Bab 11"Apa maksud kamu, Mila?" tanya Mas Reno, dengan mata melotot seperti yang ingin keluar. "Kenapa, Mas? Apa kamu kaget saat aku mengetahui hubungan kalian berdua? Sudahlah, Mas, kamu itu tidak perlu mengelak lagi tentang semua itu. Karena aku sudah tau, kalau kamu mempunyai hubungan khusus dengan Mbak Wina, yang merupakan mantan Kakak iparmu dan sekarang telah menjadi kekasih gelapmu."Aku pun mengungkapkan, apa yang aku tau, tentang hubungan mereka berdua. Mas Reno pun begitu kaget, saat aku ternyata telah mengetahui semua tentang rahasianya tersebut. "Mila, kamu jangan sembarangan menuduh ya. Tau dari mana kamu, kalau aku punya hubungan khusus dengan Mbak Wina? Kamu ada buktinya nggak, tentang tuduhan kamu itu? Pasti kamu tahu dari omongan Bi Ratih kan, kalau aku dekat dengan Mbak Wina? Jika memang kamu hanya mendengar dari ucapan Bi Ratih, seharusnya kamu tidak perlu terlalu mempercayainya, Mila. Karena ternyata Bi Ratih itu seorang pendusta," sanggah Mas Reno, ia tetap sa
Seenaknya saja Mas Reno berbicara, tanpa mau memikirkan perasaanku. Hukum dari mana yang ia ambil, jika harta turunan harus bisa menjadi harta gono gini? Ia benar-benar mau menguasai harta benda peninggalan orang tuaku. Tapi apapun yang akan ia lakukan, aku juga tidak akan pernah tinggal diam.Aku akan mempertahankan apapun yang menjadi hakku. Lagian juga walaupun dia tidak mau menceraikan aku, tetapi aku bisa melakukan talak secara Rapak. Walaupun semua biaya harus aku yang menanggngnya."Mas Reno, apa kamu tidak merasa malu, dengan apa yang kamu katakan? Atau memang, kamu sudah hilang akal ya?" tanyaku."Apa maksud kamu, Mila?" tanya balik Mas Reno "Ya itu, kamu meminta harta gono-gini kepadaku. Seakan-akan apa yang ada sekarang, hasil dari jerih payahmu. Padahal kamu harus ingat dong, Mas. Selama kita menikah satu tahun ini, kamu belum mempunyai apa-apa. Rumah ini, yang kita tempati bersama pun, tetap aku yang setiap bulan membayar cicilannya. Jadi harta gono-gini, apa yang kamu
"Huh, siapa sih orang itu? Pagi-pagi sudah teriak-teriak, seperti di hutan saja. Mana suara teriakannya juga sudah melebihi teriakan Tarzan lagi," lirihku.Aku merasa terganggu saat mendengar suara orang berteriak di luar sana, serta aku juga merasa tidak enak dan malu sama tetangga, jika ada orang yang mendengar teriakan tersebut. Aku takut jika mereka mengira, kalau aku telah melakukan perbuatan yang tidak-tidak. Tidak berapa lama, Bi Ratih datang sambil tergopoh-gopoh, membuat aku kaget dibuatnya."Bi, siapa orang yang ada diluar," tanyaku."I-itu, Non Mila, ternyata yang berteriak-teriak itu adalah Bu Risma, mertuanya Non Mila. Ia datang bersama Non Wina, dan juga Non Reni. Non Mila, mau menemui mereka, atau tidak," tanya balik Bi Ratih."Ya sudah, biar aku saja yang membuka pintunya, Bi. Memangnya mau apa lagi sih mereka itu? Pagi-pagi kok sudah bikin ribut di rumah orang, cari gara-gara saja tuh orang-orang," kataku, sambil melangkah pergi menuju pintu depan, meninggalkan Bi Rat
