"Lepas! Sakit!" jerit Cindy yang terus berontak dari ajudan yang menggendongnya seperti karung beras. "Kalau seperti ini terus! Aku akan muntah, Bodoh!" teriak Cindy yang benar saja langsung memuntahkan isi perut sepanjang koridor menuju kamar mewah di Villa itu. "Kamu! Bersihkan itu semua!" Pria berkulit sawo matang itu menunjuk pelayan yang sedang diam di samping pintu. Saat ajudan satunya lagi membuka pintu, kepulan asap rokok yang tebal keluar dan menyebar. "Nah, terus menari! Bagus-bagus wanita di sini, ya." Fadh yang memberi uang ke dalam bra wanita penghibur yang disewa kakaknya. Dua wanita itu meliuk-liuk dengan indah di tiang pole dance. "Setuju, Bos. Aku suka sekali sama tubuh seksi ini. DJ AF ganti musik dong," perintah Jack yang terus menggoyangkan tubuhnya bersama penari pole dance itu. Meliuk-liuk sesuai irama dan tempo musik genre EDM dan R&B. "Rose! Masuk ke ruanganku! Jelaskan semuanya," perintah Abdullah yang melepa
"Kita harus lebih tegas, Kang. Biar Rose berpikir dua kali untuk mencelakai keluarga kalian." Ujang terus menahan sakit luar biasa. Dia melirik Tania yang memikirkan hal itu. "Betul, Aa. Pasti Rose ingin menghancurkanku dan Aa. Soalnya, rencana dia sudah berantakan sekarang. Kita harus bagaimana?" tanya Tania yang gemetar hebat. Rasa takut yang lebih menekan dari biasanya. "Rencana terus menjodohkanmu sama pria berduit, ya? Kita harus saling melindungi." Asep menghela napas panjang. "Aku sebenarnya sudah melaporkan Rose. Tapi, karena kurang bukti prosesnya berhenti. Sebelumnya, maaf aku belum cerita." Asep menahan Ujang yang berontak. Iis mengoleskan salep dan sedikit menekan langsung di tempel perban dengan plester. "Hah, sudah aku duga sih. Waktu di rumah sakit pernah bahas ini. Aku kira hanya wacana saja." Tania menyenderkan tubuhnya ke kursi dan berpikir. "Apa Kang Gema enggak akan marah?" tanya Tania yang menatap langit-langit
"Apa? Kenapa kamu ingin membocorkan rahasia bosmu? Jangan macam-macam denganku!" gertak Asep yang mencengkeram kerah baju Argha. "Hah! Suka-suka akulah. Oh, aku mau menawarkan diri jadi mata-mata untukmu. Bagaimana? Mau atau enggak?" tawar Argha yang membuat Asep termenung dan Denny berbisik-bisik untuk waspada. "Jangan! Bisa saja dia jadi pisau bermata dua, Asep. Kalau pun kamu mau dia enggak bisa di percaya! Diskusi dulu sama komandan Restu," bisik Denny yang sangat tidak suka dengan sifat arogan dari Argha. Asep pun setuju. "Lihat saja nanti di kantor. Aku ingin menginterogasimu lebih dalam." Asep yang meminjam borgol dari rekan yang terluka tadi, langsung memasangkannya di tangan pria besar itu. "Tawaranku enggak akan merugikan kalian. Ingat itu!" ucap Argha yang menatap Denny dengan dalam. "Kamu menodai istriku? Jawab!" bentak Denny sambil mencengkeram jaket pria sawo matang itu. "Tenang, aku hanya membantu menghisap
Pukul 01.00 WIB, Gema duduk di pinggir kasur mengelus rambut Cindy. Tania dan Asep duduk di kursi meja rias. Asep merangkul Tania dan saling berpelukan. Tidak ada percakapan apapun, hanya terdengar air mancur yang ada di kolam renang. Tania pun tertidur dalam pelukan hangat Asep. Gema yang melihat hal itu tersenyum lebar, lalu menghampiri dan mengecup punggung tangan adik tirinya itu. Gema dan Asep berbincang dan berdiskusi membahas hal tadi. Gema dan Asep memutuskan tetap menceritakan inti permasalahan ke Ucup. Agar Ucup bisa mengambil keputusan dan mempercepat semua urusannya. Gema berkali-kali meminta maaf, dia sangat malu atas perbuatan Rose dan Cindy yang begitu hina. Dua wanita yang melebihi sifat iblis, iblis pun merasa ilfil melihat kelakuan mereka. Namun, Gema menekankan sesuatu bahwa Cindy pasti terpengaruh hasutan Rose. Gema menjelaskan pertemuannya dengan Sang istri. Cindy yang baik dan penurut, langsung berubah setelah mengenal uang haram dari hutang piutang.
