Home / Romansa / Setelah Lima Tahun / Part 120 Divorce

Share

Part 120 Divorce

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Petra's POV

Aku menggendong Exel keluar dari apartemen. Winda mengikuti di belakang. Semua barang-barang pentingnya sudah masuk mobil semua. Aku menyarankan agar perabot yang dia inginkan bisa di bawa, nanti aku sewakan truk. Namun Winda tidak mau.

Apartemen itu masa sewanya masih setahun lagi. Sebab aku memperbarui sewa kali kedua langsung kubayar lunas selama empat tahun. Perabotan aku lengkapi agar dia tidak perlu sering ke luar apartemen. Apalagi dia sendirian menjaga Exel.

Suasana hening dalam perjalanan. Hanya Exel yang sesekali menanyakan beberapa hal. Termasuk kenapa mereka harus pindah rumah, harus pindah sekolah.

"Exel, nggak akan punya teman, Ma," protesnya.

"Nanti ada teman juga di rumah Kakek." Winda menjawab datar.

"Papa, ikut pindah juga?" tanya Exel sambil memandangku.

"Tidak, Sayang. Papa kan harus bekerja."

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
anakmu yg salah pak udah tau suami orang nekad aja dijebak dengan kegadisannya... udah gtu suka nyari masalah dan gangguin istri pertama suaminya. sekarang dia yg minta pisah tapu dia juga yg playing victim.. pantesan winda licik ternyata bapaknya juga begitu
goodnovel comment avatar
chan 2407
dasarnya aj si winda cewek kegatelan jadi walaupun orang tuanya kaya dan tau kalo itu suami orang tetap aj di rayu.dr awal mendekati suami orang udah keliatan si winda cewek murahan walaupun katanya perawan
goodnovel comment avatar
Bernadetha D Goru
Ceraikan saja pelakor winda.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Setelah Lima Tahun   Part 121

    Petra's POVIni keputusan terbaik untuk semuanya. Pertimbangannya jelas. Tetap bertahan denganku sudah pasti keadaan akan tetap sama. Sepanjang hidup Winda hanya akan jadi yang kedua, tidak bebas, penuh tantangan, dan beban."Bapak dan Ibu jadi saksi, hari ini, saya Muhammad Petra Nurmansyah menjatuhkan talak satu kepada Winda Saputri."Winda terkejut menatapku. Meski perceraian sudah kami bahas, tapi tetap saja dia tidak mengira kalau aku mengucapkan talak di hari pertama kedatangan kami di rumah orang tuanya.Ibunya Winda menangis, ayahnya masih dengan mimik wajah yang tak berubah. Masih berdiri dengan angkuhnya."Saya tidak akan lepas tanggung jawab terhadap Exel. Tiap bulan saya akan mengirimkan tunjangan.""Tidak perlu," sahut laki-laki itu cepat."Aku bisa mengurusi anak dan cucuku. Kami tidak butuh uangmu."&nb

  • Setelah Lima Tahun   Part 122

    Vi Ananda's POV"Kakak, kejar adek, Kak!" seruku pada Syifa, agar lekas mengejar adiknya yang berlari hendak naik kereta api mini di area permainan.Abian bukannya berhenti tapi malah mengajak kakaknya dan Dinar main kejar-kejaran. Melihat mereka seaktif itu membuatku lelah sendiri, meski hanya memperhatikan sambil duduk.Sudah dua hari ini kami berlima liburan, untuk menemani Syifa kami mengajak Dinar juga. Liburan dadakan setelah selesai membahas renovasi rumah kami dengan seorang rekannya Mas Ilham. Jadi setelah kami kembali nanti, rumah sudah siap di tempati. Syifa dan Dinar kami mintakan izin tidak masuk sekolah.Mas Ilham menyodorkan sebotol air mineral padaku. Anak-anak dipanggilnya, mereka berlari mendekat lantas membongkar isi kantong plastik penuh snack yang baru dibeli."Tadi Silvi nelepon, sudah booking tiket pesawat untuk tiga hari lagi. Penerbangan jam

