Suasana nampak tetasa menegang. Siang hari yang kini sudah tersisa rintikan gerimis, meninggalkan berbagai pertanyaan di dalam sini.Stela sudah menghampiri Chloe dan mencoba membawanya masuk. Mulanya Stela kesusahan karena Louis terus saja meminta agar diijinkan bicara dengan Chloe. Namun pada akhirnya tubuh lemah Chloe menurut saja Stela hendak membawa kemana. Sementara untuk Louis, ia sudah pergi setelah diusir oleh dua pelayan dan satu penjaga di rumah ini."Katakan apa yang kau tahu?" tanya Chloe ketika baru saja berbaring di atas ranjang.Stela duduk di tepi ranjang sambil melempar senyum. "Jangan banyak bicara dulu, sebaiknya kau istirahat. Jangan sampai kau sakit."Deman Chloe semakin tinggi. Ia didorong rasa ingin tahu, tapi raganya sedang sangat lemah. Rasa pusing dan dingin yang terus menguasai, pada akhirnya membuat rasa kantuk tak tertahankan.Melihat Chloe sudah terlelap, Stela pun bernapas dengan lega. Ia berdiri lalu melenggak keluar dari kamar Chloe."Bagaimana
Sejak ada luka lebam di dagu Alex, Emma sebenarnya ingin bertanya kenapa, hanya saja Emma sempat berpikir kalau itu hanya luka biasa meski Emma sempat melihat Alex meringis sakit sambil menyentuh dagu.Bukan tentang rasa sakit yang Emma khawatirkan, melainkan ada apa di balik semua itu hingga meninggalkan luka lebam.Saat Alex baru keluar dari kamar mandi, Emma terlihat duduk di sofa sambil menyilang kaki."Akhir-akhir ini kau selalu acuh padaku. Ada apa denganmu?"Alex melempar handuk yang semula melilit di pinggangnya ke dalam keranjang. Ia belum menjawab, sampai berjalan mendekati lemari."Siapa yang acuh?" sahut Alex tanpa menoleh. Alex tengah memakai piamanya."Tentu saja kau!" sungut Emma. "Kau selalu mendiamkan aku. Aku jadi merasa kau sedang menjauhiku."Alex berbalik lalu naik ke atas ranjang. "Sudahlah, jangan terlalu berpikir yang macam-macam. Sebaiknya kita tidur, besok aku antar kau memulih gaun.""Gaun?" Kedua alis Emma terangkat, lalu berjalan menghampiri Alex.
Pagi harinya keadaan Chloe sudah langsung membaik, bahkan ia ribut meminta untuk segera pulang. Karena memang dokter juga sudah mengizinkan, pihak keluarga pun akhirnya menuruti kemauan Chloe. Entah ini keajaiban atau entah apa itu, yang jelas Chloe sudah terlihat seperti biasanya. Hanya menyisakan mata sedikit bengkak karena sempat menangis semalam.Ketika semua sudah ke luar dari kamar, hanya Peter yang kini masih duduk di sofa menemani Chloe yang tengah bersandar dengan bantal yang ditumpuk meninggi."Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Peter.Chloe nampak tersenyum getir. "Aku juga tidak tahu. Aku bahkan belum memastikannya. Aku hanya melihat Stela memarahi Louis dan meminta dia menjauhiku.""Stela memarahi Louis?"Chloe mengangguk. "Setelah Stela mengantarku pulang, tidak lama setelah itu Louis datang. Tapi … Stela tidak membiarkan dia masuk dan menyuruhnya pergi, sampai aku tidak sengaja mendengar Stela mengatakan kalau dia berselingkuh dariku."Peter menghela napas panjang samb
Merasa khawatir dan juga penasaran, Emma berlari menaiki anak tangga menyusul Stela. Angela yang malas ikut campur terlihat mengangkat kedua pundak lalu melenggak duduk ke sofa ruang tamu."Kemari kau!" Emma menyerobot begitu saja dan menarik Stela yang tengah membungkuk mencari sesuatu di dalam laci. "Lancang!"Stela mengibas tangan. "Kau yang lancang!""Apa kau bilang!".Dua bola mata Stela membulat sempurna lalu mencengkeram pergelangan Emma dengan kuat saat tiba-tiba hendak melayangkan satu tamparan."Kau pikir aku takut padamu?" kata Stela dengan rahang mengeras. "Kau itu cuma wanita sampah yang tidak punya harga diri.""Sialan kau!" Satu tangan Emma terangkat lalu meraih ujung rambut Stela. "Wanita lancang!"Tidak mau mengalah seperti yang sudah-sudah, Stela memutar lengan Emma hingga membuat Emma memutar badan. Dengan cengkeraman yang begitu kuat, Stela mendekatkan wajah ke arah telinga Emma dari arah belakang."Dengar, aku bukan wanita yang suka diinjak-injak. Kau pikir aku du
