Bagi seorang wanita, menjalani pernikahan dengan orang dicintai hingga tua, adalah pencapaian yang luar biasa. Seperti pasangan yang tengah bermain dengan kedua cucunya ini, meski hanya memiliki satu orang anak tapi mereka tetap terlihat bahagia."Apa yang sedang kau pikirkan?" Ikhram tiba-tiba datang dan langsung mencium keningku. Aku terkejut lalu menatapnya dengan bingung. "Masih jam empat, tapi kau sudah pulang?" tanyaku."Perusahaan kalang-kabut, orang yang membuat masalah keburu pergi. Aku tidak mau pusing jadi pulang duluan, biar Denis yang mengurus semuanya," ujar Ikhram santai. "Maaf kalau aku membuat masalah, kalau begitu minta Denis membawa kembali orang-orang itu. Setelah ini aku tidak akan datang lagi ke perusahaanmu, apalagi mulai besok aku akan bekerja di tempat lain." Aku bicara sambil berjalan menuju ke kamar. Dia bilang aku membuat masalah, kalau begitu aku tidak akan membantunya lagi. Soal perusahaan terserah dia aku juga tidak peduli. "Air sudah aku siapkan perg
Ada hikmah di setiap masalah mungkin itu ada benarnya, setelah masalah berat yang aku hadapi selama ini, lihatlah apa yang aku dapatkan. Orang tua yang sabar, anak perempuan yang berbakti dan juga seorang anak laki-laki yang sangat melindungiku. Saat ini kedua orang tuaku membawakan makanan ke kamar, tangan kecil putriku tengah menyuapiku makan sedangkan putraku tengah menjadi preman menjaga pintu, di depannya sang papi tengah memohon untuk bisa kembali masuk ke kamar setelah diusir keluar tadi. Aku tersenyum dengan air mata di pipiku, semua ini membuatku puas meski telah mengalami banyak rasa sakit. Aku tidak lagi mengeluh karena kebahagiaan sepadan dengan rasa sakit itu. "Sayang, biarkan Papi masuk. Mami sudah tidak apa-apa, kami hanya sedang bicara hanya saja Mami yang tak sengaja menangis." Aku mengulurkan tangan pada Rama yang berdiri tegak sambil memegang kedua pinggangnya. "Rara sayang, Mami sudah kenyang duduklah di dekat Mami." Aku juga mengulurkan tangan pada putriku. La
Matahari sudah bersinar cukup terang, namun hawa dingin masih terasa menusuk tulang, karena di dalam mobil Ikhram sudah membuka bajuku dan tangannya tengah asyik bergerak ke mana-mana. Sudah menolak tapi pria ini makin mengila sambil merengek seperti anak kecil.Untung mobil ini punya partisi yang bisa menutupi ruang di belakang, jadi aku tidak terlalu malu pada sopir di depan. Tiba-tiba mataku melihat sesuatu di sebrang jalan dan itu membuatku ... Lapar."Ada apa?" tanya Ikhram yang mungkin merasa aneh karena aku terdiam, dia mengikuti arah pandanganku lalu menepuk keningnya pelan. "Lapar?" tanyanya dan aku menganggukkan kepala."Kita memutar dulu di depan." Ikhram akan meminta sopir berhenti tapi aku menghentikannya, "Kau langsung ke kantor saja aku bisa sendiri, lagipula kantormu sudah dekat. Nanti minta sopir kembali menjemput, bukankah ada rapat penting pagi ini." Aku merapikan baju dan dasinya setelah itu membuka pintu."Yakin mau sendiri?" tanyanya lagi."Iya, aku bisa sendiri,
