Tukijo terperanjat. Seketika pandangannya menjadi buyar. "Ah, iya Kak ... maaf," ujarnya. "Kamu kenapa, Jo? Tiba-tiba melamun. Lihat ibu-ibu ngrumpi?" canda Ningsih. Sebenarnya Ningsih mengetahui bahwa Tukijo telah terpaku melihat seorang wanita pengantar bingkisan. "Idih ... ngapain juga, aku lihat ibu-ibu ngrumpi," sanggahnya. "Terus, kamu ngelamunin apa?" tanya Ningsih pura-pura tidak tahu. "Eh ... itu ... tadi aku lihat ada teman sekelasku lewat naik motor," jawab Tukijo. "Oh, jadi cewek yang tadi itu teman sekelasmu. Cantik juga," puji Ningsih. "Iya, cantik ... tapi cuek." Tukijo mendengus. "Pfft. Kamu naksir ya?" tanya Ningsih spontan. "Si ... siapa yang naksir." Tukijo menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan berpura-pura mengelap keringat di dahinya. "Hmm ...." Ningsih mengernyitkan dahi, matanya menyelidiki tingkah Tukijo. "Ya sudah, ayo lanjut latihan." Mereka berlatih hingga matahari tepat
Hari Senin, Tukijo mulai bersekolah dengan penampilan barunya. Sebelum dia berangkat ke sekolah, Ningsih datang membawa semua barang-barangnya. "Aku bantuin ya, Kak," tawar Tukijo. "Nggak usah, Jo. Kamu berangkat sekolah aja sana! Nanti telat. Hmm, atau kamu mau diantar Teguh pake mobil?" ucap Ningsih sambil menurunkan barang-barangnya di depan rumah Tukijo. "Aku ... berangkat sekarang aja deh, makasih atas tawarannya." Tukijo segera pergi meninggalkan Ningsih. "Bisa gawat kalau satu sekolah tau aku berangkat diantar mobil," gumamnya. Setelah sampai di sekolah, Tukijo meletakan sepedanya di parkiran dekat tiang kayu. "Wah! Siapa tuh?" "Anak baru kayaknya, aku belum pernah lihat." "Ganteng bangeeeet. Dia bakalan jadi kandidat pertama ulzzangnya SMANJI nih ... (singkatan SMA N 1/SMAN Siji)." "Eh, samperin yuk ... barangkali bisa dapet nomor WA-nya. Mayan gebetan baru." "Eaaaa ... cus." Dua siswi saling berbisik melihat penampilan baru Tukijo. Ketika mereka hendak mendekati Tuki
Udin yang masih dalam posisi berlutut, melihat orang itu dari ujung kaki, hingga ujung rambut yang telah memutih sebagian. Dia adalah Hartono (ayah Markonah).Sementara Udin teralihkan oleh Hartono, Markonah mengambil gelas, lalu melangkahkan kakinya ke sebuah galon air yang bertengger di samping meja kasir. Sejak makan siang, dia belum meminum air seteguk pun sehingga merasa sangat haus."Anda ...""Aku ayahnya, kamu mau apa?" sela Hartono memotong ucapan Udin. Dia mengatupkan bibirnya dan matanya melotot."Ayah mertua!" seru Udin merangkak mendekatinya."Siapa Ayah yang mertuamu?" tampik Hartono.Udin memeluk lutut Hartono. "Ayah mertua, restuilah hubunganku dan Markonah, tolong jangan pisahkan kami! Kami tulus saling mencintai," rengeknya.Markonah tersentak menyemburkan air minum di mulutnya."Apa kau GILA!?" sergah Markonah."Iya, aku sangat tergila-gila padamu." Udin mengepalkan
