Ketidaksiapan dan karena gerakan mendadak dari kedua mantan mertuanya membuat Falisha terhuyung mundur dua ke belakang sebelum kemudian kehilangan keseimbangan dan membuatnya terjengkang hingga kepalanya membentur meja kecil yang berada di ruangan tersebut.Brug!Rasa sakit menyengat langsung timbul dari bagian samping kiri pelipis Falisha diikuti dengan rasa hangat yang basah disertai aroma amis darah.Akibat dorongan yang dilakukan oleh Benny, Falisha yang tengah terjatuh sama sekali tidak menyadari keberadaan meja yang berada di dekatnya. Ujung meja yang sebenarnya bisa dikatakan tumpul itu sukses menggores luka di bagian pelipis.Sakit yang menyerang, darah yang bercucuran membasahi sebagian wajah dan mulai mengotori lantai tidak membuat semangat Falisha surut untuk mempertahankan haknya, mempertahankan putri tercintanya.Namun, semangat hanya tinggal semangat sebab begitu Falisha bergerak ingin bangkit dari posisinya, serta merta gelap menerjang wanita itu dengan rasa pusing yang
“Sha! Apa yang terjadi?”Secercah harapan langsung menyergap hati Falisha tatkala menyadari suara familiar kawan lamanya itu.“Ameera, Mat … Ameera!” lirih Falisha mencoba untuk menjelaskan tapi yang terlontar hanya tiga kata itu sebab rasa sakit berdenyut di kepalanya telah mengambil alih fokusnya.Oleh Matteo, pria ini tidak memedulikan racauan yang dikeluarkan oleh Falisha. Dia sudah bisa menduga ada sesuatu yang terjadi dengan Ameera sebab anak itu berada di gendongan pria asing tadi.Dalam tempo sepersekian detik diputuskan Matteo untuk berkonsentrasi kepada Falisha terlebih dahulu ketimbang Ameera. Harapan tipis Matteo menggiring mengambil keputusan itu dengan berpegang pada perdebatan rombongan kecil tersebut dengan pihak petugas medis rumah sakit ini. Matteo berharap rombongan itu tertahan jalan keluarnya karena peraturan yang berlaku.Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi, dengan satu gerakan cepat Matteo meraih Falisha dan membopongnya. Terima kasih untuk latihan rutin di g
“Sudah siap semua, Rio?” tanya Matteo pada sekretaris sekaligus asisten pribadinya, Satrio.“Sudah, Bos!” sahut Satrio cepat, sigap dalam segala urusan yang diinginkan Matteo untuk segera diselesaikan.Matteo mengangguk kecil sebagai responnya untuk jawaban Satrio, lantas ia melirik Falisha yang masih terbaring di atas brankar. Wanita yang sekarang berstatus sebagai calon istrinya itu kini sedang terlelap karena pengaruh obat yang dikonsumsinya.Tatapan netra biru Matteo singgah beberapa detik pada Falisha, simpati membungkus dirinya penuh karena peristiwa bertubi-tubi yang menimpa wanita bertubuh tambun itu.Setelahnya baru Matteo berpaling seorang wanita yang duduk di sisi ujung brankar Falisha."Riana … Saya tinggal dulu, tolong jaga kan Falisha sebentar. Saya akan mengurus Ameera sesuai permintaannya tadi," ucap Matteo pada salah seorang sahabat Falisha, yang dimintanya datang untuk menemani wanita yang belum sadarkan diri itu.Benar, mengambil kembali Ameera dari tangan Bramantyo
