Share

Pondasi

Penulis: Nisa Khair
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sementara itu, di rumah Bu Elis, beliau telah sibuk memasak sejak kemarin. Perempuan setengah abad lebih itu sibuk menyiapkan menu untuk acara selamatan Minggu pagi. Membuat bumbu, membuat ayam ungkep, dan beberapa keperluan selamatan, semua dikerjakan sendiri. Karin hanya membantu sekedarnya. Itu pun dengan wajah masam.

"Yang bakal punya rumah aja nggak bantuin, kenapa aku yang ikutan repot," gerutunya dalam hati.

Ia bersorak gembira saat Dinar merengek minta gendong. Itu artinya akan terbebas dari tugas membantu ibu mertuanya.

"Udah sana, rumati dulu itu anaknya!" titah Bu Elis yang tak mau mendengar cucu kesayangannya menangis.

"Siap, Bu!"

Senyum Karin kian lebar, lantas melangkah pergi membawa si buah hati..

Menjelang jam enam pagi, para tamu undangan sudah mulai datang, termasuk pemborong dan para tukang. Bu Elis berkali-kali melihat ke ujung jalan, hendak memastikan kalau anak sulungnya akan datang dan ikut selamatan.<
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Janji Andin

    Andin membuang pandang ke luar jendela, di mana pondasi calon rumah untuk suaminya berada.Terngiang ucapan sang suami beberapa tahun lalu, saat ia meminta tinggal terpisah dari rumah Bu Elis."Aku sudah memutuskan, Dek. Aku mau bangun rumah, dan anak-anak kuajak. Kalau nggak kamu, ya, terserah."Hati Andin kembali mencelos teringat itu semua. Ditambah pesan dari ibu mertuanya yang ia baca beberapa saat tadi, kian menambah jumlah penolakan untuk mau tinggal di tempat itu.Ibu dari Lusi dan Dani itu merasa, bahwa pesan Bu Elis menyiratkan keinginan supaya Angga hanya datang sendiri ke rumah ini. Dan bukankah sejatinya Andin pun enggan ikut tadinya, karena badannya kurang sehat sejak kemarin?Akan tetapi, demi menghargai sang suami, ia pun memaksa ikut, sebab tak mau ada perang dunia dengan imam dalam rumah tangganya itu. Kini rasa sesal menyelusup ke dalam sanubarinya. 'Mestinya aku menolak ikut. Mestinya aku istirahat saja di rumah tadi. Untuk apa aku ada di sini, jika hadirku tak dii

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Tak Rela

    "Mas, sandalku mana, ya? Kok nggak ada?" tanya Andin sambil celingukan.Baru akan naik ke atas motor, terdengar suara adzan Subuh dari masjid dekat rumah Bu Elis. "Tunggu selesai adzan, ya?" pinta Angga.Kali ini Andin setuju. Perempuan yang menggendong bocah tiga tahun itupun segera duduk di ujung teras toko ibu mertuanya. Kantong hitam yang sejak tadi ia pegang diletakkan di sampingnya. Tatapannya langsung menyorot pada pondasi rumah yang kemarin baru dibuat. "Lho, kok malah duduk di situ?" tegur Bu Elis yang baru ke luar."Nunggu adzan, Bu." Angga yang menjawab."Oh, nggak nunggu di dalam aja, Ndin?"Andin memasang senyum meski hatinya masih terluka."Makasih, Bu. Di sini saja."Bu Elis tak menjawab lagi. Suasana hening untuk beberapa saat. Suara kendaraan yang melintas masih terdengar di sela suara adzan. Tak lama kemudian, terdengar iqomah, Bu Elis sudah siap dengan mukena, hendak berangkat ke masjid setelah anak dan cucunya pulang."Sudah selesai adzannya. Kami pulang ya, Bu,"

