Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 17 : Ponsel Mata TigaBeberapa hari kemudian, keadaan Sandiyya sudah semakin membaik. Janin yang ada di dalam kandungannya juga baik-baik saja. Aku bernapas lega setelah mendengar penuturan dari dokter."Sandiyya akan ikut pulang ke rumahku!" ucap Juragan Yahya nyaring.Suryati terlihat memohon, keduanya terlibat pembicaraan serius. Ingin rasanya menengahi, namun teringat pesan Mas Brewok. Kuurungkan niat itu. Apalagi dia sudah memberi ultimatum untuk tak mengajak Sandiyya ke rumah lagi. Semalaman aku sudah merayu untuk memperbolehkan mengajak Diyya tinggal di rumah sampai ia melahirkan nanti. Namun, Mas Bilal tetap tidak mengizinkan hal itu.Tiba-tiba, Juragan Yahya menarik tangan Sandiyya menuju mobilnya. Suryati hanya menangis dan tak berani melarangnya. Hem, aku tak bisa tinggal diam kalau begini."Pak Yahya, jangan berlaku kasar pada Sandiyya! Dia sedang mengandung," ujarku sambil berdiri di hadapannya."Hey, kamu Ibu guru sok pahlawan, jangan i
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 18 : Ancaman Mas BrewokHari terus berlalu. Tanpa terasa kandungan Sandiyya sudah masuk usia 9 bulan. Tubuh kecil itu semakin kesusahan untuk bergerak dengan perut yang sudah sangat besar.Juragan Yahya masih mengunjunginya sekali-sekali, begitu menurut laporan dari Suryati. Aku tak bisa juga bersikeras untuk melarangnya menemui Diyya, sebab muridku itu memang sudah berstatus istrinya.Malam ini, aku dan Mas Bilal tidur agak awal karena dia pulangnya sore dan larut seperti biasanya. Sayup-sayup terdengar getaran ponsel dari atas nakas dan aku langsung menggapainya walau dengan mata setengah terpejam."Halo, Assalammualaiku," ujarku dengan tanpa melihat siapa yang meneleponku sekarang."Bu Endang, bisa tolong antar Diyya ke rumah sakit?" Suara Sandiyya terdengar dari ujung telepon."Iya, Nak, bisa. Diyya udah mau lahiran?" Mataku langsung terbuka lebar."Sepertinya iya, Bu." Nada suaranya terdengar lemah, ia seperti sedang menahan rasa sakit."Ya suda
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 19 : LahiranSandiyya sudah berbaring di kamar rawat. Kini perutnya tak lagi buncit, wajah pucat dengan mata terpejam."Diyya .... " panggilku sambil menggenggam tangannya. "Maafkan Bu Endang tak bisa datang tadi malam," sambungku.Diyya membalas genggaman tanganku lalu membuka sedikit mata dan berkata, "Gak apa-apa, Bu.""Cepat pulih ya, Nak! Bayi kamu laki-laki. Bu Endang mau lihat dia dulu, ya!" ujarku dengan menyeka air mata yang tak mau berhenti untuk terus berjatuhan saat melihat Sandiyya.Sandiyya hanya mengangguk lalu memejamkan mata kembali, kondisinya begitu lemah. Setelah pamit dengan Suryati, aku langsung bergegas menuju ruang bayi.Sosok mungil itu terbaring dalam inkubator. Segera kutanyai perawat, apa yang terjadi hingga ia harus berada di situ?"Bayi Nyonya Sandiyya beratnya tidak normal, maka dengan itu ia harus masuk inkubator dulu.""Memang beratnya berapa, Sus?""Hanya 2 kilo, Bu."Ya tuhan, kecil sekali bayinya. Kasihan, air matak
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 20 : Ponsel yang TertukarHal yang pertama kulakukan adalah membuka aplikasi WhatsApp, kemudian menelusuri chat-annya. Tak ada yang aneh, hanya ada pesan dariku dan Juragan Yahya saja. Hem, Diyya juga tak memiliki grup. Kemudian lanjut ke galery foto, barangkali ada foto Si Om. Kubuka satu persatu, ada banyak foto Sandiyya bersama teman-temannya dengan berbagai fose. Penampilannya di situ tak tampak seperti anak SMP lagi, gaya berpakaiannya sungguh mentereng dan dewasa. Aku tak menyangka kelakuan muridku ini di luar sekolah sungguh berbeda dan liar.Kutarik napas sejenak, lalu melanjutkan membuka foto-foto tersebut. Ada satu foto yang menarik perhatianku, yaitu foto Sandiyya bersama tiga orang temannya juga seorang pria yang wajahnya dikasih stiker. Tubuhnya tinggi tegap dengan kemeja warna biru garis-garis serta jam tangan warna hitam dengan merk terkenal. Apa mungkin dia ayah si baby mungil? Tapi mereka tak berpose mesra, malah berfoto ramai-ramai.