“Rio … nanti Kamu hubungi Direktur PT. Gema Sentosa ini, suruh dia pecat si Brengsek itu dalam satu kali dua puluh empat jam dan pastikan dia di blacklist dari semua perusahaan yang berhubungan dengan Taslim Grup dalam dan luar negeri!” titah Matteo seusai membaca file berisikan informasi tersebut di gawai kerjanya.“Siap, Bos! Laksanakan!” balas Satrio dari balik kemudi, telinganya tetap menanggapi perintah dengan baik tanpa mengganggu konsentrasinya yang tengah mengemudi.Meski demikian, Satrio tetap menyimpan keheranan di dalam hati. Pasalnya dia tidak menyangka Matteo akan mengambil tindakan super tegas ini terhadap mantan suami Falisha. Karena memang, Satrio tidak tahu cerita detail tentang Falisha, hanya Matteo yang mengetahuinya.Hanya memerlukan waktu setengah jam berkendara dengan menggunakan kendaraan mewahnya, Matteo dan Satrio sudah tiba di kediaman yang diyakini sebagai rumah milik Bramantyo Satya.Dalam setengah jam ini, segala informasi milik Bramantyo pun sudah dikanto
Satrio menjadi ujung tombak rombongan kecil badai untuk keluarga Satya. Pria itu yang pertama mencapai pintu lebih dulu lalu menekan bel dengan santainya.Dua petugas kepolisian, perwakilan dari Rumah Sakit Glory, Ali si Pengacara dan Matteo sang CEO berdiri di belakang Satrio. Semuanya siap di posisi masing-masing, mengerti porsi tugas mereka dan siap mengeksekusi pihak yang telah menyakiti Falisha dan Ameera itu.Ting Tong!Suara bel pintu nyata terdengar oleh dua pasang anak manusia yang tengah menikmati kudapan dalam rangka perayaan kecil-kecilan mereka.Hanya mereka berempat yang tahu alasan sebenarnya dari perebutan paksa seorang anak usia tujuh tahun yang terjadi beberapa jam lalu itu."Aku aja yang buka," ucap Hera berinisiatif duluan, dia tetap dalam topeng dan lakonnya sebagai seorang Hera yang manis, lemah lembut dan anggun. Hera yang menempatkan Bramantyo di atas segalanya, yang selalu tampil sempurna sebagai istri yang baik sekaligus menantu kesayangan mertua."Nggak usah
Pria berkemeja putih maju selangkah tapi tetap berada di belakang Gunawan, lalu menyela percakapan yang ada, “Maaf Pak Bramantyo, Saya Junaidi … perwakilan dari Rumah Sakit Glory. Pihak kami menuntut Bapak atas tindakan yang Bapak lakukan tadi pagi, membawa lari pasien kami, melanggar kode etik rumah sakit dan undang-undang kesehatan serta perlindungan anak di bawah umur!”Tertegun Bramantyo mendengarkan apa yang baru saja dikatakan oleh pria yang menyebut nama sebagai Junaidi tadi. Seakan dia tidak cukup terkejut dengan perkataan Junaidi, pria berkacamata yang sedari awal hanya diam kini maju selangkah dan ikut-ikutan buka suara.“Saya Ali Prayuda, kuasa hukum Ibu Falisha. Selain menuntut Anda di pengadilan untuk kasus perceraian kalian, Ibu Falisha juga melaporkan Anda dan Pak Benny Satya atas tuduhan penganiayaan, perbuatan tidak menyenangkan, perampasan hak milik dan beberapa delik hukum lainnya yang sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian!” ucap Ali dengan lantangnya, menatap ke
“Saya tidak akan basa-basi,” ucap Satrio penuh ketenangan, “Dimana kalian sembunyikan Ameera?”Memang kedengarannya licik, tapi seperti inilah rencana awal Matteo. Mencari keberadaan Ameera setelah mengamankan Bramantyo dan Benny terlebih dahulu sebab para wanita ini pasti tidak akan mampu melawan intimidasi mereka sehingga gadis kecil itu bisa dengan lebih leluasa kembali ke tangannya tanpa harus mengeluarkan effort lebih banyak.Tiga orang pria dengan ketenangan luar biasa juga percaya diri yang besar melawan dua wanita dalam keadaan shock berat. Tanpa harus diperjelas, angin kemenangan jelas bertiup ke arah Matteo, mereka beberapa langkah lebih maju ketimbang Hera dan Reni karena persiapan yang matang.Apa yang diinginkan oleh Matteo jelas terbukti dengan bertambah puncaknya wajah Hera dan Reni ketika Satrio menyebutkan Ameera dengan begitu jelasnya.Matteo maju mensejajarkan dirinya dengan Satrio, netra biru langsung beredar menatap sekeliling ruangan dengan pandangan mata ingin t
