“T-Tuan Elvis ... Tuan Elvis!” April merintih ironi setelah berhasil merangsek lekat-lekat ke pintu penjara.Tangan kanannya yang gemetaran–dipenuhi luka menjulur keluar melalui celah garis-garis pintu penjara, wanita pengkhianat itu berusaha meraih Elvis yang berdiri dengan tatapan bengis penuh dendam.“A-aku mohon, Tuan Elvis. Keluarkan saya dari sini. Saya telah melakukan apa pun yang Anda inginkan.” April mengiba-iba pertolongan untuk dikeluarkan dengan nada meringis yang gemetaran.Hal itu sia-sia April lakukan, sebab Elvis sudah bertekad sejak awal tidak berniat untuk bersikap baik kepada April. Pria itu hanya diam menanggapi April, malah melihat April yang tersiksa adalah hiburan menyenangkan bagi Elvis.Nelson sendiri telah diliputi ketidakpercayaan pada Elvis yang bisa berbuat kejam. Image positif melekat erat pada sosok Elvis yang dikenalnya, sehingga melihat sisi kejam Elvis yang seperti itu membuat Nelson shock parah.“K-kau ... apa yang kau lakukan?” Nelson memecahkan keh
Tidak ada lagi ketegangan yang tersisa bagi Glenn dan Rebecca. Yang ada hanya gelora membara menyelimuti kedua insan yang masih saling mencumbu di meja pantry.Rebecca sendiri memilih pasrah pada Glenn yang mendudukkannya ke meja pantry. Wanita cantik itu juga tidak marah pada tangan Glenn yang meremas-remas di payudara. Malah sebaliknya, tangan nakal Glenn itu memanjakan gairah Rebecca yang meledak-ledak di tengah ciuman posesif mereka.Setiap sentuhan bibir serta remasan tangan Glenn membuat Rebecca kehilangan akal. Ada dorongan yang membujuk pikiran untuk lebih pasrah menyerahkan diri ketika Glenn menjilat-jilat dan menggigit di sepanjang leher hingga ke tulang selangka. Puncaknya, Rebecca memberikan jawaban bagi tangan Glenn yang menyelusup masuk ke dalam piyama–berusaha melepaskan bra yang menutupi payudara.“Kau ingin di kamar atau di sini?” bisik Glenn serak.Rebecca menggigit bibir bawahnya. “D-di kamar saja.”Glenn menyeringai senang atas permintaan Rebecca. Sebelum menggendo
Glenn menggendong Rebecca untuk beralih tempat ke ruangan kerja Glenn demi memenuhi syarat mutlak dari Rebecca. Mereka memakai pakaian seadanya yang bisa pilih cepat. Glenn yang duduk pada kursi dari meja kerjanya telah memakai celana pendek dengan kaos putih, sementara Rebecca yang duduk di tepian meja kerja–sedang menulis sesuatu hanya memakai kemeja putih milik Glenn.Tanpa ada rasa curiga, Glenn begitu senang menggoda Rebecca yang duduk tepat di hadapannya. Pria itu sengaja menggelitik Rebecca lewat ciuman nakal di paha, sengaja menyentuh-nyentuh titik rangsangan di sela-sela titik sensitive Rebecca.Ketika Rebecca menyerahkan selembar kertas yang habis ditulis olehnya, detik itulah Glenn tercengang tidak mempercayai pada apapun yang Rebecca tulis.“Kontrak seumur hidup? Are you seriously, Rebecca?” Glenn berucap lambat-lambat dengan senyum kesal tidak bisa disembunyikan.Rebecca mengangguk tanpa ragu. “Aku belajar dari seseorang yang memiliki harga diri selangit untuk teliti pada
