Dona sampai di rumah sakit. Ditemuinya sahabat-sahabat Rakha. Ade, Desta dan Beny. โBagaimana kondisi Rakha?โ tanya Dona.
โMasih di ICU, Kak.โ
โKenapa Rakha bisa kecelakaan seperti ini?โ
โDia mabuk, Kak.โ
Dona menghela napas. Dia kehabisan kata, mewakili kesedihannya mendengar kondisi Rakha. Pria yang dikenalnya, hampir tak pernah bahagia.
โKeluarga Rakha belum dikabari?โ
โBelum, Kak,โ sahut Desta. โKenapa?โ tanya Dona. Ke tiga pria itu tampak saling berpandangan. Dona pun paham dengan respons itu.
โKenapa semua tampak panik?โ tanya Dona, mendapati beberapa perawat keluar masuk ruangan Rakha dirawat.
โRakha butuh donor Kak. Stok darah yang sesuai kebutuhan Rakha, belum ditemukan Kak.โ
โGolongan darah Rakha?โ
โA-, Kak.โ
Dona terdiam. Dia tampak berpikir. โSyifa, golongan darahnya sama,โ sebutnya. โSyifa? Siapa Kak?โ
โPutriku.โ
โApakah memungkinkan bisa jadi pendonor untuk
Aditya kembali ke rumah sakit. Suasana penuh haru masih saja belum beranjak. โMbak Indah?โ Aditya terkejut, mendapati Indah sendiri di ruang tunggu. Indah tersenyum. โSendiri?โ โIya, Pak. Dona izin balik, mengantarkan putrinya ke sekolah. Agak siang baru kembali ke sini.โ Aditya terpaku. Wajahnya kembali diliputi keharuan. Bagaimana bisa, wanita yang paling disakiti olehnya, justru yang masih setia menemaninya? โBiar saya saja yang menjaga Rakha. Mbak Indah balik dulu, istirahat.โ โGak apa-apa Pak. Saya juga masih cuti, jadi gak ada kegiatan.โ Bagaimana dia bisa sesantai ini? โAda perkembangan tentang kondisi Rakha?โ โLagi menunggu pak Rakha dipindahkan ke ruang perawatan, Pak.โ โSiapa yang ngurus administrasinya?โ โSudah saya urus, Pak,โ jawab Indah, bersama senyumannya. Aditya kembali menghela napas. Dia justru merasa sangat tertekan dengan kehadiran Indah. Ent
โKak Rizal sebelumnya sudah pernah dekat dengan seseorang?โ Rizal kaget mendengar pertanyaan Indah. Pertanyaan yang tidak disangkanya, akan terucap dari Indah, di awal pertemuan mereka. Rizal tampak malu. โEhm, kalau untuk serius, belum pernah.โ Giliran Indah yang terkesiap. โMaksudnya, Kak?โ โKalau untuk sekadar dekat, jalan bareng, sudah sering sih. Tetapi kalau untuk serius, baru kali ini.โ Indah terdiam. Dia berusaha menjaga respons wajahnya. โTetapi, kali ini, saya betul-betul serius ingin menuju pernikahan. Bukan main-main lagi,โ sambung Rizal. Bayangan yang sejak lama dihapusnya dari ingatan, seketika kembali mengucap selamat datang. โIndah?โ Rizal mencoba menyadarkan Indah dari lamunannya. โIndah, kamu baik-baik saja?โ โIya, Kak,โ sahut Indah, akhirnya terjaga. โAku senang sekali bisa bertemu kamu lagi,โ sambung Rizal. Indah kembali terpaku. โKamu apa
Setelah percakapan yang cukup serius, Rizal meninggalkan Liebe Box. Tampak Dona mendekat, menemui Indah. โSiapa pria itu? Apakah aku pernah bertemu dengan dia?โ Dona mulai penasaran dengan sosok yang ditemui Indah beberapa saat sebelumnya. Indah masih terpaku. โIndah?โ Dona mencoba membangunkan Indah dari lamunan. โIya, Don.โ โKamu kenapa? Siapa dia?โ desak Dona. Indah menghela napas panjang. Begitu berat baginya, kembali mundur bersama duka yang sudah sempat dia lewati. โKak Rizal.โ Dona membelalak. โPria yang berengsek itu?!โ Indah tiba-tiba tersenyum, aneh. Semakin membuat Dona bingung. โLho kamu kenapa malah ketawa? Ada yang lucu?โ tanya Dona. โAku baru kali ini, mendengar kamu mengucapkan kata itu, Don. Biasanya kan, aku yang lebih emosional. Lho kenapa kamu malah yang lebih emosional sekarang?โ โIndah, aku serius! Aku benar-benar akan sangat marah, jika kamu melakukan ini!โ