"Mila, kenapa sih kamu nggak percaya banget sama kami? Kamu tidak akan mencuri kok," tanya Mbak Wina."Maaf ya, Mbak. Aku tidak akan mengizinkan, buat kalian tetap berada di sini. Aku nggak percaya, kalau kamu nggak akan mencuri. Bagaimana aku bisa percaya sama kamu, Mbak. Karena suami orang saja kamu berani embat, apalagi yang lainnya? Pokoknya aku tidak akan membiarkan Mbak Wina, mengambil apa pun lagi dariku. Sudah cukup bagiku kehilangan teman hidup, sebab memang pada dasarnya suamiku juga yang tidak setia. Silakan saja Mbak ambil suamiku, tetapi tidak untuk yang lain," tuturku."Bu, Mbak Wina, sudahlah! Ayo, lebih baik kita pergi saja dari sini! Ngapain juga kalian sampai ngemis-ngemis begini sama dia, hanya untuk tetap berada di sini? Di rumahnya Mbak Wina kan lebih nyaman, Bu, Mbak," bujuk Reni.Bu Risma dan Mbak Wina langsung melotot ke arah Reni, setelah Reni berbicara demikian barusan. Awalnya aku tidak paham, tetapi aku langsung kepikiran dengan ucapan Reni, yang mengatak
"Ya bisa dong, Mas. Karena aku pemilik perusahaan ini, sedangkan kamu hanya seseorang yang aku titipkan di perusahaan ini. Jadi lebih berkuasa aku dong, dibanding kamu," balasku.Mata Mas Reno pun langsung mendelik kepadaku, setelah mendengar perkataanku yang membalas perkataannya, dengan begitu menohok. Salah siapa dia bicara seperti itu, hingga membuat aku gampang membalikan ucapannya."Mila, ingat ya, aku ini suami kamu. Kamu itu tidak sepantasnya, memperlakukan aku seperti ini. Kamu itu seharusnya menutupi aib suami, bukan malah membongkarnya seperti ini. Karena biar bagaimana pun juga kehormatan suami, adalah kehormatan buat kamu sebagai istri," tegur Mas Reno."Mas, kamu nggak usah mengingatkan aku akan hal itu, sebab aku juga sudah tau," sahutku."Nah, kalau memang kamu sudah tau, kenapa kamu masih melakukannya? Kenapa kamu nggak menghormati aku, tetapi kamu malah mempermalukan aku seperti ini " tanya Mas Reno lagi.Seharusnya sebelum berbicara itu, Mas Reno berkaca dulu. Ke
"Iya, nih, aku lagi nganter si Bi Ratih belanja bulanan, sekalian melihat lihat pakaian, kali aja ada yang cocok," sahutku.Resa pun akhirnya ikut memilih pakaian, sambil mengajakku bicara."Oh ... aku kira kamu sama suamimu ke sini, ternyata kamu sama Bi Ratih," ujarnya."Nggak, Resa. Kamu juga biasanya kan ditemani Rendi, ke mana dia sekarang?" tanyaku balik."Iya, nih aku lagi marahan sama dia. Tapi aku datang ke sini nggak sendirian, aku tadi ke sini bareng sama temanku, Wina namanya. Tapi dia sedang pergi ke kamar mandi dulu," terang Resa.Wina! Aku terkejut saat Resa mengucapkan nama Wina. Aku kembali teringat kepada Mbak Wina, yang telah membuat Mas Reno menghianatiku. Tapi kan yang namanya Wina itu pasaran, bukan saja Mbak Wina yang aku maksud. "Mila, kok kamu malah bengong sih? Kamu kenapa, Mil," tanya Resa lagi."Ini Resa, tadi saat aku mendengar kamu, mengatakan nama teman kamu yang bernama Wina. Aku jadi kepikiran, sama perempuan yang bernama Wina juga. Dia adalah orang,
Pov Reno"Mas, mana calon istrimu? Katanya mau diperkenalkan kepada kami," tanyaku, saat melihat Mas Roni sedang berbincang dengan Ibu diruang keluarga."Dia sedang pergi ke kamar mandi, Reno," sahutnya."Oh ya sudah, aku masuk ke kamar dulu, ya Mas. Aku mau ganti pakaian," pamitku. Setelah itu aku pun segera berjalan menuju kamarku, tanpa menunggu jawaban dari kakakku. Setelah berganti pakaian, aku pun keluar lagi untuk bergabung bersama keluargaku."Reno, kenalin nih calon istri Mas," ucap Mas Roni, saat aku baru saja sampaiAku pun mengulurkan tangan. Namun, aku begitu terkejut, saat melihat siapa wanita yang menjadi calon istri Mas Reno. Dia adalah Wina mantan kekasihku, yang dulu sempat terpisah karena jarak dan waktu. Padahal kami belum sempat mengucapkan kata berpisah.Hingga sampai saat ini pun, aku masih belum bisa move on, walau aku juga sudah mempunyai calon istri anak orang kaya.Tapi ternyata, saat kami dipertemukan lagi, Wina kini malah akan menjadi calon Kakak iparku.
