Arshaka Syauqi AbyanArdenza Syauqi AbyasDua nama bayi kembar yang berjenis kelamin laki-laki itu berat badannya normal, tidak perlu dimasukkan ke dalam ruangan khusus. Sheyza juga sudah dipindahkan diruangan VVIP, ruangan yang memang Arzan sewa khusus untuk istri dan kedua anaknya."Masya Allah, ganteng banget cucu nenek. Hidung sama matanya cuman mirip kayak Sheyza ya, kalau mukanya mirip banget sama Arzan." Ucap Ummi Zulfa sambil menggendong salah satu bayi kembar. Yang digendong bernama Abyas. Bayi berbedong warna kuning itu sedikit agak rewel, bahkan terus menggerakkan bibirnya. Sedangkan yang satunya lagi Abyan bayi ber-bedong warna hijau itu tampak anteng diatas box bayi. Bahkan sedari tadi memejamkan matanya.Sheyza tersenyum, "Iya ummi, tapi gak adil banget. Shey yang mengandung sama lahirin, tapi mukanya mirip semua kayak mas Arzan." Sheyza melirik ke arah sang suami yang sedari tadi anteng melihat ke arah Arsh, bahkan Arzan tidak berpindah posisi duduk memandang anaknya ya
Nabila bersungut-sungut sambil membawa beberapa kantong belanjaan yang tadi dibelinya di minimarket. Rasanya masih kesal dengan kejadian yang menaimpanya tadi. Kenapa dirinya sedari tadi harus bertemu dengan pria aneh itu coba?"Eh Ning Bila," sapa seseorang, membuat Nabila yang baru saja akan melangkahkan kakinya menoleh ke arah samping.Nabila melihat asisten sang abang yang tak lain adalah Ardi sedang berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar."Loh bang Ardi? Siapa yang sakit?" Tanya Nabila dengan kening yang berlipat.Ardi tersenyum. Kepalanya menggeleng, lalu menunjukkan beberapa berkas yang ada didalam sebuah tas transparan dibawa olehnya. "Mau bawa berkas untuk Gus Arzan.""Oh, kirain bang Ardi atau siapa yang sakit.""Enggak Ning, Gus Arzan minta semua pekerjaannya dibawa kemari saja. Yasudah saya bawa kemari,""Bang Arzan emang gitu." Andai Abangnya yang pergi ke minimarket untuk berbelanja bukan dirinya, mungkin kejadian seperti tadi tidak dialami oleh Nabila. Nabila tidak
"Ekhm,"Dan siapa sangka saat Ardi mengatakan hal itu Arzan mendengarnya. Arzan ada disebalik jendela ruangan itu yang terbuka. Dirinya langsung buru-buru masuk ke dalam ruangan VVIP itu.Nabila dan Ardi spontan mengatupkan bibir mereka. Terlebih Ardi yang sudah menundukkan kepalanya takut pada atasannya itu."Saya gak salah dengar?" Tanya Arzan datar, matanya menatap lekat keduanya.Nabila meringis, merasakan aura disekitarnya menjadi angker. Matanya mengedarkan pandangan ke sana kemari, otaknya terus berpikir keras mencari alasan yang tepat agar abangnya itu tidak marah."Maafkan saya, Gus. Saya telah lancang-""His, Abang apaan sih?! Kenapa marah-marah gak jelas kayak begitu. Padahal kan bang Ardi itu gak salah," sela Nabila cepat. Matanya memberikan kode pada Ardi yang menoleh ke arahnya.Kening Arzan berlipat, matanya memicing ke arah Nabila. "Maksud kamu apa? Abang gak tuli ya! Abang dengar kalau Ardi tadi ngajakin kamu menikah."Arzan menghembuskan nafasnya kasar. "Kamu masih k
