Glenn mengunci tatapannya pada wanita yang dia gagahi itu. Tidak ada sedikitpun niatan dia ingin mengabaikan wanita itu dikarenakan ada banyak hal yang ingin Glenn gali.
Bagaimana wanita itu bisa menyelinap masuk ke kamarnya? Apa tujuan dia menggoda Glenn sampai membuatnya kecanduan malam itu? Dia menilai jika wanita itu bukanlah wanita penghibur alias pelacur. Glenn memastikan sendiri bahwa dia yang pertama kali menyentuh wanita itu. Bercak darah yang mengalir di selangkangan dan menodai seprai menjadi bukti terkuat.
Atau mungkin wanita itu diutus oleh seseorang untuk mencoreng nama baiknya? Glenn harus dapatkan jawabannya malam itu juga. Dia tidak akan mengizinkan seorang pun merusak reputasi bersih dan cemerlang dirinya.
Dan keinginannya itu tidak berjalan mulus ketika ingin membawa pergi wanita itu. Wanita itu membuka mata tepat di detik Glenn mencengkram pergelangannya yang kurus.
“Kau siapa?” suara serak wanita itu sayup terdengar, sementara mata cantiknya mengerjap-ngerjap di tengah penglihatan yang berkabut.
“Ikutlah denganku!” Glenn tetap menarik kasar tangan wanita itu.
“Pergilah! Jangan ganggu aku!” wanita itu memberontak dalam pelukan Glenn.
Glenn menggeram di kala wanita itu menolaknya. Detik itu juga, dia menyeret paksa wanita itu agar ikut dengannya. Tampak wanita itu sedikit berontak di kala Glenn menyeretnya.
“Lepaskan aku!” Energy wanita itu seakan berkuras. Dia tak sanggup lagi berontak. Tubuhnya lunglai ke pelukan Glenn seiring kesadaran yang berangsur-angsur hilang.
Glenn yang masih tenggelam rasa penasaran mengenai ucapan wanita itu berubah was-was oleh tatapan bartender yang mencurigai dirinya. Sehingga segera mungkin Glenn membawa wanita itu pergi dari klub malam.
Tetapi, jangan harapkan Glenn akan bersimpati ketika berhasil membawa wanita itu ke kamar hotel–tempatnya menginap. Logikanya sudah mendikte untuk tidak terpengaruh sekalipun tubuh manis yang menggoda, pun kesadaran yang hilang bisa dia manfaatkan.
Sepanjang malam dia meletakkan wanita itu di sofa. Membiarkannya tidur tidak nyaman. Bahkan ketika mentari pagi sudah meninggi, Glenn sengaja memercik-mercikkan air pada wanita yang belum terbangun dari tidurnya.
“Bangun! Kita perlu bicara!” Glenn terpaksa membentak untuk membangunkan wanita itu, memaksa wanita itu untuk membuka mata.
Caranya itu berhasil. Wanita itu mengusap-usap wajahnya yang basah sembari memposisikan duduk. Di saat itu juga kepalanya diserang rasa pusing yang luar biasa. Sudah dipastikan pula rasa sakit yang mengerikan itu akibat efek alkohol kemarin malam.
Namun bukan hal itu saja yang membuat wanita itu masih belum menggubris keberadaan Glenn di hadapannya. Matanya yang terbuka sudah membulat sempurna. Tak sedetik pun dia berkedip ketika memindai dari sudut ke sudut kamar itu. Dia ingin memastikan keberadaannya saat itu bukanlah ilusi.
Keinginannya itu sia-sia. Matanya yang agak membengkak telah menangkap sosok Glenn. Dia adalah pria yang sama–yang beberapa hari lalu telah menghancurkan rencana indahnya.
“Kau sudah sadar, kan? Jadi sudah waktunya kita berbicara,” Glenn menggeram kesal, menatap tajam sosok wanita itu.
Sayangnya, dia diabaikan oleh Rebecca. Wanita itu masih tenggelam oleh keterkejutan yang membuat jantungnya hampir copot. Sebab, Rebecca ingat dia yang datang ke klub malam untuk menghibur diri dari kesedihan yang menyesakkan.
