23Sementara itu di tempat yang hendak dituju Imran, Dahayu berbaring miring ke kiri di kasur. Dia meremas-remas perut yang sakit akibat tamu bulanan yang muncul beberapa hari lebih awal. Dahayu mengingatkan dirinya untuk memeriksakan kesehatan ke dokter esok pagi. Sebab dia penasaran dengan rasa sakit yang kian hebat bila tamu bulanannya berkunjung. Puluhan menit berikutnya, Dahayu tersentak ketika bel pintu unit berbunyi. Dia bangkit duduk sambil bertanya-tanya dalam hati tentang siapa tamu yang bisa langsung naik. Padahal biasanya para pengunjung diminta menunggu di lobi dan akan diperbolehkan menaiki lift setelah diizinkan penghuni. Dahayu berdiri. Dia menyambar jilbab instan dari meja rias dan mengenakannya dengan cepat. Dahayu jalan keluar sembari mengusap wajahnya dengan kedua tangan untuk menghilangkan minyak alami.Dahayu terkejut seusai membuka pintu. Dia tidak menduga jika Imran akan muncul sambil membawa kantung belanja. Dahayu mempersilakan tamunya masuk, lalu dia men
24"Aku nggak ngelarang kamu buat ketemu Nadia, tapi harusnya kamu ngomong dulu ke aku. Sesuai perjanjian kita!" tegas Imran untuk kesekian kalinya. Dia lelah terus berdebat dengan perempuan bergaun biru yang memandanginya dengan tajam. "Aku mamanya!" desis Dian. "Ya, itu nggak bisa dipungkiri lagi. Tapi, kalau ngerasa sebagai Mama, kemarin-kemarin, kamu ke mana aja?" "Aku sibuk." Imran berdecih. "Saking sibuknya, jangankan datang, nelepon seminggu sekali pun nggak. Apa kamu nggak punya pulsa?" "Aku memang salah, dan sekarang aku baru sadar jika aku membutuhkan Nadia." "Baguslah kalau begitu." "Makanya, Mas harus ngizinin aku ketemu dia." Imran melirik kaca depan rumah ibunya di mana gadis kecil berbando merah tengah mengintip. "Aku tanyakan lagi ke Nadia. Tadi dia nolak ketemu kamu." Dian menghela napas berat dan mengembuskannya sekali waktu. Dia kesal karena Imran tidak langsung mengabulkan permintaannya yang jauh-jauh datang demi menemui putri mereka. Perempuan berjilbab
25Pada pemakaman umum salah satu area Surabaya, seorang pria berkemeja koko putih tengah menatap nisan di hadapannya. Lelaki berkumis tipis bermonolog dalam hati untuk menceritakan ketiga anaknya pada Erni.Kendatipun hanya bisa memandangi nisannya, Arya sudah cukup tenang karena seolah-olah tengah berhadapan dengan almarhumah. Sekali-sekali Arya membersihkan dedaunan yang luruh dari pohon besar di sekitar makam. Kala kaki sudah tidak sanggup menahan beban tubuh, Arya memutuskan untuk menyudahi percakapan satu arah. Dia mengusap nisan beberapa kali sambil mengucapkan kata-kata perpisahan buat sang istri. Arya berdiri dan memutar pergelangan kaki untuk mengusir semut-semut tak kasatmata yang tengah berkerumun di sana. Selanjutnya, dia mengayunkan tungkai menjauhi area hingga tiba di dekat gerbang utama. Arya berbincang dengan pengurus makam. Dia menyelipkan amplop kecil sebagai tips buat lelaki tua yang terlihat semringah mendapatkan rezeki. Kemudian Arya meneruskan langkah menuju
26Arya mengikuti langkah Dahayu memasuki ruangan bernuansa putih dan abu-abu. Dia duduk di sofa panjang sambil menggulung lengan baju dengan gerakan lambat. Arya sengaja melakukan itu untuk mengulur waktu. Sebab dia yakin kedatangan Dahayu mengindikasikan bila dirinya dalam masalah. "Mas kenapa membohongiku?" tanya Dahayu tanpa mengucapkan basa-basi. "Maksudnya?" Arya balas bertanya. "Jangan berkelit! Aku sudah tahu kalau lomba besok tetap dilaksanakan." Arya mendengkus pelan. Dia memandangi perempuan tersebut sambil menahan deg-degan dalam hati. "Maaf, Yu. Aku cuma nggak mau ngerepotin kamu. Apalagi ... kita memang nggak bisa seakrab dulu," jelasnya. "Kenapa?" "Aku nggak enak hati sama Imran. Kamu sudah memutuskan untuk serius sama dia. Jangan sampai kedekatan kita membuatnya cemburu." Dahayu tertegun. Dia yang sebelumnya hendak menjelaskan hal serupa, akhirnya memutuskan untuk tetap diam. "Aku paham tentang itu, tapi, masalahnya aku sudah janji sama anak-anak." "Mereka nge