Suasana di ruangan terasa sangat dingin, aku merapikan kerah bajuku agar terasa sedikit hangat. Pertanyaan dan tatapan mata Ikhram benar-benar menakutkan. "Ada hubungan apa kau dengan Syamsudin?" tanyanya dengan wajah kesal. "Sam Wijaya bukan Syamsudin," ketusku dengan kesal. "Aku tidak peduli." Ikhram masih menatapku dengan tangan terlipat di depan dada. "Hubunganku dengannya, tentu saja karena kau musuhnya dan aku kebetulan melindungi-mu," jawabku santai. "Sayang aku serius." Ikhram terlihat geram lalu menarikku dalam pelukannya. "Aku juga serius, Am. Bukankah pertama kali bertemu dengannya, juga saat aku membantumu melawannya. Kemudian saat kau pergi seperti pengecut, aku harus menghadapinya sendiri," ketusku dengan kesal. Bagaimana tidak kesal karena kepergiannya, aku terus mendapatkan teror dari Sam dan gengnya. Bahkan nyaris mengalami pelecehan dari pria itu, untung saja aku bisa ilmu bela diri jadi bisa melindungi diriku. "Kau gadis yang membuat Sam kehilangan keja
Hembusan angin dingin keluar dari AC di ruang Ikhram, namun tidak mendinginkan suasana panas di hatiku, melihat tatapan Ikhram dan Denis juga kertas yang ada di meja. Itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan apa makna tatapan itu. "Apa hasilnya?" tanyaku karena tau kalau kertas itu adalah hasil dari lap, sample dari makanan yang aku buang itulah yang kami periksa. "Bersih, itu hanya rawon biasa," jawab Ikhram sambil menunjukkan hasil tes itu. "Tidak perlu, aku percaya kalau hasilnya sesuai dengan yang kau katakan, tapi lihat juga apa yang aku bawa." Aku menyerahkan dua lembar amplop, di depannya tertulis dua nama rumah sakit terkenal di negara ini. Ikhram dan Denis saling pandang, lalu mengambil amplop yang aku letakkan di meja,. "Selain kalian, aku juga melakukan tes sendiri dan hasilnya ... Kotor." Aku mengambil minuman di depan Ikhram lalu meminumnya sampai habis. "Aku tidak tau kenapa hasil tes yang Denis lakukan bersih, tapi aku percaya dua tes yang aku lakukan itu h
Lobby perusahaan ARTAMA terasa makin panas, aku yang sudah merasa gerah makin marah, apalagi dengan mendapatkan ucapan Tante Rida yang makin tidak terkendali. "Kau bahkan mengunakan kedua anak harammu yang entah benih bajingan mana, untuk menjadi anak ikhram. Dia mungkin bisa kau tipu tapi aku tidak bisa." Baru saja Tante Rida selesai bicara, aku sudah melayangkan tamparan di pipinya hingga wajahnya terlempar ke samping. "Sudah cukup, jangan pernah berpikir cara yang kau gunakan itu akan aku gunakan juga, tapi kau benar Ikhram tidak bodoh seperti ayahnya, hingga sampai sekarang tergila-gila oleh wajah cantikmu hingga tidak sadar telah memelihara ular," ujarku sinis. "Apa maksudmu?" tanya tante Rida dengan wajah yang entah seperti apa. Hah, aku tertawa mendengar pertanyaannya. "Ayolah, kau pasti tau apa yang aku maksud. Aku rasa hidup hasil merampas itu akan segera berakhir Tante, pemilik yang sebenarnya akan segera kembali." Aku mendekati Tante Rida lalu menepuk bahunya pelan.