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Nasehat

    Beberapa hari kemudian … ."Angga, melamun aja!"Seseorang menyapa, membuat Angga mengerjap. Wajah yang kemudian memenuhi area pandangnya, membuat bibirnya melengkungkan senyuman."Lagi galau dia, Pak!" salah seorang temannya yang menyahuti, Indra namanya."Asem! Jangan dengerin dia, Pak," sangkal Angga, meski pada kenyataannya dia memang sedang terbengong tadi, saat seniornya-Pak Mugi-datang bertamu secara tiba-tiba.Pak Mugi hanya geleng-geleng kepala melihat mantan 'anak buahnya' saling ledek, seru seperti saat dirinya masih berkantor di sini.Mereka lalu berbincang dan bertukar kabar. Sampai kemudian, Pak Mugi mengajukan tanya pada Angga."Kemarin, aku lewat jalan depan rumahmu. Kok ada orang kayak lagi bangun rumah? tanya Pak Mugi penasaran."Oh, iya, Pak.""Rumah kamu?"Angga mengangguk. Pak Mugi meninju lengan Angga."Aduh. Sakit lho, Pak," Angga meringis, pura-pura kesakitan."Gitu kok, nggak ngomong sama saya?!" protes Pak Mugi."Kenapa gitu, Pak? Mau disumbang semen satu truk

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Senyumnya menyeringai

    Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu?Demikian pula Andin yang kini tampak tersenyum manis memandangi kolam ikan, dimana puluhan ekor ikan nila sebesar telapak tangan orang dewasa sedang berkecipak berebut makanan yang ditaburkan oleh kedua anaknya.Ada banyak impian yang tengah ia rancang dalam kepala, dan nasehat Pak Mugi beserta istri beberapa saat tadi seakan menguatkannya.Melihat kolam ikan tersebut, keinginan untuk memiliki kolam lele kelak jika punya rumah sendiri semakin besar. Sederhana saja inginnya, rumah dengan kolam lele serta kebun yang akan ditanami bermacam sayur dan tanaman toga.Seperti halnya kebun mini di depan rumah kontrakannya, yang ia rawat sepenuh hati dan tanami bermacam sayur. Sebuah sudut yang menjadi hiburan sekaligus salah satu sumber kebahagiaan baginya.'Jika ilmu kebatinan yang diajarkan Pak Mugi bisa membuat beliau memiliki rumah dan halaman yang luas serta nyaman ini, bukan tak mungkin kalau aku kelak juga akan memiliki yang sama

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Siap Huni

    Sejak hari itu, Andin mulai menambah jualan onlinenya. Berawal dari membeli satu kilogram buah, ia menawarkan diri menjadi reseller, sebab penjual buah itu bersedia mengantar pesanan sampai depan rumah dan bebas ongkir.Ia memposting foto buah-buahan segar di grup komplek perumahan tempat ia tinggal. Hatinya bersorak saat menerima sejumlah pesanan.Semakin hari, semakin bertambah pula pesanan yang masuk, bahkan beberapa tetangga yang mengadakan syukuran pun memesan buah melalui Andin. Selain buah, ada juga bawang merah dan bawang putih, cabe pun ada. Andin menyebutnya palugada, apa lu mau gue ada. Ya, semua didukung juga oleh Mbak Yuni, pemilik toko buah dan bumbu yang baik hati mau membantunya. Meski mengambil keuntungan seribu dua ribu, istri dari Angga itu sangat bersyukur dia bisa menambah uang jajan meskipun di rumah saja. Anak-anak pun senang saat diajak mengantar pesanan. Angga pun mendukung, sebab sering kecipratan dan jadi lebih sering makan buah segar semenjak Andin berjuala

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ngontrak cuma Sementara

    Di rumahnya, Angga menyiapkan alasan supaya bisa keluar rumah di hari libur, tanpa harus mengajak anak istrinya. Hal yang selalu dilakukan semenjak Bu Elis membangun rumah untuknya.Nyaris setiap Sabtu-Minggu, Angga berada di rumah Bu Elis sejak pagi hingga sore. Kadang pamit menjelang siang, jika anak-anaknya rewel. Jam berapa pun, ia akan tetap berangkat, asal memenuhi pinta sang ibu supaya datang di akhir pekan. Terkadang di hari Kamis sore pun ia langsung meluncur dari tempat kerjanya menuju kediaman orang tuanya."Ayah pergi sebentar, ya. Nanti sore ayah pulang," pamit Angga pada Lusi dan Dani. Kedua anak itu terlihat berat melepas kepergian sang ayah."Hari libur masa kerja, yah?" Si sulung Lusi, sudah mulai bisa memprotes aktivitas sang ayah di akhir pekan. Ia pun merasa kehilangan sosok ayah yang sebelumnya selalu ada untuknya di hari libur. Tapi, kini sudah dua bulan lebih, dan ia hanya menikmati waktu bersama ibu dan adiknya seorang."Kerja sebentar, sayang. Nanti kalau pulan