Suasana berlanjut hening setelah kepergian Tyas. Asti masih menunggu penjelasan Aditya, atas apa yang baru saja terjadi. โKamu yakin, akan memenuhi undangan mbak Tyas?โ Aditya bangkit dari kebisuannya. โSebenarnya saya masih bingung, Mas. Sedari tadi semuanya berjalan seperti adegan yang sangat asing di benak saya. Mas Aditya juga belum pernah bercerita sedikit pun tentang mbak Tyas dan orangtua Mas Aditya. Mas kenalkan saya sebagai calon istri, sedangkan saya sama sekali tidak mengenal keluarga Mas Aditya. โKemudian, saya baru tahu juga, Mas Aditya tidak tinggal bersama orangtua. Terlalu banyak cerita yang sangat asing untuk saya, Mas. Apakah Mas Aditya berkenan memberikan saya kebenarannya?โ pinta Asti. โAku mohon maaf. Aku baru sadar, aku bersikap sangat egosi selama ini. Kamu selalu terbuka tentang keluarga kamu, sedangkan aku sebaliknya,โ ujar Aditya. โOke berarti waktunya sudah tiba. Apakah saya bisa mendengarkan semua ceritanya?โ sambung Asti.
Suasana sejenak hening. Indah seperti kehabisan kalimat atas ucapan Intan. Ingin rasanya jujur, menolak. Namun lagi, Indah tetap bersama penghormatannya. โDua tahun terasa begitu panjang ya, Dik. Kamu tidak berubah,โ sambung Intan. โBagaimana kabar ibu, Mbak?โ sahut Indah. Argh, kenapa aku malah bertanya tentang ibunya? sesalnya. โAlhamdulillah beliau cukup sehat. Walaupun setahun ini, beliau sering bolak-balik rumah sakit,โ ucap Intan. โSakit apa, Mbak?โ โBeliau menjalani cuci darah, Dik.โ โAstagfirullah. Saya turut berduka Mbak. Semoga penyembuhan ibu dimudahkan.โ โAmin.โ Kembali, hening. Indah memesan kembali segelas americano. Obrolan yang panjang, membuatnya membutuhkan lebih dari segelas kopi siang ini. โKamu peminum kopi, ya?โ โIya Mbak.โ โSejak kapan?โ โSejak sibuk di perusahaan, saya jadi kecanduan kopi. Kalau gak minum kopi, saya sulit fokus.โ โ
Saat yang dinanti tiba. Makan malam Asti bersama orangtua Aditya, akhirnya terwujud. Pertemuan yang tak sepenuhnya berjalan mulus. Hubungan Aditya dan orangtuanya yang belum membaik, juga turut memengaruhi suasana makan malam yang berlalu tanpa banyak obrolan berarti. Suasana berkendara terasa dingin. Asti diam. Sorot matanya tidak menggambarkan sedikit pun bahagia, meninggalkan kediaman orangtua Aditya. โKamu gak apa-apa?โ Aditya memecah keheningan. โAku baik, Mas.โ โAku mohon maaf, atas sikap dingin orangtuaku. Kondisi hubungan kami sudah seperti itu sejak dahulu. Apa saja yang menjadi pilihanku, selalu direspons seperti itu oleh mereka.โ Aditya mencoba meluruskan suasana makan malam tadi yang jauh dari harapannya. Asti menghela napas. โAku merasa, akan lebih baik, jika Mas Aditya mencoba memahami keinginan orangtua, Mas.โ โMaksud kamu?โ โMereka jelas menginginkan Mas bersama orang lain. Bagaimana bisa aku tidak merasa se
