Peter sudah sampai di pusat perbelanjaan. Sampai di depan pintu masuk, Peter mencoba menelpon ibunya untuk mengirim lokasi berada."Ibu di mana? Aku sudah sampai."Jane yang duduk di jok belakang, menoleh lebih dulu ke arah wanita cantik yang kini duduk di sampingnya. "Ibu sudah di perjalanan pulang.""Lho?" Peter melongo. "Ibu pulang dengan siapa? Apa dompetnya ketemu?"Tenang saja, dompetnya sudah ketemu.Peter sudah merasa lega, pada akhirnya ia kembali lagi ke kantor."Mau mampir dulu?" tawar Jane pada Stela saat sudah turun dari mobil taksi.Stela tersenyum. "Tidak usah, Bibi. Lain kali saja.Mobil taksi sudah tertutup kembali. Saat mobil berputar, Jane melambaikan tangan. "Sekali lagi terima kasih."Dari balik cermin, Stela mengangguk senyum.Mobil melaju semakin jauh, Stela duduk bersandar sambil mendesah. "Jadi itu rumah orang tua Peter?"Stela duduk tegak dan menoleh ke kaca belakang, memandangi rumah mewah yang kini semakin menjauh. Kemudian, Stela kembali menghadap depan da
David yang baru pulang begitu terkejut melihat putranya datang. Tidak biasanya Peter datang berkunjung kalau memang tidak ada kepentingan yang mendesak. Putra kedua dari pasangan David dan Jane itu memang sudah terbiasa hidup sendiri sejak terjun ke dunia bisnis."Tumben?" tanya David singkat.Peter yang sebenarnya baru sampai dan belum sempat mengobrol dengan ibu, segera menoleh ke arah ayah. "Ibu membuatku khawatir."David mengerutkan dahi lalu meletakkan tas kerjanya di atas meja dan kemudian duduk di samping sang istri yang tersenyum tipis."Apa yang terjadi?" tanya David."Tadi dompetku hilang saat belanja di mall," ujar Jane masih memasang wajah panik meskipun dompetnya sudah kembali."Kok bisa?" sahut David. "Lalu sekarang bagaimana?"Jane kembali tersenyum dan menatap dua orang kesayangannya itu bergantian. Mereka pasti juga ikut panik."Tenang saja, dompetnya sudah ketemu," kata Jane. "Kekasihmu yang menemukannya.""Kekasihku?" Peter mengerutkan dahi dan sejenak nampak berpik
Saat sudah benar-benar sendirian di dalam kamar, Stela segera memakai kembali bajunya. Seringaian puas yang tadi terpancar saat di hadapan Emma, kini sudah lenyap tak bersisa. Kini yang terlihat wajah murung dan nanar pada kedua bola matanya yang cantik. Stela memeluk tubuhnya sendiri dan tak berasa, air mata mulai turun membasahi pipi."Aku istrinya, tapi kenapa harus sampai begini?" sesal Stela. "Bersentuhan dengan sang suami saja begitu susah, dan aku harus merias diriku dulu. Begitu jelekkah aku sekarang."Ruang senyap yang dingin karena pendingin ruangan, membuat raga ini terasa semakin rapuh. Tulang-belulang seolah retak dan patah seperti hatinya saat iniStela kini menarik napas dalam-dalam dan mendongak menatap langit-langit. "Aku harus bangkit. Aku kuat dan bisa!" Setidaknya menyemangati diri sedikit ada gunanya.Malam semakin larut, Stela pun mulai memejamkan mata dan tertidur tanpa sebuah mimpi.Pagi hari menjelang, sinar matahari mulai menembus tirai hingga menyorot wajah
