Share

Pelukan Pertama

Penulis: nailazhw
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-08 12:04:53

Saat ini, Shelley sedang berada di trotoar depan gedung apartemen Alana. Pandangannya terus tertuju pada jalan raya yang sangat sepi karena cuaca yang lumayan dingin dan habis hujan. Shelley berniat untuk memesan taksi online, tetapi dia harus menghilangkan niatnya untuk memesan taksi online karena ponselnya yang tidak bisa digunakan untuk memesan taksi online.

“Sabar Shee, kau tidak boleh mengeluh. Ini jalan satu-satunya agar impianmu terwujud,” batin Shelley sambil menyemangati dirinya sendiri.

Shelley memutar sedikit tubuhnya dan melihat sebuah halte pemberhentian bus yang ada dibelakang tubuhnya. Dia melangkahkan kakinya dengan perlahan. Shelley menyadari kalau kedua kakinya sudah menggigil karena cuaca yang lumayan dingin. Kalau saja dia memakai celana yang tadi terkena kuah kari dan saus, mungkin kakinya tidak akan semenggigil ini.

Shelley mendudukan tubuhnya dengan perlahan. Tidak lupa dia merapatkan kedua kakinya. Shelley berharap, dengan begini dia bisa menghangatkan kakinya. Tetapi harapannya pupus saat angin dingin mengarah kepadanya. Shelley semakin menggigil kedingingan saat angin itu melewati tubuhnya.

“Kurasa, besok aku akan terkena flu,” gumam Shelley setelah angin itu melewati tubuhnya.

Shelley terus berusaha untuk menghangatkan tubuhnya. Tangannya menyambar tasnya yang ada disebelah kiri. Dia menaruh tas itu di dalam pelukannya. Shelley memeluk tas itu dengan sangat erat dan berharap hal ini bisa menghangatkan tubuhnya.

Sebuah mobil sport berwarna hitam melewati halte. Dengan cepat, sang pengendara menepikan mobilnya dan melihat kearah halte.

“Bukankah itu Shelley?” gumamnya.

Sang pengendara yang merupakan mahasiswa bisnis itu pun lantas melihat pada smart watch yang melingkar dipergelangan tangannya. Dia mencengkram kemudi mobil sport miliknya.

“Shit, apa yang dia lakukan di jam segini. Apalagi jalanan sangat sepi,” makinya di dalam hati sambil memundurkan mobil sportnya dengan cepat.

Shelley menatap waspada pada mobil sport yang berhenti tepat di depan halte bus. Dia sudah menyiapkan ancang-ancang kalau pengendara mobil itu memiliki niat jahat padanya.

Seorang pria turun dari mobil dan berjalan kearahnya. Dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa pria itu, tetapi sepertinya dia sudah tidak asing dengan orang yang sedang berjalan kearahnya. Shelley semakin waspada dan menyiapkan ancang-ancang untuk menjaga beserta melindungi dirinya dari niat jahat pria itu.

Cahaya dari lampu halte telah mengenai wajah pria itu. Pantas saja dia merasa tidak asing dengannya. Ternyata dia adalah mahasiswa yang menatapnya beberapa detik di ruang makan kampus. Namun, Shelley lupa siapa nama pria itu. Dia hanya mengingat inisial pria itu. E. Ya, dia sangat ingat dengan inisial pria itu.

Langkah pria itu terhenti saat sudah berada tepat dihadapan Shelley. Shelley menatap sekilas padanya. Di detik berikutnya, Shelley menundukan wajahnya. Pria itu mengikuti arah pandangan Shelley. Pandangan Shelley tertuju pada lantai halte. Tidak ada yang istimewa dari lantai halte ini. Lantai di halte ini sama seperti halte lainnya.

“Apa ada yang menarik dari lantai semen ini?” batin pria itu bertanya-tanya.

Pria itu mengalihkan pandangannya pada Shelley yang masih setia untuk menundukan kepalanya dan menatap lantai semen.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya sang pria dengan datar.

Shelley hanya diam karena dia tidak mampu mengeluarkan suaranya. Dia bisa merasakan dengan jelas kalau bibirnya mulai kaku untuk digerakkan. Itulah sebabnya dia tidak bisa menjawab ucapan pria berinisial E dihadapnnya.

“Apa kau tidak bisa menjawab?!" sentak pria itu masih dengan tatapan datarnya.