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 21 : Telepon MisteriusSemoga Sandiyya tidak tahu kalau ponselnya sudah kugeledah. Oh iya, iseng-iseng, kutekan nomor ponsel Mas Bilal. Bukannya su'udzon, Mas, aku hanya ingin memastikan ketakutan Sandiyya padamu tak beralasan.Kuhembuskan napas lega dan langsung mengakhiri panggilan kala tak ada nama suamiku di layar ponselnya. Kembali kuamati foto yang tadi, fostur prianya mirip dengan Mas Bilal, sama-sama tinggi berisi dan berkulit gelap. Oh, Ya Tuhan, ini gak mungkin suamiku! Gak mungkin dia bergaul sama cabe-cabean begini. Kubuang jauh-jauh pikiran itu, buktinya tak ada nomor Mas Brewok di ponsel Diyya. Fix, Mas Bilal tak tahu apa-apa. Mulai sekarang berhenti berprasangka buruk padanya.***Pukul 06.15, aku sudah memacu motor matic kesayanganku menuju rumah sakit untuk menukar ponsel dengan Sandiyya. Sesampainya di sana, terlihat Juragan Yahya sedang duduk di samping tempat tidur Diyya. Hhmm ... Apa bandot tua itu tidur di sini tadi malam? Sok p
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 22 : Pilihan SulitTanpa menunggu lagi, aku langsung bergegas menuju Hotel Cendana. Rasa penasaran ini begitu menggebu, membuatku tak sabar ingin melihat otak di balik hamilnya murid kebangganku itu. Murid yang kuharapkan bisa menyonsong masa depan yang cerah.Beberapa saat kemudian, aku sudah berada di tempat tujuan. Berdiri di depan kamar 103 dengan jantung berdebar kencang.Pintu terbuka begitu saja, aku celingukan dan tanpa sadar telah menginjakan kaki di dalam ruangan yang dicat serba putih itu.Pintu kamar tertutup dengan keras, membuat jantungku hampir copot. Aku berlari menuju pintu dan menarik gagangnya."Mau ke mana Bu Endang?" tanya seorang pria berkemaja biru garis-garis dengan memakai topeng stiker, persis dengan yang di foto.Aku ketakutan, dan mencari sosok Sandiyya yang katanya ada di sini. Namun, kemudian muncul empat pria lagi yang tampilannya sama dengan pria yang pertama. Kini ada lima pria dengan postur, pakaian dan topeng yang sa
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 23 : Perang"Mas .... " panggilku dengan menahan tangis."Apa, Dek?" jawabnya sambil membuka kemeja."Ini, bukan kamu, kan?" Aku menunjukkan foto itu di depan wajahnya."Foto apa ini, Dek?" Dia meraih foto itu sambil duduk di pinggir ranjang."Laki-laki yang wajahnya dikasih stiker itu kamu atau bukan, Mas?" tanyaku dengan suara bergetar."Ya, bukanlah .... " jawabnya cuek sambil mengembalikan foto itu kepadaku."Tapi, jam tangan ini sama dengan yang ada di dalam foto!" ucapku sambil menunjukan jam tangan dan foto itu bersamaan."Apaan sih, Dek? Jangan asal nuduh hanya karena barang buatan pabrik yang jumlahnya ribuan gitu! Bukan jam tangan Mas yang ada di dalam foto itu!" jawabnya malas dengan wajah super kesal."Tapi, Mas .... ""Endang, kamu kenapa sih?""Mas .... ""Endang, bukan aku yang ada di dalam foto itu! Gak mungkin aku bergaul sama anak ABG begitu, kurang kerjaan sekali aku!" Mas Bilal menatapku tajam sambil berlalu mengambil bajunya di le
