Rasa bersalah mendadak muncul dalam hati Bagas ketika ia menyadari sikap kasarnya terhadap sang istri. Bukan tanpa alasan Bagas melakukan hal itu. Dia tidak ingin istrinya itu tahu keadaan dirinya ketika ia sedang menunaikan ibadah sholat. Maka dari itu dia menolak ajakan Andira untuk sholat berjamaah dengannya.
Semenjak Bagas berada di rumah pak Sholeh, dia menjadi sangat sulit untuk menunaikan ibadah sholat. Jangankan untuk sholat, berjalan untuk megambil wudhu pun dia seolah tak mampu. Kadua kakinya terasa amat berat untuk melangkah, bahunya pun terasa sangat sakit seakan tengah memikul sesuatu yang sangat berat.
Seperti halnya malam ini, Bagas membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk menyelesaikan ibadah sholat isya'nya. Rasa sakit di bahunya pun semakin menjalar ke bagian dada kiri, ketika ia tengah menjalankan ibadah sholat. Bahkan Bagas sampai membungkuk karena menahan rasa sakit. Meski begitu, Bagas merasa senang karena sejak kemarin ia tidak kambuh.
Di saat matahari belum menampakkan sinarnya di permukaan bumi, Bagas sudah lebih dulu terbangun dari tidurnya. Ia merasa amat senang karena semalam penuh dia tidak terjaga dan bisa tidur dengan nyenyak sembari memeluk istrinya. Dipandanginya wajah wanita yang sudah setia menemaninya dalam keadaan susah maupun senang itu dan dia pun kembali teringat dengan pertanyaan yang sempat dilontarkan oleh istrinya semalam. Saat itu Bagas menatap lekat wajah istrinya yang nampak murung, raut wajahnya pun juga terlihat sedih seakan tengah memikirkan sesuatu. "Kamu kenapa?" tanyanya pada sang istri. "A-aku takut! Aku takut saat kita berhubungan, mereka yang merasuki tubuhmu masih ada di sana dan itu sama saja dengan mereka juga menikmati tubuhku." ucap Andira menutup rapat kedua matanya. Bagas tertegun seketika, ia pun langsung bangkit dan duduk bersila menghadap istrinya. "Sayang, dengarkan aku." Bagas membimbing Andira agar duduk berhadapan dengannya.
Bagas terbelalak, tubuhnya juga membeku seketika. Perlahan dia mulai mengatur nafasnya. Lalu ia berbalik dan tersenyum pada istrinya. "Sudah bangun Sayang?"serunya."Kamu kenapa gak bangunin aku?" keluh Andira pada suaminya.Bagas beranjak dari duduknya lalu perlahan mendekati istrinya yang masih terduduk di atas kasur. Terlihat jelas wajah kesal istrinya yang tengah merajuk. "Aku kasian lihat kamu tidur nyenyak tadi, aku pasti sudah membuatmu capek semalam." ucapnya sembari mengusap lembut pucuk kepala istrinya."Biasanya juga begitu, tapi kamu tetep bangunin aku!" Andira melirik sekilas ke arah Bagas, lalu membuang pandangannya dan kembali memasang wajah yang kesal.Cup!Satu kecupan berhasil mendarat di pipi kanan Andira. "Kamu mau, aku ajak mandi bareng lagi?" Bagas menatap istrinya dan tersenyum penuh arti padanya.Andira langsung menoleh, ditatapnya sang suami yang tengah tersenyum penuh arti padanya. "Tidak mau
Bagas bergantian menatap tajam ke arah kotak dan pria yang bertugas sebagai kurir itu. "Untuk apa kau mencari istriku?" tanyanya tanpa mengaihkan pandangannya."Anu, i-itu. A-ada paket untuk Ibu Andira." Jawab kurir itu dengan gemetar.Tanpa mengatakan sepatah kata pun Bagas langsung menyambar kotak merah itu, lalu pergi begitu saja meninggalkan sang kurir.Brak!"Astaghfirullah!" sang kurir langsung tersentak saat Bagas menutup pintu rumahnya dengan keras. Dia menggelengkan kepala dan langsung pergi dari rumah Bagas.Bagas memasuki rumah dengan tergesa, wajah pun terlihat tak bersahabat. Ia menatap sang istri serta ibunya tengah menunggunya di meja makan.Pyar!Dengan kasar Bagas melempar kotak merah itu ke hadapan istinya, hingga menyenggol gelas yang berada di atas meja.Andira dan Leni pun terperanjat, terlebih saat gelas itu terjatuh dari atas meda hingga pecah dan berhampuran di lantai."Bagas! Apa-apaan ini?