"Bukan begitu, Bu. Tetapi tadi Ibu bilang, kalau kami itu harus mandiri. Masa iya, aku masih harus meminta kepada Papa, supaya membelikan rumah untuk kami. Dimana letak mandirinya, Bu? Lagian aku juga kasihan sama Mas Reno, nanti Papa menilai dia, sebagai suami yang tidak bertanggung jawab. Apa Ibu mau anaknya direndahkan?" tanya Mila."Ya sudah, Bu. Biar terserah Mila saja, toh dia juga yang membayar DPnya," ujarku. Aku meminta agar Ibu jangan terlalu memaksa Mila, supaya ia tidak membuat Mila curiga. Karena walaupun niat kami memoroti, tetapi jangan terlalu terlihat. Apalagi kami inj baru menikah."Jadi Mas setuju dengan pendapatku, Mas?" tanya Mila lagi."Iya, Mila," sahutku.Setelah selesai membahas semua ini, kami pun beristirahat sebab sudah malam. Sebulan kemudian, aku dan juga Mila pun telah menempati rumah pribadi, walaupun masih nyicil. Setiap bulan, aku selalu membantu membayar cicilannya, walaupun lebih banyak Mila yang bayar.Aku sih mikirnya ini semua hanya sekedar fo
"Aku lebih memilih memaafkannya, Mas. Karena sepertinya dia bersungguh-sungguh meminta maaf kepadaku. Akupun tidak mau menyimpan dendam, apalagi orang tersebut sudah mengatakan maaf," terangku.Mas Reynaldi pun manggut-manggut, saat mendengar penuturanku tentang keputusan apa yang aku ambil."Baguslah kalau memang begitu, kamu memang orang baik, Mila. Kamu tidak mempunyai rasa dendam, walaupun orang tersebut telah menyakiti kamu," puji Mas Reynaldi."Ya memang harus seperti itu, Kan mas? Lagian untuk apa juga aku memperpanjang masalah, toh dia juga sudah berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan dia juga telah mengucapkan kata maaf. Itulah yang penting buatku,"Setelah itu kami membahas tentang persoalan lain, yaitu membicarakan masalah pertunangan kami, yang akan dilaksanakan besok malam. Kami akan melaksanakan pertunangan tersebut di sebuah gedung, yang telah kami persiapkan jauh-jauh hari. Lumayan banyak juga orang yang akan kami undang, yaitu keluarga dekat kami, seluruh karyaw
"Oh, ada Maya ya, Bi. Ya sudah, Bi, bilang sama Maya tunggu sebentar ya," pintaku."Iya, Non," sahut Bi Ratih.Aku pun segera merapikan pakaian, serta memakai kerudung, lalu setelah selesai baru aku menemui Maya beserta keluarganya. "Mila, maaf aku menganggu," ucap Maya dengan lembut.Maya tidak seperti biasanya yang selalu bersikap arogan. Ia bertanya saat aku baru saja masuk ke ruang tamu. Padahal tadinya aku berniat mau menyapa mereka duluan, tapi ternyata malah didahului oleh Maya."Lho ... kenapa kamu meminta maaf, Maya? Memangnya kamu punya salah apa sama aku," tanyaku berpura-pura tidak mengerti."Mila, kamu jangan melaporkan aku ke Polisi ya! Aku mohon, Mila," pinta Maya memelas.Memangnya kamu salah apa, hingga aku harus melaporkan kamu ke Polisi?" Aku masih tetap berpura-pura tidak tahu, tentang apa yang telah dilakukannya. Maya pun kemudian menjelaskan semuanya, tentang perbuatannya yang menyewa orang untuk mencelakaiku tempo hari.Dia terus memohon kepadaku, jika dia ti
