Ivory yang tahu Baskoro sudah mulai bimbang antara mendengarkan perkataan Ivory atau memukul Key lagi. Akhirnya Baskoro mengikuti Ivory pulang, tetapi pandangan matanya masih saja memancarkan aura permusuhan.
Evelyn kini menatap kepergian Baskoro dengan sedih.
Maaf Bas, Aku tidak ingin menyakitimu.
Evelyn sadar dia masih memeluk Key, dan segera melepaskannya. Key yang sadar sudah dilepaskan Eve, menarik Eve kearah tubuhnya dan dia menatap Eve tepat di kedua manik matanya. Evelyn tidak dapat bergerak karena tubuhnya tiba – tiba kaku tidak bisa bergerak. Key menarik tubuh Eve ke arah dirinya dan mencium bibir Evelyn dengan paksa. Evelyn yang tidak menyangka gerakan Key yang tiba – tiba membuat dia gemetaran, padahal tadi dia sudah memeluk Key. Dia tidak dapat mendorong tubuh Key, dia diam sejenak. Key yang berpikir Eveluyn menikmatinya semakin memasukkan lidahnya lebih dalam dan mnikmati ciuma
🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐🌼🌸💐 Thor ucapkan Terima Kasih kepada Readers yang telah mendukung dan meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini, jangan lupa subcribe dengan memasukkan cerita ini ke dalam pustaka dan beri tanda bintang, love serta tinggalkan komen ya. I luv you Guys 💖💖💖💖💖💖💖💖
Mata kuliah asuhan Alex baru saja dimulai, seperti biasa Mahasiswi yang ngefans dengan Alex mencoba mencari cara untuk menarik perhatiannya. Alex tentu saja mengabaikannya, matanya kini hanya menatap Evelyn seorang. Evelyn sudah mulai mengubah penampilannya, cara berpakaiannya tidak seaneh sebelumnya. Walaupun masih dalam batas kesopanan Evelyn kini menarik perhatian banyak orang khususnya kaum Adam. Terdengar bisik – bisik ketika Evelyn mulai memasuki ruang kuliah. Sita dan Gengnya semakin membenci Evelyn, karena tatapan Alex hanya tertuju kepada Evelyn seorang. Alex merasa cemburu melihat banyaknya Mahasiswa yang mencuri pandang ke arah Evelyn, tentu saja Evelyn mengabaikan mereka. Hari ini Lara izin dan tidak mengikuti mata kuliah hari ini, sehingga tampak seorang Mahasiswa duduk disampingnya. Biasanya Evelyn akan pindah dan mencari kursi lain, tetapi pada umumnya para pria enggan berdekatan dengannya karena penampilannya
Alex segera turun dari anak tangga terakhir dan melihat Sita Cs telah mengganggu Evelyn. Alex mendekati mereka, Sita Cs yang mengetahui kedatangan Alex langsung kabur. Tangga itu memang satu – satunya akses turun dari ruang kuliah anak Sastra. Alex segera menghampiri Evelyn dan melihat Evelyn sedang terduduk di lantai sambil menangis, seluruh tubuhnya sekarang basah kuyup. Baju basah itu memperlihatkan lekuk tubuh Evelyn sehingga membentuk kedua bukit kembarnya. Alex yang melihat itu merasakan fantasinya mulai berkembang. “Eve, Evee. Kamu tidak apa – apa?” tanyanya dengan iba. Evelyn sambil menangis dan kini memeluk kedua kakinya sambil memerangkapkan kepalanya diantara kedua kakinya. Terdengar tangis sedu sedan Evelyn. “Eve, Kamu tidak apa – apa?” Alex mengulang pertanyaannya kembali, dan dia tahu Evelyn kali ini tidak baik – baik saja. Ev
Evelyn yang masih memakai kemeja Gio kebingungan karena karena tidak mungkin Gio datang secepat ini, Evelyn akan keluar ruangan tetapi dia ragu, karena pakaiannya masih basah karena ulang Sita CS. Evelyn menatap pintu kamarnya dengan was was, siapakah yang datang? Evelyn ingin melihat keluar tetapi dia tidak berani keluar dengan pakaian seperti ini, karena dia takut orang akan salh pengertian dengan kondisinya. Dia tetap bertahan di dalam kamar, hatinya benar – benar kebingungan. Dia cari lagi pakaian Gio di dalam lemari setidaknya dia akan mencoba menutupi bawahannya, memang sich kemeja itu tidak terlalu pendek hanya saja di atas lutut sedikit, kalau dilihat secara sepintas Evelyn seperti memakai gaun yang kebesaran. Evelyn risih memakainya karena bagaimana pun dia tetap memakai pakaian tidak pernah diatas lutut. Dia usahakan selalu dibawah lututnya. Bimbang dan Ragu membuat Evelyn semakin malas keluar kamar hingga tiba -