"Ibu, ada apa? Kenapa melongo begitu? Di mana Stela?" Alex celingukan dan terheran-heran melihat ibunya yang melamun."Istrimu sungguh kurang ajar!" maki May saat sudah duduk. "Dia berani melawan ibu."Alex ikut duduk dan meletakkan tas kerjanya di kursi kosong di sampingnya. "Apa yang terjadi?"May berdecak dan memutar badan menghadap ke arah Alex. "Dia sudah membantah ibu. Di sangat tidak sopan sekarang."Alex menghela napas. "Bagaimana Stela tidak melawan ibu, kalau setiap hari ibu judes padanya. Coba ibu lembut lagi seperti dulu."May mendecih lalu memutar badan lagi. Kali ini menghadap meja dengan kedua tangan terlipat di atasnya. "Seperti kau sendiri tidak keras padanya. Kau juga begitu, tahu."Alex tidak mengelak sama sekali apa yang dikatakan ibunya. Alex mengakui kalau akhir-akhir ini sikap dirinya memang buruk terhadap Stela. Semua itu mungkin karena Alex sudah membuat Stela kecewa. Namun, melihat perubahan Stela saat ini, Alex malah merasa yakin kalau Stela tidak mau
Setelah mengantar Stela pulang, Chloe langsung menuju rumah Peter. Ada banyak pertanyaan yang harus ia lontarkan pada adik laki-lakinya itu. Baru saja turun dari mobil, Chloe melihat Peter keluar dari dalam rumah mengenakan hodie tebal dengan tudung menutup kepala."Kau mau kemana?" Chloe beranjak menghampiri Peter."Lho, kau di sini?" pekik Peter.Chloe mengangguk. "Aku tanya, kau mau ke mana?""Ada urusan. Kalau kau tidur di sini, masuk saja sana!" kata Peter saat sudah membuka pintu mobil.Grep! Chloe mendorong pintu mobil hingga tertutup kembali. "Kita harus bicara."Peter berdecak dan mengusap wajah. "Ada apa lagi sih!""Masuk saya dulu, ayo!" Chloe memaksa Peter supaya masuk ke dalam rumah lagi. Mendorong tubuh Peter dengan kuat dan akhirnya sampai di ruang tamu.Peter pasrah dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Kakinya menyilang dan satu tangannya menyiku pada sandaran sofa untuk menyangga kepala, di sampingnya, Chloe juga sudah duduk."Ada apa?" ketus Peter.Chlo
Stela dan kakeknya berpindah ngobrol di taman belakang usai makan malam. Memakai mantel tebal, keduanya duduk pada kursi besi dengan satu meja di antara mereka. Dua cangkir teh hangat sudah di atas meja, ditambah sepiring biskuit. Suasana malam pun terasa sejuk, tapi juga hangat meski hawa dingin sesekali meniup mereka."Jadi, ucapan kakek dulu benar 'kan?" Bill bertanya usai menelan biskuit yang sudah dikunyahnya beberapa saat.Stela yang tengah memandangi lampu taman di bawah pohon cemara, mengangguk mengiyakan."Dia selingkuh, Kek. Dia tega menduakan aku." Stela kini menatap sendu ke arah sang kakek, mengadu bahwa hatinya sedang hancur."Kakek sudah tahu.""Sungguh?" Stela membelalak. "Dari mana kakek tahu?"Bill tersenyum bukan tanda senang melihat Stela sedih, melainkan menunjukkan kalau dirinya masih peduli."Kau pikir kakek tidak memantaumu? Dari ujung sana, kakek selalu memperhatikanmu. Bagaimana kesedihan dan masalahmu, semua kakek tahu."Stela merengut dan menggembun
"Itu mobil Peter," kata Stela begitu mendapati sebuah mobil yang berada di tempat parkir bagian paling depan.Stela melajukan motornya dan berhenti tepat di samping mobil Peter. Setelah itu Stela turun dari motornya dan melepas helm. Toleh kanan kiri, Stela lebih dulu menyapu pandangan ke sekitar. Suasananya begitu sunyi dan sepi. Namun, beberapa mobil dan motor masih terparkir rapi berjejeran. Mungkin semua pemiliknya masih berada di dalam."Di mana Peter?" Stela celingukan. Ingin coba menelpon, ternyata ponsel Stela lupa terbawa saat dirinya sedang mengambil kunci motor yang ada di gantungan. Ponsel itu tergeletak di atas meja di dekat lemari besar."Sial! Aku melupakan ponselku!" umpat Stela sambil berdecak.Sekali lagi melihat ke sekeliling, Stela berjalan menghampiri mobil Peter. Stela mencondongkan badan, lalu menempelkan kedua tangan dengan wajah tengahnya lalu mengintip suasana di dalam mobil.Melihat jok depan tidak ada siapa pun, tapi terlihat kunci mobil menancap pada