Markonah tersentak, dia dikagetkan oleh pertanyaan Cecep yang dilontarkan tiba-tiba. "Ecie ... cie ... pagi-pagi udah berduaan aja. Cus Cep! Ngapain lo malah berhenti, gangguin mereka aja!" imbuh Tiyem menepuk bahu Cecep. Kemudian mereka pergi memarkirkan motor dan langsung ke kelas tanpa menghiraukan Markonah lagi. "Pffft ...." Markonah tertawa dengan menutup mulutnya. "Cowokmu? Mereka ngomong apa sih?" Tukijo menggaruk-garuk kepala tidak paham apa yang Cecep dan Tiyem katakan. "Dah lah, nggak usah dipikir. Ayo ke kelas! Mereka bakal kaget saat kamu masuk kelas," Markonah tersenyum. "Oh iya, aku mau mampir ke TU (Tata Usaha). Kamu duluan aja, Mar," ungkap Tukijo. "Ya udah, ayo bareng!" ajak Markonah. "Hah? Beneran? Kamu mau nungguin aku?" sahut Tukijo melebarkan mata. "Ya enggak lah ... kita jalan bareng, ngapain nungguin kamu yang nggak pasti. Aku temenin kamu sampe ke pertigaan karidor depan Lab. IPS." Kemudian
"Astagaaaa." Tukijo menjauhkan wajahnya dari Tuti. "Aku harus cari cara untuk kabur," gumamnya berpikir. Suara bel masuk berbunyi, tapi karena tidak dilaksanakan upacara bendera, maka satu jam pelajaran kosong. Tukijo merasa kesulitan menghadapi Tuti. Kebetulan bunyi bel bisa dijadikan alasan olehnya. Dia melihat di sebelah kanan Tuti ada celah. "Maaf, udah bel masuk. Aku mau ke kelas." Dengan cekatan Tukijo mundur selangkah lalu bergerak ke sisi kanan Tuti, menghindari Ipul yang berada di belakang Tuti. Tukijo berhasil melewati Udin dan gengnya lalu dia berlari di karidor depan ruang guru menuju jalan beraspal. Kemudian dia berbelok ke timur bermaksud ke kelas dengan jalur memutar melewati jalan beraspal yang terletak di sepanjang kelas XII IPS. "Asep! Hadang dia dari belakang ruang musik!" perintah Udin. Asep adalah yang tercepat diantara mereka. Dengan gesit dia berlari diikuti oleh Udin, Ipul dan Tuti. Tukijo samar-samar mend
5 menit sebelum Tukijo masuk kelas."TUKIJO!!! Bangsat! Kemana aja sih, tu anak. Masa jam segini belum dateng!" teriak Cecep ngomel-ngomel sendiri di depan papan tulis."Tenang Bro ... tenang ... gue yakin bentar lagi dia bakalan dateng kok. Kita bisa kasih pelajaran pas jam istirahat nanti," ujar Sugeng.Sugeng adalah teman satu gengnya Cecep dan juga Tiyem. Anak ini berperawakan kurus, tapi kekar seperti Chris John sang petinju, wajahnya pun sangat mirip dengannya.Di samping itu Markonah sedang duduk melamun. Dia meletakan sikunya di meja dan menompang dagunya dengan telapak tangan."Mana sih, Tukijo. Lama banget ... nggak mungkin dia nyasar, kan." gumamnya.Kemudian Markonah melirik ke tempat duduk Udin hanya terdapat tas hitam yang menyantol di sandaran kursinya. Dia juga tidak melihatnya sejak kembali ke kelas."Ni anak juga, tumben banget udah bel masuk masih keluyuran," bisik Markonah.Tidak lama kemudian, Udin datang d
Kebetulan tali sepatu Tukijo lepas, sehingga tanpa sengaja dia menghindari pukulan tersebut dengan berjongkok. Padahal dia berniat untuk memperbaiki tali sepatunya. Siapa sangka keberuntungan berpihak padanya.Orang yang hendak menghantam Tukijo, hilang keseimbangan. Awalnya dia mengumpulkan semua energinya di kepalan tangan agar pukulannya bisa langsung menjatuhkan Tukijo. Sayangnya pukulannya tidak mengenai sasaran, mengakibatkan dia tergelincir menabrak tiang depan kelas XII IPA 1. Dia merasa pusing, badannya sempoyongan seperti orang mabuk. Sialnya saat dia mau terjatuh, tanpa disadari kakinya menendang tempat sampah plastik yang berada di bawah tiang.Wuuuush!Tempat sampah itu melayang jauh sampai ke depan kelas XII IPA 2. Tepat pada waktu yang sama, saat itu Udin baru saja keluar dari kelasnya. Dia tidak melihat ada tempat sampah yang terbang di atasnya. Tiba-tiba ...Bruuuk!Tempat sampah itu hinggap di kepala Udin dalam keadaan terbalik. S