  • Setelah Lima Tahun   Part 123 Ujian Setelah Perceraian

    Pulang dari liburan aku menyiapkan beberapa oleh-oleh untuk di bawa Mas Ilham kembali ke tempat kerja. Membelikan vitamin kesuburan untuk Sekar. Dia ingin sekali segera memiliki momongan. Waktu itu sempat periksa ke dokter kandungan dan resep vitaminnya aku bawa untuk kubelikan dari sini."Mas, berapa hari di Jakarta?" tanyaku sambil menyusun bajunya di mini travel bag malam itu."Dua sampai tiga hari.""Acara di Mas Ahmad selesai segera nyusul, ya," katanya sambil melingkarkan lengannya di pinggangku. Baru hendak mengecup kening, pintu kamar terbuka, masuklah Syifa dan Abian. Mas Ilham segera melepaskan pelukan."Ma, adek udah ngantuk itu," kata Syifa.Abian menyandarkan tubuhnya di pinggir ranjang. Mas Ilham segera meraih tubuh kecil itu dan mengangkat ke atas ranjang. Syifa menyusul dan mereka bercanda di sana.Jam sembilan malam akhirn

  • Setelah Lima Tahun   Part 124 Pertemuan Empat Orang

    Arvan's POVAku keluar dari ruang perawatan Bang Rahmat. Teman kerja yang baru saja kujenguk. Dia operasi ginjal dua hari yang lalu.Saat berdiri di lorong rumah sakit seorang anak kecil menangis di gendongan wanita setengah baya yang keluar dari kamar perawatan. Infus menancap di tangannya. Yang membuatku terkejut, sosok wanita yang mengikutinya di belakang sambil mendorong tiang infus. Wanita itu yang pernah kutemui bersama Bang Petra.Ketika mereka berjalan pelan melewati tempatku berdiri, aku tersenyum. "Hai," sapaku pada bocah kecil yang menatapku sambil meletakkan dagunya di pundak wanita setengah baya itu.Bocah yang wajahnya memerah dan tampak lesu itu memandang tapi diam. Aku berpandangan dengan wanita muda tadi. Dahinya mengernyit, dia sedang ingat bahwa kami pernah bertemu."Sepertinya kita pernah bertemu, 'kan?" tanya wanita itu duluan. Dia berhenti dan

  • Setelah Lima Tahun   Part 125

    Melinda's POV"Itu tadi Arvan?" tanya Bang Petra ketika kami sudah berhadapan. Pandangannya masih tertuju pada sosok yang sedang melangkah pergi menjauhi kami."Ya.""Kalian janjian?""Kami nggak sengaja bertemu. Dia sedang membesuk rekannya yang di rawat di sebelah ruang perawatan Exel."Bang Petra diam. Masih menatap arah perginya Arvan."Kita pulang sekarang?" ajakku."Nunggu hasil labnya Exel keluar dulu, ya!""Kapan?""Mungkin sebentar lagi."Aku melangkah duduk di bangku yang tidak jauh dari situ. Bang Petra duduk di sebelahku. Bukannya aku tidak mau menemaninya bertemu Exel di kamar perawatannya. Tapi di sana aku seperti orang bodoh saat menyaksikan Bang Petra berinteraksi dengan Winda karena Exel. Exel yang membuat kedua orang tuanya berdekatan.

  • Setelah Lima Tahun   Part 126 Kemarahan Seorang Kakak

    Melinda's POV"Ada apa, Lin?" tanya Arvan yang menghampiriku, saat aku kebingungan di pos satpam rumah sakit."Aku harus pulang, Van. Puspa sakit. Tapi aku nggak tahu mesti naik apa. Bus di sini hanya sejam sekali lewat. Kata Pak Satpam, lima belas menit yang lalu bus baru lewat. Ini masih nunggu taksi online yang dihubungi Pak Satpam, bisa apa nggak?""Bang Petra mana?"Aku tidak menjawab. Aku sibuk membalas pesan dari Rama yang bilang kalau Puspa menangis terus mencariku.Kegelisahan makin bertambah ketika Bang Petra belum kelihatan menyusulku. Kemarahan makin memuncak dalam dada."Kapan kamu pulang, Van?""Aku juga mau pulang ini. Ayo, kalau mau bareng."Tanpa menunggu Bang Petra muncul, aku segera mengikuti Arvan menuju mobilnya.'Bodoh amat. Aku tidak peduli sekarang