27"Ada apa, Mas?" tanya Dahayu sebelum menyuapkan makanan ke mulutnya. "Ehm, nggak ada apa-apa," kilah Arya. Dia memandangi perempuan berjilbab hitam yang tengah sibuk mengunyah. "Kamu mau diantarkan jam berapa ke hotel?" tanyanya. "Aku bisa berangkat sendiri, nggak perlu diantar." "Enggak baik perempuan jalan sendirian di malam hari." "Westy nyusul ke sini bareng yang lain. Mereka bentar lagi berangkat dari toko." "Berarti aku harus nyiapin suguhan." Dahayu menggeleng. "Mereka nggak turun." Arya kembali mengamati sahabatnya. "Ehm, besok, jadi ikut lomba?" "Ya, dong. Aku sudah latihan lari dari dua minggu lalu." "Kalau begitu, aku batalkan janji dengan Tami." "Dia tetap datang juga boleh. Biar ada suporter. Tami, kan, heboh." Arya mengulum senyuman. "Berarti Gunawan juga harus ikut. Biar ada yang gantiin pengasuh bayi." "Westy dan yang lainnya juga mau ikut. Banyak yang bisa jagain bayi." Enam puluh menit berikutnya, Dahayu terpaksa mengangkut Alfian bersamanya. Sebab sa
28"Yu, pipimu masih merah aja," ledek Westy sambil mengamati sahabatnya yang tengah duduk di sofa kamar hotel. "Apaan, sih?" keluh Dahayu. "Beneran itu. Masih merona merah jambu klutuk yang matang di pohon." "Kumat!" "Mas Arya kayaknya beneran sayang ke kamu." "Ngawur!"Westy berbalik. "Serius, Yu. Aku, Ninda, Ririn, Wahyuni dan Intan, sepakat tentang itu. Apalagi kata Intan, kamu dan Mas Arya sudah sangat kompak dalam merawat anak-anaknya." Dahayu mendengkus pelan. "Kami sudah terbiasa bekerjasama dari si kembar baru lahir. Erni, kan, sempat drop sehabis lahiran mereka. Kebetulan aku waktu itu memang tengah stay di sini, jadinya bisa lengket banget dengan anak-anak." Westy berdiri dari bangku di depan meja rias. Dia menyambangi perempuan berambut panjang yang sedang menonton televisi. "Aku beneran lebih suka lihat kamu bersama Mas Arya," tutur Westy, sesaat setelah duduk di samping kiri sahabatnya. "Bahkan, Gunawan dan Tami juga sepakat denganku," lanjutnya yang menyebabkan
29Arya duduk menyandar ke kursi putar sembari memelototi layar pin. Dia membaca percakapan rekan-rekannya yang tergabung dalam proyek Australia dan New Zealand. Sudut bibir Arya melengkungkan senyuman selama beberapa saat, sebelum berkedut dan terbuka. Arya tergelak akibat isi pesan yang berubah menjadi ajang saling lefek rekan-rekannya. ****Grup Proyek Kelima Australia dan New Zealand*Yanuar : Ladies and Bro, kapan bisa ketemuan? Olavius Aristide : Di mana, Yan? Yanuar : Di mana pun boleh. Alvaro : Aku bosan rapat di Jakarta. Farzan Bramanty : Ka Bandung atuh, @Alvaro. Wirya : Setuju!Harry Abhimana : Agree!Zulfi : Abdi mah, milu wae arek di mana oge. Keven Kahraman : Beuh! Aku jadi pengen mudik. Syuja : Sini, @Pak Keven. Nanti kuteaktir bakso Panghegar. Bryan Chavas : @Syuja, kamu jangan bikin aku ngeces. Nanti anakku juga gitu. Valdi : Anak yang mana, nih, @Pak Bryan? Hansel Arvasathya : Mas Bryan mimpi. Istri aja nggak punya. Mau punya anak dari mana coba? Bryan :
30Imran memandangi perempuan berambut sebahu yang tengah memasukkan tas ke bagasi kabin. Kala perempuan tersebut selesai dengan kegiatannya, Imran spontan berdiri untuk memberikan jalan buat perempuan berblazer ungu yang hendak duduk di kursi dekat kaca. Setelah kembali duduk, Imran memasang sabuk pengaman. Dia menoleh ke kanan ketika dipanggil perempuan tadi yang ternyata masih mengenalinya. "Mas, ketemu lagi kita," sapa perempuan bermata cukup besar seraya tersenyum. "Ya, mau ke Canberra, juga, ya?" tanya Imran. "Ya." Perempuan tersebut mengulurkan tangan kanan. "Kita sudah dua kali ketemu, tapi belum kenalan. Saya, Maudy Yasinta," paparnya. "Halo, saya, Imran. Senang berkenalan denganmu." Imran menyalami perempuan berparas manis yang sedikit mirip dengan temannya di kantor. "Kamu kerja di Australia?" tanyanya sembari menarik tangan. "Enggak. Hanya kontrol proyek." "Kerja di mana?" "Dewawarman Grup." "Ehm, punya keluarga Atalaric, betul?" "Ya. Mas kenal dengan Mas Aric?"