"Saya tidak mau! Apa-apaan kamu Ana?! Kamu gila!! Saya yang istri sah suami saya, bukan perempuan haram itu. Jadi anak itu tidak akan pernah mendapatkan sepeserpun uang dari harta kekayaan suami saya!" Oma Ina marah sambil memegangi dadanya yang berdenyut lagi. Ini berawal dari Ana anaknya yang datang, mengatakan semuanya pada Oma Ina tentang dirinya yang bertemu dengan anak dari kyai Rofiq beberapa bulan yang lalu. Ya dia baru mengatakannya karena Ana baru kembali ke Indonesia setelah membawa Noah berobat. Tapi respon Oma Ina sungguh diluar dugaan, yang tadinya Ana kira Oma Ina akan dengan legowo memberikan hak itu, namun Oma malah marah besar. Bahkan Oma malah sakit dan masuk ke rumah sakit. "Ma, dia anak kandung papa. Dia berhak semuanya-" "Jangan bodoh kamu, Ana! Yang anak kandung itu kamu, dia itu cuman anak siri dari pernikahan sebelumnya. Jadi tidak akan ada hak sepeserpun. Sudah! Kenapa kamu membahas tentang ini lagi. Saya tidak mau mendengarkannya." Ujar Oma Ina kesal. A
"Kamu tidur aja biar mas yang jagain si kembar," ucap Arzan pada Sheyza. "Mas masih harus kerjain beberapa berkas lagi," Arzan menunjuk ke arah laptop yang ada dipangkuannya.Sheyza menganggukkan kepalanya. "Kalau mereka nangis nanti mas bangunin aku ya," Sheyza benar-benar mengantuk, matanya terasa sangat berat untuk terbuka.Arzan mengelus lembut kepala istrinya dengan sayang. Menyematkan kecupan dikepala sang istri sebelum membenarkan selimut tebal yang membalut tubuh sang istri."Selamat malam, mimpi indah. Terimakasih telah melahirkan dua bayi lucu untuk kita," ucap ArzanSheyza tersenyum, hatinya merasa benar-benar sangat bahagia saat sekarang ini. Dia merasa tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan tentang hubungannya dengan sang suami. Mereka telah bahagia, apa lagi dengan kehadiran Abyan dan Abyas."Yaudah, tidur yang nyenyak. Mas duduk disofa sana, takutnya ganggu kamu dan mereka tidur." Ucap Arzan.Sheyza mengangguk, lalu mulai memejamkan kedua bola matanya yang terasa membe
"Bagaimana bah, kenapa Arzan belum juga hubungi kita? Ini udah hampir jam 2," ummi Zulfa terus gelisah saat tidak mendapatkan kabar sama sekali dari sang putra. Dia sangat takut terjadi sesuatu pada anak gadisnya.Kyai Rofiq menghela nafasnya panjang. Ingin pergi mencari Nabila, tapi takut terjadi sesuatu pada sang istri mengingat ummi Zulfa memiliki riwayat penyakit jantung. "Ummi tenang dulu ya. Mungkin apa yang dibilang Arzan benar, bisa jadi ban mobil mereka bocor jadi mereka cari bengkel dulu."Ummi Zulfa menggeleng, "Kenapa sampai jam segini? Ini udah gak wajar bah. Kalau pun cari bengkel, mungkin jam sembilan saja sudah sampai dipondok. Tapi ini," tiba-tiba ummi Zulfa memegangi jantungnya yang terasa sesak.Kyai Rofiq langsung panik melihat itu. "Ummi tenang dulu. Jangan terlalu banyak pikiran." Kyai Rofiq menuntun sang istri menuju ke sofa yang ada diruangan itu."Duduk dulu. Biar Abah buatkan minuman untuk ummi,"Ummi Zulfa tidak menanggapinya, karena jantungnya benar-benar t
"Hari ini kamu harus ke kampus, Noah. Oma mau kamu sekarang yang hendle kampus milik kakek kamu," ucap Oma Ina.Noah menghela nafasnya kasar, padahal dirinya malas jika berurusan dengan kampus itu. Dirinya juga punya pekerjaannya sendiri, bukan seorang pengangguran."Jangan menolak, karena cepat atau lambat saat kamu telah menikah nanti kampus itu Oma pindah atas nama kamu. Jadi mulai sekarang belajarlah sampai kamu mendapatkan calon istri." Ucap Oma Ina lagi yang tidak ingin dibantah.Noah mengangguk saja, tanpa berniat mengatakan apapun.Sedangkan Ana yang ada diruangan itu geleng-geleng kepala, tak habis pikir dengan mamanya."Ma, universitas itu haknya kak Rofiq, bukan hak kita ma. Bahkan papa jelas-jelas nulis disurat wasiatnya. Kenapa mama malah mau balik nama atas Noah?" Protes Ana.Oma Ina melotot. "Kamu diam Ana! Tau apa kamu tentang surat wasiat itu?!! Yang kamu baca itu hanya karangan saja, bukan benar-benar yang ditulis oleh papa kamu. Saya tau sendiri bagaimana sifat suam