  • Setelah Lima Tahun   Part 127

    Melinda's POVAku memandang layar USG di hadapan. Kurang lebih tiga bulan lagi dia akan lahir ke dunia. Dokter Herlina masih menggerakkan tranduser. Kemudian melakukan pemeriksaan Leopold, dia meraba bagian perutku dengan kedua telapak tangan."Bayimu sehat, kepalanya sudah turun sampai rongga tulang panggul tapi masih di perut. Bulan depan mungkin kepala sudah masuk panggul. Kamu mesti hati-hati. Udah tahu hamil besar gini masih juga mondar-mandir ngurus hal yang nggak jelas. Untungnya kamu nggak apa-apa. Kakimu bengkak karena kamu banyak duduk dan kurang gerak."Aku mendengar omelan Dokter Herlina sambil membenahi baju hamilku. Sebelumnya tadi aku memang cerita kalau habis melakukan perjalanan jauh."Heran, deh, sama suamimu. Udah cere masih saja segitunya memerhatikan mereka. Iyalah karena anak memang sakit. Tapi ... sudahlah, aku bingung mau ngomong apa.""Ini k

  • Setelah Lima Tahun   Part 128 Pasya

    Melinda's POVSetengah jam setelah sampai di klinik, aku melahirkan seorang bayi laki-laki tampan dengan berat 3,3 kg, panjang 50 cm. Kulitnya putih kemerahan, dia mirip Puspa versi cowok.Mata Bang Petra memerah, menahan tangis sambil menggendong bayi kami. Wajahnya di dekatkan ke wajah putra kami, tapi dia belum berani menciumnya. Setiap kelahiran anak-anak dia adalah orang yang paling penuh drama. Bahagia, terharu, dan seperti ada sesuatu perasaan yang sulit terlukiskan. Mungkin seperti hening pagi yang bisa di rasakan, tapi tidak bisa di raba.Dua orang suster datang hendak memindahkanku ke kamar perawatan. Bang Petra memberikan bayi kami kepada ibu, yang memang datang setelah dikabari aku hendak melahirkan. Namun beliau tadi langsung menuju rumah sakit.Bang Petra mengangkatku untuk dipindahkan ke brankar dorong. Dua perawat membantu mengemas barang dan kami bersama-sama kelu

Latest chapter

  • Setelah Lima Tahun   Part 151 Ending

    Vi Ananda's POV"Mas, tidur saja. Biar aku yang jaga Abrisam," ucapku sambil memandangnya. Dia kelihatan capek malam ini."Nanti kamu bisa bangunin Mas kalau butuh sesuatu."Aku mengangguk. Perlahan mata yang selalu bersorot tajam itu terpejam. Tidak lama kemudian terdengar dengkur halusnya.Sebulan ini Mas Ilham kurang tidur karena Abrisam sering mengajak begadang. Kami bergantian menjaganya. Tapi sudah dua hari ini si bungsu tidak lagi begadang. Dia nyenyak tidurnya, terbangun dan menangis kalau mau susu saja.Betapa capeknya Mas Ilham. Siang sibuk dengan pekerjaan, malamnya bergantian jaga Abrisam. Ini tidak pernah dilakukan pada dua anak sebelumnya.🌺🌺🌺Sore yang cerah. Aku mendorong stroller Abrisam menyusuri jalan berpaving yang menghubungkan jalan ke bangunan hotel dan sebuah kafe. Di depanku Abian berlarian

  • Setelah Lima Tahun   Part 150 Pulang

    Vi Ananda's POV"I love you," bisik Mas Ilham di telinga saat aku sedang menyusui Abrisam. Kedekatan kami membuat suster yang bertugas tersipu malu, lantas izin ke luar kamar.Salah satu fasilitas yang kami dapat adalah adanya seorang suster yang stand by selama dua puluh empat jam."Didit ngirim pesan kalau akan datang ke sini agak siang. Hari ini guru home schooling-nya Abian mulai ngajar, jadi Didit nunggu sekalian.""Ya, nggak apa-apa."Home schooling. Sebenarnya ini seperti les yang dilakukan Syifa setiap hari. Abian memang sudah waktunya masuk PAUD. Meski start belajar secara formal masih dua bulan lagi, tapi sekarang sudah di mulai. Aslinya, yang mengajar Homeschooling memang orangtua, bukan guru privat. Tapi beda buat kami, Pak Broto yang memfasilitasi semuanya, gaji guru privat plus uang tranport-nya.Akan tetapi setelah ini aku d