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 24 : Ke mana?"Mas, ayo sarapan dulu, Endang udah bikin nasi goreng seafood kesukaan Mas." Aku menghampiri Mas Bilal yang sudah rapi dengan setelan jas berwarna hitamnya.Dia tak menjawab, malah melewatiku lalu meraih tas kerjanya dan kemudian keluar dari kamar. Aku mengekor di belakangnya, tapi pria brewokan itu malah melangkah menuju garasi dan membuka pintunya."Mas, ayo sarapan dulu!" Aku menarik tangannya yang hendak masuk ke dalam mobil.Dia menatapku tajam, lalu melepaskan cengkraman tanganku pada lengannya."Mas!" panggilku saat dia masuk ke dalam mobilnya.Mas Bilal tak menghiraukan panggilanku apalagi ajakanku untuk sarapan. Ini kali pertama dia pergi ke kantor tanpa sarapan begitu, apa dia sangat marah karena ulahku tadi malam? Mata ini jadi memanas, buliran bening mulai berjatuhan.Dengan menghembuskan napas panjang, kusapu dengan cepat air mata ini lalu menutup pintu garasi dan melangkah menuju ruang makan. Aku duduk seorang diri dengan
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 59 : Tamat“Selama, Sandiyya, kamu berhak atas nilai ‘A’ dalam skripsimu ini.” Dosen pembimbing menyalamiku.Ya Allah, air mata kebahagiaanku jatuh tak tertahan, aku tak menyangka kalau akan mendapatkan nilai terbaik. Aku langsung melakukan sujud syukur.“Selamat, ya, Sandiyya. Semoga gelar Sarjana Pendidikan ini bisa kamu manfaatkan sebagai mana mestinya!” Kepala Jurusa Prodi Matematika memasangkan tanda lulus yang bertuliskan “Sandiyya, S,Pd” di bahuku, seperti putri Indonesia tampilanku saat ini, senang tak terkira hatiku.Air mata masih tak dapat kutahan, aku tersenyum senang dan menyalami dua dosen penguji, dosen pembimbing juga Kepala jurusan.“Sayang, selamat, ya.” Om Egi menyalamiku saat ruangan mulai sepi, para dosen sudah keluar dari ruangan sidang.“Makasih, ya, Mas, semua ini tak lepas dari dukungan kamu, Bu Endang, Ibuk juga anak-anak. Aku persembahkan keberhasilan ini kepada kalian,” jawabku sambil menerima uluran tangannya.“Kita pulan
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 58 : LegaSaat membuka mata di pagi hari, aku merasa semua drama yang terjadi semalam adalah mimpi. Akan tetapi, pria yang masih terlelap di sampingku ini membuatku yakin kalau hal semalam adalah nyata adanya.Aku segera bangkit dari tempat tidur dan menarik napas lega, hati ini terasa berbunga-bunga saat ini. Nggak nyangka saja, kalau kini aku telah resmi menjadi istri Om Egi. Melani, dia wanita tegar, yang rela mundur dari pernikahannya. Aku berhutang budi kepadanya, kalau bukan karena dia, aku tak yakin bisa menikah Papa dari putraku itu.“Selamat pagi, Sayang.” Sebuah pelukan serta ciuman mendarat di dahiku.Aku menoleh dan menahan senyum, sedikit malu juga sebab pagi status kami tak lagi seperti kemarin lagi.“Saya mau mandi dulu,” ujarnya sambil melepaskan pelukannya dariku lalu turun dari tempat tidur.Aku mengangguk lalu melipat selimut juga merapikan bantal. Jadi kangen dengan anak-anak, sedang apa mereka dan di mana? Kuraih ponsel dan melak
Siapa yang Menghamili MuridkuBab 57 : Trauma“Terima kasih, ya, Tante Melani. Diyya janji akan selalu mengingat pesan ini, terima kasih juga atas—“ Aku tak bisa melanjutkan kata-kata ini, hanya air mata yang kembali menjawab semua ini.“Iya, sama-sama, saya mengerti, semoga kalian selalu bahagia.” Melani melepaskan pelukannya.Bu Endang menghampiri Melani dan memeluknya, mereka sedikit menjauh dan terlihat berbicara. Om Egi dan aku mendekat kepada Ibuk lalu salim kepadanya.