Nyatanya, Ameera tidak tertidur atau pingsan seperti perkiraan awal Matteo. Begitu ia mendekat dan hanya berjarak beberapa langkah, tiba-tiba Ameera membuka matanya.Matteo menghentikan langkah tatkala menyadari tatapan mata Ameera yang sarat akan ketakutan itu. Kontan, Matteo langsung teringat pertemuan terakhirnya dengan Ameera.Matteo bisa melihat ketakutan yang sama bahkan lebih besar lagi ada pada netra Ameera saat ini. Insting Matteo bekerja baik, selaras dengan akalnya dan keduanya memberitahukannya jika ada yang tidak beres dengan Ameera.Matteo merasa seakan dia seorang monster karena dipandang sedemikian rupa oleh Ameera, gadis itu sangat ketakutan dengan kepala yang menggeleng-geleng dan jeritan yang tertahan.Tidak habis akal, Matteo mengangkat kedua tangannya ke atas lalu kemudian berkata, “Aku … tidak … akan … menyakitimu …,” lambat-lambat dan jelas ia mengeluarkan kalimatnya dengan kaki yang melangkah super lambat.Matteo sungguh berharap jika gadis kecil yang tidak mam
“Bagaimana para saksi? Sah?”Pertanyaan sederhana tapi sarat makna ini terdengar sedikit keras dari seorang pria berkacamata di ruangan yang terisikan kurang lebih sekitar dua puluhan orang tersebut.Gema kata sah yang mengiyakan balik pertanyaan itu pun segera menggaung memenuhi ruangan berdekorasi putih, semua orang yang ada di sana sepakat seiya sekata dengan si Pria berkacamata yang berprofesi sebagai seorang penghulu ini dan puji-pujian terhadap Tuhan yang Maha Esa pun terlantun kemudian.Benar, apa yang tengah berlangsung adalah pernikahan antara Falisha dan Matteo. Disaksikan langsung oleh keluarga inti masing-masing dan kerabat dekat saja, akad nikah keduanya berlangsung lancar tanpa kendala apapun.Oleh Falisha, ada selaput bening yang menyelimuti netranya. Yang mana, setengah mati Falisha tahan agar tidak jatuh bersama gelombang gejolak rasa. Falisha sama sekali tidak pernah menyangka jika ia akan menikah sampai dua kali bahkan suaminya seorang Matteo Saguna Taslim, teman ma
Sungguh, sekian tahun malang melintang di dunia bisnis, Matteo hampir tidak pernah kehilangan ketenangannya seperti sekarang ini.Bukannya sombong, akan tetapi di bawah tempaan langsung sang Kakek yang merupakan raja bisnis, Matteo memang sepiawai itu. Matteo sedari kecil selalu bisa mengendalikan diri, terutama emosi dan raut wajah hingga tidak bisa terbaca lawan bicaranya.Namun, sekarang semua jerih payahnya menmbentangkan pengendalian terasa sia-sia sebab segalanya dengan mudah digoyahkan oleh Teddy.Memang, keterkejutan yang dialami Matteo hanya sepersekian detik sebelum kemudian pria itu mampu mengontrol kembali emosinya tapi tetap saja dia merasa kecolongan.Kembali, Matteo menelan lagi salivanya demi mengusir gersang yang melanda tenggorokannya walau tak seberapa berguna dan dengan satu tarikan napas panjang tidak kentara diiringi dengan turunnya tangan Teddy yang menunjuknya ia pun berkata.“Apapun yang Saya rencanakan dengan Sasha, kesepakatan apapun yang terjadi antara kami