“Daddy merubah wasiat warisan?” Rowena terkejut mendengar cerita yang mengadu lewat telepon.“Daddy sudah mengetahui semuanya! Rebecca pasti yang memberi tahu! Sialan anak itu! Mommy kesal sekali!” Tanpa terlihat oleh Martha yang bersungut-sungut, wajah Rowena telah memerah marah. Dia sangat tidak senang mendengar kabar buruk yang tidak masuk akal baginya.Rowena sangat yakin hubungan Nelson dan Rebecca tidak dalam keadaan baik. Keduanya bertengkar hebat, apalagi Rowena melihat memar di pipi Rebecca yang diduga kuat habis ditampar.Lalu, kenapa Nelson jadi berubah drastis seperti itu?“Pokoknya kau harus menjawab baik-baik jika Daddy mengintrogasimu, Rowena! Kau tahu, kan? Kita sangat kesusahan untuk bisa hidup enak seperti sekarang. Mommy tidak mau hidup miskin seperti dulu!”Dikte tegas dari Martha menjadi pembicaraan terakhir dalam sambungan telepon itu. Rowena tidak diberi kesempatan untuk membalas hingga berakhir kesal sendiri.Handphone yang menempel di sisi telinga kiri telah
Gerakan wanita si pengancam bukan sembarangan menggertak, dia bersikap nyata lewat pisau di tangannya yang menekan ke leher Rebecca tanpa rasa peduli. Aksi keji itu membuat Rebecca mematung kaku dan menuruti apapun yang diucapkan oleh si pengancam.Rebecca semakin tidak bisa berkutik ketika pelayan yang sesungguhnya masuk dari pintu depan dengan keadaan sama seperti dirinya, yaitu sama-sama dibekap mulutnya dan diancam dengan pisau oleh pria–si pengancam yang lainnya.“Private lift itu bisa terhubung ke basement. Seperti tadi ketika menyusup ke sini, kita bisa kembali memanfaatkan pelayan ini untuk menggunakan akses keluar itu dan membawa wanita itu pergi,” ucap pria yang menyandera pelayan.“Bagus! Ikat dan tutup mulut pelayan itu sebelum kita bergerak ke sana!” wanita yang menyandera Rebecca menggurui rekannya.Perintah itu langsung dilaksanakan. Rebecca masih terdiam kaku sembari melihat pelayan itu diseret paksa menuju dapur. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama ketika dia tidak
Pihak kepolisian bergerak sigap menuju penthouse Glenn. Olah TKP langsung dilakukan untuk menemukan bukti-bukti yang lainnya, selain rekaman CCTV dari pihak gedung. Sayangnya, tidak ada sidik jari yang ditemukan di sana selain sidik jari penghuni kediaman mewah itu. Penyusup yang masuk bekerja dengan teliti, sehingga sulit menemukan jejak mereka di sana.Berita penculikan Rebecca disimpan rapat-rapat untuk tidak diketahui oleh siapapun, keculi pihak keluarga. Kedatangan pihak kepolisian dan pihak medis juga dirahasiakan demi melindungi dari hal buruk yang tidak diinginkan.“Dilihat dari hasil CCTV milik pihak gedung, tiga orang itu masuk sangat mudah ketika bertemu dengan pelayan Anda, Tuan Glenn. Kecurigaan sementara jatuh kepada pelayan Anda. Kami akan mengintrogasi beliau ketika sadar dan bersedia untuk ditanya-tanyai,” jelas seorang kepolisian.“Itu tidak mungkin!” Glenn menyanggah tegas. “Pelayan itu sudah bertahun-tahun bekerja denganku. Dia tidak mungkin mengkhianatiku,” lanjut
Seutuhnya hati Rowena telah mati pada Rebecca. Tidak ada setitik pun senyar simpati di hati melihat saudara tirinya merintih kesakitan di depan mata. Yang ada hanya kebencian mendalam–yang berakar sampai menguasai pikiran.Dia mengabaikan Rebecca, segera berbalik badan dan beranjak pergi dari ruangan itu. Kekejamannya berlanjut ketika Rebecca yang ditinggalkan tidak diberi alas. Saudara tirinya itu dibiarkan merintih kesakitan di atas lantai yang dingin dan berdebu tebal.“Kami minta uang muka yang kau janjikan.” Pria yang keluar bersama Rowena segera menagih janji.Rowena yang berada di depannya langsung menghentikan langkah dan berbalik badan. “Kau ini selalu tidak sabar!” ucapnya ketus sembari menyerahkan amplop cokelat yang dikeluarkan dari tas di tangan.“Aku hanya ingin menagih janji! Kami sudah bekerja keras untuk memenuhi keinginanmu,” sahut pria itu yang tertawa puas menghitung uang dari dalam amplop.Rowena menatap kesal pria itu beserta rekan wanita di sebelahnya. Tetapi, d