Ibu kandungnya meninggal di depan mata, nyawa anaknya juga dalam bahaya. Sedangkan sang suami dengan wajah datar, menatap kepergiannya bersama pria asing. Dalam keadaan takut dia menerima siksaan yang luar biasa, hingga membuatnya lumpuh dan koma. Berada jauh dari negaranya dan tanpa identitas, sebuah keajaiban datang dari orang yang tidak di kenal. Dia kembali lagi dan bertemu dengan seseorang yang dekat dengan anaknya, yang kebetulan sebagai besannya. Aku benar-benar mengakui kuasa Allah atas hamba- hamba-nya. "Sayang bangun dulu, biarkan Mama duduk." Aku membantu Ikhram berdiri, lalu memapah mertuaku untuk kembali duduk di tempatnya. Kedua ibu dan anak itu saling pandang lalu kembali berpelukan. "Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi aku menyelidiki kalau Mama hidup bahagia dengan pria itu?" Ikhram menjelaskan dengan wajah yang terlihat ragu. "Selidiki lagi, aku rasa ada penghianat atau mungkin ada kesalahpahaman di sini." Aku menyentuh wajah Ikhram lalu mengusap air mata d
Di perusahaan lain jam segini masih waktunya kerja, tapi di ARTAMA grup para pegawainya sebagian besar ada di halaman sedang ... DEMO. Aku melirik sang Presdir yang tengah menatap salah satu pegawainya, yang akhir-akhir ini mengila menunjukkan prestasinya. "Blacklist perusahaan yang tidak mau bekerjasama dengan kita, hanya karena takut dengan masalah kecil yang menimpa perusahaan ini." Mendengar ucapan Ikhram membuat rahangku nyaris jatuh. Kesombongannya memang tidak ada lawan. Aku dan Tia saling pandang lalu memberinya tanda untuk keluar, Ikhram tidak mempedulikan apa yang aku lakukan, dia hanya mengulurkan tangan memintaku datang padanya. "Kemari." Tentu saja aku mengelengkan kepala, apalagi saat ini aku melihat seorang pria membawa banyak kertas seperti meminta tandatangan. "Hampir separuh penyusup memasuki perusahaanmu, untung kekuatan perusahaan ini cukup kuat, kalau tidak aku tidak tau apa yang akan terjadi." Ikhram tidak bersuara, namun dia sudah berdiri di belakangku
Bagi orang tua hidup sudah lebih dari cukup asal ada anak dan cucu. Setelah memastikan aku dan Ikhram akan membawa anak-anak mengunjungi mereka saat liburan, kakek Ikhram membujuk mama Ikhram agar setuju pergi ke perkebunan teh kami. Meski terlihat tak ikhlas, tapi mama Ikhram akhirnya setuju. Aku dan Ikhram membawa anak-anak mengantar mereka langsung ke perkebunan, awalnya mau menaiki pesawat tapi anak-anak malah mau naik mobil. Alhasil kami membutuhkan tiga hari perjalanan untuk sampai ke perkebunan. Kemudian kami menghabiskan waktu yang tersisa hingga weekend baru kami kembali. Kali ini kami kembali menaiki pesawat, meski tak tega tapi aku menguatkan hati saat meninggalkan kakek dan mama Ikhram. "Mama masih belum menyerah, beberapa hari ini dia mencoba membuatmu merasa bersalah. Untungnya istriku sudah lebih cerdas jadi tidak tertipu lagi, kalau tidak aku akan pusing memikirkan cara menyadarkan mama." Ikhram memelukku, sembari berjalan ke dalam ruang tunggu. Sedangkan di depan
Melihat istri dan anak hampir celaka, di depan mata dan tanpa bisa berbuat apa-apa membuat Ikhram trauma. Setiap kali memejamkan mata dia akan bermimpi buruk, hal itu sudah terjadi selama dua hari ini.Merasa tertekan dan tidak beristirahat dengan tenang, semakin membuatnya frustasi. Hasilnya dalam jangka waktu singkat Ibu kota gempar, dua perusahaan besar dan dua keluarga kelas atas jatuh dalam sekejap. ARTAMA grup mengeksekusi perusahaan Sam dan kakek Ikhram. Tentu saja hal itu menambah masalah baru, namun itu justru membuat Ikhram merasa puas. Aku hanya bisa melihat kepuasannya, karena aku tau rasa sakit yang dia rasakan selama ini."Apa kau yakin akan bertarung dengan kakek dan juga ... Mama?" tanyaku lagi saat menemaninya istirahat, di kamar yang ada dalam ruang kerjanya."Jangan lupa ada Sam juga, kalau merasa iba kau bisa mengatakannya sekarang." Ikhram menyentuh daguku, lalu memberi kecupan di bibir dengan lembut. Mendengar nama Sam di sebut membuatku bingung, "Ada hubungan