“Jaga putri Ibuk yang masih kekanak-kanakan ini ya, Egi, cinta dan sayangi dia. Tuntun dan bimbinglah dia menjadi istri yang sholeha dan berbakti kepada suami. Ibuk sangat senang kalian bisa berjodoh,” ujar Ibuk dengan sambil menepuk pundak Om Egi.“Insyallah, Buk,” jawab Om Egi.Aku langsung memeluk Ibuk dan menangis di pundaknya, dan Ibuk mulai mengeluarkan nasihat-nasihatnya untuk kami.“Bu Melani, terima kasih, telah menikahkan putri saya dengan pria yang ia sayangi tapi tak berani ia ungkapan karena masa lalu
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 56 : Pergantian Mempelai“Maafkan aku, Melani!” Om Egi menundukkan kepalanya.“Semua ini tak cukup hanya dengan meminta maaf saja, Egi! Kamu kenapa sih? Kalau memang tak mau nikah denganku, kenapa nggak bicara terus terang saja!” Melani menatap tajam Om Egi dan mengangkat wajah pria bertubuh tinggi itu hingga mereka bertatapan.“Semua terjadi tanpa kuasaku, bukan mauku seperti ini, Melani!” jawab Om Egi dengan suara parau, wajahnya terlihat kacau saat ini.“Jadi maumu apa?!” Melani berteriak marah yang membuat aku memegangi dada karenanya. “Apa maumu menikah dengan gadis muda ini? Bilang dong sama dia, jangan menjadikanku korban begini!”Om Egi terdiam.“Lalu kamu ... Sandiyya ‘kan namamu? Kenapa kamu menolak Egi kalau kamu tak ikhlas melihat dia menikah denganku?!” Melani kini menatapku tajam.“I—iya ... nggak gi—gitu, Tante ... Diyya i—ikhlas kok kalian me—menikah .... “ jawabku dengan terbata-bata, mati kutu rasanya dimarahkan calon istrinya Om
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 55 : Menghitung HariSejak malam itu, aku mulai menghitung hari. Om Egi juga tak pernah datang atau juga mengirimkan chat. Aku juga enggan menangis sebab air mata suka jatuh dengan sendirinya walaupun aku tak mau menangis.Bu Endang, dia sangat senang mengetahui Om Egi akan menikah walau ada hati yang terluka atas hal itu. Guru tersayangku itu tak tahu kalau ada sesuatu diantara kami yang memang tak diketahui oleh siapa pun, kecuali hati kami berdua.Bu Endang itu sudah sibuk mengurusi anak kembarnya yang sedang aktif-aktifnya, jadi wajar saja kalau dia takkan sempat memantau hubunganku dengan Om Egi. Kalau dia tahu ada apa-apa diantara kami, dia pasti takkan membiarkan Abangnya mau menikahi wanita lain. Ah, sudahlah, ini sudah keputusanku dan mungkin saja sudah takdir dari Yang Maha Kuasa.Hari ini, tanggal di kalender yang kulingkari sudah berjumlah 6, dan itu tandanya kalau besok adalah yang paling menyedihkan akan tiba. Aku harus kuat, kebaya unt
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 54 : Mencoba IkhlasHari ini kondisiku sudah semakin membaik, mungkin karena bubur dan obat yang diberikan langsung oleh orang yang kusayangi tapi takkan lama lagi dia tidak akan bisa seperhatian ini lagi jika sudah menikahi Melani nanti. Melani akan menjadi wanita paling beruntung karena memiliki pria sebaik dan perhatian seperti Om Egi, hanya aku yang akan menangis sepanjang jalan atas isi hati yang tak bisa tersampaikan kepadanya.[Bagaimana keadaan Mamanya Dio? Apa perlu saya bawa ke dokter hari ini?]Itu chat dari Om Egi yang membuat suasana hati semakin membaik, apalagi saat membayangkan senyum juga tatapannya, aku jadi tersenyum sendiri.[Udah sembuh, Om, terima kasih, ya.]Kubalas chat dan berharap ia tak kembali membalasnya, sebab aku harus bisa membiasakan diri tanpa perhatiannya walau sebenarnya aku senang akan semua sikap manisnya selama ini. Om Egi, aku sayang sama Om tapi maaf ... aku belum bisa menjadi pendamping terbaik untukmu. Aku a