Pagi tiba, Rakha tampak lebih bugar. Dokter sudah mengizinkannya meninggalkan rumah sakit. โAlexa, Aditya?โ Rakha tersentak dengan kehadiran ke dua sahabatnya itu. Entah mengapa perasaan Rakha seketika sendu, saat matanya melihat kehadiran Alexa. Teringat semua sikap kasarnya selama ini pada wanita itu. Wanita yang selalu setia ada untuknya, selalu hadir di segala kondisinya. โKamu udah baikan?โ tanya Alexa. Rakha terjaga. โIya, udah lebih baik.โ Aditya menarik kursi dan memberikan pada Alexa. โKalian janjian ke sini?โ sambung Rakha. โIya,โ jawab Aditya, singkat. Rakha terpaku pada sebuah kertas tebal yang ada di tangan Alexa. โKok, kalian malah diam? Ada apa?โ tanya Rakha, mendapati ke dua orang di hadapannya justru mencipta hening. Alexa tertunduk. Menunggu beberapa detik, tampak bulir-bulir air menetes pelan di pipinya. โKamu baik-baik saja, Lexa?โ tanya Rakha, pelan. โAku mau mengantarkan ini, Kha. Aku berhara
Rapat Direksi terlihat lebih serius. Sebuah berita di koran hari ini, kembali menarik perhatian seluruh pimpinan Departemen di Big Land. Namun, ekspresi Indah tampak kebingungan. Dia merasa asing dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas oleh Direksi. โAngkasa Group?โ ucapnya, tampak berpikir. โSalah satu ahli waris dari korban kebakaran tiga puluh tahun, menggugat Big Land,โ ujar salah satu aggota Direksi. โSaat itu Big Land tergabung dalam konsersium bersama Angkasa Group. Salah satu mega proyek yang dikerjakan bersama adalah pembangunan Dream Mega Mall,โ sambung anggota lainnya. Kebakaran? pikir Indah. Salah satu anggota Direksi menatap sikap Indah yang tidak seperti biasa. โIbu Indah belum mendengar masalah ini sebelumnya?โ tanya salah satu anggota Direksi. โIya, Pak. Saya merasa asing dengan pembahasan ini,โ jelas Indah. โDi tahun 1991, sebuah musibah besar melanda perkampungan bawah. Big Land serta Angkasa Group di
Tatapan enam orang itu terbuka lebar. Pria-pria itu menelan ludah, serentak. Kalimat Indah seperti menghentikan detak jam dinding Liebe Box. Terasa tidak ada kehidupan. Semuanya berubah kaku. Pria-pria itu lanjut menatap serius Rakha. Mereka tampak menunggu jawaban pria itu. Dona terus tersenyum. Dia pun tidak menyangka, Indah akan menjadi wanita penuh percaya diri hari ini. Belum lagi, Indah dan Rakha punya masa lalu yang tidak baik. โTidak usah dijawab sekarang!โ jelas Indah. โAduh!โ Sikap rekan-rekannya serentak kecewa. Mereka ingin mendengarkan langsung jawaban Rakha, namun kalimat Indah membuyarkan harapan mereka. Giliran Yusuf yang menatap serius Dona. Dona yang mendapati tatapan yang begitu dalam, mulai berpikir maksud tatapan itu. Dona akhirnya mengerti. Dia tersenyum lagi. โAda yang cemburu, ya?โ ucapnya, sambil tersenyum. Yusuf tidak merespons. Dia masih menatap Dona, menunggu jawaban atas tata
Pukul delapan malam, Aditya ditemani Asti sudah terlihat di apartemen Indah. Berselang tak begitu lama, Rakha pun tampak sudah hadir. โTerima kasih atas kehadirannya semua, malam ini. Perlu aku perjelas, ini dokumen-dokumen yang harus diselesaikan dalam dua hari ini,โ ungkap Indah menunjuk tumpukan proposal proyek yang sedari pagi membebani pikirannya. Rakha menoleh ke Aditya. โApakah kamu siap, Bung?โ tanyanya. โPasti!โ sahut Aditya, penuh semangat. โTunggu, tunggu,โ sela Asti. โBapak-bapak perlu tahu dulu, informasi apa yang kami butuhkan. Agar hasilnya bisa dipahami lebih mudah dan keputusan yang diambil bisa adil untuk semua.โ โSerius banget sih, Sayang,โ goda Aditya, menarik Asti dalam pelukannya. Rakha dan Indah yang mendapati sikap Aditya, hanya bisa tersenyum, geli. โEhm, gak kenal tempat ya,โ singgung Rakha. โHanya depan kalian berdua. Makanya, segera punya pasangan,โ ujar Aditya. Lagi, menggoda Rakha dan Indah.