Sekujur tubuhnya gemetar saat isi kepala dipenuhi oleh percintaan panas beberapa malam yang lalu. Dia memeluk tubuhnya sendiri karena takut pria di hadapannya itu kembali menyerang saat dia tak sadarkan diri.
“Kau pasti telanjang jika aku menidurimu,” Glenn mencibir sinis karena tersinggung oleh Rebecca yang panik memeluk tubuhnya. “Aku bukan pria bejat yang meniduri wanita mabuk.”
“Bullshit! Buktinya malam itu kau meniduriku,” Rebecca menggerutu kesal sembari membuang tatapannya dari Glenn.
Glenn kembali tersinggung. Jiwanya sudah terkena percikan api amarah yang menaikkan suhu emosi pria itu. Anehnya, ada sebuah bisikan yang menggurui Glenn. Rasanya lebih menyenangkan untuk mempermalukan Rebecca dibandingkan harus berdebat. Presepsinya itu didukung kuat oleh sikap Rebecca yang berani membantah ucapannya.
“Kau yang lebih dulu merayuku.” Glenn terkekeh mengejek dan begitu menjengkelkan bagi Rebecca.
“Itu karena aku–”
“Karena seseorang yang menyuruhmu untuk merayuku?” sela Glenn yang tidak memberi kesempatan Rebecca untuk berbicara. “Katakan padaku, siapa yang menyuruhmu? Apa yang mereka berikan padamu sehingga kau mau melakukan perbuatan menjijikan seperti itu?”
Rebecca yang kebingungan tidak dibuat bernapas tenang oleh Glenn. Pria tampan itu merapatkan jarak antara dirinya dengan Rebecca yang masih duduk, kemudian dia membungkuk sementara satu tangannya mencapit kedua sisi rahang Rebecca dengan tekanan agak menyakitkan.
“Aku akan berbaik hati jika kau mau bekerjasama. Aku akan berikan dua kali lipat dari yang mereka berikan padamu. Tapi jika kau tidak mau bekerjasama ... aku akan melaporkanmu ke polisi dengan tuduhan prostitusi. Silakan pilih keputusan bijak. Mau tidur di penjara atau terima uangku?” Glenn menggeram dengan nada bersungguh-sungguh, penuh ancaman yang tak main-main.
Raut wajah Rebecca berubah mendengar apa yang dikatakan Glenn. Sepasang iris matanya melebar. Amarah dan emosi menyelimutinya di kala mendapatkan tuduhan keji tak berperasaan padanya. Pria yang ada di hadapannya langsung menuduh, tanpa sama sekali meminta penjelasan darinya.
“Singkirkan tanganmu sekarang juga.” Suara parau Rebecca menggeram marah, menatap tajam Glenn.
“Aku menyuruhmu untuk memutuskan pilihan. Bukan untuk menentangku.” Glenn tak mau kalah, pun tangannya semakin kencang mencapit rahang Rebecca. Ancamannya tidaklah main-main.
Kesabaran Rebecca benar-benar diuji oleh Glenn. Hidupnya sudah rumit, ditambah lagi pusing yang menyakiti kepala membuat Rebecca harus bersikap tegas atas perbuatan Glenn.
Dan ... bugh! Sekuat tenaga Rebecca membenturkan kepalanya ke wajah Glenn dengan sangat keras. Dia berhasil melepaskan tangan Glenn yang menyakiti rahanngnya. Pun dia berhasil melumpuhkan Glenn yang sedang mengerang sakit akibat perbuatannya itu.
Rebecca yang berdiri tegak tak membuang kesempatan untuk mendorong Glenn. Beruntungnya saat itu Glenn mampu menyeimbangkan tubuhnya yang hampir terjatuh.
“Dasar pria gila! Kau pikir kau siapa? Sampai mulut kurang ajarmu itu seenaknya menuduhku!” bentak Rebecca dengan napas tersengal seiring dadanya yang naik turun mengeluarkan emosi yang tak lagi tertahankan.