63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m
62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung
61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan
60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya
59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn
58 Ruang pertemuan besar di hotel milik Hatim Grup, Sabtu siang itu terlihat ramai. Perhelatan akbar pernikahan Arya dan Dahayu berlangsung meriah. Pasangan pengantin terlihat semringah. Mereka menyambut ucapan selamat dari semua tamu, dengan sangat ramah.Arya yang memang murah senyum, nyaris tidak berhenti mengukir senyumannya. Demikian pula dengan Dahayu yang tampil sangat cantik dan anggun. Gaun pengantin sage bertabur permata asli buatannya, menjadikan Dahayu benar-benar memesona. Ditambah dengan riasan wajah hasil penata rias ternama, menjadikan tampilan wajahnya terlihat makin menawan. Arya yang mengenakan setelan jas sage yang serupa dengan gaun Dahayu, terlihat berulang kali menatap pengantinnya dengan sorot mata memuja. Hal itu ternyata tertangkap jelas oleh rekan-rekan Arya yang berada di tempat VIP sisi kiri pelaminan. Mereka memvideokan tingkah sang pengantin pria, kemudian mengirimkannya ke grup PC dan PG utama. Tepat pukul 2, semua lampu utama diredupkan. Beberapa
57Sepanjang acara siraman, Dahayu nyaris tidak berhenti menangis. Dia teringat tingkahnya di masa lalu yang menyebabkan kedua orang tuanya kecewa. Begitu pula saat Bayu dan Nana menyiraminya dengan pelan, Dahayu memegangi pinggang sang kakak sambil sesenggukan. Bayu turut memeluk adiknya tanpa peduli jika bajunya akan basah. Pria bertubuh montok terbayang masa kecil hingga remaja dirinya dan Dahayu, yang nyaris selalu bersama. Mereka baru mulai memiliki kehidupan masing-masing, setelah Bayu kuliah. Putra sulung Bagja mengurai dekapan, kemudian dia merunduk untuk mengecup dahi adiknya yang masih terisak-isak. "Semoga pernikahan ini menjadi yang terakhir buatmu, Yu," tutur Bayu sambil mengusap jilbab putih adiknya yang basah. "Ya, Mas. Aamin," jawab Dahayu. "Jangan terlalu keras kepala. Sekali-sekali mengalah dan nurut sama suami. Walaupun Arya itu penyabar, tapi kalau kamu ngeyel terus, lama-lama dia bosan buat ngalah." "Inggih." "Kamu akan jadi Ibu dari 3 anak. Kurangi jam ke
56Sore itu, Arya dan keluarganya mengunjungi makam Erni. Aminah, Ningtyas dan yang lainnya, turut bergabung untuk membacakan doa buat almarhumah Erni. Arya bermonolog dalam hati, untuk meminta izin pada Erni, karena sebentar lagi dia akan menikahi Dahayu. Pria berkaus krem memejamkan mata sambil membayangkan sosok Erni, yang masih memiliki tempat spesial di hatinya. Puluhan menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di dua mobil MPV. Ajudan Arya yang bernama Amir, mengemudikan mobil bosnya sembari menghafalkan jalan. Sementara di mobil Nazriel, pria tersebut tengah melatih ajudannya, Syamil, agar bisa lebih lancar menyetir. Sementara Aminah, Ningtyas dan Farid, suami Ningtyas, berbincang di kursi tengah. Dua perempuan di belakang yang merupakan perawat dan ajudan Aminah, memerhatikan sekeliling sambil mengobrol. Tika dan Resna, bisa langsung akrab sejak pertama kali bertemu di kediaman Aminah di Kediri. Setibanya di tempat tujuan, Gunawan dan Tami menyambut kelompok tersebu
55Malam itu, Arya, Alfian dan Intan telah berada di gerbong eksekutif kereta menuju Surabaya. Selain mereka, delapan perwakilan dari PC dan lima bos PG juga turut serta. Belasan pengusaha muda itu akan melakukan tugas mengecek proyek masing-masing dan juga proyek bersama, selama beberapa hari ke depan. Arya duduk berdampingan dengan Yoga. Mereka bergantian memangku Alfian, yang akhirnya terlelap dalam gendongan sang papa.Pria berjaket hijau berdiri dan memindahkan putranya ke bangku belakang, yang posisinya telah diubah oleh Intan. Arya meletakkan Alfian dengan hati-hati, kemudian Intan menyelimuti anak asuhnya. Tiba-tiba para lelaki di barisan depan tergelak dan menimbulkan tanda tanya orang-orang di belakang. "Apaan, Dit?" tanya Yoga pada asistennya yang berada di kursi terdepan bersama Listu, ajudan Ivan."Bos Sipitih kena skak sama Mas Yon," jawab Aditya sambil menoleh ke belakang. "Di grup mana?" "Pengawas luar negeri." "Yang Eropa?" "Yups." "Bentar, ku-cek dulu." Yog