"Mas, Shey curiga deh, kayaknya ada sesuatu yang disembuyiin sama Bila." Sheyza menata sang suami yang sedang sibuk mengotak-ngatik ponselnya.Namun, Arzan terlalu fokus dan menghiraukan ucapan sang istri."Mas!"Sheyza mengguncang lengan sang suami, membuat Arzan terkesiap. "Eh a-pa sayang?"Sheyza mengerucutkan ujung bibirnya. "Mas kenapa sihh. Sibuk banget sama ponsel, padahal dari tadi Shey lagi ngomong loh, tapi mas cuekin aja." Gerutu Sheyza.Arzan menggaruk bagian kepalanya yang tak gatal. "Maaf sayang, mas tadi ngecek laporan dari Ardi," ucap Arzan. "Kamu tadi ngomong apa? Coba ulang lagi, mas beneran gak denger."Sheyza menghela nafasnya kasar, tidak biasanya suaminya seperti ini. Walaupun mengecek laporan, suaminya akan tetap mendengarkan dan tidak pernah mengabaikannya.Tapi Sheyza tetap maklumi, mungkin ini hal yang sangat penting hingga membuat suaminya seperti ini."Tadi Shey bilang, kalau Bila akhir-akhir ini kayak aneh gitu. Bila kayak nyembunyiin sesuatu mas. Shey gak
"Wahh, cucu Oma ganteng banget. Hish, udah gak sabar ya mau nikah. Oma penasaran banget sama perempuan yang udah bisa naklukin hati cucu Oma ini," kata Oma Ina sambil merapikan dasi Noah.Noah tersenyum malu-malu, bahkan pipinya sudah memerah seperti tomat, "Oma...""Ini kan lamaran dulu, tapi jangan lama-lama ya nikahnya. Oma mau kalian segera menikah."Noah mengangguk, dirinya juga tidak akan lama-lama menikahi Nabila. Dia ingin segera menghalalkan gadis itu."Udah ganteng banget. Sekarang kita keluar. Mama sama papa kamu udah nungguin diluar." Oma Ina menggamit lengan Noah mengajak cucunya keluar dari kamar.Sesuai rencana Noah, malam ini mereka akan datang ke rumah Nabila. Sesuai alamat yang telah diberikan oleh gadis itu. Noah juga sudah tau letak pondok pesantrennya, karena sore tadi Noah menyuruh orang untuk melacak pondok pasantren tersebut.Beberapa hantaran telah disediakan oleh Noah. Itu juga Oma Ina yang menyiapkannya. Oma Ina sangat antusias mendengar cucunya ingin menika
FlashbackBeberapa hari sebelumnya."Mbak,"Sheyza yang sedang menimang Abyan langsung menoleh saat mendengar suara Nabila yang ada di samping kanannya. Dirinya saat ini sedang duduk disebuah kursi samping ndalem pondok pasantren. Abyas, kembaran Abyan itu saat ini sedang bersama dengan ummi Zulfa. Sheyza ingin mencari udara segar dan mengajak Abyan duduk disamping ndalem.Sheyza tersenyum manis. "Iya, Bila. Sini duduk,"Sheyza menepuk kursi di sebelahnya.Nabila tersenyum riang, lalu menghampiri kakak iparnya itu. "Gembul banget pipinya mbak. Hish gemesin banget deh." Ucap Nabila sambil menciumi pipi bayi itu yang anteng sekali.Sheyza terkekeh. "Iya, padahal baru beberapa hari juga kan? Cuman ASI doang, tapi masya Allah... Abyan sama Abyas sehat sekali sampai pada gembul gini.""Iya mbak. Jadi anak yang Sholeh ya sayang," ucap Nabila lagi. Sheyza hanya tertawa melihat tingkah adik iparnya itu yang sedang mengganggu Abyan. Sedangkan Abyan hanya diam saja, Abyan tidak mudah menangis