Hampir satu jam Stela akhirnya sampai di rumah. Karena tidak ingin keluarganya tahu kalau dirinya keluar rumah, Stela meminta Glen menurunkannya di jalanan kompleks saja. Soal motor, tak lama kemudian Tomy muncul karena memang mengikuti di belakang.Meski jarak cukup jauh, Stela terpaksa mendorong motornya hingga sampai di halaman rumah.Stela memarkirkan motor ayahnya di garasi lalu merogoh kunci pintu dan bergegas masuk ke dalam rumah."Tidak ada yang tahu aku pergi," gumam Stela.Dalam suasana remang-remang di dalam rumah, Stela melangkah mengendap-endap supaya langkah kakinya tidak terdengar. Rasa kantuk yang ia tahan dan tidurnya yang tertunda, kini sudah bisa terempaskan di atas kasur. Saking ngantuknya, Stela sampai lupa melepas alas kaki karena langsung ambruk begitu saja di atas ranjang.Keesokan paginya, Peter sudah bangun dengan keadaan normal. Kepalanya sudah tidak pening lagi. Hanya tinggal badannya yang mendadak terasa pegal-pegal. Masih duduk bersandar di atas ranj
Hari pernikahan pun datang. Stela dan Peter sudah siap dibimbing sang Pendeta untuk mengucapkan ikrar janji suci. Acara digelar dengan sederhana yang hanya menghadirkan pihak keluarga dan tamu bisnis saja.Dari balik kain putih berbahan tutu, Peter bisa melihat wajah Stela yang dirias begitu cantik. Sederhana dan terlihat elegan di padukan dengan gaun putih yang menutupi kedua kaki."Kau sangat cantik," kata Peter. Di balik kain tersebut, Stela hanya tersenyum.Detik berikutnya, pengucapan ikrar janji pun terlontar. Pemasangan cincin bergantian dan riuh tepuk tangan mulai terdengar. Mereka berdua kini sudah sah menjadi sepasang suami istri.Rasa bahagia dan haru, dirasakan semua orang yang hadir. Kedua orang tua Stela dan Peter mereka bahkan sampai tidak sadar menitikkan air mata."Selamat untuk kalian berdua." Kata Jane serasa memeluk mereka berdua.Mereka yang lain pun bergantian memberi ucapan selamat.Pagi berlalu meninggalkan acara sakral yang kini sudah beralih ke rumah s
Bill tidak pernah main-main dengan perkataannya. Menyangkut pelecehan pada Stela, semua bukti sudah ada dan Alex harus berakhir hidup di jeruji besi sesuai dengan ketentuan dari pengadilan. Asal keluarga aman, Bill rela melakukan apa saja.Satu tahun Bill diam tanpa berkomunikasi dengan putri dan cucunya, tak lain karena hanya sekedar ingin membuktikan bahwa keluarga Alex memang buruk. Belum lagi keburukan masa lalunya dengan Muchtar. Semua ada jalan cerita masing-masing."Kau sudah merasa tenang sekarang, bukan?" tanya Peter sambil menunduk menyusuri wajah Stela yang kini sedang bersandar di pundaknya. "Aku akan terus menjagamu sampai kapanpun."Stela mendongak dan tersenyum. "Terima kasih kau sudah datang dalam kehidupanku."Sesaat keduanya terdiam menikmati pemandangan air danau yang jernih nan tenang. Hanya sedikit bergelombang saat beberapa daun kering berjatuhan tertiup angin.Sudah lama Stela tidak berkunjung ke tempat ini. Tiada yang berubah selain bertambah terasa nyaman