Ya, Rebecca seakan mendapatkan kesialan bertubi-tubi di hidupnya. Mulai dari dicampakan keluarganya, lalu dicampakan calon suaminya, dan sekarang malah dirinya bertemu dengan seseorang yang tidak waras.
“Kau ingin melaporkanku ke polisi?” Rebecca terkekeh kesal, lalu tanpa peringatan dia menatap Glenn penuh kebencian yang terpancar. “Aku yang akan melaporkanmu ke polisi! Kau membawaku ke sini tanpa izin itu sudah termasuk penculikan. Kau menyakiti wajahku, itu sudah termasuk penganiayaan!” Rebecca menjeda, menunjuk wajah Glenn dengan menggunakan telunjuknya. “Dan satu hal yang wajib kau ketahui! Aku bukan wanita sembarangan yang mau melakukan hal menjijikan seperti malam itu. Yang aku lakukan malam itu adalah kesalahan yang membuatku sial bisa terlibat denganmu!”
Rebecca benar-benar menjawab sempurna pertanyaan Glenn lewat kalimat penuh kebencian yang merendahkan. Wanita itu semakin sinis menatap Glenn, sampai-sampai dia tidak bersimpati ketika ada darah segar mengalir lewat hidung Glenn.
Glenn berdecak kesal. Dia tak kalah sinis menatap Rebecca. Seumur hidup, baru kali itu ada seseorang yang berani menentang sampai memukul dirinya. Matanya yang tajam seolah ingin membalas balik perbuatan Rebecca.
Sehingga pada saat itu juga Glenn ingin menyuarakan kebencian yang sama pada Rebecca yang takt ahu aturan. Sayangnya, keinginan Glenn terhalangi oleh suara bel yang berbunyi.
Itu pasti Eric–sekretarisnya yang melakukan rutinitas harian pada pagi hari. Yaitu melaporkan jadwal harian yang akan Glenn lalui.
“Sebaiknya gunakan uangmu itu untuk mengobati hidungmu. Karena aku punya banyak uang,” ujar Rebecca yang terpaksa menyombongkan diri.
Rebecca segera pergi setelah puas melampiaskan kemarahannya. Langkahnya menghentak-hentak arogan sampai-sampai pintu dibuka kasar olehnya. Dia juga tidak peduli pada keberadaan Eric yang tercengang melihatnya keluar dari kamar Glenn. Pergi segera mungkin dari sana adalah hal terpenting yang Rebecca lakukan saat itu.
“Tuan Glenn, apa yang terjadi?” Eric kebingungan menghampiri Glenn yang sudah duduk di sofa, dalam keadaan wajah bosnya itu mengalami luka.
Glenn tidak bersuara. Dia masih sibuk membasuh darah di hidungnya menggunakan tissue yang dia ambil sendiri.
“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya Eric menegang cemas ketika melihat noda darah pada tissue itu.
“Aku baik-baik saja. Ini hanya luka kecil,” Glenn menanggapi tenang. Luka yang diberikan oleh Rebecca sangat kecil. Tidak akan mungkin bisa membuat Glenn tumbang.
Eric tampak tidak puas oleh pernyataan Glenn. Benaknya menuntut untuk mencari jawaban sendiri. Kehadiran wanita asing yang berpapasan di depan tadi mengantarkan sinyal pemikiran buruk berputar di kepalanya.
“Apa wanita tadi yang membuat Anda seperti ini?” Eric percaya diri pada tebakannya. “Jika memang benar, saya akan menangkap wanita itu–”
“Biarkan saja! Tidak usah urus wanita gila itu,” titah Glenn melarang dengan nada menekan tak terbantahkan.
Eric tak bisa berkata apa pun ketika sudah mendapatkan jawaban yang menekankan. Yang dilakukannya hanya menundukkan kepala mematuhi perintah dari Glenn.