Masih menanti di penthouse Glenn, Jolie mengabaikan handphone-nya yang berisik–mengusik telinga. Terlebih lagi sejak tadi Nelson terus menghubungi dirinya. Dia merasa tidak memiliki waktu untuk meladeni Nelson. Bagi Jolie saat itu adalah fokus pada update pencarian Rebecca yang diculik.Gina yang duduk di sebelahnya bisa melihat layar handphone Jolie yang menyala. Dia mengetahui Nelson yang gencar menghubungi Jolie. Dan entah mengapa ada sebuah firasat yang mendorong kencang untuk merespon telepon dari Nelson.“Coba kau jawab telepon dari dia. Mungkin saja kita menemukan perkembangan.” Gina berusaha membujuk Jolie.“No, Mom. Yang ada hanya emosi! Lebih baik kita menunggu kabar dari Glenn dan Paman Abraham yang ke rumah sakit–menemui Elvis.”“Come on, Jolie! Dia mengirimmu pesan, mungkin saja bisa jadi sebuah petunjuk.”Sejujurnya Jolie begitu berat menuruti permintaan Gina. Dia merasa akan sia-sia merespon telepon dari Nelson. Tetapi, sorot mata dari ayahnya beserta Emilia yang duduk
Anastasia Romanov, dia adalah putri cantik Glenn dan Rebecca yang terlahir sempurna. Gadis kecil yang dua tahun lalu menangis kencang itu telah tumbuh menggemaskan.Gadis kecil cantiknya begitu mirip dengan Rebecca. Rambutnya cokelat, lembut dan panjang. Matanya juga indah dan meneduhkan. Hidungnya mancung seperti Glenn, sementara bibirnya tipis dan mungil seperti Rebecca.Sayangnya, di mata Gabriel adiknya itu sosok menggemaskan yang dijahili.Gabriel suka mencubit gemas pipi Anastasia yang gembul. Gabriel memang mengajak Anastasia bermain, tetapi dia juga menjahili Anastasia sampai membuatnya menangis.Suasana taman belakang pagi di momen weekend telah ramai oleh riak suara Gabriel yang tertawa dan Anastasia yang menangis. Keduanya telah bermain di sana dengan diawasi oleh para pengasuh mereka.“Jangan ganggu aku, Kakak!” Anastasia kesal pada Gabriel yang menarik rambutnya. Padahal Anastasia sedang memberi makan anjing kecilnya.“Aku hanya ingin merapikan rambutmu, Ana.” Gabriel mem
Tidak perlu dijelaskan secara terperinci kebahagiaan keluarga ketika Glenn mengumumkan kehamilan kedua Rebecca. Mereka membanjiri ucapan selamat kepada Glenn dan Rebecca, pun Gabriel yang akan menjadi seorang kakak.Emilia dan Abraham langsung menyumbangkan segelintir uang kepada yayasan sosial dan panti asuhan sebagai wujud syukur atas kebahagiaan Glenn dan Rebecca. Nelson pun melakukan kegiatan sosial yang sama di Manchester.Bagaimana dengan Gabriel?Putra tampan Glenn dan Rebecca itu dengan bangga menceritakan perihal dia yang akan menjadi kakak. Dia juga menjadi sosok manis dan perhatian kepada Rebecca.Seperti pagi itu, Gabriel yang telah rapi mengenakan seragam sekolah datang ke kamar tidur Glenn dan Rebecca. Dia membawakan segelas susu untuk dinikmati oleh Rebecca.Hal itu dilakukan karena selama kehamilan yang sudah mengijak lima bulan itu, Rebecca mengalami ngidam yang luar biasa. Wanita cantik itu masih saja mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas pekerjaan.“I