Angin dingin kembali berhembus. Angin dingin itu mengarah pada Shelley dan pria itu. Saat angin itu berhembus kearahnya, dengan spontan pria tadi memeluk tubuhnya sendiri.

“Shit, anginnya sangat dingin,” gerutu pria itu di dalam hatinya.

Pandangan pria itu kembali tertuju pada Shelley. Kali ini tatapan datarnya berubah menjadi tatapan khawatir. Pria itu tidak bisa menyembunyikan tatapan khawatir itu dari Shelley. Pria itu melangkahkan kakinya dan menundukkan tubuhnya agar dia bisa melihat bagaimana kondisi Shelley.

Dengan perlahan, pria itu menyentuh dagu Shelley dan menariknya dengan perlahan. Manik biru terang milik Shelley terkunci dengan manik berwarna cokelat terang milik pria itu. Pria itu menyentuh lengan Shelley. Betapa terkejutnya dia saat menyentuh lengan wanita berkacamata dihadapannya. Dingin. Ya, dia merasa lengan Shelley sangat dingin.

“Ikutlah bersamaku!” perintah pria itu sambil menarik lengan Shelley tanpa izin pada sang empu. 

Shelley yang ditarik dengan perlahan menuju mobil sport milik pria berinisal E didepannya, hanya bisa diam dan tidak bisa menolak. Yang ada dipikirannya, dia harus segera menghangatkan tubuhnya. Dan dia harap, mobil milik pria berinisial E bisa menghangatkan tubuhnya.

“Masuklah!” perintah pria itu setelah membukakan pintu mobilnya.

“Terima kasih,” cicit Shelley dengan sangat pelan.

Shelley tahu kalau ucapannya tidak bisa didengar oleh pria disebelahnya, tetapi dia berusaha untuk menghargai apa yang sudah dilakukan oleh pria itu padanya.

“Daripada kau berucap itu, lebih baik masuk,” balas pria itu dengan datar sebelum menutup pintu mobilnya.

Sebuah mobil sedan berharga fantastis melewati mobil milik pria yang diketahui oleh Shelley berinisial E. Mobil sedan berwarna putih itu melaju dengan kecepatan rata-rata. Terdapat seorang sopir yang mengendalikan mobil sedan itu dan seorang mahasiswi yang sedang mengawasi mobil milik pria yang dicintai olehnya.

“Apa yang sedang dilakukan oleh Edbert?” gumamnya bertanya-tanya.

“Wait, sepertinya aku tidak asing dengan wanita berkacamata yang sedang bersama Edbet tadi. Tapi aku pernah melihat wanita itu dimana? ... Shelley? Tidak mungkin Shelley sedang bersama Edbert. Itu tidak mungkin! Aku tidak akan membiarkan hal ini terjadi!”

“Sir, tolong berhenti!” perintah mahasiswi yang tidak lain adalah Michalina.

“Maafkan Saya Nona, Saya tidak bisa menghentikan mobilnya karena tuan Swerta sedang menunggu Nona,” balasnya dengan tidak enak.

“Shit, untuk apa daddy menungguku?” tanya Michalina dengan kesal.

“Maaf Nona, Saya tidak tahu,” jawab sang sopir dengan pandangan lurus kedepan.

“Fuck,” maki Michalina sambil membuang pandangannya keluar jendela.

***

Shelley mulai merasa hangat saat berada di dalam mobil sport milik pria berinisial E. Dia berusaha untuk menggerakan bibirnya dengan perlahan. Tiba-tiba, pria tadi masuk kedalam mobil dan langsug duduk di kursi kemudi. Pandangan keduanya bertemu.

“Sudah kubilang, dia lebih menarik daripada Si Manja Michalina,” batin pria itu.

Drt ... drt ...

Dengan cepat, Shelley segera mengalihkan pandangannya pada jalanan yang hanya dilewati oleh 1 atau 2 kendaraan. 

“Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari wajahnya?” batin Shelley.

Shelley menutup kedua matanya dengan rapat saat pria disampingnya melepas pakaian tebalnya. Pria itu tersenyum kecil. Dia merasa terhibur dengan tingkah Shelley yang ternyata sangat lucu. Berbanding terbalik dengan sikap Michalina saat bersamanya, manja, merepotkan, dan menyebalkan.

“Betapa menggemaskannya Shelley?”

Pria itu mengulurkan pakaian tebalnya pada Shelley. “Bukalah kedua matamu!” perintah pria itu.

