu sah, bukan hasil rekayasa.”“Tentu saja kedua surat keterangan itu sah. Saya bisa pastikan tidak ada kekeliruan dari hasil tes itu.” Jelas Dokter seraya tersenyum ramah.“Itu tidak mungkin Dok? Satu anak memiliki dua hasil tes yang berbeda.” Ucapku menyangsikan keterangan yang dokter berikan.Dokter itu nampak mengernyit bingung, seraya berpikir.“Begini saja, tolong ceritakan lebih detail mengenai du

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 43

    Bismillahirrahmanirrahim."Kabar ibu baik Nak, kabar kamu sendiri gimana? kabar cucu ibu--" ibu berhenti bicara, air matanya menetes tanpa dapat dicegah.“Alhadulillah kabarku baik, Kenapa Ibu menangis?”“Ibu kangen dengan cucu ibu, sejak kamu pergi waktu itu, ibu tidak bertemu dengan Nisa dan Dio lagi. Kamu juga tidak datang mengunjungi Ibu. Kenapa? Kamu masih marah pada Ibu dan Juna."Aku tersenyum seraya menggeleng, "Tidak bu, yang lalu biarlah berlalu. Lagian Nisa dan Dio baik-baik saja kok Bu, jangan khawatir.”“Alhamdulillah! Syukurlah! Ibu percaya kok sama kamu. Kamu pasti bisa mengurus mereka dengan baik."“Ada apa ibu datang ke sini?”“Maafkan ibu Arini, ibu tahu ibu banyak salah padamu. Ibu berharap, hubungan kalian bisa diperbaiki. Kini Zara telah melahirkan anaknya. Seperti yang kamu bilang dulu, jika Juna bisa membuktikan kalau anak yang dikandungnya bukan anak Juna, kamu bersedia menerimanya kembali. Sekarang Juna juga telah berubah menjadi lebih baik. Apa ada kemungkin

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 42

    Bismillahirrahmanirrahim.“Baiklah! Kamu boleh pergi, tapi pergi sendiri. Abang tidak izinkan kamu bawa Dio dan Nisa.”Apa? Apa katanya?Aku pergi sendiri? Tidak boleh bawa Nisa dan Dio, yang benar saja.Mana bisa aku hidup tanpa mereka, merekalah penyemangatku. Demi merekalah aku rela membanting tulang selama ini. Kalau bukan demi mereka, tidak akan kulakukan pekerjaan itu. Seenaknya saja Bang Juna melarangku membawa anak-anak. Dasar lelaki tak punya hati, seenak perutnya saja bicara.Sekarang apa yang harus kulakukan, aku terduduk diam di tepian ranjang. Tinggal terpisah dengan kedua buah hatiku, membuatku tidak sanggup membayangkannya. Apa aku batalkan saja pergi dari rumah ini? Langkah apa yang harus aku tempuh. Aku bingung ya Allah, beri aku petunjuk dan jalan keluarnya.Aku tidak pernah membayangkan Bang Juna akan bersikap kekanak-kanakan begini. Tau begini akhirnya, menyesal aku terima dia kembali. Aku hanya bisa menarik napas panjang menahan kekesalan di hati.Sejenak aku berp

  • Simpan Saja Uangmu Mas   SSUM Part 41

    Bismillahirrahmanirrahiim.Sore itu, sepulang dari melihat apartemen bersama mas Syafiq, aku disambut Bang Juna dengan kecemburuan tiada habisnya. Bahkan dia menuduhku yang tidak-tidak. Apakah begitu gaya orang yang selingkuh, untuk menutupi belangnya, sekarang malah berbalik menuduhku selingkuh. Jadi tak ubah selingkuh, teriak selingkuh. Entahlah, aku malas memikirkannya, mumet kepalaku jadinya.Masalahku saja sudah cukup rumit, yang perlu ditangani segera. Mana ada waktu memikirian tuduhannya. Biarkan saja dia mau bilang apa, yang penting aku tidak melakukan seperti yang ia tuduh. Mita belum lama ini mengadu, kalau uang pendapatan terus merosot tajam. Siapa yang berani melakukan tindakan penggelapan uang pendapatan kafe. Ini harus aku selidiki lebih jauh, tak bisa dibiarkan begitu saja. Bisa jadi usaha yang baru aku rintis merugi, bila tidak diselidiki dengan cepat.Bang Juna terus saja minta penjelasan.“Apa maksud perkataan Abang? Abang menuduhku selingkuh dengan pria tadi, benar

DMCA.com Protection Status