"Asep! Berhenti! Berhenti!" teriak Gema yang menarik tubuh Asep yang terus melancarkan serangan ke Galuh yang terpojok. "Aa sudah! Sudah, tangan Aa berdarah! Cukup!" jerit Tania yang langsung memeluk erat Asep dari depan. "Lepas, Gema! Lepas! Orang enggak tahu diri harus dikasih pelajaran! Kalau tahu kurang, jangan lepas tanggung jawab dong!" murka Asep yang terus berontak, Tania tetap membujuk. "Kamu ini. Dibayar berapa? Sampai tahu keberadaan kami?" tanya Ujang yang kesal dan marah. Dia berlari dari atas ke bawah menghampiri keributan itu. "Kang, sudah! Sudah!" mohon Iis yang ikut mendorong tubuh Asep. Iis panik saat melihat kekasihnya langsung berlari ke dermaga itu. Iis menyusul Ujang. "Jawab! Suruhan Rose lagi, kan? Ayo, katanya cinta kok mata duitan?" ejek Ujang yang menarik dan mengangkat Galuh seperti anak kucing. Ujang yang marah terus mengangkat ke ujung belakang dermaga. "Lepas! Suka-suka aku dong. Kamu siapa? I
Perjalanan pulang pun dilalui dengan beristirahat, tetapi sebelum ke motel semua sepakat untuk makan malam di luar. Tempat restoran yang dikelilingi sawah dan kebun teh. Dihiasi lampu malam yang seperti bintang kejora. Satu jam sebelum ke motel, Iis langsung booking dua saung lesehan yang besar. Banyak menu yang dipesan dari Western sampai Nusantara. Gema dan Asep bercerita soal keributan tadi yang membuat dua keluarga itu tercengang dan syok. Asep dan Ujang terus memberi wejangan untuk lebih berhati-hati untuk kedepannya. Bila ada hal yang mencurigakan atau orang misterius terus menganggu, harus cepat-cepat menghubungi mereka. Makan pun dihiasi dengan canda tawa, Tania melihat dan merasakan semua ingin menghiburnya. Asep menerima telepon dari Denny yang sudah berangkat pulang. Semua orang yang tidak tahu kejadian sebelumnya pun, baru menyadari ketidak hadiran Denny dan istrinya. Ujang pun berceritalah sampai menunjukan luka-lukanya. "Ini sudah diluar nalar manusia, Nak."
Ucup menangis tersedu-sedu, Iim, Aan, dan Uun yang tidak tega menenangkannya. Semua orang yang melihat dan mendengar semua kenyataan pahit itu hanya terdiam. Anak-anak yang tadinya tertawa lepas menjadi termenung dengan melihat kejadian tadi. Awal kesenangan dan kebahagiaan sekejap saja langsung menjadi kelabu. Iim mendorong kursi roda Ucup ke depan menuju taman yang ujungnya tebing itu. Aan menyusul Gema dan Uun menyusul Tania. Iim terus menepuk-nepuk bahu Ucup yang masih gemetar hebat. Iim terus menatap langit malam yang sangat indah, ditemani hiruk-pikuk kendaraan yang melintas di bawah. Sorot lampu dari bawah dan restoran itu menghiasi malam yang sendu. "Hah, aku jadi merasa mual. Kenapa Akang malah bercerita sekarang?" tanya Iim yang duduk di samping kursi roda. "Ini kesempatan bagus, Iim. Di sini ada tempat untuk menyejukkan hati. Kalau di rumah, suasananya jadi enggak terkendali." Ucup menyeka air dan menenangkan diri. "Terlalu nekat lebih tepatn
Sesudah mendapatkan keputusan final, mereka pun berbincang-bincang ditemani kopi hangat dan singkong goreng. Mereka pun menunggu Asri dan Denny pulang ke motel. Paman Asep yang satunya lagi sedang mengintip di jendela, dia melihat dua orang yang sedang berjalan menuju lorong itu. Dia pun membuka pintu sambil melambaikan tangan. Denny yang melihat pun langsung menghampiri kamar itu. Dia dan istrinya masuk dan langsung merasa marah melihat Cindy ada di depan. Iim dan Uun langsung memeluk erat kedua orang itu. Suami istri pun menyambut pelukan hangat dari keluarga. Denny terkejut dengan suasana di kamar itu. Dia berbisik menanyakan apa yang terjadi di situ ke Uun dan Iim. "Oh, baguslah. Aku masih belum bisa menerima semuanya. Maaf, Tania," ucap Denny yang membuat Tania mengangguk. "Aku paham, Kang. Maafkan, kami Teh Asri dan Akang." Tania berdiri dan memeluk kakak iparnya yang masih terlihat lesu. "Aku enggak marah ke kamu. Aku marah sama orang yang diam d