Shelley menggeleng sambil menutup matanya rapat-rapat. “NO! I don’t want!” tolak Shelley.

“Kau harus membuka matamu lalu kau bisa melihatnya sendiri,” ucap pria itu yang semakin membuat tubuh Shelley bergetar ketakutan.

Pria itu menatap terdiam pada Shelley. Dia bingung kenapa dirinya bisa berbicara sepanjang itu pada orang lain. Sebelumnya dia selalu berbicara dengna singkat. Tidak jarang juga, dia hanya mengisyaratkannya melalui bahasa tubuh.

“Kenapa aku bisa berbicara sepanjang itu pada orang lain?” batinnya bertanya-tanya.

Tangannya terulur untuk menyentuh bahu Shelley. Namun, Shelley terus saja menghindar. Dia tidak tahu kenapa Shelley terus menghindarinya? Apakah Shelley takut dengannya? Tapi, kenapa Shelley takut padanya?

“Bukalah matamu Shelley!” perintah pria itu sambil menaikan nada bicaranya.

“Tidak, aku tidak mau,” tolak Shelley.

“BUKA!” bentak pria itu dengan penuh amarah.

Pria itu sangat tidak suka kalau perintahnya ditolak ataupun dibantah. Dia sangat membenci hal itu. Kalau saja Shelley adalah pria, maka dia yakin Shelley sudah babak belur karenanya.

Dengan perlahan Shelley membuka kedua matanya dengan bahu bergetar. Baru kali ini dia dibentak oleh orang lain. itulah mengapa, kedua kelopak mata indahnya menampung air mata yang hendak menetes.

Setelah kedua matanya terbuka, dua bulir air mata jatuh terlebih dahulu. Pria dihadapannya menyernyitkan dahi. Di dalam batinnya, dia bertanya-tanya apakah dia telah membuat kesalahan yang menyebabkan Shelley menangis.

“Apa kau menangis karenaku?” tanya pria itu dengan lembut sambil menatap kedua manik milik Shelley dengan serius.

Shelley hanya diam. Tidak mungkin dia berkata yang sebenarnya kalau dia menangis karena pria dihadapannya. Tanpa sadar, tangan pria itu terulur untuk mengusap aur mata yang terus mengalir dari kedua kelopak mata milik Shelley.

“Apa kau menangis karenaku membentakmu?” tanya pria itu sekali lagi dengan sangat lembut.

Lagi-lagi, Shelley hanya diam.

“Mungkinkah diam adalah jawaban ‘iya’?” batinnya.

Dengan cepat dan lembut, pria itu membawa Shelley kedalam pelukannya. Dia mengusap rambut Shelley dengan perlahan dan terus mengucapkan kata maaf.

“Maafkan aku Shelley ... maafkan aku,” ucap pria itu sambil terus mengusap rambut hitam kecokelatan milik Shelley dengan lembut.

Shelley merasa dia tidak langsung menyentuh kulit pria yang sedang memeluknya. Shelley membuka matanya sedikit dan menemukan pria yang sedang memeluknya ternyata masih memakai kaos berwarna hitam. Ada perasaan aneh yang menghangati relung hati Shelley. Shelley pun tidak tahu kenapa dia bisa merasakan pelukan sehangat, senyaman, dan setenang ini. Ini adalah kali pertamanya berpelukan dengan lawan jenis.

“Kenapa aku bisa merasa nyaman saat dipeluk olehnya?” batin Shelley.

Setelah beberapa detik pria itu memeluk Shelley, Shelley melerai pelukannya. Dia berusaha untuk tersenyum dan menatap manik berwarna cokelat terang milik pria dihadapannya.

“Maafkan aku karena telah membuatmu menangis,” ujarnya lagi dan lagi.

Shelley hanya tersenyum dan mengangguk dengan pelan.

 “Jadi, kau memaafkanku?” tanyanya dengan antusias.

Untuk kesekian kalinya Shelley mengangguk.

“Mengangguk artinya iya?” Shelley mengangguk lagi dan lagi.

Pria itu sangat bahagia saat mendapat maaf dari Shelley. Biarpun Shelley tidak mengucapkannya secara langsung, tetapi hal itu bukanlah masalah baginya. Yang terpenting Shelley memaafkannya.

“Pakailah pakaianku, ini sangat hangat,” pinta pria itu sambil memerikan pakaian yang tadi dia kenakan.