Sebuah minimarket menjadi tujuan utama Rebecca. Rasa pusing yang menyakiti kepala dan mual di perut yang begitu menyiksa mengharuskan Rebecca untuk lebih dulu memprioritaskan.Di teras minimarket itu dia sendirian menikmati sebotol minuman penghilang pengar–efek dari mabuk alkohol. Tatapannya begitu kosong seiring berangsur-angsur rasa tidak mengenakkan itu tak lagi dia rasakan.Rebecca menghela napas kasar. Batinnya mengeluhkan awal hari yang lagi-lagi dilalui buruk. Sebab sejak pagi naas itu dia tidak pernah lagi merasakan seujung kuku pun kebahagiaan. Seolah-olah mulai pagi naas itu takdir Rebecca sudah digariskan terisi oleh keburukan yang menyapu bersih kebahagiaan.Rebecca merasa tidak pernah melakukan dosa keji yang membuatnya harus ditindak tidak adil seperti itu. Dia bahkan tidak pernah mengusik kehidupan orang lain termasuk Rowena–saudara tirinya.Pantaskah Rebecca direndahkan sejatuh-jatuhnya seperti itu?Lamunan Rebecca terpecah oleh notifikasi telepon masuk yang sempat me
“Dia bukan siapa-siapa, Tuan Glenn. Lihat saja pakaiannya, mana mungkin tamu pernikahan datang dengan pakaian seperti itu,” jawab Alfie yang cerdik mengalihkan perhatian Glenn.Alfie berhasil meyakinkan Glenn yang mau mengikuti untuk duduk di meja VVIP yang telah dia siapkan. Sayangnya, langkah mereka kalah cepat dari Rebecca yang berhasil lolos dari kedua pria berbadan tegap itu.Rebecca berdiri tegak di hadapan Rowena dengan segelas wine di tangan kanan yang dia ambil dari pelayan saat berjalan menghampiri. Rasa sakit hati yang menguasai membuat Rebecca terfokus hanya pada Rowena dan Elvis. Dia mengabaikan yang lainnya. Bahkan pada Nelson yang menarik dan berbisik-bisik mengusirnya pun dia abaikan.Perasaan Rebecca hari itu sudah tidak lagi bisa terbendung. Emosi, marah, kecewa telah melebur menjadi satu. Dia datang ke sini, bukan bermaksud untuk meluapkan kemarahan karena tak terima, melainkan dia khusus datang untuk mengucapkan selamat atas pernikahan mantan kekasihnya dan saudara
“Ternyata kau tidak begitu galak seperti tadi pagi.”Pernyataan dari suara yang familiar bersamaan dengan kehadiran pantofel hitam di depan mata mengalihkan Rebecca dari kesedihannya. Dengan mata yang sembab–efek dari menangis, Rebecca mengangkat pandangan mata untuk memastikan seseorang yang berdiri sejajar di depannya.Rebecca mendengkus kesal. Di depannya terdapat pria menyebalkan yang menatapnya disertai seringai sinis dengan kedua tangan terlipat di dada. Pria yang pagi tadi mengancam Rebecca, pria yang sama yang berkali-kali Rebecca hindari dan merusak kedamaian hidup Rebecca.“Ternyata kau wanita cengeng,” ucap Glenn mengeluarkan kata-kata yang sengaja memancing emosi Rebecca.Rebecca menghela napas dalam-dalam sembari mengabaikan keberadaan Glenn. Dia berusaha keras menenangkan emosi dan membungkam mulutnya tidak terprovokasi oleh ejekan Glenn.Energinya sudah terkuras habis setelah tadi dia puas memuntahkan kekesalan hati. Emosinya juga masih berantakan pasca berdebat hebat d