"Kau baik-baik saja?" tanya Louis dengan napas masih memburu usai menghajar Alex.Berdiri di samping mobilnya, Stela masih sesenggukan sambil mencengkeram kerah bajunya dengan kuat. Sementara Alex sudah melesat pergi dalam keadaan babak belur."Sebaiknya aku antar kau pulang."Stela terpaksa meninggalkan mobilnya di jalan, ia ikut mobil Louis. Setidaknya bersama Louis lebih aman saat ini. "Di mana rumahmu?" tanya Louis sebelum melajukan mobilnya."Putar balik, rumahku ada di jalan sana," jawab Stela lemas.Louis sesekali melirik Stela yang tengah bersandar sambil memandangi ke luar jendela. Wajahnya masih masam dan ada raut kecemasan.Mobil Louis sudah masuk ke pekarangam rumah Stela sekitar pukul tuju malam. Stela yang masih tertegun, bahkan tidak sandar kalau mobil sudah berhenti di halaman rumah. Pikiran Stela masih melayang-layang teringat akan perbuatan Alex yang begitu keji.Louis turun lebih dulu. Ia memutari mobil lalu berpindah ke pintu samping di mana ada Stela yang
Stela tentunya sangat penasaran dengan apa yang kakek dan keluarga Peter bicarakan, Setela obrolan terakhir dirumah saat makan siang. Saat beberapa menit hampir masuk ke kompleks perumahan, Stela berhenti dulu di pom bensin. Baru saja hendak turun dari mobil, ponsel di dalam tas berdering. Pintu yang sudah terbuka sebagian pun Stela tutup kembali."Nomor siapa ini?" Wajah Stela berkerut heran. Seseorang menelpon tapi nomor tersebut tidak terdaftar di kontaknya."Halo, siapa ini?" sapa Stela kemudian."Temui aku di restoran cepat saji.""A-Angela?" pekik Stela."Tidak usah kaget begitu, aku hanya ingin bicara denganmu."Sambungan terputus, Stela urungkan niat pergi ke toilet dan segera putar balik."Untuk apa dia bertemu denganku?" batin Stela.Tidak mau berpikiran yang macam-macam, Stela terus melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai di tempat yang dituju.Setelah mencangklong tasnya, Stela pun bergegas turun dari mobil. Di depan sana, di tempat restoran cepat saji, sepertin
Sepulangnya dari tempat Peter, Stela menceritakan semuanya pada ibu dan kakeknya. Tepat jam makan siang, mereka mengobrolkannya di meja makan, tapi tanpa ada Bowen karena dia sedang sibuk mengurusi panen perkebunannya . Untuk Bill, tentu merasa senang dan langsung setuju jika Stela menikah dengan Peter. Namun, sebagai Ibu yang sempat membuat Stela menderita, Janete tidak langsung mengatakan setuju."Apa kau yakin, Sayang?" tanya Janete khawatir."Belum tahu, ibu," sahut Stela usai meneguk air putih. "Aku hanya merasa nyaman saat bersama Peter.""Kalau kau minta pendapat kakek, tentu saja Kakek setuju," timbruk Bill yang lebih dulu selesai menghabiskan makan siangnya. "Kakek sudah lama mengenal keluarga Peter."Janete kembali ikut bicara. "Bukan ibu tidak merestui, ibu hanya tidak ingin kau sakit hati lagi."Kalimat Janete membuat Stela merasa ragu. Meski selama ini Stela tahu Peter usil, tapi dia sangat baik. Hanya saja, tiada yang tahu bagaimana tentang isi hatinya. Bisakah Pete
Emma kembali dengan tangan hampa. Percuma saja berdebat dengan Louis kalau memang Emma juga bersalah dalam ini. Mulanya Emma pikir Louis mencintainya, tapi saat melihat murka dan penjelasan Louis, ya, menang semua hanya permainan belaka. Tidak jauh berbeda seperti saat pertama Emma kembali pada Alex.Sudah sampai di rumah, ruangan nampak sepi. Lampu-lampu juga sudah dimatikan. Ketika masuk ke dalam kamar, Alex masih belum ada di sana. Emma yakin Alex masih berada di kamar lantai dua.Hati rasanya dongkol, tapi Emma tidak berani berbuat apa-apa saat ini. Jika mendekat, Alex mungkin saja akan kembali mengamuk.Di tempat Louis, Chloe sudah keluar dari persembunyiannya. Wajahnya masih terlihat masam seperti saat pertama tadi baru ke sini."Kau sudah tahu alasan kenapa aku bersama Emma kan?" kata Louis coba menjelaskan.Chloe tersenyum kecut. "Jika semua atas nama dendam, apa harus sampai kau bercinta dengannya?""A,aku …" Louis mendadak diam."Katakan saja kau menikmati saat itu,"