“T-tidak perlu,” tolak Shelley.

“Aku tidak suka penolakan Shelley,” balasnya dengan serius.

“Baiklah,” ucap Shelley menyerah sambil mengambil pakaian tebal milik pria dihadapannya.

Shelley memakai pakaian tebal milik pria dihadapannya dengan perlahan.

“Sudah?” tanyanya sambil menatap kaca mobil yang ternyata memantulkan Shelley dan dirinya.

“Wait a seconds,” balas Shelley.

“Aku akan menunggumu sampai kau siap,” sahut pria itu.

“Sudah,” ucap Shelley.

Setelah Shelley berucap ‘sudah’, pria itu langsung menatap Shelley yang mengenakan pakaian tebal miliknya. Dia tidak menyangka kalau tubuh mungil Shelley akan tenggelam dengan pakaian tebal miliknya. Yang lebih membuatnya tidak menyangka lagi adalah panjang pakaiannya yang menutupi rok setengah paha yang digunakan olrh Shelley.

“Apakah ini buruk?” tanya Shelley dengan tidak percaya diri.

Pria itu menggeleng. “Itu sangat imut.”

Drt ... drt ...

Pria itu menatap sekilas pada ponselnya dan langsung mematikan panggilan suara itu.

Tutt...

Shelley menyernyitkan dahi. “Kenapa dimatikan?”

“Tidak penting,” ucapnya tak acuh.

Duar....

“Aaa!” teriak Shelley sambil memeluk tubuh pria itu dengan sangat erat.

Pria itu menegang. Di detik berikutnya, dia membalas pelukan Shelley dan mengucapkan kalimat-kalimat yang mampu menenangkan hati Shelley.

“Tenanglah Shelley, aku ada di sini bersamamu,” ucap pria itu sambil mengusap rambut Shelley dengan sangat lembut.

“Aku sangat takut,” ujar Shelley dengan gemetar.

“Listen me, aku ada di sini untuk melindungimu. Kau tidak sendirian, tetapi ada aku yang akan menjadi pelindungmu,” balas pria itu dengan sangat lembut.

“Fuck you, Edbert!” maki seseorang dari belakang tubuh Edbert.

Sambil tetap memeluk tubuh Shelley, Edbert menolehkan kepalanya kesamping agar bisa melihat siapa yang telah mengeluarkan kalimat kasar untuk dirinya.

“Kau ...”

Bab terkait

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Salah Paham

    “Kau ...”“APA YANG KAU LAKUKAN EDBERT?!” teriak wanita itu dengan mata melotot.Edbert melerai pelukan hangatnya dengan Shelley. Edbert menangkup kedua pipi Shelley dengan kedua telapak tangannya yang hangat. Edbert pun tak lupa memberikan senyum menenangkannya pada Shelley.Tentu saja hal itu membuat jantung Shelley berdegup kencang. Shelley mulai merasa ada kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya."Tuhan, kenapa aku merasakan hal ini?" batin Shelley.Ibu jari Edbert mengusap jejak air mata yang masih basah di salah satu pipi Shelley."Kau tetap di mobil saja. Biar aku menangani wanita gila itu," ucap Edbert dengan senyum yang tak luntur.Shelley yang gugup, hanya sanggup mengangguk kaku. Shelley merasa, suaranya tersekat di tenggorokannya. Oleh karena itu, Shelley hanya bisa mengangguk, meskipun mengangguk kaku.Edbert menjauhkan kedua telapak tangannya dari Shelley. Edbert me

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Gadis ini Sangat Misterius

    “Dia tidak ingin hal ini diketahui oleh orang lain,” jawab Edbert tanpa menatap sedikitpun pada Shelley.Shelley mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dia tahu pasti kenapa Michalina tidak memberitahukan hal ini pada ketiga sahabatnya, Sara, Tania, dan Tanisa. Pasti Michalina tidak ingin kalau ketiga sahabatnya berpikiran kalau ayahnya sudah bangkrut dan ketiga sahabatnya itu akan menjauhi dirinya karena ayahnya sudah bangkrut.Drt ... drt ...Shelley merasa ada getaran dari dalam genggaman tangan kanannya. Dia menurunkan pandangannya pada ponsel jadul miliknya. Sebuah nomor asing sedang menghubunginya. Shelley mengingat-ingat apakah dia sudah memberi nomornya pada orang lain. Dia ingat betul kalau belum memberi nomor ponselnya pada orang lain, termasuk Alana.“Kalau aku belum memberi nomorku pada siapapun, lantas siapa yang sedang berusaha menghubungiku?” batin Shelley bertanya-tanya.Edbert menoleh pada Shelley karena s