Waktu bersantai bagi seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak adalah hal yang paling mewah. Satu atau dua jam untuk menenangkan diri, itu sudah lebih dari cukup bagi mental yang kadang sedikit tertekan. Setelah menyingkirkan Ikhram, akhirnya aku bisa memuaskan diriku dengan belanja dan makan enak. Setelah dua jam menjelajahi jalanan, akhirnya aku pergi ke perusahaan Ikhram dengan membawa satu cup besar boba dan satu kotak besar aneka kue potong. Aneka kue dengan bermacam-macam cream. Ada cream coklat, stroberi dan juga moka, aku tertarik melihatnya jadi membelinya. Siapa sangka ternyata jumlahnya cukup banyak, sebelum Ikhram melihatnya aku akan menyimpannya di pantry saja. Sore baru aku bawa pulang, tentu saja tanpa sepengetahuan suamiku itu. Setelah sampai depan lobby aku celingak-celinguk untuk melihat situasi, jangan sampai kepergok Ikhram yang kadang muncul macam jelangkung itu. Dia kadang bisa muncul kapan saja dan dimana saja, tanpa bau dan tanpa suara pas kan
Melihat orang gila di rumah sakit jiwa lebih baik, daripada melihat mertua yang mengila, karena tidak bisa melawan menantunya. Aku hanya diam saat melihat mertuaku menangis seperti anak kecil, melihatnya seperti itu membuatku berpikir, apa aku benar-benar tertipu oleh penampilannya ketika pertama kali bertemu. Saat itu mertuaku itu terlihat begitu menderita, dengan wajah pucat yang seperti kurang darah, namun sekarang penampilannya terlihat berubah drastis. Ibarat Kucing telah berubah menjadi Singa, tatapannya juga lebih tajam dan juga kejam. "Aku mamamu, wanita yang melahirkanmu. Apa pantas kau perlakukan seperti ini, hanya demi wanita yang baru kau nikahi?" tanya mama Ikhram dengan sinis. "Aku sudah lama menikahinya, Ma. Dia juga orang yang berdiri di sampingku saat terpuruk dulu, andai tak ada dia aku tak akan berdiri tegak seperti ini di depan mama saat ini." Ikhram memegang tanganku dengan erat. Aku menepuk punggung tangannya agar dia tenang, saat ini kami benar-benar d
Ujian pernikahan setiap orang berbeda, ada yang diuji dengan anak, suami bahkan dari sang istri. Sedangkan aku, ujian pernikahanku masih sama, baik pernikahan pertama ataupun yang kedua, aku diuji dengan mertua dan wanita kedua. Ujian itu kembali datang, mungkin karena di pernikahan pertama aku gagal mengatasinya. Sedangkan di pernikahan kedua ini, aku bertekad untuk melawan ujian itu, tentu saja dengan dukungan suamiku Ikhram. Sedangkan di pernikahan pertamaku dulu, Bram tidak hanya membantuku mengatasi ujian tersebut, tapi dia justru membuatku putus asa. Sehingga aku menyerah dan memilih bercerai. "Berjuanglah jika memang sudah memilih untuk bertahan, bapak juga setuju jika kau melawan orang yang ingin menghancurkan pernikahanmu. Begitu juga ketika Ikhram tidak lagi mendukungmu, kami bersedia menerimamu kembali pulang," ujar bapak dengan mantap. Ikhram memeluk pinggangku dan berjanji pada bapak dan ibu, bahwa dia tidak akan membiarkan aku berjuang sendiri. Dia bahkan berani