Sebuah ciuman hangat Rebecca hadiahkan ke dahi Gabriel. Putra tampannya itu sudah terlelap tidur akibat lelah seharian merayakan ulang tahunnya. Selimut yang menghangatkan tubuh Gabriel telah dirapikan kembali oleh Rebecca. Namun, ada kejadian lucu yang menahan langkah Rebecca ketika ingin beranjak dari kamar Gabriel.Putra tampannya itu mengigau. “Mom, aku mau adik,” gumamnya.Rebecca geleng-geleng kepala menatap putranya. Gabriel tidak hanya mewarisi ketampanan Glenn, tetapi sikap keras kepala Glenn juga menurun pada Gabriel.Rebecca akhirnya memadamkan lampu kamar Gabriel untuk kemudian menyusul Glenn yang sudah menunggu di kamar mereka. Glenn teralihkan oleh kehadiran Rebecca. iPad yang dipergunakan memeriksa beberapa email penting telah Glenn letakkan ke meja nakas di sebelahnya.“Gabriel sudah tidur?” tanya Glenn berbasa-basi pada Rebecca yang merangkak naik ke ranjang tidur.Rebecca berdehem singkat. “Dia sangat kelelahan, tapi dia masih saja ingat pada keinginannya memiliki ad
Suara mobil yang berhenti di depan kediaman mewah telah memanggil langkah gadis kecil di ruangan tamu. Dia berlari tergesa-gesa, begitu tidak sabar ingin menghampiri seseorang yang mengendarai mobil di depan itu.Baginya, momen kehadiran itu sudah dinanti-nanti. Dia sudah menunggu sejak pagi hari tanpa rasa bosan–sampai waktu telah menunjukkan pukul empat sore.Pintu yang tertutup terbuka, bola mata cantiknya telah berbinar bahagia menyambut sosok tampan yang muncul dari balik pintu.“Daddy sudah pulang?” seru gadis cantik itu menyapa hangat.Sayang, kehangatan itu dibalas oleh sikap dingin dari sosok yang disapa ‘Daddy’ itu. Kehadirannya yang begitu menyambut tidak dianggap, seolah-olah gadis kecil itu tidak terlihat oleh mata.Tanpa rasa peduli apalagi menghargai, sosok ayah itu berjalan meninggalkan gadis kecil yang masih berharap belas kasihnya. Dia benar-benar mengacuhkan, sedikit pun dia tidak melirik ke belakang untuk sekadar melihat gadis kecil yang mulai terengah-engah menyus
Glenn dan Rebecca akhirnya pergi bersama Gabriel sesuai rencana mereka siang itu. Mereka menuju sebuah toko yang menjual lengkap permainan anak-anak. Anehnya, Gabriel tampak berbeda ketika tiba di sana. Dia tidak antusias seperti biasanya. Padahal ketika Glenn dan Rebecca berjanji akan membebaskannya memilih hadiah permainan, bocah laki-laki sangat antusias luar biasa.“Apa mainan yang kau cari tidak ada?” Rebecca menegur Gabriel yang termenung di salah satu rak mainan.Gabriel menggelengkan kepalanya. “Aku mau makan steak di restoran–hotel favoritku, Mom.”Rebecca terheran dengan permintaan putranya. Benaknya tidak menyalahkan dikarenakan Gabriel memang menyukai menu steak di restoran–hotel favorit mereka.“Kenapa tiba-tiba?” Rebecca memastikan.“Tiba-tiba aku ingin makan steak di sana,” pinta Gabriel setengah merengek.“Kita akan ke sana setelah kau selesai memilih hadiah mainanmu. Tapi sebelum ke sana, Mommy akan memantau persiapan perayaan ulang tahunmu besok di ballroom hotel itu
Note: Holla, karena pada minta extra part tampil di Goodnovel, jadi abi tampilin di sini juga. Selamat membaca yaaa :) ~ Lima tahun kemudian ~Kedamaian jiwa Glenn terusik oleh gerakan yang menggelitik di lengannya. Matanya yang lama terpejam perlahan terbuka, dengan gerakan tidak memburu mulai berusaha menjernihkan pandangan mata yang samar-samar.Ujung bibirnya tertarik dan menyimpulkan senyuman tampan. Jiwanya yang terusik seketika tersapu oleh kehangatan yang menggelitik pikiran untuk tertawa geli.Tepat di depan mata, Glenn mendapati tersangka utama yang mengusik kedamaian jiwanya dari dunia mimpi. Namun, dia sama sekali tidak berniat untuk menegur.Pria tampan yang bertelanjang di dalam selimut itu malah berniat untuk menenangkan tersangka utama yang gelisah tertidur dalam pelukannya. Dengan gerakan lembut, dia membelai kepala yang menjadikan lengannya sebagai bantal. Gerakan tangannya berlanjut turun ke bahu telanjang tersangka utama untuk menebarkan kehangatan lewat belaian m