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Selangkah demi selangkah

    Angga dan karin segera memusatkan perhatian pada Bu Elis yang memasang wajah serius. Dinar dibiarkan menonton film kartun kesayangan sambil sesekali menimpali dengan bahasanya sendiri."Ibu harap kalian mau bantu ibu," ucap Bu Elis mengawali rencananya. Rencana yang telah ia susun sedemikian rupa."Bantu apa, Bu? Soal apa?" desak Yudha."Soal kakakmu." Bu Elis menghela napas besar setelahnya."Kalian tau ibu pengen kakakmu segera menempati rumah itu. Lihat, sekarang sudah jadi, kan rumahnya? Dan mereka masih tinggal di kontrakan. Ibu nggak rela. Di sini ada rumah bagus, nganggur, masa kakakmu malah ngontrak di rumah yang kecil itu," ucap Bu Elis dengan pandangan menerawang.Yudha dan Karin saling tatap sejenak, tapi mereka memilih diam dan menunggu titah Bu Elis selanjutnya."Nanti kalau sudah longgar, ganti rumah ini yang akan ibu perbaiki. Supaya kalian nggak saling iri," jelas Bu Elis lagi seakan mengerti apa yang ada di benak anak dan menantunya."Gini, Karin. Kita semua tau, kalau

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Bujuk Rayu Mira

    Bu Elis duduk melamun sendirian di bangku panjang depan tokonya. Ramai suara kendaraan yang berlalu lalang memenuhi ruang dengarnya.Ingatannya melayang pada kedua anak dan menantu serta ketiga cucunya, yang kian sedang memenuhi rumah mungil Angga dan Andin. Membayangkan keakraban dua keluarga kecil itu, membuat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas begitu saja."Mereka pasti sedang bercanda dan tertawa bersama sekarang," gumam Bu Elis, lalu tersenyum sendiri. Wanita paruh baya itu menghembuskan napas panjang setelahnya."Jika saja waktu bisa diputar ulang, aku akan kembali ke hari di mana Andin menjadi pengantin. Tak akan kuusik kebahagiaan anak muda, yang kini justru seperti bumerang bagiku."Ah … sekarang hanya bisa berandai-andai. Aku harus susah payah membujuk dia supaya mau tinggal di sini, hanya karena masalah sepele saja dibesar-besarkan. Memang bikin repot saja anak itu, bikin susah anakku. "Sudah berapa banyak uang Angga yang h

Bab terbaru

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Ending

    Tiga bulan kemudian ….Kalimat takbir dan tahmid tak henti terucap dari bibir wanita berjilbab merah marun usai mendengar putusan sidang. Tubuh yang terbalut gamis berwarna senada dengan jilbabnya itu tersungkur di lantai keramik yang dingin, melakukan sujud syukur.Setengah tak rela Bu Elis membiarkan Karin menyerahkan Lusi dan Dani pada ibu kandungnya. Hak asuh atas kedua anak itu mutlak diberikan kepada Andin, mengingat usia mereka yang masih balita. Rasa haru tak bisa disembunyikan oleh Andin yang didampingi oleh Bu Ida dan juga Raya, pengacara rekomendasi dari Pak Tomo untuk memenangkan kasus Andin.Angga menerima keputusan sidang dengan lapang dada. Ditatapnya wajah wanita yang kini bergelar mantan istri. Wajah yang bersimbah air mata sembari memeluk dua buah hati setelah sekian lamanya tidak berjumpa. Wanita itu terus menghujani ciuman di wajah Lusi dan Dani secara bergantian, seakan tak pernah cukup untuk mengungkapkan betapa besar tumpukan rindu y