Alex menjauh dari Emma untuk sesaat. Di kamarnya yang dulu saat masih beristrikan Stela, Alex tengah merenungi semuanya. Hidupnya sudah hancur, ia kehilangan Stela, perusahaan, ia juga sudah dikhianati istri barunya yaitu Emma. Meski Emma berkata sebuah penyesalan, tapi Alex sudah terlanjur sakit hati."Mungkin ini yang kau pernah rasakan dulu," gumam Stela. "Kau pasti marah, kecewa padaku saat itu. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya saat ini."Seperti bukan seorang pria perkasa, Alex jatuh tersungkur di bawah ranjang sambil menangkup kepala. Ia tidak tahan lagi jika terus menahan air matanya. Air mata itu kini mengalir dengan derasnya sampai berjatuhan membasahi kedua lututnya yang menekuk."Aku sungguh bodoh!" sesal Alex. "Andai saja kita masih bersama, aku tidak akan sekacau ini."Cekleeek!Terdengar suara pintu terbuka secara perlahan. Alex sungguh tidak peduli, ia masih tertunduk memeluk kedua lututnya sambil menangis.Perlahan, May melangkah mendekat dengan tatapan iba da
Peter pergi dengan mengendarai mobil Stela, tadi mobilnya sudah ia titipkan pada Glen sebelum pergi. Karena Peter tengah emosi dengan wajah cukup babak belur, tentunya Stela tidak mengizinkan Stela menyetir.Sampai di rumah Peter, Stela turun lebih dulu dari mobil. Ia berlari memutari mobil lalu membukakan pintu untuk Peter."Ayo turun," kata Stela begitu pintu sudah terbuka."Terima kasih," sahut Peter sambil meringis menyentuh ujung bibirnya.Stela yang melihat Peter merasa kesakitan ikut mengerutkan wajah hingga mendesis kecil."Apa sakit sekali?" tanya Stela sambil menuntun lengan Peter.Peter menggeleng.Sampai di dalam, Stela memanggil Nora untuk mengambilkan air es dan handuk kecil. Sementara itu, Stela menuntun Peter membawa ke kamar di atas."Kenapa harus bertengkar?" tanya Stela sambil membantu Peter duduk di tepi ranjang.Peter masih terlihat nyengir menahan perih di ujung bibirnya dan bagian perut yang sempat kena pukul juga."Dia yang memulai," ujar Peter. "Aku
Sementara di tempat lain, Stela kini sudah sampai di rumah sang mantan suami lagi. Ia terpaksa datang kembali hanya untuk mengambil barang pribadinya yang tertinggal. Jika bukan karena itu, Stela sudah enggan menginjakkan kaki di rumah ini lagi.Karena pintu luar tidak tertutup, Stela masuk begitu saja hanya dengan mengucap kata "Permisi". Biar bagaimanapun juga, Stela sudah tidak ada hak lagi di rumah ini, jadi mau mengambil apa pun harus lebih dulu menunggu penghuni rumah muncul.Dan sesuai dugaan Stela, pastilah yang muncul wanita gila itu alias si Emma. Tidak mau bertengkar, Emma langsung mengatakan apa tujuannya datang ke sini."Kau sengaja kan!" seloroh Emma sambil mendorong dada Stela."Aku datang hanya ingin mengambil ponselku saja. Kau tidak usah khawatir, setelah ini aku langsung pergi.""Enak saja!" sungut Emma. "Kau sudah sengaja meninggalkan ponselmu supaya Alex tahu kan?"Stela mengerutkan dahi karena tidak paham. "Apa maksudmu?""Jangan pura-pura tidak tahu kau!"