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 53 : Sama-sama PerihPukul 17.00, aku sudah tiba di rumah. Dengan langkah gontai, aku melangkah menuju pintu setelah menyimpan motorku ke garasi. Badanku semakin lemas saat ini, tadi aja hampir diserempet orang di jalan dan untung aja nggak jatuh.“Yeeeeyy ... Mama udah pulang!” sambut Nandio dan Sindy sambil memelukku.“Iya, Sayang, Mama udah pulang cuma Mama lagi nggak enak badan ini. Kalian main sama Nenek dan Bi Asih dulu, ya.” Kudaratkan ciuman ke pipi dua anak-anakku itu, lalu menyusuri dinding untuk menuju kamar.Langkah ini semakin berat, apalagi dengan pandangan yang berputar-putar begini. Hingga akhirnya semuanya menjadi gelap dan aku tak ingat lagi apa yang terjadi selanjutnya.***“Diyya, kamu nggak apa-apa ‘kan, Nak?” sayup-sayup terdengar suara Ibuk di dekatku.Kepala ini masih terasa sangat sakit saat kubuka mata perlahan, terlihatlah Ibuk yang sedang duduk dipinggir tempat tidur dengan sambil memijat dahiku, senyum langsung terukir di
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 52 : KangenSetelah kepergian Om Egi, aku segera masuk dan mengunci pintu. Dengan cepat, aku langsung berlari masuk ke dalam ruangan belajar untuk menangis sepuasnya. Hanya di sini tempat yang aman, sebab Ibuk dan Nandio takkan berani menggangguku jika sedang di ruangan ini sebab mereka akan mengira aku sedang belajar.‘Om Egi ... maafkan Diyya.’ Dada ini terasa sangat sesak, apalagi saat teringat wajahnya tadi. Saat dia menyatakan perasaannya dan menunggu jawaban dari bibir ini. Aku sayang sama Om, tapi ... aku belum berani mengambil keputusan untuk menikah denganmu. Aku tahu, kamu takkan senang dengan hubungan tanpa status seperti sekarang untuk lebih lama lagi, sebab seorang pria sejatinya memang tak bisa hidup tanpa kehangatan seorang wanita.Tapi ... tak rela rasanya jika melihatnya bersama wanita lain walau dia sudah berjanji untuk tak lepas dari tanggung jawabnya kepada Nandio juga pendidikanku. Air mata terus saja membanjiri wajah, dengan kep
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 51 : Galau“Febiola? Dia bilang apa?!” Om Egi menatapku serius.“Bilang ... kalau Om dan dia itu ... masih sering ketemuan di hotel. Dia juga nunjukin foto kalian bersama,” ujarku dengan jantung yang berpacu sangat cepat, jemari tanganku juga mendadak dingin.Om Egi mengusap wajah, ekspresinya terlihat sangat kesal. Mungkin dia kesal karena Febiola telah membongkar kedok bertobatnya, namun nyatanya ia masih doyan jajan. Aku menarik napas panjang dan menatapnya, ingin melihat reaksinya.“Kamu percaya?!” Om Egi membalas tatapanku.“Iya, soalnya Febiola nunjukin foto juga,” jawabku.“Kamu yakin ngelihat foto itu? Emang fotonya lagi di mana?” Om Egi menautkan alisnya.Aku menggaruk dahi dengan ekspresi bingung tentunya, jadi menyesal aku nggak lihat foto itu.“Lagi di tempat tidurlah, rebahan sambil manja-manjaan gitu .... “ jawabku asal dengan meremas jemari tangan yang dingin.Tiba-tiba terdengar tawa dari pria di sampingku. Kok bisa-bisanya dia tertaw