“Aku tidak akan kemana – mana.” Evelyn menatap marah kepada Key dia tidak akan mengikuti lelaki itu kemanapun. Evelyn tidak mempercayainya sedikitpun. Evelyn ingin tetap di apartemen Gio setidaknya dia lebih aman di apartemen ini dari pada bersama Key. Jujur Saja Saya takut menghadapi Key tindakannya tidak dapat diperkirakan dan selalu melakukan sesuatu hal yang diluar nalar. Saya tidak ingin berdekatan dengan dia. Evelyn tidak ingin berada di kamar ini bersama dengan Key, Evelyn akan keluar dari kamar ini dan menjauh dari Key. Evelyn masih bimbang, apakah key akan menghalanginya? Kalau itu sampai terjadi maka jarak mereka akan semakin dekat, kalau seperti ini setidaknya jarak mereka cukup jauh karena kamar ini sangat luas. Tetapi tidak ada jaminan juga Key tidak berjalan mendekati dia bukan? Evelyn terus saja memikirkan jalan keluarnya karena berada sat
Evelyn kini menatap Gio dengan malu, rona di wajah Evelyn membuat Gio semakin menyukai Evelyn karena wajah malu dihadapannya membuat Gio semkain gemas melihat tingkah lakunya yang masih polos. “Mengapa Eve? apa yang Eve Malukan? Kamu tidak perlu malu kepada Kakak.” Gio tersenyum lembut dan berharap Evelyn sudah mulai terbuka kepadanya, karena Gio juga mulai tertarik dan menyukai Evelyn. Apakah Cinta? Giopun belum bisa mengungkapkannya. “Mungkin Kakak anggap Eve lemah ya, karena Eve selalu di bully orang lain.” “Apa mereka sering membully Eve?” tanya Gio dengan hati – hati. Gio akan membuat perhitungan dengan mereka dan menyelidiki siapa yang telah membully Evelyn. “Sebenarnya Mereka tidak pernah sich sebelumnya mengganggu Eve, hanya saja sejak Pak Alex menyuruh Eve mengambil tugas dari dia maka Sita tidak menyukainya karena mereka m
Gio menatap Evelyn dan tersenyum bahagia. “Tapi Kak tidak mungkin Evelyn keluar seperti ini bukan? soalnya baju Eve belum kering Kak.” “Tenang saja Eve, Kakak akan telepon Mama untuk mengantarkan salah satu bajunya kemari biar Asistennya yang antarkan kemari.” “Kak Eve tidak enak menyusahkan Mama, apa sebaiknya Eve pulang saja?” “Tidak apa – apa Eve justru Mama pasti akan bahagia, mengapa? pasti Mama ingin berbuat sesuatu dengan kencan pertama putrinya.” Gio tersenyum menenangkan Evelyn. Dia mengambil ponselnya dan segera menghubungi Sarah. “Haloo Ma, Iya Ma. Eve sekarang ada di apartemen Gio. Iya Ma gio meminta Asisten Mama mengirimkan perlengkapan untuk Eve karena ada insiden tadi di kampusnya. Baiklah Ma,” Gio tersenyum memandang Evelyn dan tersenyum kepadanya. “Beres Sayang, Mama aka
Evelyn menatap dirinya sendiri dengan takjub, karena berkat tangan Susi yang ajaib telah merubah wajah Evelyn menjadi seorang Putri yang cantik dan menawan. “Miss, Tangan Anda sungguh ajaib Miss karena bisa merubah wajahku menjadi seorang yang tidak kukenali lagi,” puji Evelyn dengan tulus. “Bukan tangan Akika yang ajaib Eve, tapi memang wajah Kamu yang sangat manis dan cocok dengan riasannya.” Susi memandang wajah Evelyn dengan tersenyum kemudian dia mulai bereksperimen dengan gaya rambut Evelyn. “Sepertinya diangkat begini lebih bagus dech Eve, kita jepit keatas saja ya. Bagian belakang kita buat seperti pony tail saja.” “Terserah Miss saja, Eve nurut saja ya,” kata Evelyn dengan tersenyum. Evelyn tersenyum melihat wajah Susi yang serius menangani rambutnya, Susi terus saja menjepit rambut Evelyn dengan cekatan.