"Beliin gue minum SE-KA-RANG!" teriak Cecep.Tukijo merasa merinding mendengar teriakannya. Dia segera pergi ke kantin untuk membeli minuman.Ketika berada di ambang pintu kelas, Tukijo bertabrakan dengan Udin. Keduanya pun terjatuh. Udin langsung bangkit, matanya melotot ingin menyergap Tukijo dalam keadaan dirinya basah kuyup, akan tetapi dia malah terpeleset jatuh tersungkur tepat di depan kaki Tukijo."Buahahahaha ...," tawa teman sekelas yang menyaksikan atraksi Udin."Pffft, ngenes banget hidupmu, Din," ejek Tukijo.Kalimat yang dilontarkan Udin ke Tukijo beberapa hari yang lalu, kini telah dikembalikan kepadanya.Kemudian Tukijo pergi ke kantin tanpa memperdulikan Udin. Bajunya sedikit basah karena terkena baju Udin yang basah kuyup.__________Bel berbunyi, semua siswa siswi masuk kelas untuk pelajaran selanjutnya."Yang piket, tolong ambil buku paket di perpus ya ...," perintah Bu Maria (guru biologi)."Cep
"Berhenti!" teriak si botak. Seketika, Tukijo menghentikan mobilnya secara mendadak. Hal itu membuat seisi mobil menghempaskan tubuh mereka ke depan. "Be-benar, di sini tempatnya," kata si pria berjaket. "Kuburan? Apa-apaan kalian! Masa bawa kita ke tempat kek gini!" sembur Tukijo. "Maaf, kami cuma bisa nunjukin sampe sini. Bisa berabe kalo ketahuan. Di belakang kuburan, ada sebuah rumah besar. Itu adalah markas kami," terang si botak. "Aku akan mengatakan suatu rahasia yang tersembunyi, jika kalian membiarkan kami pergi sekarang!" lanjut si pria berjaket. "Rahasia? Apa yang kalian ketahui?" "Ketua kami adalah seorang direktur Perusahaan Kencotstory, Bos Mandop. Ide gilanya memproduksi snack jajanan anak-anak dengan dicampur ganja. Bahkan, dia memiliki kebun ganja tersembunyi di hutan kota. Di sana ada sebuah gudang tempat penyimpanan ganja berkarung-karung." "Apa! Itu benar-benar keterlaluan!" sahut Markona
"Kau, Ujang!" ungkap Kris. Ujang? Oh, ternyata dia si Tuan Muda dari Perusahaan Kencotstory. Batin Ningsih. Dia mendongakkan kepalanya menatap dingin pria itu. Ujang menutup wajahnya dengan jari-jari yang direnggangkan. "Haha. Ternyata kau masih mengingatku. Kalau saja dulu kakakmu memilihku menjadi suaminya, tentu saja dia tidak akan mengalami hal seperti itu, kan, Tuan Kris." "Heh! Menurutku, kakakku memilih orang yang tepat. Meskipun dia harus meninggalkan anaknya di usia yang masih sangat muda, setidaknya dia merasakan kebahagian di masa hidupannya." "Cih! Kau dan kakakmu sama saja! Paman Cokro benar, kalian pantas mati! Hahaha. Kuliti mereka hidup-hidup! Bunuh sesuka kalian!" Ujang berbalik membelakangi Ningsih. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Saat pasukannya hendak menyerang Ningsih dan Kris, dia berkata, "Tunggu!" Pria itu berbalik lagi berhadapan dengan Ningsih. Ujang menundukkan badannya dan meletakan kedua tangannya di pi