Keheningan menyapa Rebecca yang baru saja membuka mata. Tidak ada satu pun orang berada di kamar itu selain dia. Dia juga tidak terlalu terkejut mengetahui keberadaannya di rumah sakit. Dia masih bisa mengingat bagaimana tubuhnya yang melemah hingga tidak sadarkan diri.Hanya saja, dia bertanya-tanya di dalam hati. Apakah pria menyebalkan itu yang membawanya ke rumah sakit?Rebecca keluar dari kamar inapnya untuk menuju meja informasi. Selain ingin mencari tahu pemikirannya itu, dia juga berencana ingin menghubungi Jolie menggunakan telepon rumah sakit. Sahabatnya itu pasti cemas mencari-cari dirinya.Namun yang dia dapatkan adalah mengenai keberadaannya di rumah sakit milik Elvis. Raut wajah Rebecca langsung berubah di kala menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit milik mantan kekasihnya. Desas-desus tentang dirinya berselingkuh pastinya sudah terdengar oleh banyak orang.Pandangan keji orang-orang yang mengenal dirinya memaksa Rebecca untuk keluar dari rumah sakit itu. Luka di
“Welcome home, Sweetheart.”Pelukan hangat Gina Harper menyambut Rebecca yang baru saja tiba di kediaman orangtua Jolie. Ibu kandung dari Jolie Harper itu membelai sayang Rebecca, menciumi Rebecca penuh kasih seperti anak kandung sendiri.Gina sama bersedih seperti Jolie saat mengetahui kabar buruk yang menimpa Rebecca. Sehingga ketika tahu Jolie dan Rebecca terbang malam itu juga ke London, dia langsung memerintahkan sopir untuk menjemput keduanya.Selama ini hubungan antara Rebecca dengan keluarga Jolie sangatlah dekat. Tidak heran jika setiap kali Rebecca datang ke London, pastinya dia mendapatkan sambutan hangat dari keluarga sahabat baiknya itu.Deheman ayahnya Jolie yang menginterupsi membuat Rebecca melepaskan diri dari pelukan hangat Gina. Dia tidak lupa untuk menyapa tuan rumah yang sama ramah seperti Gina, sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam kediaman mewah itu dan menduduki ruangan keluarga.“Kami turut prihatin atas kabar buruk yang menimpamu, Sweetheart.” Gina bersuara
Satu bulan telah berlalu dari malam menyakitkan yang Rowena lalui. Telinganya masih saja terngiang-ngiang mengenai Elvis yang mengigau nama Rebecca. Hati yang tersayat sakit begitu sulit menghilangkan tingkah laku kejam Elvis setiap kali dia menyetubuhi Rowena dalam keadaan mabuk. Rowena pun tidak bertindak tegas. Dia mengenyampingkan harga diri karena telah dibutakan cinta terhadap Elvis. Seluruh jiwa dan raganya telah disserahkan seutuhnya pada Elvis meski dia tahu di dalam hati suaminya itu masih terdapat sosok saudara tirinya itu. Bagi Rowena semua itu bukan salah Elvis. Melainkan Rebecca yang merebut Elvis dari dirinya. Sehingga lewat usahanya untuk menjadi istri sempuruna, Rowena berusaha untuk menyingkirkan sosok saudari tiri yang paling dibenci itu. Sayangnya, usahanya masih belum membuahkan hasil. Elvis masih saja bersikap dingin dalam pernikahan yang berlandas formalitas itu. Sikapnya selalu saja sama setiap kali terbangun sehabis menjamah tubuh Rowena. Elvis selalu mengh
“Kecelakaan?” ucap Glenn tersontak kaget mengulangi kabar buruk dari Eric yang menghubungi via telepon.Wajah tampannya yang menegang menyita perhatian ayahnya yang duduk di hadapannya saat melakukan makan siang bersama di sebuah restoran. Dibandingkan menunjukkan kepeduliannya pada Eric yang selalu loyalitas melayani dirinya, saat itu Glenn lebih menunjukkan kekesalan atas kabar buruk yang diterima.Batinnya telah merutuki diri yang menyesal tidak membawa serta Eric dalam schedule makan siang bersama ayahnya yang menjabat sebagai presiden direktur di Medico Hospital.“Cepat selesaikan masalah kecelakaan itu. Setengah jam lagi aku ada rapat dengan klien penting. Kita langsung bertemu di tempat meeting saja dan kau tidak usah menjemputku,” titah Glenn tak terbantahkan yang langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak.Handphone yang tidak sampai dua menit menempel di sisi kiri telah diletakkan kasar ke atas meja. Makanan yang sudah setengah dinikmati pun tidak lagi menarik nafs