"Maaf, semuanya, kami sebagai pihak rumah sakit sudah semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk pasien. Namun sayang, pasien tidak bisa bertahan dan ia meninggal dunia," terang Dokter."Innalillahi wainnailaihi roji'un," ucap kami serempakHatiku terhenyak saat mendengar kabar duka yang diucapkan oleh sang dokter yang telah menangani Mas Reno selama ini. Mbak Wina pun menangis, ia memelukku erat. Aku pun tidak kuasa menahan haru dan akhirnya ikut menangis. Aku merasa ikut sedih karena Mas Reno meninggal, sebab ia tidak kuat menahan peluru yang bersarang di pinggangnya. Karena kata dokter, peluru tersebut sampai mengenai ginjalnya. Mengerikan memang, tapi inilah jalan hidup yang harus dijalaninya. "Sudahlah, Mbak, kamu yang sabar ya. Mungkin ini memang jalan Mas Reno untuk kembali kepada pemilikNya. Kita doakan saja, semoga Mas Reno bisa diterima amal ibadahnya, serta meninggal dalam keadaan husnul khotimah." Aku berusaha membujuk Mbak Wina, supaya ia tidak berlarut dalam kes
"Aku kok malas banget ya, Mas. Apalagi jika mengingat semua perbuatannya, ujarku."Mas paham, Mila, tapi kamu juga jangan seperti itu. Kita harus tetap berbuat baik kepada siapa pun, walaupun orang tersebut telah menyakiti kita," tegur Mas Reynaldi.Perkataannya itu membuat aku malu, padahal yang seharusnya julid itu dia. Karena Mas Reno merupakan mantan suamiku, sedangkan dia merupakan calon suamiku. Tapi kini malah dia yang mengingatkan aku, supaya aku mau menengok mantanku tersebut."Iya, Mas, kamu benar. Ternyata aku telah salah telah berpikir seperti itu," ucapku."Itu manusiawi kok, Mila. Karena yang namanya manusia pasti mempunyai salah dan khilaf. Makanya sekarang Mas ngingetin kamu, barangkali kamu sedang khilaf kan," sahut Mas Reynaldi."Bener, Mas, terima kasih ya kamu telah mengingatkan aku. Ya sudah kalau begitu, ayo kita ke rumah sakit! Kita ajak Mama sama Papa ya, barangkali saja mereka juga mau menengok, biar sekalian kita berangkat bareng," kataku.Aku pun kemudian s
"Keadaan Pak Reno untuk saat ini masih hidup, ia membutuhkan perawatan secara medis. Semoga saja dia bisa selamat," sahut Pak Polisi.Aku merasa ngeri saat mendengar Pak Polisi menjelaskan, tentang keadaan Mas Reno saat ini. Ternyata ia di tembak polisi karena berusaha melawan pihak yang berwajib. Pantas saja jika tadi terdengar suara tembakan, serta terdengar suara jeritan bahkan suara tembakannya sampai terdengar dua kali.Aku tidak menyangka, jika Mas Reno sampai segitunya. Hanya karena niat ingin mengusai harta bendaku, sehingga ia menjadi seorang kriminal, yang harus berhadapan langsung dengan aparat kepolisian. Ia bahkan sepertinya tidak kapok, telah membuat Ibu dan adiknya meninggal dunia. Atau mungkin juga ia belum tahu, jika Bu Risma dan juga Reni telah tiada. Kemudian aku melirik ke arah Mbak Wina, ia hanya tertunduk tanpa bersuara. Tetapi wajahnya begitu pucat, entah karena sedang sakit, atau karena kaget dengan semua yang terjadi barusan kepadanya. "Jadi maksudnya, Mas R
"Siap, Mas. Apa pun yang terjadi nanti dan hukuman apa yang akan ditanggungnya, itu merupakan resiko yang harus dia pertanggung jawabkan," jawabku."Ya sudah, jika kamu sudah siap. Biar para polisi segera melakukan tugasnya dengan sebaik mungkin," pungkas Mas Reynaldi.Ia mengakhiri perkataannya, aku pun mengiyakan apa yang dikatakan oleh Mas Reynaldi. Kemudian kami berdua kembali fokus untuk melihat para polisi, yang sedang melakukan tugasnya tersebut. Ada sekitar delapan orang polisi yang menjalankan misi ini. Para polisi tersebut mengepung rumah, yang dikatakan detektif ada kedua tersangka tersebut. Setelah itu salah satu polisi mendobrak pintu, hingga akhirnya pintu terbuka. Kemudian setelah pintu terbuka, masuklah empat orang polisi. Sedangkan keempat orang lainnya berjaga-jaga di luar. Tidak berapa lama setelah polisi masuk, terdengar dua kali suara tembakan dari dalam rumah tersebut, serta jeritan seseorang entah siapa itu. Entah apa yang terjadi di dalam sana, sehingga terde