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Manison Maxllan

    “Shelley, kenapa kau diam?” tanya Edbert dengan pelan.Shelley masih saja terdiam. Edbert yakin kalau Shelley sedang memikirkan suatu hal, hingga dia tidak mendengar pertanyaannya. Dibalik keterdiaman Shelley, Edbert bertanya-tanya di dalam hatinya. Apakah mungkin ada yang sedang ditutup-tutupi oleh Shelley?“Shelley,” panggil Edbert.“Iya, tentu saja aku mengenalnya,” jawab Shelley dengan sangat cepat.Edbert tidak menanggapi jawaban Shelley yang sangat cepat. Edbert memilih untuk mengalihkan pandangannya kedepan dan fokus pada jalan raya yang sangat sepi. Edbert berusaha untuk melupakan sikap aneh Shelley. Namun nihil. Dia tidak bisa menghilangkan sikap aneh Shelley dari benaknya.“Sepertinya ada yang sedang disembunyikan Shelley,” batin Edbert dengan pandangan fokus pada jalanan.Sama seperti Edbert yang sedang memikirkan sikap aneh Shelley, Shelley pun juga merasa bingung dengan sikapnya. T

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Sampah Keluarga

    Plak...Bugh...Bugh...“Dasar anak tak berguna!”Prang...“ARGH!” teriak seorang pria sambil menarik-narik rambutnya yang mulai memutih.“KENAPA KAU SELALU MEMPERMALUKAN DADDY?!”“SELAMA INI DADDY KURANG APA, HAH?!”Seorang wanita dengan dress berwarna pastel, mulai melangkahkan kakinya dan mengusap-usap bahu seorang pria yang berada beberapa langkah di depannya.“Tenanglah Sebastian. Kita bisa bicarakan ini baik-baik,” ucap wanita itu agar pria yang bernama Sebastian, meredam emosinya.“Bagaimana aku bisa tenang Flory?” tanya balik Sebastian dengan nada merendah.Flory tersenyum. “Kendalikan emosimu. Edbert masih labil. Cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini adalah berbicara dengan kepala dingin.”Sebastian mengusap kasar wajahnya. Ia menghembuskan napas pelan. Sebastian akan menuruti ucapan istri tercintanya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Sebuah Janji

    Dengan malas, Edbert menerima panggilan suara dari Brandon.“Edbert!”“Hm.”“Aleix akan pergi dari New York.”Edbert membulatkan kedua maniknya. “Apa?! Jangan bercanda Brandon!”“Aku tidak bercanda, Edbert.”“Sekarang Aleix ada dimana?” tanya Edbert dengan panik.“Aleix masih berada di apartemennya. Cepatlah ke apartemen Aleix. Sudah ada Noah di sana.”“Kau sedang dimana?” tanya Edbert sambil melangkahkan kakinya menuju jaket kulit berwarna hitam yang terdampar di kursi.“Aku sedang diperjalanan menuju manison-mu,” terang Brandon.“Baiklah, aku akan tunggu di gerbang manison. Cepat Brandon! Kita tak punya banyak waktu.”“Aku sudah cepat!”Tut...Edbert langsung menyambar dan memakai jaket kulit di tubuhnya. Saat ia merasa ada yang aneh, Edbert melihat ke jaket kul

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-13
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Semburan Maut

    Brandon mengambil sebotol bir yang ada di atas meja. Ia menuangkan isinya pada gelas tinggi. Tanpa menunggu lama, Brandon meminumnya. Namun belum sempat ia meminumnya, sebuah suara sorak ria dari seseorang menghentikan aksinya. Brandon menatap kesal pada remaja dihadapannya. Siapa lagi kalau bukan Noah Wildson.“Wow, akhirnya kau membeli bir yang kau incar sejak kemarin,” seru Noah sambil memberikan tepuk tangan pada Brandon.Aleix menyernyitkan dahinya. “Bukankah bir ini berasal dari Australia?”Noah menatap semangat pada Aleix. “Itu sangat benar Bro. Apa kau tahu, bir dengan merk ini masuk dalam bir termahal yang berasal dari Australia,” terang Noah.“Kau membeli bir ini berapa?” tanya Noah dengan tatapan tertuju pada Brandon yang sedang menikmati bir incarannya.“6 botol,” sahut Brandon tanpa membuka kedua maniknya.“Ish, maksudku, kau membeli satu botol bir ini berapa?&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-14
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Damai