Evelyn melihat Gio sedang memarkirkan mobilnya di salah satu Mall terkenal dan terbesar di negara ini, dan ini adalah satu aset keluarga Taner yang lainnya. Penjaga Loby yang mengenal mobil Gio segera memberikan parkir Khusus VIP dan memarkirkan mobil Gio. Sementara Gio dan Evelyn segera keluar dari mobil, mereka berjalan beriringan menuju tempat nokrong anak muda. Gio merasa usianya memang jauh berbeda dari Evelyn, tetapi dia sudah berusaha untuk menyeimbangkan dirinya dengan Evelyn dengan mencari tempat – tempat nokrong para anak muda. Penampilannya yang biasa menggunakan jas, kini dia tanggalkankan dengan memakai pakaian casual. Ketika mereka memasuki gedung, key segera memarkirkan mobil dan menyerahkan kuncinya kepada petugas parkir. Wah hari ini memang luar biasa. Tidak biasanya dua orang pewaris Taner berada didalam satu tempat. Mimpi apa Aku semalam bisa melihat mereka sekaligus, biasanya mereka itu j
Beberapa bulan kemudian, Lidia yang sudah mengetahui bahwa Gio sebenarnya adalah cucunya sendiri, merasa mau sekaligus menyesal karena dia telah menyakiti bahkan membuat permusuhan di antara kedua cucunya. Dia melihat Gio sedang duduk di gazebo yang ada di taman samping kediaman keluarga Taner. Gio bersama dengan Evelyn. “Ya, Tuhan apa yang telah kulakukan. Mengapa aku begitu bodoh dan keras kepala. Aku tidak meyadari ternyata Gio adalah cucuku sendiri. Bahkan aku membuat permusuhan di antara kedua cucuku. Aku bahkan membuat kedua cucuku bukan hanya bermusuhan tetapi saling membenci satu sama lain. Lebih parahnya lagi aku malah membuat Key bersekongkol denganku untuk menyakiti Gio. Hatiku sekarang sangat menyesal membuat keputusan seprti itu. Otakku yang keras kepala membuat keluarga ini tidak harmonis dan entah apa yang ada di otakku hingga aku membencinya,” pikir Lidia. Dia memperhatikan Gio dari kejauhan dan sama sekali tidak tahu bagaimana keadaannya mengapa menjadi seperti i
Gio memandang Lidia yang tidak bergeming sama sekali, matanya tiba-tiba membelalak membaca hasil tes DNA yang ada di tangannya. Gio melihat semua itu tanpa ekspresi sama sekali. “Aku ingin sekali melihat bagaimana detik-detik Oma mengetahui aku ini sebenarnya adalah cucunya sendiri. Oma harus tahu yang sebenarnya, tetapi setelah Oma tahu dan meminta maaf, akankah aku memaafkannya begitu saja? Aku tahu aku tidak pantas melakukannya namun rasa sakit yang ditorehkan Oma sejak aku kanak-kanak sangat besar sekali. Oma bahkan tidak menyadari bahwa dia bahkan sudah menghancurkan rasa kepercayaan diriku terhadap dirinya sendiri. Karena kebenciannya kepadaku menjadikan aku beranggapan bahwa Oma bukanlah Omaku, aku hanya memiliki orang tua saja. Papa dan Mama, minus kehadiran Oma. Aku bahkan tidak tahu apakah Oma memang membenciku karena aku dianggapnya bukan keturunan Taner atau dia menganggap Mama telah menghianati Papa. Aku sendiri tidak tahu jawabannya, karena Oma sangat pandai menutupi rah