~ Satu bulan kemudian ~Handphone yang lama menempel, akhirnya menjauh dari sisi telinga kiri Rebecca. Wanita cantik itu meletakkan handphone yang digunakan menelepon itu di meja nakas–bersebelahan dengan ranjang yang sedang Rebecca duduki.Menjelang jadwal persalinannya, Rebecca memutuskan untuk mengontrol perusahaan di Manchester by phone dan online. Dia menaruh kepercayaan pada wakil direktur yang ditunjuk langsung oleh Rebecca. Dan seperti biasa, malam itu Rebecca mendapatkan telepon dari wakil direktur yang melaporkan informasi mengenai perusahaan pada hari itu. Percakapan yang terjadi cukup lama dan membuat Glenn yang duduk di dekat Rebecca diserang rasa kesal.“Aku memang mengizinkanmu aktif bekerja, tapi tidak sampai seperti ini juga, Rebecca.” Glenn memprotes ketus sikap Rebecca, sementara tangannya menyerahkan segelas susu vanila ke tangan Rebecca.Rebecca hanya tersenyum senang dan tidak berkata-kata lebih. Dia lebih berkeinginan untuk menengguk habis susu vanila buatan su
Tangis Martha semakin keras melihat tubuh Rowena sudah kaku terselimuti oleh kain. Wanita paruh baya itu menjerit meminta putrinya untuk membuka mata, tapi sayangnya putrinya tetap tidak membuka mata.Tubuh Rowena sudah sangatlah dingin. Itu semua menandakan bahwa sudah tidak ada lagi aliran darah mengalir di tubuh wanita itu. Pun wajah cantik Rowena telah memucat.“Bangun, Nak! Bangun! Jangan tinggalkan Mommy!” Martha meraung meminta Rowena untuk membuka mata. Akan tetapi hasilnya tetap saja tidak mengubah kenyataan—di mana Rowena tidak lagi bernyawa.Bukan hanya Martha yang menangis. Tapi Rebecca yang berada di pelukan Glenn juga menangis melihat Rowena sudah tidak bernyawa. Meskipun Rowena telah berbuat jahat pada Rebecca, namun kenyataan ini sangatlah memilukan.Rowena pergi meninggalkan putri kecilnya sendiri di dunia ini. Sungguh sangat ironi. Bayi yang lahir ke dunia sudah harus kehilangan ibunya. Bayi tak berdosa itu tak lagi memiliki sosok ibu kandung.Sebagai calon ibu, tent
Rebecca sengaja tidak banyak bertanya dikarenakan tempat dan situasi yang tidak mendukung. Dia lebih tertarik mengajak Glenn beserta Nelson untuk pulang. Tetapi setibanya di penthouse, Rebecca tidak menunda-nunda untuk menagih penjelasan dari Nelson yang duduk bersebrangan dengan dirinya di ruangan tamu. Sementara Glenn menjadi pendamping setia di sebelah Rebecca.“Daddy ingin bercerai?” tanya Rebecca sangat serius.Nelson mengangguk. “Lawyer-ku sudah mengurus perceraian ini.”“Kenapa?” Rebecca menyahut cepat.Nelson tersenyum samar mendengar jawaban Rebecca. “Kau tidak yakin pada keputusanku ini?”“Bukan seperti itu, Dad. Aku sangat tahu jika Daddy sangat mencintai Bibi Martha.”Rebecca terdiam canggung ketika ragu-ragu mengeluarkan kalimat yang sudah terangkai di ujung lidah, namun ada keinginan yang lebih besar sehingga dia melanjutkan kalimatnya.“Apa keputusan Daddy itu karena aku?” suara Rebecca sedikit merendah dengan nada melambat yang ragu-ragu.Nelson membantah tegas lewat k