  • Setelah Lima Tahun   Part 149

    Ilham's POV"Ibu, mau pergi ke hajatan, ya?" godaku bercampur jengkel karena khawatir.Wanita di hadapanku tersenyum santai. "Ayo, kita berangkat!" ajaknya sambil menggamit lenganku. Persis seperti pasangan model yang akan melewati red karpet."Kenapa pakai sandal seperti ini?" protesku sambil menunjuk ke arah kakinya."Nggak apa-apa, kita kan mau naik mobil."Sudahlah. Dituruti saja, habis ini aku bisa mencuri sandal itu untuk kusingkirkan.Mobil meluncur pergi di bawah tatapan dua satpam yang sempat mendoakan agar proses kelahiran putra kami lancar.Aku duduk di bangku belakang bersama Vi. Tangannya yang memegang lenganku kadang terasa mencengkeram, mungkin mulasnya kembali datang. Namun saat kupandang dia hanya tersenyum. Tanpa memedulikan adanya Didit, aku menciumi pipi Vi. Pikiranku serius tegang kali ini.

  • Setelah Lima Tahun   Part 148 Kelahiran yang Indah

    Ilham's POV"Pak Ilham, ini berkas yang Bapak minta tadi." Seorang staf bernama Wita menahan langkahku yang hendak keluar kantor."Taruh di meja. Biar nanti saya periksa."Aku segera bergegas keluar ruangan, berjalan lurus ke arah utara menuju ruang pribadiku. Beberapa hari ini aku memang tidak bisa tenang menjelang persalinan anak ketiga kami."Papa," sapa Abian yang sedang asyik bermain di depan TV ditemani Arum. Aku mendekat dan mencium rambut putraku. Lantas aku masuk kamar, Vi sedang duduk di ranjang sambil menyusun baju bayi dan beberapa perlengkapannya sendiri ke dalam travel bag ukuran sedang."Mas, kok pulang lagi?" tanya Vi heran karena sepagi ini aku sudah dua kali menemuinya."Nggak usah cemas gitu. HPL-nya kan masih sepuluh hari lagi. Lagian kalau aku terasa mau lahiran, bayinya juga nggak langsung nongol. Masih ada prosesnya.

  • Setelah Lima Tahun   Part 147

    Vi Ananda's POVSiang itu aku duduk menemani Abian dan Arum yang bermain dengan si kucing hitam. Suasana redup, mendung mengantung menutupi sang surya.Hari ini hatiku berdebar-debar menunggu hasil pembicaraan Mas Ilham dan Pak Broto. Sebenarnya hak Mas Ilham untuk menolak, karena perjanjian awal hanya sampai pada dua bulan ke depan lagi. Tapi aku tahu bagaimana suamiku, terkadang dia terbawa oleh rasa tak enak hati. Mungkin karena dia juga nyaman kerja di sini.Perhatianku beralih pada mobil Fortuner yang memasuki lokasi. Itu kendaraan Pak Petra. Tiba-tiba aku berharap kalau ada Bu Melinda ikut serta, tapi aku kecewa. Yang turun justru Pak Broto, Pak Rony, dan di susul perempuan itu. Perempuan masa lalu suamiku. Dia memakai gamis dan jilbab yang ujungnya dimasukkan ke kerah gamisnya.Pak Petra mendekatiku dan menyalami. "Apa kabar?""Alhamdulillah, kabar baik Pak.