"Jangan aneh-aneh. Kamu itu selalu saja bercanda," Nabila menghubungi Noah karena tak tahan dengan pesan yang dikirim oleh pria itu.Noah terkekeh ditelpon sana. "Saya gak bercanda sama sekali. Saya ingin menikahi kamu, Nabila. Saya memang tidak bisa mengatakan ini cinta. Tapi saya tertarik dengan kamu. Saya ingin lebih mengenal kamu lagi, tapi pastinya dalam hubungan yang halal. Saya ingin menikahi kamu," kata Noah sungguh-sungguh.Nabila meneguk ludahnya susah payah, dirinya bingung sendiri jadinya."Saya, emm saya gak bisa.""Kenapa? Saya mengajak kamu ke jalan yang benar, bukan mengajak kamu maksiat.""Tapi tapi saya gak bisa. Abang dan Abah saya pasti gak akan beri ijin," kata Nabila sambil menggigit bibirnya dengan kuat. Perasaan bingung itu menyeruak di dalam dirinya. Dia juga tidak tau kenapa bisa merasakan hal seperti ini. Bisa saja kan dia menolak Noah, tapi hatinya malah menginginkan hal lain, seolah berat menolak Noah. Aneh! Nabila merasakan sesuatu yang lain didalam hatin
"Masya Allah, ganteng banget anak ayah." Arzan menciumi pipi Abyan dan Abyas secara bergantian. Keduanya dibaringkan ditepat tidur setelah tadi selesai mandi."Mirip banget sama ayah ya. Gak ada yang mirip sama bunda," Arzan terkekeh. Tak menyangka jika kedua anak kembarnya malah sangat mirip dengan dirinya."Ngomongin aku?" Tiba-tiba Sheyza keluar dari dalam kamar mandi dan langsung menghampiri ketiganya.Arzan menyambutnya dengan senyuman lebar. "Lihat sayang, bunda kalian udah cantik banget. Udah wangi lagi," Kata Arzan sambil menatap teduh ke arah Sheyza.Sheyza tersenyum malu-malu, berjalan menghampiri kedua bayinya lalu mengecup pipi keduanya dengan gemas."Lah, ayah kok gak dicium sih bunda. Masa Abyan sama Abyas doang!" protes Arzan dengan bibir yang mengerucut.Sheyza terkekeh kecil, mencubit dagu sang suami dengan gemas. "Nggak boleh cium didepan anak-anak, ayah.""Kenapa?" Arzan tampak tak terima."Mereka masih kecil. Beri contoh yang baik-baik untuk mereka ya.""Cium juga
"Tolong!!" Sinta berteriak nyaring didalam sebuah ruangam. Dia sangat ketakutan karena ruangan itu sangat gelap, tidak ada cahaya sedikitpun yang menyinari. Sinta juga tidak tau kemana teman-temannya berada, sedari tadi dirinya menjerit juga tidak ada yang meresponnya. Lantai yang dingin menusuk kulit Sinta yang tak mengenakan apapun."Orion!!" Sinta berteriak memanggil nama cowok yang bersama dengannya tadi, namun hanya ada keheningan yang menjawab didalam ruangan itu.Sinta meneguk ludahnya susah payah, berarti dirinya benar-benar sendirian didalam ruangan ini."Papa!! Mama!! Tolong Sinta! Sinta takut disini hiks hiks hiks." Tangis Sinta menggema didalam ruangan. Dirinya tidak tau harus berbuat apa, ingin berlari dan pergi dari tempat terkutuk ini, tapi tangan dan kakinya sama sekali tidak bisa di gerakkan, dia di ikat."Siapapun kalian, jangan jadi pengecut kayak gini! Gue gak akan pernah lepasin siapapun yang udah berani main-main sama gue!!" teriak Sinta kembali.Ceklekk Tidak l
Nabila menatapi Abangnya yang sibuk senyum-senyum sendiri, dirinya memutar otaknya bagaimana caranya agar sang Abang pergi dari ruangan yang ditempati olehnya ini. Karena dirinya tidak mau abangnya sampai melihat dirinya di datangi oleh seorang pria. Dirinya sangat tau seperti apa posesifnya sang Abang.Nabila menggigit bibir bawahnya dengan kuat. "Bang," panggil Nabila.Arzan menoleh. "Kenapa? Butuh sesuatu? Abang bisa ambilkan," ucap Arzan menoleh sebentar lalu pandangannya kembali lagi pada ponselnya yang masih hidup. Dirinya sibuk berbalas pesan dengan Sheyza.Nabila menggeleng. "Emm, Abang gak mau pulang aja?" Nabila bertanya dengan nada suara pelan hampir seperti berbisik."Apa? Apa? Abang gak denger yang kamu bilang. Coba suara kamu sedikit besar. Kamu udah kayak orang mau ngajak gosip aja ngomongnya pelan-pelan gitu," Nabila menghembuskan nafasnya kasar.Memberanikan diri. "Emm, Abang gak kangen sama si kembar? Udah beberapa jam Abang pergi, ummi sama Abah juga ada disini. Ab