"Ya iya dong, Mas, aku ingin tau. Makanya aku bertanya sekarang," sahutku.Mas Reynaldi, kembali membuka sabuk pengamannya, kemudian langsung menghadapku."Baiklah, Mila, aku akan memberitahumu, kenapa aku tidak mengajarimu waktu itu. Aku menyuruh Mbak Rika yang mengajari kamu karena belum tentu juga kalau Mas yang mau mengajari kamu, kamunya mau. Apalagi waktu itu Mas sedang dalam tahap pendekatan sama kamu. Jadi Mas takut, kalau nantinya kamu malah tidak mau menerima Mas. Jadi Mas minta tolong saja sama Mbak Rika, beres kan," terang Mas Reynaldi."Oh, jadi seperti itu ya," "Hooh. Ya sudah, ayo kita pulang," ajaknya."Ayo," kataku.Setelah itu, Mas Reynaldi pun kembali memakai sabuk pengaman. Kemudian ia segera melajukan mobilnya membelah jalanan kota. Sedangkan mobilku, yang dibawa Pak Edi telah berangkat lebih dulu. "Mila, apa kamu tahu, siapa orang yang telah menyuruh ketiga pria tadi untuk menghadangmu," tanya Mas Reynaldi."Iya, Mas, aku tau,""Lalu siapa orang yang telah ber
Saat mereka bertiga akan menyentuhku, aku segera memberi mereka jurus, yang selama ini aku pelajari dari Mbak Rika. Ternyata benar-benar ada manfaatnya semua ini, sebab aku bisa membuat mereka bertiga kalah dan terjatuh satu-persatu. Maya pun terlihat kaget, saat melihat semuanya itu. Mungkin ia tidak menyangka, jika aku ternyata bisa bela diri. "Mila, ternyata kamu sekarang ada kemajuan ya. Kamu juga bahkan sudah bisa bela diri sekarang," ujar Maya."Kenapa, Mbak Maya? Apa kamu kaget melihat aku bisa bela diri, atau kamu takut menghadapiku?" tanyaku balik."Sombong kamu, Mila, kamu itu sekarang menyebalkan sekali. Lihat saja kamu, apa kamu sekarang bisa melawan ketiga anak buahku? Kalau memang kamu bisa, baru aku akan mengakui kalau kamu hebat," ujar Maya."Heh ... kalian bertiga, ayo kalian maju! Cepat tangkap perempuan ini, lalu bawa dia ke tempat yang sudah ditentukan! Aku percayakan semuanya kepada kalian, masa iya kalian bertiga harus kalah dengan seorang perempuan. Badan kali
"Mbak, maaf ya, bisa pindah nggak? Mbak, jangan tidur di jalan, soalnya menghalangi kendaraan yang mau melintas. Mbak bisa tidur di pinggir jalan biar aman," panggung.Tetapi ia tidak bergeming, Namun, saat aku mau mengecek keadaannya, ada tiga orang pria kekar yang menghampiriku. Mereka berhenti, kurang lebih dua meter dari tempat aku berdiri. Kemudian si perempuan yang tadi tergeletak pun bangun, bersamaan dengan suara tepuk tangan yang datang dari arah belakang tiga pria tadi.Kemudian tiga orang pria ini menyebar mengelilingiku, ia memberi jalan kepada orang yang bertepuk tangan tersebut. Namun, yang begitu mengejutkan buatku. Karena ternyata, orang yang bertepuk tangan tersebut adalah Maya. Seorang perempuan, yang bersikukuh ingin mendapatkan Mas Reynaldi."Mbak Maya" kataku, kaget."Iya, Mila, aku adalah Maya. Kenapa, kamu kaget melihatku?" tanya Mbak Maya.Ia bertanya kepadaku, sambil terus mendekatiku. Sampai kini kami berdiri dan saling berhadapan."Mbak, kenapa kamu ada di s