Hari mulai petang, Stela pergi ke butik ibunya berharap di sana ada pakaian yang cocok dikenakan malam ini. Sementara Peter tadi pulang cepat karena ditelpon ibunya. Ternyata semua baju Peter sudah dipersiapkan oleh ibunya, pun dengan punya Chloe."Stela, kau sudah siap, Sayang?" panggil Janete dari lantai bawah."Sudah, Bu!" Stela selimpungan berlari dari dalam kamar.Stela muncul mengenakan dress berwarna kuning samar, bentuk rok yang miring ke samping dengan tali pita melingkar di bagian pinggang. Sederhana tapi begitu elegan dipandang mata.Bowen dan Bill yang sudah menunggu di dalam mobil akhirnya bernapas lega saat dua orang wanita cantik muncul dari balik pintu ruang tamu."Ayo cepat!" perintah Bowen yang sudah duduk di kursi kemudi.Bukan hanya keluarga Stela yang sedari tadi sudah sibuk menata tampilan untuk pergi ke acara pesta Tuan Muchtar, tapi di hunian lagi juga sama. Seisi rumah Alex juga sudah siap pergi ke acara tersebut.Sebenarnya yang diundang hanyalah Alex,
Acara terus berlanjut dan suasana pesta masih ramai. Ada yang berdiri sambil mengobrol, ada pula yang tengah berdansa. Mereka-mereka yang bercengkerama sambil duduk santai juga ada."Apa selama ini kau tidak tahu kalau Stela cucu Tuan Bill?" bisik May sambil melirik ke arah Tuan Bill yang sedang mengobrol dengan rekan bisnis lainnya."Aku juga tidak tahu," jawab Alex. Alex tidak terlalu peduli siapa Stela, yang ia pikir saat ini bagaimana caranya supaya bisa berbicara dengan Stela.Sedari tadi Alex hanya mengamati Stela yang sedang mengobrol dengan Chloe. Alex lumayan sedikit lega karena posisi Stela jauh dari Peter. Pria itu terlihat sedang berbincang bersama Tuan Bill dan yang lain."Kenapa kau terus saja menatap ke arah sana?" tanya Emma heran. "Apa kau memandangi Stela?"Alex bergidik. "Tentu saja tidak. Untuk apa aku memandangi Stela?"Emma masih memasang wajah kesal. "Aku pergi ke toilet sebentar," kata Emma kemudian. "Awas kalau kau sampai menemui Stela!"Setelah Emma pe
Semalam Alex menahan amarah yang luar biasa pada sang istri. Ia sampai gelisah dan tidak bisa memejamkan mata. Harusnya Alex akan mempertanyakan semua ini malam ini, tapi tidak. Bersabarlah tunggu esok pagi.Dan ketika pagi menjelang, wajah Alex sudah terlihat merah padam. Ia bangun lebih dulu, mandi lalu memakai pakaian kerjanya tanpa membangunkan sang istri. Tidak lama saat Alex tengah memakai dasi, tersengat Emma menguap sambil menggeliat."Kau sudah bangun?" Emma spontan tertunduk ketika melihat Alex sudah rapi. "Kau sudah siap?"Emma menguap sekali lagi lalu mengucek kedua matanya. "Kenapa tidak membangunkanku?""Sepatutnya kau yang membangunkanku!" sahut Alex ketus.Emma berdiri lalu mendekat dan memberi satu kecupan di pipi. "Kau sudah sangat wangi."Alex sama sekali tidak peduli dengan desah kata manja Emma meski tangan nakal itu mulai mengusap dadanya."Aku sudah siap, sebaiknya kau masakkan sarapan untukku," pinta Alex.Emma nampak mengerutkan dahi lalu mundur. "Kau