    Edbert melepas pelukannya dan menatap khawatir pada Aleix yang sedang memejamkan kedua maniknya.“Ada apa Aleix? Jangan membuatku khawatir,” panik Edbert dengan melihat kanan-kiri tubuh Aleix.Aleix mendongakkan wajahnya. Ia memberi cengiran canggung pada Edbert.“Aku lapar,” keluh Aleix dengan wajah memerahnya.Edbert memutar bola mata. Ia pikir, Aleix akan mengatakan suatu hal yang penting. Ternyata ia salah.Edbert mengamati perubahan wajah Aleix. Wajah Aleix memerah. Ingin rasanya ia tertawa karena wajah Aleix yang begitu menggemaskan. Namun, ia tidak akan menertawakan Aleix kali ini. Ia akan menuruti setiap permintaan Aleix tuk terakhir kalinya.“Kau mau apa?” tanya Edbert dengan perhatian.“Aku mau Wild Alaskan Salmon Fish, Tater Tots, Chicago’s Deep Dish Pizza, Fajitas, Mac and Cheese, dan Meatloaf,” sahut Brandon.“Aku tidak bertanya padamu Brandon,” ujar

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-15
  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Menginap

    “Aleix, jadi, kau akan langsung memegang kendali perusahaan?” tanya Edbert setelah menelan pizza yang sudah dikunyah halus olehnya.Aleix menghabiskan sepotong pizza dan mengunyahnya secara perlahan. Setelah pizza itu tertelan dan mulutnya telah bersih dari pizza, ia mulai membuka mulutnya dan menjawab pertanyaan Edbert.“Tidak, aku hanya akan belajar sedikit-sedikit tentang perusahaan. Lagipula, aku masih harus melanjutkan kuliahku,” jawab Aleix.“Hah, kalau aku menjadi Aleix, lebih baik gantung diri saja,” timpal Brandon dengan kedua tangan yang penuh dengan potongan pizza.“Itulah kenapa Tuhan tidak mengirimkan kau pada keluarga Sevran,” sahut Noah.Saat Noah menyahuti timpalan Brandon, ia menyempatkan diri untuk melempari potongan kecil daging sapi yang dijadikan toping pizza.Brandon yang sedang tidak ingin adu mulut pun memilih untuk bersikap biasa saja dan memasukkan potongan kecil dagin

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16

Bab terbaru

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Brengsek tapi Tidak Merusak Kesucian

    Brak...Seluruh mata langsung tertuju pada Brandon. Sang empu yang ditatap oleh enam mata, malah menyengir tak bersalah.“Bukan salahku, salahkan pintunya yang cari perhatian,” ucap Brandon dengan langkah lebarnya menuju meja makan.Enam manik itu berotasi. Brandon memang seperti itu. Suka mencari-cari kesalahan benda mati dan terkadang sangat menjengkelkan. Namun, dua sifat itulah yang mampu membuat sahabat-sahabatnya terhibur.“Ayo cepat sarapan Brandon!” seru Noah dengan menghentak-hentakkan garpu pada meja makan.“Shutt, diam Flyta,” balas Brandon setelah ia mendudukkan bokongnya di kursi.Noah mematung. Ucapan Brandon, mampu mengacak-acak otaknya pagi ini. Bagaimana tidak, pertanyaan yang terus berputar dibenaknya hanya berporos pada apa yang diucapkan Brandon.Flyta. Nama itu kembali muncul kepermukaan. Sudah bertahun-tahun ia menenggelamkan dan menutup mata beserta telinga dari seorang