Rebecca mempercepat langkah kaki ketika keluar dari mobilnya. Dia begitu tergesa-gesa menghampiri Jolie, takut Jolie akan marah dikarenakan sudah cukup lama menunggu kedatangannya di restoran itu.Rebecca pun tidak mengabari Jolie mengenai kecelakaan kecil yang menghambat kedatangannya itu. Dia merasa tidak enak hati pada Jolie yang selalu dibuat cemas olehnya.Selain tidak enak hati, Rebecca mengenal sifat Jolie yang mudah sekali panik. Jika sudah panik, pasti Jolie akan berujung pada sifat-sifatnya yang berlebihan. Dan Rebecca tidak mau sampai Jolie terkena serangan panik, hanya karena dirinya.Situasi tak terduga didapati Rebecca setibanya di dalam restoran. Di tengah langkah yang melambat dan napas agak terengah-engah, Rebecca memicing tajam pada Jolie yang tersenyum ramah sembari melambaikan tangan ke arahnya. Lebih tepatnya Rebecca memicing tajam pada beberapa piring yang diangkut oleh seorang pelayan.Hah! Sungguh menyesal Rebecca terburu-buru untuk tiba di sana. Sementara Joli
Anastasia Romanov, dia adalah putri cantik Glenn dan Rebecca yang terlahir sempurna. Gadis kecil yang dua tahun lalu menangis kencang itu telah tumbuh menggemaskan.Gadis kecil cantiknya begitu mirip dengan Rebecca. Rambutnya cokelat, lembut dan panjang. Matanya juga indah dan meneduhkan. Hidungnya mancung seperti Glenn, sementara bibirnya tipis dan mungil seperti Rebecca.Sayangnya, di mata Gabriel adiknya itu sosok menggemaskan yang dijahili.Gabriel suka mencubit gemas pipi Anastasia yang gembul. Gabriel memang mengajak Anastasia bermain, tetapi dia juga menjahili Anastasia sampai membuatnya menangis.Suasana taman belakang pagi di momen weekend telah ramai oleh riak suara Gabriel yang tertawa dan Anastasia yang menangis. Keduanya telah bermain di sana dengan diawasi oleh para pengasuh mereka.“Jangan ganggu aku, Kakak!” Anastasia kesal pada Gabriel yang menarik rambutnya. Padahal Anastasia sedang memberi makan anjing kecilnya.“Aku hanya ingin merapikan rambutmu, Ana.” Gabriel mem
Tidak perlu dijelaskan secara terperinci kebahagiaan keluarga ketika Glenn mengumumkan kehamilan kedua Rebecca. Mereka membanjiri ucapan selamat kepada Glenn dan Rebecca, pun Gabriel yang akan menjadi seorang kakak.Emilia dan Abraham langsung menyumbangkan segelintir uang kepada yayasan sosial dan panti asuhan sebagai wujud syukur atas kebahagiaan Glenn dan Rebecca. Nelson pun melakukan kegiatan sosial yang sama di Manchester.Bagaimana dengan Gabriel?Putra tampan Glenn dan Rebecca itu dengan bangga menceritakan perihal dia yang akan menjadi kakak. Dia juga menjadi sosok manis dan perhatian kepada Rebecca.Seperti pagi itu, Gabriel yang telah rapi mengenakan seragam sekolah datang ke kamar tidur Glenn dan Rebecca. Dia membawakan segelas susu untuk dinikmati oleh Rebecca.Hal itu dilakukan karena selama kehamilan yang sudah mengijak lima bulan itu, Rebecca mengalami ngidam yang luar biasa. Wanita cantik itu masih saja mengalami morning sickness yang mengganggu rutinitas pekerjaan.“I