Gio kemudian melihat ke arah mereka. “Gio, mengapa kamu keluar dari ruang perawatanmu?” tanya Sarah dengan cemas. “Sebaiknya kita semua masuk ke ruangan perawatanku! Tidak ada yang pelu lagi disembunyikan dari diriku! Aku berhak tahu karena ini menyangkut hidupku,” katanya kembali. Setelah Gio sadar dia memaksa Dokter mengijinkannya untuk berdiri dan menjumpai keluarganya, tidak dia sangka dia mendengar semua perbincangan yang membuat dia hidup di dalam kebencian Lidia. Awalnya Dokter keberatan karena Gio dibawa ke rumah sakit karena tidak sadarkan diri, tetapi siapa yang bisa melawan kehendak Gio Taner? Akhirnya Dokter mengalah setelah Gio menenangkannya dan mengatakan dia tidak apa-apa. “Gio untuk apa kamu berdiri?” tanya Sarah dengan cemas. “Mama, kalau Mama ingin melihatku tidak lelah sebaiknya Mama dan yang lainnya mengikutiku ke ruang perawatannku, sekarang juga,” katanya dengan dingin. Hatinya dingin mendengar pengakuan Lidia yang meragukan dia sebagai putra keluarga Taner
Sarah yang masih marah kepada Lidia, kini menatapnya dengan tatapan permusuhan. “Kalau Mama mau menyakitiku, maka aku akan menerimanya. Tetapi kalau Mama menyakiti kedua anakku maka aku tidak akan menerimanya. Aku bahkan tidak akan bisa memaafkan Mama kalau Mama mengadu domba kedua anakku, jangan menyebarkan kabar yang tidak benar Mama, aku sangat kecewa kepada Mama,” kata Sarah dengan jengkel. Sarah kemudian menatap Lidia dengan tatapan kesal, karena Lidia telah menghancurkan keharmonisan rumah tangganya. “Untuk apa kamu marah? Seharusnya kamu bersyukur aku mau menerimamu jadi menantuku. Kalau saja dulu aku menolakmu maka tidak akan mungkin terjadi hal seperti ini. Aku bahkan tidak tahu kamu itu bisa sangat menjengkelkan seperti itu,” katanya kembali. “Mama! Cukup, aku mohon jangan lagi berdebat Ma! Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kesembuhan Gio, bukan malah sesama kita terjadi perang!” kata Hasan sambil menegur Lidia. Lidia melotot memandang Hasan. “Kalian b
Sarah yang masuk ke kamar Gio terkejut mendengar perkataan Key putranya. Setelah Sarah menelepon Gio, perasaannya tidak nyaman. Sarah akhirnya kembali pulang, karena sebenarnya jarak dari butik ke rumahnya tidak terlalu jauh. Sarah sama sekali tidak memahami perkataan key yang menyinggung perasaannya. Hatinya sangat terluka. Sarah melihat Gio yang terkulai lemas karena pingsan. Sarah kemudian menelepon ambulans. Sarah kemudian menelepon suaminya. Kini dia menatap Key dengan pandangan yang sangat terluka. “Apa maksud semua ini? Mengapa kamu mengatakan hal demikian Key? “ tanyanya dengan marah. Key kemudian menatap Sarah dengan wajah tidak dapat dibaca sama sekali, wajah datarnya sama sekali tampak tidak bersalah. “Jawab MAMA!” bentak Sarah dengan gusar. Asisten rumah tangga keluarga Taner masuk dengan membawa petugas ambulans, karena Sarah sudah meminta kepada mereka jika mobil ambulans datang maka mereka harus membawanya ke kamar Gio dari lantai dua. Mereka membawa tandu, dan bebe
Evelyn menatap Lara. Dia masih bimbang dengan keputusannya sendiri. Sementara itu Gio yang sedang berada di kamarnya di kediaman Taner bimbang, apakah dia akan menelepon Evelyn atau tidak. Sudah beberapa hari ini kesehatannya menurun karena dia tidak memiliki nafsu untuk makan. Untuk melupakan rasa rindunya kepada Evelyn bahkan Gio harus bekerja melebihi jam kerja normalnya dan melupakan makan siang bahkan makan malamnya. Setelah berhari-hari dia melakukannya akhirnya Gio tumbang. Dokter menyarankan kepada Sarah agar Gio beristirahat di rumah kalau tidak Gio harus dirawat di rumah sakit. Akhirnya Gio harus mengalah dengan keinginan Sarah agar dia segera beristirahat dirumah. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, sesaat dia merasa bahagia karena dia mengira Evelynlah yang meneleponnya. Gio kecewa ternyata bukan, dia melirik notifikasi yang ada di ponsel tersebut. Ternyata Sarah ibunya yang meneleponnya. “Halo Gio apa kamu sudah makan siang? Obat dari Dokter apa kamu sudah makan?” tanya Sarah