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Noah Sialan

    “Ish, Noah kakimu,” keluh Brandon saat kaki Noah menindihi kakinya.“Noah,” panggil Brandon dengan kedua mata tertutup.Tidak ada sahutan. Apa jangan-jangan Noah sudah tidur?Brandon menghembuskan napas lelah bercampur kesal. Ia membuka paksa kedua maniknya. Sorot maniknya langsung tertuju pada Noah. Dilihatnya Noah sedang menutup kedua maniknya dengan sebelah tangan. Sebuah pikiran buruk mulai melintas di benak Brandon.“Pasti Noah sedang berpura-pura tidur,” tuduh Brandon di dalam batin.Brandon memajukan tangannya untuk menyentuh lengan kekar Noah. Ralat, Brandon ingin sekali memukuli sahabat rakus nan egoisnya itu. Namun saat mengingat kejadian tadi, ia mengurungkan niatnya.Brandon menoel-noel lengan kekar Noah. Berharap remaja itu terganggu dari tidurnya dan segera menyingkirkan sebelah kakinya. Bukan hanya itu yang menggangu kenyamanan Brandon. Ya, bukan hanya kaki saja. Melainkan ketiak Noah yang t

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Menginap

    “Aleix, jadi, kau akan langsung memegang kendali perusahaan?” tanya Edbert setelah menelan pizza yang sudah dikunyah halus olehnya.Aleix menghabiskan sepotong pizza dan mengunyahnya secara perlahan. Setelah pizza itu tertelan dan mulutnya telah bersih dari pizza, ia mulai membuka mulutnya dan menjawab pertanyaan Edbert.“Tidak, aku hanya akan belajar sedikit-sedikit tentang perusahaan. Lagipula, aku masih harus melanjutkan kuliahku,” jawab Aleix.“Hah, kalau aku menjadi Aleix, lebih baik gantung diri saja,” timpal Brandon dengan kedua tangan yang penuh dengan potongan pizza.“Itulah kenapa Tuhan tidak mengirimkan kau pada keluarga Sevran,” sahut Noah.Saat Noah menyahuti timpalan Brandon, ia menyempatkan diri untuk melempari potongan kecil daging sapi yang dijadikan toping pizza.Brandon yang sedang tidak ingin adu mulut pun memilih untuk bersikap biasa saja dan memasukkan potongan kecil dagin

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Damai

    Edbert melepas pelukannya dan menatap khawatir pada Aleix yang sedang memejamkan kedua maniknya.“Ada apa Aleix? Jangan membuatku khawatir,” panik Edbert dengan melihat kanan-kiri tubuh Aleix.Aleix mendongakkan wajahnya. Ia memberi cengiran canggung pada Edbert.“Aku lapar,” keluh Aleix dengan wajah memerahnya.Edbert memutar bola mata. Ia pikir, Aleix akan mengatakan suatu hal yang penting. Ternyata ia salah.Edbert mengamati perubahan wajah Aleix. Wajah Aleix memerah. Ingin rasanya ia tertawa karena wajah Aleix yang begitu menggemaskan. Namun, ia tidak akan menertawakan Aleix kali ini. Ia akan menuruti setiap permintaan Aleix tuk terakhir kalinya.“Kau mau apa?” tanya Edbert dengan perhatian.“Aku mau Wild Alaskan Salmon Fish, Tater Tots, Chicago’s Deep Dish Pizza, Fajitas, Mac and Cheese, dan Meatloaf,” sahut Brandon.“Aku tidak bertanya padamu Brandon,” ujar

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Semburan Maut

    Brandon mengambil sebotol bir yang ada di atas meja. Ia menuangkan isinya pada gelas tinggi. Tanpa menunggu lama, Brandon meminumnya. Namun belum sempat ia meminumnya, sebuah suara sorak ria dari seseorang menghentikan aksinya. Brandon menatap kesal pada remaja dihadapannya. Siapa lagi kalau bukan Noah Wildson.“Wow, akhirnya kau membeli bir yang kau incar sejak kemarin,” seru Noah sambil memberikan tepuk tangan pada Brandon.Aleix menyernyitkan dahinya. “Bukankah bir ini berasal dari Australia?”Noah menatap semangat pada Aleix. “Itu sangat benar Bro. Apa kau tahu, bir dengan merk ini masuk dalam bir termahal yang berasal dari Australia,” terang Noah.“Kau membeli bir ini berapa?” tanya Noah dengan tatapan tertuju pada Brandon yang sedang menikmati bir incarannya.“6 botol,” sahut Brandon tanpa membuka kedua maniknya.“Ish, maksudku, kau membeli satu botol bir ini berapa?&rdq