“Jadi … apa yang ingin Kamu bicarakan? Sampai-sampai mengganggu waktu istirahat Saya seperti ini!”Kalimat langsung yang begitu to the point dan tanpa basa-basi sedikitpun dari Teddy itu membuat Matteo merasa punggungnya kian berkeringat meski berada di ruangan berpendingin ini. Setelah kedatangannya diterima keduanya bertemu dan duduk bersama berhadapan, tapi di lima menit pertama mereka hanya duduk diam saling memandang satu dengan yang lainnya.Keterdiaman yang ada nyata sangat bisa menyebabkan suasana menjadi tegang hingga Matteo tidak berani buka suara terlebih dahulu untuk memulai percakapan.Tersentak Matteo tidak kentara ditegur demikian oleh Teddy, dia sangat jelas jika ayah dari Falisha itu pasti memiliki penilaian tertentu mengenai kehadirannya.“Begini Om …,” ujar Matteo menjawab pelan setelah sebelumnya terlebih dahulu menelan Saliva guna menentramkan ketegangan diri. Sungguh, Matteo rasanya membutuhkan sedikit ruang untuk meredam rasa dan terbersit setitik penyesalan men
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 116 Jalur Keinginan Matteo“Kamu tahu, Mat … sudah Aku putuskan, percepat saja pernikahan kita. Biar semuanya jadi lebih terkendali aja. Aku nggak apa kok, nggak perlu resepsi atau akad atau apapun yang mewah-mewah, tinggal tanda tangan tanpa apapun juga Aku bersedia. Beneran, Aku bersedia dan Papa juga telah merestui ini!”Tidak bisa Matteo tidak tertegun dengan apa yang baru saja ia dengar, terutama kalimat terakhir yang terlontar dari bibir wanita yang ia pilih sebagai istri itu nantinya.Memang, pernikahan yang ingin dilakukan itu hanyalah pernikahan sebatas di atas kertas pun berjangka waktu tertentu meski belum ada pembicaraan mendetail dengan Falisha mengenai hal ini. Akan tetapi, bukan berarti Matteo ingin melangsungkannya dengan cara yang salah sebab dasar untuk menikah itu sendiri saja sudah tidak benar.Matteo ingin melalui jalur yang baik meski melewatkan momen lamaran dan sekelumit cinta yang seharusnya ada. Walau, ada banyak faktor yang harus
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 115 Percepatan“Kamu nangis? Matamu bengkak gini! Katakan, siapa yang bikin Kamu nangis?”Sungguh, beberapa tahun terakhir ini Falisha jarang sekali menerima perhatian dari orang yang ada disekelilingnya termasuk dari suaminya sekalipun. Koreksi, mantan suami si Bramantyo Satya. Selalunya, Falisha yang menjadi pemberi bukan penerima. Kasus ini tentu dikecualikan untuk putri semata wayangnya Ameera.Kalau pun mendapatkan perhatian kecil, selalu ada embel-embel entah apapun itu juga penghinaan yang mengikuti di belakang. Contoh kecil, saat itu Falisha dalam keadaan sakit. Falisha dikira sengaja berpura-pura sakit karena malas atau manja serta tidak ingin membereskan pekerjaan rumah, tuduhan ini selalu disematkan kepada setiap kali wanita itu menderita flu atau demam. Ujung-ujungnya Falisha tidak dibawa ke dokter dan cuma diberikan obat murah yang beredar di pasaran.Oleh karena itu, apa yang baru saja dilakukan Matteo pada Falisha tak pelak membuat hati wani
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 114 Restu Orang Tua (2)Teddy membalas pelukan Falisha erat, hatinya jelas menghangat atas perlakuan buah hatinya saat ini. Sungguh, Teddy merindukan saat-saat seperti sekarang, saat Falisha bermanja pada dirinya.“Sudah jadi seorang Ibu dan akan menjadi seorang istri lagi … Sasha harus lebih dewasa dan lebih bertanggung jawab lagi ya.”Kalimat yang baru saja digaungkan Teddy disertai dengan usapan lembut di bagian punggung sukses membuat mata Falisha kian memanas.Falisha tidak mampu menjawab Teddy, sebagai gantinya ia menganggukkan kepala dan bening pun tumpah tanpa bisa dicegah.“Papa nggak tahu ada apa sebenarnya antara Kamu dan Matteo, Nak … tapi, Papa sangat berharap jika pernikahan ini akan menjadi pernikahan terakhir untukmu …,” ujar Teddy lagi tanpa menjeda usapannya dan kembali pria paruh baya itu menghela napas berat.Kalimat yang terlontar dari mulut Teddy