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 3

    Satu Minggu, dua Minggu, hingga lima Minggu, obrolan Bu Elis berpusat pada rencana pernikahan Angga dan Mira. Karin dan Yudha yang kebagian dengar nyaris setiap hari setiap saat, merasa gerah dan memilih tidak menanggapi pada akhirnya. Pihak keluarga sudah menegur ketika kabar perpisahan Angga dan Andin tersiar, dan secepat itu pula merencanakan pernikahan. Namun, Bu Elis seakan menutup telinga. Jaminan sertifikat sawah yang dipegang Mira membuat wanita yang selalu mengenakan banyak perhiasan itu merasa wajib menjadikan Mira sebagai menantu.Terlebih lagi, peran Mira yang membuat Angga akhirnya berpisah dengan Andin, perempuan yang notabene tidak disukai sejak awal, membuat Bu Elis semakin dekat dengan Mira, merencanakan beberapa hal menyangkut penyelesaian bangunan rumah dan toko Angga, serta lahan yang masih luas hendak dimanfaatkan untuk apa.Keberadaan Lusi dan Dani di rumahnya, membuat semangat Bu Elis naik berlipat-lipat. Melihat ketiga cucu yang tu

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending 2

    Di tempat lain ….Mira menyeringai melihat dua bocah kecil yang sedang asyik menonton film animasi. Kegiatan yang selalu dibatasi oleh kedua orang tuanya, kini bisa bebas dilakukan selama yang mereka inginkan. Sebuah es krim berbeda rasa, berada di tangan masing-masing anak. Sedikit belepotan, tapi, tak masalah bagi sosok berbaju biru yang pikirannya tengah berkelana membayangkan jadi pemilik tunggal lahan seluas satu hektar di tepi jalan, beserta satu petak sawah yang sudah diincar oleh kontraktor pabrik.Sebuah foto diambil, lantas dikirimkan kepada Bu Elis, wanita yang melancarkan aksinya membawa dua bocah kecil itu, tak lain untuk kepentingannya sendiri."Jaga mereka baik-baik, kami segera ke sana." Bunyi pesan yang langsung masuk sebagai jawaban, diiringi sebuah foto seorang lelaki yang tengah menyalakan sepeda motor.Mira menarik salah satu sudut bibirnya. Sebentar lagi, impiannya akan terwujud. Tinggal menunggu drama dimainkan seb

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Jelang Ending

    Ibu dan anak itu menegakkan kepala dan menatap berang padanya. Harga diri yang selama ini dijunjung tinggi merasa terluka mendengar kalimat terakhir yang meluncur dari wanita yang berdiri di ujung teras dengan wajah tenang."Kamu pikir saya miskin hingga kamu beri sedekah?!" geram Bu Elis melotot tak terima.Tangan menggenggam erat, wujud dari geramnya hati dengan jawaban dari wanita yang berdiri tegak di depannya. Tanpa sadar kalau beberapa bagian yang runcing dari perhiasan yang ia pegang menusuk-nusuk kulit."Maaf, Bu. Saya tidak pernah berpikir demikian," jawab Andin singkat, lantas memasukkan beberapa benda yang tercecer. Merapikan kembali tas yang tidak terlalu besar, menyampirkan talinya di pundak. "Saya pamit. Assalamu'alaikum."Menganggukkan kepala, lantas melangkah pergi. Bu Elis menjawab salam Andin dengan suara ketus."Wa'alaikumsalam."Bu Elis menatap kepergian menantu pertamanya dengan senyuman sinis. Lega

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Talak

    Andin terkejut ketika sampai di rumah dan mendapati Angga memberi tatapan tajam padanya. "Mas, kamu, sudah pulang? Bukannya biasanya jam setengah lima paling cepet?" tanya Andin beruntun.Lelaki yang ia tanya masih mengeraskan rahang dengan bahu naik turun. Di belakangnya, Bu Elis menarik salah satu sudut bibirnya.Andin menelisik isi rumah, berharap ia hanya melewatkan melihat anaknya yang berada di kamar saat ia pergi. Ya, dalam keputusasaan tak menemukan kedua buah hatinya, dia berharap mereka berada di salah satu ruang dalam rumah mungilnya. Ia bergegas pulang saat membuat kesimpulan sendiri, dan belum berniat memberi kabar pada suaminya karena tak mau membuat lelaki itu cemas di jam kerja. Tak dinyana kalau suaminya telah lebih dulu sampai sebelum ia berhasil menemukan anaknya."Kau sembunyikan di mana anakku?" tanya Angga penuh penekanan."Apa? Menyembunyikan?" tanya Andin tak mengerti. Tatapannya menyorot wanita paruh ba