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Sebuah Janji

    Dengan malas, Edbert menerima panggilan suara dari Brandon.“Edbert!”“Hm.”“Aleix akan pergi dari New York.”Edbert membulatkan kedua maniknya. “Apa?! Jangan bercanda Brandon!”“Aku tidak bercanda, Edbert.”“Sekarang Aleix ada dimana?” tanya Edbert dengan panik.“Aleix masih berada di apartemennya. Cepatlah ke apartemen Aleix. Sudah ada Noah di sana.”“Kau sedang dimana?” tanya Edbert sambil melangkahkan kakinya menuju jaket kulit berwarna hitam yang terdampar di kursi.“Aku sedang diperjalanan menuju manison-mu,” terang Brandon.“Baiklah, aku akan tunggu di gerbang manison. Cepat Brandon! Kita tak punya banyak waktu.”“Aku sudah cepat!”Tut...Edbert langsung menyambar dan memakai jaket kulit di tubuhnya. Saat ia merasa ada yang aneh, Edbert melihat ke jaket kul

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Sampah Keluarga

    Plak...Bugh...Bugh...“Dasar anak tak berguna!”Prang...“ARGH!” teriak seorang pria sambil menarik-narik rambutnya yang mulai memutih.“KENAPA KAU SELALU MEMPERMALUKAN DADDY?!”“SELAMA INI DADDY KURANG APA, HAH?!”Seorang wanita dengan dress berwarna pastel, mulai melangkahkan kakinya dan mengusap-usap bahu seorang pria yang berada beberapa langkah di depannya.“Tenanglah Sebastian. Kita bisa bicarakan ini baik-baik,” ucap wanita itu agar pria yang bernama Sebastian, meredam emosinya.“Bagaimana aku bisa tenang Flory?” tanya balik Sebastian dengan nada merendah.Flory tersenyum. “Kendalikan emosimu. Edbert masih labil. Cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini adalah berbicara dengan kepala dingin.”Sebastian mengusap kasar wajahnya. Ia menghembuskan napas pelan. Sebastian akan menuruti ucapan istri tercintanya.

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Manison Maxllan

    “Shelley, kenapa kau diam?” tanya Edbert dengan pelan.Shelley masih saja terdiam. Edbert yakin kalau Shelley sedang memikirkan suatu hal, hingga dia tidak mendengar pertanyaannya. Dibalik keterdiaman Shelley, Edbert bertanya-tanya di dalam hatinya. Apakah mungkin ada yang sedang ditutup-tutupi oleh Shelley?“Shelley,” panggil Edbert.“Iya, tentu saja aku mengenalnya,” jawab Shelley dengan sangat cepat.Edbert tidak menanggapi jawaban Shelley yang sangat cepat. Edbert memilih untuk mengalihkan pandangannya kedepan dan fokus pada jalan raya yang sangat sepi. Edbert berusaha untuk melupakan sikap aneh Shelley. Namun nihil. Dia tidak bisa menghilangkan sikap aneh Shelley dari benaknya.“Sepertinya ada yang sedang disembunyikan Shelley,” batin Edbert dengan pandangan fokus pada jalanan.Sama seperti Edbert yang sedang memikirkan sikap aneh Shelley, Shelley pun juga merasa bingung dengan sikapnya. T

  • Si Cupu Shelley dan Si Tampan Edbert   Gadis ini Sangat Misterius

    “Dia tidak ingin hal ini diketahui oleh orang lain,” jawab Edbert tanpa menatap sedikitpun pada Shelley.Shelley mengalihkan pandangannya keluar jendela. Dia tahu pasti kenapa Michalina tidak memberitahukan hal ini pada ketiga sahabatnya, Sara, Tania, dan Tanisa. Pasti Michalina tidak ingin kalau ketiga sahabatnya berpikiran kalau ayahnya sudah bangkrut dan ketiga sahabatnya itu akan menjauhi dirinya karena ayahnya sudah bangkrut.Drt ... drt ...Shelley merasa ada getaran dari dalam genggaman tangan kanannya. Dia menurunkan pandangannya pada ponsel jadul miliknya. Sebuah nomor asing sedang menghubunginya. Shelley mengingat-ingat apakah dia sudah memberi nomornya pada orang lain. Dia ingat betul kalau belum memberi nomor ponselnya pada orang lain, termasuk Alana.“Kalau aku belum memberi nomorku pada siapapun, lantas siapa yang sedang berusaha menghubungiku?” batin Shelley bertanya-tanya.Edbert menoleh pada Shelley karena s

DMCA.com Protection Status