Asti berdiri terpaku, setelah mendapati sosok di depan pintu. Aditya menyusul istrinya. โMama,โ ujar Aditya, terkejut. Asti tak kalah kaget. Bertemu dengan ibu suaminya selalu menghadirkan ketegangan, yang membuat lidahnya kaku. Tidak tahu menempatkan diri. Aditya yang paham, langsung menggandeng tangan istrinya. โMasuk, Ma,โ pinta Aditya, bersikap santun. Dewi melangkah masuk ke dalam apartemen anaknya. Sorot matanya tak seperti biasa. Dia terlihat lelah, wajahnya tidak sesempurna biasanya. Hening. Asti menuju dapur menyiapkan minuman. โMama, apa kabar?โ Aditya memecah sunyi. โMama, baik. Sehat. Kamu dan Asti apa kabar?โ sambung Dewi. โBaik, Ma,โ jawab Aditya. Tak berselang lama, Asti sudah kembali dengan secangkir teh hangat. Dihidangkannya dan duduk di samping suaminya. โMama ke siniโฆ.โ Dewi menghentikan kalimatnya. Terdengar berat setiap kata yang diucapkannya. โSering-seringlah main ke rum
Indah berdiri membatu. Wajahnya tak sanggup memandang pria yang terlihat begitu lemah di hadapannya. โMasuk, Indah,โ pinta Dimas. Dimas lantas duduk di sofa, diikuti Indah dan Adrian. โAdrian sudah cerita beberapa hari yang lalu, bahwa kamu datang mencari saya. Tapi, seperti yang Adrian sudah sampaikan, saya lagi berduka. Hidup saya kehilangan gairah sejak ibu pergi untuk selama-lamanya,โ lanjut Dimas, matanya berkaca-kaca. Ingatan tentang sang istri kembali membawa keharuan yang tak berjeda. Kasih sayangnya yang utuh, tampak dari roman wajah dan matanya yang tak kunjung melahirkan cahaya, seperti yang biasa bersamanya. Indah tak lagi bisa menahan diri. Air matanya kembali mengalir, pelan. Napasnya sesak. Serasa seluruh ruang dalam dadanya tertutup tanpa cela. โP-pak, saya turut berduka citaโฆ.โ Perasaan Indah berkecamuk duka. Dia tidak mampu mengangkat wajahnya. Dia terus menunduk, tak berani menatap Dimas. โIya. Inilah keh
Tyas masih terpaku di hadapan Asti dan Aditya. Pembicaraan tentang restu orangtuanya pada pernikahan Aditya dan Asti, belum juga menemui titik terang. โAku akan menuruti permintaan mama, Mbak. Beliau mengusirku dari rumah. Dan meminta aku tidak lagi menampakkan wajah di hadapannya. Aku patuh pada itu, Mbak!โ jelas Aditya. โTapi, papa kurang sehat, Dit. Dia ingin ketemu kamu dan istri kamu. Cobalah rendahkan gengsimu sedikit. Mbak mohon,โ pinta Tyas. Aditya tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya, mengelus-ngelus kakinya yang perbannya telah dilepas. Menurut dokter hanya butuh beberapa treatment lagi, Aditya sudah bisa keluar dari rumah sakit. โApakah mama pernah mengatakan, dia menyesal atas sikap dan ucapannya tentang Asti?โ sambung Aditya, mencari kepastian. Tyas terpaku. Dia tidak bisa memberikan kejelasan, karena semua hanya sekedar dugaannya saat ini. โTuh kan. Mbak pun tidak bisa memastikan penerimaan mama. Aku t