Evelyn dan Lara yang masih saja berbaring malas mulai memakan kudapan yang di antarkan Mama ke kamar ini. Mereka menelungkup di lantai dengan karpet yang tebal, bantal besar menjadi sasaran tubuh mereka yang terus saja berganti posisi untuk mencari kenyamanan. Lara akhirnya duduk ketika dia membaca salah satu komentar yang dibuat oleh sebuah akun. “Eve coba kamu baca kolom komentar ini, di sini tertulis komentar yang sangat bagus. Coba kamu dengarkan apa yang aku baca ya,” kata Lara kemudian. “Dear, itik yang berubah jadi angsa. Hanya satu pesan dari burung bangau kamu itu harus menentukan pilihanmu dengan bijak. Utamakan kebahagiaanmu, jangan pernah kamu mengambil keputusan yang membuat kamu nestapa. Kadang kala keputusan yang terbaik untuk kita belum tentu terbaik juga untuk orang lain. Tidak bisa semua manusia kita puaskan tetapi hanya satu, carilah kebahagiaanmu sendiri. Kalau seandainya burung bangau jadi angsa maka aku akan memilih angsa yang telah menerimaku apa adanya karena
Sarah memandang ponselnya dan dia melihat postingan Itik Buruk Rupa menjadi Angsa dan dia sedikit terkejut karena dia melihat cerita itu mirip dengan cerita hidup Evelyn. Sara kemudian membaca sampai tuntas isi postingan tersebut dan dia mencari tahu nama akun yang mempostingnya. “Siapa yang memposting ini? Nama akunnya Bintang Kejora,” pikir Sarah kembali. Sarah kemudian membaca kembali postingan itu dan terkejut karena ternyata dia melihat campur tangan Lidia di sana. Dia kemudian membacanya sekali lagi. “Kalau benar ini adalah postingan Evelyn maka Mama sudah ikut campur dan bahkan membuat ancaman terhadap Evelyn dengan memakai namaku, Mama aku berharap Mama jangan mencampuri kebahagiaan anak-anakku, aku tidak rela Mama! Apalagi Mama sepertinya berat sebelah, Mama membantu Key dan menyudutkan Gio. Aku memang tidak suka kedua anakku bertengkar Mama tetapi aku harus bersikap adil. Aku juga menginginkan kebahagiaan mereka termasuk Evelyn. Biarlah Cinta yang menang dan jangan sampai
Lara melihat Evelyn penasaran dengan ide yang akan dia kemukakan. “Eve kamu masih ingat mata kuliah yang diajarkan Pak Alex?” tanya Lara. “Maksudnya bagaimana Lara? Apa hubungan mata kuliah Pak Alex dengan kedua bersaudara Taner?” tanya Evelyn dengan bingung. “Kamu ingat tidak ketika Kyra kebingungan dengan judul tugas yang akan dia kerjakan, dia mempunyai dua makalah kedua-duanya bagus. Jadi apa saran Pak Alex pada saat itu?” tanya Lara kembali. “Poling?” tanya Evelyn dengan ragu. “Yup, benar. Poling!” kata Lara kemudian. “Apa kamu sudah gila Lara? Kamu mau mengumbar identitasku dan kedua saudara Taner? Aku tidak mau mempermalukan mereka! Aku tidak akan melakukannya,” kata Evelyn dengan mantap. Evelyn kemudian menatap Lara dengan perasaan aneh. “Ya pemikiranmu salah Eve. Aku tidak menyuruhmu mengatakan siapa dirimu, dan identitasnya kamu harus tutupi dong. Kamu buat seolah-olah kita akan membuat sebuha cerita kemudian kita lemparkan kepada pembaca, bagaimana pemikiran mereka.