"Maaf Tuan Muda, sepertinya mereka menyadari alat pelacak yang di pasang di tubuh Nona. Alat itu berada di sekitar Anda," ujar Teguh memalui telepon.Tukijo terdiam. Lalu, dia melihat ke arah Bagas, mata anak kecil itu terlihat sembab."Astaga, kenapa anak sekecil itu harus mengalami kejadian seperti ini," gumamnya merasa iba."Apakah perlu saya melacak setiap CCTV di jalanan, Tuan Muda?""Tidak perlu, aku tau cara yang lebih efesien. Siapkan uang sejumlah 50 juta! Aku akan segera kembali!"Kemudian Tukijo menghampiri Markonah dan Bagas."Ayo pergi!" ucapnya."Ke mana?" tanya Markonah."Kita harus memaksa kedua orang itu membuka mulut. Aku yakin ini ada kaitannya dengan mereka."Mereka kembali ke pusat perusahaan untuk mengambil koper berisi uang 50 juta."Bang Teguh, nitip Bagas ya," pinta Tukijo. Lalu dia pergi bersama Markonah menemui dua tawanan yang mereka tangkap di rumah sakit.Saat membuka pintu seb
Yulie berniat menelpon Ningsih dan memberi kabar bahwa Cecep sudah sadar. Di situasi yang sama, saat itu Bagas sedang bersembunyi di tong sampah samping pos kamling. Dia menangis, berjongkok dengan tubuh yang gemetar sambil memegang pisau. Lima belas menit yang lalu, saat Bagas sedang menunggu Kris bersama gurunya yaitu Marni, datang seorang pria tak dikenal. Pria itu mengaku diperintah oleh Kris untuk menjemput Bagas. Padahal, baru saja Bagas selesai menelpon Kris dengan ponsel milik Marni. Tentu saja Marni tidak percaya dengan pria tak dikenal itu. Karena tidak berhasil membujuknya, dia mengeluarkan sebuah pisau untuk mengancam. Marni berusaha melindungi Bagas. Si pria merasa geram, sehingga menusuknya dengan pisau. Kemudian dia mencabut pisau itu, lalu menggendong Bagas pergi. Anak kecil itu berontak. Dia menggigit bahu si pria dengan kuat, hingga pria itu kesakitan. "Aaaaargh, sial!" Bagas berusaha melepaskan di
"Tunggu!" Markonah berusaha menghentikan Tukijo. Namun, daripada itu dia lebih memilih untuk menenangkan Cecep terlebih dahulu."Dok ... cepetan Dok. Pokoknya kalau terjadi apa apa sama Cecep. Anda harus bertanggung ja ..." Tukijo menghentikan perkataannya ketika melihat Cecep sadar dengan keadaan terbaring di ranjang. "Cecep! Kamu udah sadar? Gimana keadaanmu?" tanya Tukijo khawatir."Apa-apaan ekspresi lo! Lo pikir gue bakalan mati semudah itu?" Seketika itu Cecep merasakan sakit di seluruh tubuhnya. "Aaaaargh, badan gue sakit semua.""Biar saya periksa dulu," ucap Pak Dokter. "Coba julurkan lidah Anda!"Cecep menjulurkan lidah sesuai permintaan dokter."Sepertinya Anda mengalami gejala keracunan," tutur Pak Dokter."Tadi, seseorang menyumpal mulutku dengan sesuatu saat aku baru sadar. Itu yang membuatku kejang-kejang dan muntah," ujar Cecep.Kemudian dokter memberi resep obat dan menyuruh salah satu dari mereka mengambi
Markonah datang di saat Tukijo sedang tertidur. "Kalau begitu, Ayah tinggal ya ... mau isi bensin dulu," pinta Hartono. "Iya Ayah, hati-hati." Markonah duduk di samping Tukijo sambil memandangi wajahnya. "Dasar bodoh! Kamu memang selalu berbuat apa yang kamu inginkan, meskipun itu membahayakanmu," ketus Markonah mengomel, sedangkan Tukijo masih dalam keadaan mata terpejam. Tiba-tiba Tukijo membuka sebelah mata. "Maaf ya, bikin kamu khawatir," ucapnya. "Ish! Kamu pura-pura tidur ya?" sahut Markonah kesal. "Nggak kok, tadi aku beneran tidur. Aku terbangun karena omelanmu," balasnya memanyunkan bibir. Lalu dia melirik sesuatu yang di bawa Markonah. "Apaan tuh?" Matanya tertuju pada sebuah kresek yang berisi kotak makan. "Idih, tau aja aku bawa sesuatu." "Aku cuma makan roti darimu sejak pagi, tentu saja aku mengharapkan sesuatu." Tukijo cemberut. "Hah, serius?" "Ho'oh." Tukijo mengangguk. "Aku juga kok," gumam Kris ngenes melihat dua