Ketenangan, sepertinya menjadi sebuah hal yang paling berharga, sehingga begitu sulit untuk aku dapatkan. Hanya dalam waktu seminggu akhirnya wanita itu datang tanpa diundang. Dengan wajah angkuhnya dia menatap, rumah yang aku tempati sekarang. Senyum sinis juga terukir di bibirnya, lalu mulutnya pun mulai berkicau dengan nada penuh penghinaan. "Pantas kau begitu percaya diri, saat meninggalkan rumah putraku. Ternyata kau memiliki cadangan, untuk hidup senang dengan menumpang pada seorang pria. Sudah berapa lama kau bersamanya, jangan-jangan kalian sudah bersama ketika masih bersama dengan Ikhram?" tanyanya sinis. "Aku rasa Kau tidak perlu tahu sejak kapan aku bersamanya, sama seperti ketika kau pergi dan melupakan putramu. Waktu yang kau perlukan untuk pergi cukup banyak, tapi mengapa baru sekarang kau kembali. Apa mungkin tiada paksaan saat itu, jangan marah karena kenyataannya hanya kau yang tahu apa yang terjadi saat itu," ujarku tak mau kalah. "Kau benar-benar wanita kura
Kakiku gemetar saat menuruni tangga, di bawah mertuaku itu berdiri dengan angkuhnya. Aku tertawa melihatnya, karena begitu profesional sekali dia menutupi sifat aslinya. Hingga membuatku tertipu dengan kelakuannya. Aku menyerahkan koperku dan memintanya untuk memeriksa, aku tidak mau ada yang mengatakan aku mencuri. Ikhram mengengam tanganku dengan erat, sesuai dengan kesepakatan aku akan pergi untuk menenangkan diri untuk sementara. "Kau bisa meninggalkan segalanya, tapi tidak dengan cincin pernikahan kita. Ingat kau tidak boleh pergi diam-diam, setelah aku menyelidiki masalah ini aku akan menjemputmu kembali." Ikhram mengambil koperku, lalu kembali mengengam tanganku. Dia membawaku menuju ke mobil Aska yang menunggu di luar. Kali ini dia mau berkompromi setelah aku ancam akan mengajukan gugatan cerai, tanpa menunggu melahirkan. "Pak, saya minta maaf. Saya berjanji akan menyelidiki masalah ini, saya juga berjanji tidak akan menceraikan Amara." Ikhram mengambil tangan bapak
Anak adalah buah hati orang tua, tapi ketika sudah memiliki cucu maka julukan itu sudah tidak berlaku lagi. Seperti saat ini Ikhram memijit keningnya karena diabaikan oleh ibunya. Padahal di dalam hatinya masih ada sesuatu yang belum selesai bergejolak, sama seperti yang aku rasakan. Kami saling pandang, lalu kembali menatap kedua anak kecil itu yang terhalang oleh mama dan kakek Ikhram. "Mami, Papi," rengek Rara karena dia merasa tidak nyaman, bersama mama dan kakek Ikhram. Alasan karena ini pertama kalinya mereka bertemu. "Sayang, ini nenek dan buyut kalian. Ini ibunya papi dan itu kakeknya papi, salim dulu biar kenal dan akrab." Melihatku berjongkok di depan mereka, dengan senang mereka mencium tangan mama dan kakek Ikhram. Aku tersenyum melihat mereka mulai mendekat, pada kedua orang yang baru mereka kenal itu. Bahkan mereka sudah mau duduk di sebelah mama dan kakek Ikhram dan menerima makanan yang di suap-kan ke mulut mereka. "Mami kenapa kita baru ketemu nenek dan mana k
Sebuah kejahatan besar dan dilakukan oleh seorang wanita, hebatnya lagi bisa menyembunyikannya selama bertahun-tahun. Aku merinding saat menatap Tante Rida, dia benar-benar wanita kejam yang tak boleh di sentuh, sayangnya dia telah menyingung Ikhram. Namun aku lebih merasa takjub ketika melihat perlakuan Papa Ikhram, dia bahkan memeluk Tante Rida dengan erat, meski telah mengetahui kejahatan wanita itu pada anak dan istri sahnya. Mau tak mau aku harus menahan mual di dalam perutku, andai bisa, ingin rasanya mencabik-cabik wajahnya itu. "Tidak nyaman berada di sini? Bawa mama keluar dulu dan melihat-lihat perusahaan kita." Ikhram membelai wajahku di depan banyak orang. Aku segera menolak meski perutku terasa tidak nyaman, begitu juga dengan mama Ikhram. Kami harus tau keputusan apa yang akan mereka ambil, untuk memberikan pelajaran pada Tante Rida. "Aku tidak menyangka sama sekali, kau memiliki nyali yang sangat besar. Mengirim putriku ke neraka hanya karena ucapan wanita jalan