  • Setelah Lima Tahun   Part 146 My Sexy Wife

    Vi Ananda's POVPagi yang dingin, jaket tebal yang kupakai masih membuatku menggigil. Tapi Mas Ilham yang berdiri di sebelahku sudah mandi keringat. Aku sedang menemaninya jogging di tepi pantai sepagi ini. Hanya berdua, karena Abian belum bangun.Dia menenggak habis air mineral di tangannya. Kami berdiri menghadap laut lepas."Kita akan merindukan tempat ini, Mas," kataku.Mas Ilham merangkulku. "Suatu hari nanti kita bisa liburan ke sini ngajak anak-anak," ujarnya sambil tersenyum. Lantas dia terdiam, memandangku lalu tersenyum lagi. Seperti ada yang ingin dibicarakan tapi dia masih tampak bingung."Pak Alex kapan datang?" tanyaku."Kemungkinan dua bulan lagi."Diam. Kami menikmati indahnya pemandangan, sejuk dan berkabut. Angin pagi berembus membuat bergo yang kupakai berkibar. Mas Ilham menahan dengan tangannya aga

  • Setelah Lima Tahun   Part 145

    Ilham's POVAbian masih bermain di depan TV bersama Arum. Gadis umur delapan belas tahun itu telaten menjaga jagoanku. Sementara aku duduk agak ke belakang sambil menyimak email yang masuk. Signal di sini sudah lancar sejak enam bulan terakhir ini. Lima belas menit yang lalu Vi baru masuk kamar setelah menemani Abian bermain.Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan dengannya. Mengenai bos yang ingin agar aku tetap bertahan mengurus proyek ini sampai finish. Inilah yang membuatku bingung beberapa hari, nanti Alex hanya akan sesekali saja ke sini karena akan ada design interior dari sini saja, tapi tetap dalam pantauan Alex.Tidak tega aku menyampaikan ini pada Vi. Dia sudah bahagia mau pulang dan berkumpul lagi dengan putri kami. Abian tahun depan juga masuk PAUD. Vi mau melahirkan di sana dan tinggal di rumah kami yang sudah selesai direnovasi. Kusandarkan punggung di sofa dan menarik napas dalam-dalam. Dil

  • Setelah Lima Tahun   Part 144 Bagaikan di Surga

    Ilham's POV"Janin Ibu sudah berumur delapan minggu," kata dokter Etik sambil menunjukkan layar USG."Alhamdulillah," ucapku. Vi tersenyum lantas kembali menatap layar USG dan memerhatikan ucapan dokternya.Dulu waktu Vi hamil Syifa, aku yang terkejut karena tidak menyangka kalau dia akan hamil secepat itu. Bulan ini menikah bulan depannya dia sudah mengandung.Terus kehamilan kedua yang keguguran karena dia tidak tahu dan aku benar-benar kehilangan. Waktu itu kami lagi berada di puncak masalah. Hamil kali ketiga aku yang merencanakan, disaat dia belum siap, tapi aku yang memaksa diam-diam, karena itu peluang besar kami bisa hidup bersama lagi. Dan kehamilan keempat ini yang benar-benar kami persiapkan berdua."Sayang, mau makan apa? Siang belum makan, 'kan?" tanyaku setelah kami masuk mobil."Apa ya? Ada yang jual lontong sayur nggak ya,

  • Setelah Lima Tahun   Part 143

    Vi Ananda's POVHari ini cuaca sangat terik. Matahari serasa berada tepat di atas kepala. Abian merenggek minta main ke luar, tapi aku melarangnya. Kadang kasihan sama Abian, tidak punya teman bermain. Kalau cucunya Bu Asti diajak ke proyek, Abian baru punya teman. Tapi pasti berujung drama, cucunya Bu Asti -anak lelaki umur enam tahun- itu tidak mau diajak pulang dan Abian sendiri juga nangis kalau ditinggal. Senang dan susah jadinya."Mama, ayo!" Abian kembali menarik tanganku."Jangan, Sayang. Ini jam dua belas lho, panas banget di luar. Abian makan siang terus bobok, nanti sore baru kita jalan-jalan ke pantai sama Papa." Perlahan kutarik lengannya dan kupangku.Abian masih merengek dan diam ketika pintu kamar di ketuk dari luar. Aku bergegas membuka pintu. Bu Asti tersenyum, ditangannya ada semangkuk besar kolak pisang. "Mau nganterin kolak pisang, Bu.""Iya, Bu Asti. T

DMCA.com Protection Status