Di Perusahaan Gaje Herbafood Jagakarsa."Berpencar! Periksa seluruh akses jalan! Jika kalian menemukan petunjuk, segera hubungi aku!" perintah Ningsih memberi komando untuk melacak jejak orang yang telah mencuri bahan baku perusahaan."Siap, lanksanakan!"Mereka pun berpencar. Sampai beberapa saat kemudian, Marno menemukan bubuk haver tercecer di sepanjang jalan H. Abdul Karim. Dia segera menghubungi Ningsih. Namun, baru saja dia mengambil posel, tiba-tiba seseorang memukulnya dari belakang.Bugh!"Ugh," rintih Marno memegang kepala.Dia masih setengah sadar berusaha menekan poselnya untuk menelpon Ningsih, lalu memasukan ponselnya ke dalam saku. Samar-samar Marno melihat, ternyata yang memukulnya adalah salah satu rekan kerjanya, Saepul."Heh! Bodyguard yang selalu mendampingi direktur cuma segini kemampuannya?"Saepul tersenyum kecut memandang rendah Marno. Kemudian datang beberapa orang yang tidak dikenal berada di belakangn
"Bahan baku?" tanya Tukijo dengan mengulangi perkataan Kris."Benar, dan tempat mereka memindahkan karung-karung itu adalah rumahku," ungkap Kris.Kris dapat memaklumi bahwa Tukijo baru baru ini diangkat menjadi direktur. Sehingga dia belum begitu memahami ciri khas dari karung steril yang dipakai perusahaan untuk menyimpan bahan baku. "Hah? Rumah Kakak? Itu berarti si pak tua Paimin adalah orang kepercayaan Pak Cokro?""Benal ini tempat kami tinggal," sela Bagas."Aku sungguh tidak tau bahwa Pak Paimin berpihak pada ayaku," ujar Kris.Tukijo berpikir, kali ini prediksinya meleset. Tujuan Pak Cokro bukanlah Perusahaan Obatofarma yang saat ini berada dalam genggaman Ferguso. Penculikan Yulie hanya sebuah pengalihan, agar dia bisa mengobrak-abrik Perusahaan Gaje."Haaaah!" Tukijo menghembuskan napas."Oh, bukankah itu Tuan Muda Kris?" celetuk salah satu dari pekerja Paimin.Tiba-tiba, Cokro keluar dari d
"Astaga, kenapa di saat terburu-buru seperti ini malah macet," gerutu Teguh mengendarai mobil bersama Ningsih.Bruuum ... bruuum.Sugeng datang dengan menaiki sebuah motor butut."Ayo Kak! Ikut aku saja," ajaknyaTanpa pikir panjang, Ningsih pun keluar dan membonceng Sugeng sembari melihat-lihat motor yang di pakainya. Ningsih merasa familiar dengan motor itu."Tancaaaaap!" Sugeng mengendarai motor dengan kecepatan super."Ngomong-ngomong, kamu dapat motor dari mana?" tanya Ningsih di tegah laju motor berkecepatan tinggi."Eh, ini ... motornya Markonah. Hehe."Tiba-tiba ...Dhoodododododododot ...Motor yang mereka pakai mogok di tengah jalan.Dalam pikiran Sugeng, seketika terngiang-ngiang perkataan Markonah. "Jangan ngebut-ngebut, nanti mogok!""Ya ampun, beneran mogok? Hadeuh." Sugeng menggerutu."Ya udah, aku lari aja." Ningsih turun dari motor. Aku pikir karena dekat, jadi aku nggak pake