Sebuah ciuman hangat Rebecca hadiahkan ke dahi Gabriel. Putra tampannya itu sudah terlelap tidur akibat lelah seharian merayakan ulang tahunnya. Selimut yang menghangatkan tubuh Gabriel telah dirapikan kembali oleh Rebecca. Namun, ada kejadian lucu yang menahan langkah Rebecca ketika ingin beranjak dari kamar Gabriel.Putra tampannya itu mengigau. “Mom, aku mau adik,” gumamnya.Rebecca geleng-geleng kepala menatap putranya. Gabriel tidak hanya mewarisi ketampanan Glenn, tetapi sikap keras kepala Glenn juga menurun pada Gabriel.Rebecca akhirnya memadamkan lampu kamar Gabriel untuk kemudian menyusul Glenn yang sudah menunggu di kamar mereka. Glenn teralihkan oleh kehadiran Rebecca. iPad yang dipergunakan memeriksa beberapa email penting telah Glenn letakkan ke meja nakas di sebelahnya.“Gabriel sudah tidur?” tanya Glenn berbasa-basi pada Rebecca yang merangkak naik ke ranjang tidur.Rebecca berdehem singkat. “Dia sangat kelelahan, tapi dia masih saja ingat pada keinginannya memiliki ad
Suara mobil yang berhenti di depan kediaman mewah telah memanggil langkah gadis kecil di ruangan tamu. Dia berlari tergesa-gesa, begitu tidak sabar ingin menghampiri seseorang yang mengendarai mobil di depan itu.Baginya, momen kehadiran itu sudah dinanti-nanti. Dia sudah menunggu sejak pagi hari tanpa rasa bosan–sampai waktu telah menunjukkan pukul empat sore.Pintu yang tertutup terbuka, bola mata cantiknya telah berbinar bahagia menyambut sosok tampan yang muncul dari balik pintu.“Daddy sudah pulang?” seru gadis cantik itu menyapa hangat.Sayang, kehangatan itu dibalas oleh sikap dingin dari sosok yang disapa ‘Daddy’ itu. Kehadirannya yang begitu menyambut tidak dianggap, seolah-olah gadis kecil itu tidak terlihat oleh mata.Tanpa rasa peduli apalagi menghargai, sosok ayah itu berjalan meninggalkan gadis kecil yang masih berharap belas kasihnya. Dia benar-benar mengacuhkan, sedikit pun dia tidak melirik ke belakang untuk sekadar melihat gadis kecil yang mulai terengah-engah menyus
Glenn dan Rebecca akhirnya pergi bersama Gabriel sesuai rencana mereka siang itu. Mereka menuju sebuah toko yang menjual lengkap permainan anak-anak. Anehnya, Gabriel tampak berbeda ketika tiba di sana. Dia tidak antusias seperti biasanya. Padahal ketika Glenn dan Rebecca berjanji akan membebaskannya memilih hadiah permainan, bocah laki-laki sangat antusias luar biasa.“Apa mainan yang kau cari tidak ada?” Rebecca menegur Gabriel yang termenung di salah satu rak mainan.Gabriel menggelengkan kepalanya. “Aku mau makan steak di restoran–hotel favoritku, Mom.”Rebecca terheran dengan permintaan putranya. Benaknya tidak menyalahkan dikarenakan Gabriel memang menyukai menu steak di restoran–hotel favorit mereka.“Kenapa tiba-tiba?” Rebecca memastikan.“Tiba-tiba aku ingin makan steak di sana,” pinta Gabriel setengah merengek.“Kita akan ke sana setelah kau selesai memilih hadiah mainanmu. Tapi sebelum ke sana, Mommy akan memantau persiapan perayaan ulang tahunmu besok di ballroom hotel itu
Note: Holla, karena pada minta extra part tampil di Goodnovel, jadi abi tampilin di sini juga. Selamat membaca yaaa :) ~ Lima tahun kemudian ~Kedamaian jiwa Glenn terusik oleh gerakan yang menggelitik di lengannya. Matanya yang lama terpejam perlahan terbuka, dengan gerakan tidak memburu mulai berusaha menjernihkan pandangan mata yang samar-samar.Ujung bibirnya tertarik dan menyimpulkan senyuman tampan. Jiwanya yang terusik seketika tersapu oleh kehangatan yang menggelitik pikiran untuk tertawa geli.Tepat di depan mata, Glenn mendapati tersangka utama yang mengusik kedamaian jiwanya dari dunia mimpi. Namun, dia sama sekali tidak berniat untuk menegur.Pria tampan yang bertelanjang di dalam selimut itu malah berniat untuk menenangkan tersangka utama yang gelisah tertidur dalam pelukannya. Dengan gerakan lembut, dia membelai kepala yang menjadikan lengannya sebagai bantal. Gerakan tangannya berlanjut turun ke bahu telanjang tersangka utama untuk menebarkan kehangatan lewat belaian m