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Hanya Titipan

    Bu Elis menuju dapur, memeriksa semua benda yang ada di sana. Wanita itu memekikkan nama menantunya."Andin! Ke sini, kamu!"Andin terjingkat, lantas beranjak ke dapur.Melihat ibu mertuanya berkacak pinggang dengan tatapan tajam, keningnya mengernyit heran."Ada apa, Bu?" tanya Andin dengan suara pelan. "Tidak ada makanan sama sekali! Kau beri makan apa cucuku?" ketus Bu Elis.Andin membulatkan mulut. Di dapurnya memang sudah tidak ada makanan selain nasi. Beberapa stok cemilan sudah dia keluarkan untuk menyambut tamunya. Dia yakin kalau yang dimaksud ibu mertuanya adalah lauk untuk teman makan nasi. Sementara telur tinggal dua biji. "Tadi anak-anak makan sama sup udang, tapi, sudah habis, Bu," jawab Andin membuat Bu Elis menelengkan kepala."Udang?"Andin mengangguk mengiyakan."Lalu nanti kalau mereka lapar lagi, kamu kasih apa?" selidik Bu Elis. Kali ini suaranya lebih pelan.And

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Terpojok

    "Kamu nggak pengen tau, ke mana saja suami kamu beberapa hari ini?"Itulah pertanyaan yang diajukan pertama kali usai Andin menyalami Bu Elis. Bukan wanita paruh baya itu yang bertanya, melainkan si calon menantu idaman, Mira."Enggak," jawab Andin santai.Mira memutar bola mata."Kamu nggak curiga dia berbuat serong? Nggak penasaran kenapa sering pulang terlambat?"Andin terkekeh pelan. Yang diucapkan Mira memang benar. Suaminya sering pulang terlambat. Tak dipungkiri kalau hatinya kadang merasa cemas. Namun, dia memilih menutup mata.Bukankah semakin mencari tau, maka akan semakin sakit hati jika mengetahui sesuatu yang tidak diharapkan?Maka Andin memilih diam, terus melangitkan doa untuk suami dan keluarga kecilnya. Menitipkan penjagaan pada Rabb-nya lah yang ia lakukan jika berjauhan dengan lelaki yang menjadi suaminya. Ia sadar sepenuhnya bahwa Angga sudah seperti orang asing meski tinggal di bawah atap yang sama.

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Mereka Datang Lagi

    Membawa langkah ke kamar anak-anak. Diciuminya bergantian hingga kedua menggeliat lucu, tapi masih enggan membuka mata.Berada di kamar, membuat Andin merasakan kantuk, sedangkan hari masih terlalu pagi untuk tidur lagi. Masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan. Namun, wanita itu ikut berbaring di samping si bungsu Dani. Aroma harum dari tubuh kecil itu telah menjadi candu baginya.Diulang berapa kali pun ia tak merasa bosan. Oh, sesungguhnya ia takut jika kebersamaan dengan mereka akan segera direnggut, seperti yang pernah diucapkan sang suami beberapa waktu lalu.Dihirupnya dalam-dalam aroma yang menguat dari kepala dan tengkuk anaknya, sampai bocah berambut cepak itu membuka mata karena geli."Ibu, ayah mana?" tanya Dani begitu bersitatap dengan sang ibu."Ayah kerja, Sayang," jawab Andin, kembali mengecup kening anaknya."Mau jajan, sama ayah … ," rengek Dani, masih malas-malasan di tempat tidur."Iy

  • Setelah Diusir Ibu Mertua   Kopi yang Dingin

    Sudah satu jam lamanya Andin duduk diam sambil menatapi layar ponselnya yang menampilkan lembar kosong di notepad, tempat ia biasa menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah cerita bersambung.Pikirannya masih dipenuhi dengan pembicaraan dengan suaminya, serta permintaan tak masuk akal dari ibu mertuanya. Bukan kali pertama Bu Elis memberi saran untuk berpisah dengan Angga jika Andin tak mau menuruti keinginannya. Namun, waktu pertama kali mengatakan hal tersebut, Angga tak mengetahuinya. Sementara kali ini, secara terang-terangan beliau meminta, bahkan membawa serta seorang perempuan yang telah dipilih.Suara tiang besi yang diketuk satu kali membuat Andin memilih menyudahi kegundahan hatinya. Gegas membawa langkah ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Ia mengadu di atas sajadah yang dibentangkan di lantai keramik dingin di kamar belakang..Pagi-pagi sekali, Andin sudah berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anaknya. Meski pern

DMCA.com Protection Status