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 113 Restu Orang TuaDalam diamnya Falisha menilai ekspresi kedua orang tuanya. Mudah saja membaca raut wajah Miranda karena keterkejutan nyata tergurat serta tidak ada kemarahan atau keengganan sedikitpun di sana. Akan tetapi, tidak sedemikian mudah menilai ekspresi Teddy.Berbekal pengalaman Teddy di dunia bisnis selama puluhan tahun, pria paruh baya itu mampu mengontrol garis wajahnya sedatar mungkin, dia juga bisa mengendalikan emosi di balik topeng tanpa ekspresinya.Tidak ada yang bisa Falisha nilai pada Teddy kecuali wajah kaku seperti papan dan aura dingin kentara yang kian menciutkan nyalinya.Hanya Teddy sendiri dan Tuhan saja yang tahu keputusan apa yang telah diambil oleh Ayah kandung Falisha itu.Sampai pada akhirnya, Falisha tidak tahan lagi dan memecah kesunyian dengan berkata “Papa … Mama … maukah merestui pernikahan Sasha dengan Mamat?”Sungguh, menunggu jawaban seperti s
Si Gendut Penakluk Bos - Bab 112 Meminta RestuBerbeda dari rasa yang dialami di awal memasuki ruangan ini, Falisha sedikit menemukan keyakinan di dalam nada bicaranya meski tetap diselimuti oleh keragu-raguan.Kalimat telah terlanjur menggaung, keinginan Falisha juga semakin meneguh sehingga ia memantapkan hati untuk tetap memberitahukan keputusannya kepada Miranda dan Teddy.Dengan mata memerah dan wajah yang masih dirubung haru, Teddy memandang Falisha penuh arti. Begitu pula dengan Miranda yang langsung memberikan perhatiannya untuk Falisha. Pasangan suami istri ini mengkode jika mereka siap mendengarkan sang Anak.Falisha menelan salivanya kasar, berusaha dia sekuat tenaga menekan kegugupan yang melanda lalu angkat bicara di detik berikutnya.“Sasha ingin minta restu Papa dan Mama untuk menikah dengan Mamat.”Lancar jaya sebaris kalimat itu meluncur dari bibir Falisha, seakan apa yang baru saja ia sampaikan adalah hal yang remeh.Terdiam Teddy tanpa ada sepatah katapun yang teruc
Si Gendut - Bab 111 Permintaan Maaf (2)Tertegun Teddy dan Miranda saat mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh putri kesayangan mereka.Sungguh, tidak terlintas di kepala mereka jika Falisha akan melayangkan permintaan maaf juga sedikit menyinggung masa lalu di situasi seperti sekarang ini.Bukan pasangan paruh baya ini tidak mengerti dengan maksud Falisha, tapi bukankah jika mereka telah bertemu kembali setelah sekian lama itu artinya semua sudah dianggap berlalu.Oleh Falisha, wanita yang telah berstatus janda dengan satu anak itu hanya mampu menundukkan kepala dengan air mata yang terus menitik jatuh. Tidak berani sedikit pun ia mengangkat wajah karena dirundung penyesalan dan rasa bersalah yang begitu kental sebab karena kesalahan yang diperbuatnya berujung pada rentetan masalah berbuntut panjang yang hampir saja mengoyak segala kerja keras orang tuanya.“Sasha … minta maaf … Ma, Pa ….”Bergetar bahu Falisha saat mengucapkan kembali sebaris kalimat tersebut. Ketakutan mulai