"Ibu," panggil Stela sambil menuruni tangga. "Ibu, apa ibu tahu di mana ponselku?" Janete mengerutkan dahi. "Ibu tidak tahu. Coba kau ingat-ingat di mana terakhir kali menaruhnya." Stela terdiam mencoba mengingat-ingat. Sudah dari semalam Stela tidak menggunakan ponselnya. "Oh astaga!" pekik Stela sambil tepuk jidat. "Kenapa, Sayang?" "Aku pergi dulu, Bu." Stela mencium pipi ibunya lalu berlari begitu saja tanpa memberi jawaban lebih dulu. Janete sempat mengejar dan memanggil nama sang putri, hanya saja Stela sudah masuk ke dalam mobil dan dengan cepat meninggalkan halaman rumah. "Sebaiknya aku datang ke rumahnya saja. Semoga tidak ada yang tahu ponselku tertinggal." Stela terus melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Ia tidak mau sampai ada salah satu penghuni itu sampai menyentuh barang apapun miliknya. Sementara di tempat lain, benda yang hendak Stela ambil kini sedang di mainkan oleh mantan kekasihnya. Alex duduk di atas kursi putarnya, sambil beberapa kali
Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"
Alex menjauh dari Emma untuk sesaat. Di kamarnya yang dulu saat masih beristrikan Stela, Alex tengah merenungi semuanya. Hidupnya sudah hancur, ia kehilangan Stela, perusahaan, ia juga sudah dikhianati istri barunya yaitu Emma. Meski Emma berkata sebuah penyesalan, tapi Alex sudah terlanjur sakit hati."Mungkin ini yang kau pernah rasakan dulu," gumam Stela. "Kau pasti marah, kecewa padaku saat itu. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya saat ini."Seperti bukan seorang pria perkasa, Alex jatuh tersungkur di bawah ranjang sambil menangkup kepala. Ia tidak tahan lagi jika terus menahan air matanya. Air mata itu kini mengalir dengan derasnya sampai berjatuhan membasahi kedua lututnya yang menekuk."Aku sungguh bodoh!" sesal Alex. "Andai saja kita masih bersama, aku tidak akan sekacau ini."Cekleeek!Terdengar suara pintu terbuka secara perlahan. Alex sungguh tidak peduli, ia masih tertunduk memeluk kedua lututnya sambil menangis.Perlahan, May melangkah mendekat dengan tatapan iba da
Peter pergi dengan mengendarai mobil Stela, tadi mobilnya sudah ia titipkan pada Glen sebelum pergi. Karena Peter tengah emosi dengan wajah cukup babak belur, tentunya Stela tidak mengizinkan Stela menyetir.Sampai di rumah Peter, Stela turun lebih dulu dari mobil. Ia berlari memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Peter."Ayo turun," kata Stela begitu pintu sudah terbuka."Terima kasih," sahut Peter sambil meringis menyentuh ujung bibirnya.Stela yang melihat Peter merasa kesakitan ikut mengerutkan wajah hingga mendesis kecil."Apa sakit sekali?" tanya Stela sambil menuntun lengan Peter.Peter menggeleng.Sampai di dalam, Stela memanggil Nora untuk mengambilkan air es dan handuk kecil. Sementara itu, Stela menuntun Peter membawa ke kamar di atas."Kenapa harus bertengkar?" tanya Stela sambil membantu Peter duduk di tepi ranjang.Peter masih terlihat nyengir menahan perih di ujung bibirnya dan bagian perut yang sempat kena pukul juga."Dia yang memulai," ujar Peter. "Aku
Sementara di tempat lain, Stela kini sudah sampai di rumah sang mantan suami lagi. Ia terpaksa datang kembali hanya untuk mengambil barang pribadinya yang tertinggal. Jika bukan karena itu, Stela sudah enggan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.Karena pintu luar tidak tertutup, Stela masuk begitu saja hanya dengan mengucap kata "Permisi". Biar bagaimanapun juga, Stela sudah tidak ada hak lagi di rumah ini, jadi mau mengambil apa pun harus lebih dulu menunggu penghuni rumah muncul.Dan sesuai dugaan Stela, pastilah yang muncul wanita gila itu alias si Emma. Tidak mau bertengkar, Emma langsung mengatakan apa tujuannya datang ke sini."Kau sengaja kan!" seloroh Emma sambil mendorong dada Stela."Aku datang hanya ingin mengambil ponselku saja. Kau tidak usah khawatir, setelah ini aku langsung pergi.""Enak saja!" sungut Emma. "Kau sudah sengaja meninggalkan ponselmu supaya Alex tahu kan?"Stela mengerutkan dahi karena tidak paham. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura tidak tahu kau!"