~ Satu bulan kemudian ~Handphone yang lama menempel, akhirnya menjauh dari sisi telinga kiri Rebecca. Wanita cantik itu meletakkan handphone yang digunakan menelepon itu di meja nakas–bersebelahan dengan ranjang yang sedang Rebecca duduki.Menjelang jadwal persalinannya, Rebecca memutuskan untuk mengontrol perusahaan di Manchester by phone dan online. Dia menaruh kepercayaan pada wakil direktur yang ditunjuk langsung oleh Rebecca. Dan seperti biasa, malam itu Rebecca mendapatkan telepon dari wakil direktur yang melaporkan informasi mengenai perusahaan pada hari itu. Percakapan yang terjadi cukup lama dan membuat Glenn yang duduk di dekat Rebecca diserang rasa kesal.“Aku memang mengizinkanmu aktif bekerja, tapi tidak sampai seperti ini juga, Rebecca.” Glenn memprotes ketus sikap Rebecca, sementara tangannya menyerahkan segelas susu vanila ke tangan Rebecca.Rebecca hanya tersenyum senang dan tidak berkata-kata lebih. Dia lebih berkeinginan untuk menengguk habis susu vanila buatan su
Tangis Martha semakin keras melihat tubuh Rowena sudah kaku terselimuti oleh kain. Wanita paruh baya itu menjerit meminta putrinya untuk membuka mata, tapi sayangnya putrinya tetap tidak membuka mata.Tubuh Rowena sudah sangatlah dingin. Itu semua menandakan bahwa sudah tidak ada lagi aliran darah mengalir di tubuh wanita itu. Pun wajah cantik Rowena telah memucat.“Bangun, Nak! Bangun! Jangan tinggalkan Mommy!” Martha meraung meminta Rowena untuk membuka mata. Akan tetapi hasilnya tetap saja tidak mengubah kenyataan—di mana Rowena tidak lagi bernyawa.Bukan hanya Martha yang menangis. Tapi Rebecca yang berada di pelukan Glenn juga menangis melihat Rowena sudah tidak bernyawa. Meskipun Rowena telah berbuat jahat pada Rebecca, namun kenyataan ini sangatlah memilukan.Rowena pergi meninggalkan putri kecilnya sendiri di dunia ini. Sungguh sangat ironi. Bayi yang lahir ke dunia sudah harus kehilangan ibunya. Bayi tak berdosa itu tak lagi memiliki sosok ibu kandung.Sebagai calon ibu, tent
Rebecca sengaja tidak banyak bertanya dikarenakan tempat dan situasi yang tidak mendukung. Dia lebih tertarik mengajak Glenn beserta Nelson untuk pulang. Tetapi setibanya di penthouse, Rebecca tidak menunda-nunda untuk menagih penjelasan dari Nelson yang duduk bersebrangan dengan dirinya di ruangan tamu. Sementara Glenn menjadi pendamping setia di sebelah Rebecca.“Daddy ingin bercerai?” tanya Rebecca sangat serius.Nelson mengangguk. “Lawyer-ku sudah mengurus perceraian ini.”“Kenapa?” Rebecca menyahut cepat.Nelson tersenyum samar mendengar jawaban Rebecca. “Kau tidak yakin pada keputusanku ini?”“Bukan seperti itu, Dad. Aku sangat tahu jika Daddy sangat mencintai Bibi Martha.”Rebecca terdiam canggung ketika ragu-ragu mengeluarkan kalimat yang sudah terangkai di ujung lidah, namun ada keinginan yang lebih besar sehingga dia melanjutkan kalimatnya.“Apa keputusan Daddy itu karena aku?” suara Rebecca sedikit merendah dengan nada melambat yang ragu-ragu.Nelson membantah tegas lewat k