"Astaghfirullah, siapa yang sudah tega melakukan hal ini sama Bila. Ya Allah," Ummi Zulfa memekik saat melihat kondisi Nabila yang tidak baik-baik saja. Apa lagi tadi dokter mengatakan jika ada beberapa luka memar yang ada disekitar tubuh putrinya. Mereka semua tak tau apa yang telah di alami oleh Nabila sampai seperti ini. Nabila sama sekali tidak bercerita apapun."Ummi tenang dulu," Arzan menangkap tubuh ummi Zulfa yang hampir limbung. "Sakit jantung ummi bisa kambuh kalau ummi gak tenang," timpal Arzan lagi.Ummi Zulfa menggeleng dengan air mata yang terus berlinang, sungguh melihat kondisi anak perempuannya tidak baik-baik saja seperti saat ini membuat hatinya hancur."Ummi tenang dulu. Dokter tadi udah periksa Bila, katanya Bila baik-baik aja. Sebentar lagi juga siuman," kata Arzan berusaha menenangkan sang ummi."Siapa yang sudah melakukan hal ini sama adik kamu, bang. Dari kapan adik kamu mengalami hal menyedihkan seperti ini? Dan kenapa Bila diam aja? Kenapa Bila gak pernah
Entah bagaimana perasaan Nabila sekarang, tapi yang jelas baru pertama kali ini dirinya merasakan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul didalam dirinya."Ya Allah aku kenapa," monolog Nabila. Sejak meninggalkan ruangan pria itu tadi, Nabila tak berhenti tersenyum. Bahkan saat dosen menyampaikan materi kuliah, Nabila sama sekali tak mendengarnya.Brakk Tengah asik melamun, Nabila terlonjak kaget saat meja yang ditempati olehnya tiba-tiba digebrak oleh seseorang.Nabila mendongak, ternyata pelakunya adalah Sinta yang sudah berdiri didepannya sambil bersidekap dada bersama dengan antek-anteknya.Nabila meneguk ludahnya susah payah, apa lagi melihat wajah mereka yang sangat menyeramkan. Rasanya Nabila ingin kabur aja saat ini juga. Harusnya tadi Nabila pulang saja saat dosen selesai memberikan mata kuliah tadi, tapi karena terlalu larut akan perasaan anehnya, Nabila sampai lupa pada Sinta dan antek-anteknya yang bisa menggangunya kapan saja."Wuuu apa tuh," salah satu teman Sinta menunjuk
Ting[Masuk Nabila, saya tau kamu sudah ada didepan. Kamu mau saya bukain pintu dan menarik kamu? Dengan senang hati akan saya lakukan.]Nabila berkedip pelan membaca pesan yang baru saja masuk diponselnya itu. Baru saja dirinya membuka ponsel dan mendapati pesan dari pria aneh itu. Nabila menarik nafasnya untuk sesaat lalu membuangnya kasar. Tangannya terangkat mengetuk pintu berwarna cokelat di depannya ini.Tok tok tok"Masuk!"Suara itu langsung terdengar membuat Nabila mendengus dan langsung menarik hendle pintu dan masuk ke dalam ruangan itu."Jauh banget kayaknya ruangan saya ya. Ini sudah hampir tiga puluh menit kamu baru sampai. Padahal saya, hanya membutuhkan waktu satu menit saja untuk sampai disini." Sinis Noah matanya menyorot tajam ke arah Nabila."Saya berjalan,""Saya juga jalan, apa kamu pikir saya terbang sampai ke ruangan saya?"Nabila melengos, menggeram kesal. Berdebat dengan pria didepannya ini tidak akan ada ujungnya, yang ada dirinya akan capek sendiri."Waktu