Hendra duduk bersama Rizal di ruangannya. Terlihat sangat serius. โApakah semua akan baik-baik saja?โ tanyanya. โAku akan mengupayakan, Indah tidak mendengar semua percakapan kita tadi, Pak,โ sahut Rizal. โJangan sampai COO beralih darimu. Jika Indah tak jadi bergabung dan dia kembali ke Big Land, semua selesai. Kamu pun kehilangan posisimu!โ jelas Hendra. Pria itu berlalu dan meninggalkan Rizal di ruangannya. โHuff. Kenapa dia harus mendengar semuanya!โ sesalnya pada dirinya sendiri. Rizal tampak berpikir. โApakah mbak Intan, bisa kembali jadi penolongku sekarang?โ gumamnya. --- Liebe Box Dona kembali menatap Indah dari jauh. Kembali, Indah duduk termenung sendiri di pojok ruangan Liebe Box. Menikmati suasana lebih sunyi Liebe Box di sore yang tak biasa. Dona mengambil secangkir kopi hitam dari Romi. Membawanya ke meja Indah. โApakah kamu keberatan jika aku bergabung?โ tanya Dona, menunggu jawaban. โDud
Rumah Sakit Pagi-pagi sekali, Indah sudah melangkah memasuki lobby rumah sakit. โIndah?โ terdengar suara memanggil dari jarak yang tidak begitu jauh. Indah menoleh ke sumber suara. โRakha,โ ujarnya, tersenyum menyambut langkah pria itu mendekat. Senyumannya, guman Rakha. โKita ketemu lagi. Ada yang penting banget kayaknya, ya?โ sambung Rakha, berjalan di samping Indah. โIya, hari ini saya ada meeting di ET. Tapi sebelumnya, aku pamit ke Asti.โ โPamit?โ ujar Rakha, tidak mengerti. โAku belum menyampaikan padanya tentang pengunduran diriku dari Big Land. Bagaimanapun, Asti adalah orang yang paling dekat denganku di perusahaan.โ Rakha menggangguk, paham. โApakah Big Land, akan baik-baik saja?โ tanya Rakha. โBig Land selalu lebih besar dari seluruh karyawannya. Setiap saat, karyawannya akan berganti, tapi Big Land akan selalu menjadi perusahaan besar yang tepercaya,โ jawab Indah, mencoba baik-baik saja. Namu
Indah berdiri di lobby apartemen Aditya. Dia terus mengecek jam tangannya. Menunggu kedatangan Rakha, mulai dirasanya menjemukan. Sosok pria berkaos oblong hitam, terlihat berlari dari parkiran. โMaaf.โ Rakha terengah-engah. โAku pikir kuncinya tadi udah aku serahkan, ternyata masih tersimpan di sakuku,โ ucapnya, sambil mengarahkan petugas menuju lantai apartemen Aditya. Indah hanya tersenyum. Akhir-akhir ini, dia memang sedikit bicara. Dia mengikuti langkah Rakha berjalan beriringan dengan dua petugas apartemen yang membantu mengangkut barang-barang Asti. โTerima kasih, Pak,โ ucap Rakha, setelah ke dua pria itu meletakkan barang-barang di ruang tamu apartemen Aditya. โMakasih, Pak,โ sambung Indah, dengan senyuman hangat. Beberapa detik terpaku. Indah baru menyadari tujuannya ikut ke apartemen Aditya. Aku mau ngapain di sini. Gak mungkin masuk ke kamar Aditya juga, kan? pikirnya. โIndah?โ
Beberapa hari setelah meninggalkan Big Land, Indah kembali menghabiskan banyak waktunya di Liebe Box. Dona yang mendapati sahabatnya itu hanya banyak diam, tak bisa banyak bicara. โSemalam, kamu jadi makan malam di rumah Rizal?โ ucap Dona, mendekati Indah di balkon. โIya.โ โKamu sempat ke rumah Rizal tapi gak ke rumah nengok ibu?!โ ketus Dona. Indah tidak merespons. โAku tidak yakin, kamu mau mendengarkan ini. Tapi, sebagai sahabat, aku merasa, kamu bukan lagi Indah yang kukenal.โ Indah tersentak. Dia menoleh dengan tatapan serius pada Dona. โAku mengagumi kasih sayangmu pada keluarga. Tapi ternyata, pandanganku, keliru!โ Indah bergeming. โIndah. Tidakkah kamu coba melihat dari sudut pandang yang berbeda dan lebih luas. Semua tentang masa lalumu?โ Lagi, tidak ada jawaban. โKamu bisa bertahan dan tumbuh baik, sempurna dengan segala pencapaianmu hari ini, karena siapa? Itu kar