Sejak kejadian tadi pagi di depan kantor, Andira terus saja merasa gelisah. Pikirannya terus tertuju pada sang suami yang sudah salah paham padanya. Beberapa kali ia mencoba untuk menghubungi suaminya, namun Bagas tetap enggan untuk mengangkat panggilan darinya. "Kamu kenapa Ra?" tanya Sisi yang tiba-tiba sudah berada di hadapannya. "Eh Sisi, ada apa? Tumben ke sini?" tanyanya Andira sambil mengerutkan keningnya. "Aku lagi kesel! Punya Bos yang sukanya ngasih tugas gak kelar-kelar! Dikira aku ini robot apa?" gerutunya sambil berkacak pinggang. "Sudah tahu tugas yang ini belum kelar, malah ditambah lagi dengan tugas lain." keluhnya sembari melempar berkas ke atas meja kerja Andira.Di saat Sisi terus mengoceh di hadapannya, Andira justru tengah terhanyut dengan pikirannya sendiri. "Woi! Kamu kenapa sih?" protes Sisi saat Andira tidak meresponnya.Andira langsung tersentak saat Sisi tiba-tiba menepuk bahunya. "Iya, kenapa Si?" ucap Andira reflek. Ia pu
Detak jantungnya yang masih berdebar kencang kian berpacu cepat, deru nafasnya pun juga terdengar saling memburu. Dengan tubuh yang masih gemetar, Andira memberanikan diri untuk melirik ke arah belakang tubuhnya. "Aaargh!"Belum juga ia sempat menoleh, sesuatu tiba-tiba menahan dan menarik kakinya hingga tubuhnya terseret masuk ke dalam bilik kamar mandi. Brak!Pintu bilik tiba-tiba tertutup dengan keras. Andira pun langsung berusaha melepaskan sesuatu yang menahan kakinya, namun sayang kakinya tetap tidak bisa digerakkan. Beberapa saat kemudian, telinganya samar-samar mendengar beberapa teman kantornya memasuki kamar mandi."Tolong! Tolong!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu bilik yang terkunci.Namun bak sebuah angin, tidak ada satu pun di antara mereka yang mendengar suara teriakan Andira.Andira berusaha mengintip dari celah bawah pintu bilik, tangannya lalu menjulur ketika salah satu dari mereka mendekat ke arahnya. Namun tiba-tiba temann
"Dira? Kamu sudah sadar sayang?"Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya yang masih terasa berat, kepalanya pun ia pegangi saat sakit kembali ia rasakan. Kedua matanya kemudian mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya sekitar yang menyilaukan mata. Suasana kamar bernuansa putih tiba-tiba menyambutnya. Andira megedarkan pandangannya dan melihat seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di pinggiran ranjangnya."Ibu..." serunya lemah. Ia lalu kembali menelisik seluruh sudut kamar, tapi ia tidak menemukan seseorang yang ia cari. "Sebentar, ibu panggilkan Dokter dulu." ucap Leni yang kemudian diangguki oleh menantunya. Leni pun langsung berlari keluar kamar perawatan untuk menemui dokter.Setelah kepergian ibu mertuanya, rasa sedih kembali mendera Andira saat sesorang yang ia harapkan ternyata tidak ada disampingnya ketika ia sadar.Cklek."Sayang..." ucap Andira seketika saat pintu kamar perawatannya terbuka. Namun wajahnya kembali murung seketika saa
Brak!Andira langsung terduduk seketika, ia lalu menyapukan pandanganya ke seluruh sudut ruangan. Meski lampu di ruang kamar perawatannya dalam keadaan padam, tapi Andira masih bisa melihat keadaan sekitar dari pantulan cahaya yang tembus dari jendela kecil yang berada di pintu kamar perawatannya. Brak!Suara hantaman itu kembali terdengar, Andira langsung menajamkan pendengarannya ke arah sumber suara.Sssht.Sekelebat bayangan hitam tiba-tiba terlihat melintas di jendela pintu kamarnya. Andira langsung bergegas meraih cairan infus yang tergantung di tiang infus, dengan selang infus yang masih menempel di tangannya ia pun berjalan perlahan, mendekat ke arah pintu. "Sayang.., Kau kah itu?" serunya sembari menelisik ke arah jendela pintunya.Namun suasana senyap justru semakin ia rasakan, kulit tubuhnya bahkan juga ikut meremang. Andira pun lantas mengurungkan niatnya untuk membuka pintu itu. Ia kemudian berbalik dan hendak berbaring kembali di atas
Tangan Andira perlahan bergerak, hendak menyentuh kepala anak itu. Namun ia mendadak terkesiap saat anak kecil itu tiba-tiba mendongak dan menatap tajam ke arahnya. Sosok yang ia kira adalah seorang anak kecil, ternyata adalah sosok pria tua yang memiliki kedua mata bulat yang yang berwarna merah, hidung yang besar serta mulut yang juga berlumuran darah membuatnya terlihat sangat mengerikan. Cairan merah kental yang berbarbau amis di mulutnya itu pun bahkan sampai menetes dari deretan gigi-gigi besarnya. Kedua mata Andira langsung terbelalak saat mahluk itu tiba-tiba mencengkram kuat lehernya dengan jari-jari panjangnya. Tubuh Andira juga langsung terdorong hingga memebentur sebuah pohon besar yang berada di tengah-tengah taman.Dengan sekuat tenaga, Andira memberontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman mahluk itu. Namun usahanya sia-sia karena tangan mahluk itu begitu kuat mencengkram lehernya. Bahkan selang infus yang tadinya menempel di tangannya pun kini
Cahaya merah mendadak muncul di atas mobil Bagas, sesosok ular besar yang berkepala manusia pun mendadak muncul dan membelit mobil mereka.Kretek, kretek.Mobil pun terdengar mulai meretak saat sosok ular besar itu melilitnya dengan sangat kuat. Andira pun semakin ketakutan sambil meremas jok mobilnya."Ashadualla ilahailallah, wa ashadu anna muhammadarrasulullah."Andira langsung menoleh saat mendengar suaminya mengucapkan syahadat. Namun tiba-tiba ia langsung terbelalak, ketika cahaya putih yang memancar dari tubuh Bagas perlahan semakin menebal dan semakin melebar."Aaaargh!" erangan mahluk-mahluk itu tiba-tiba menggema di telinga keduanya. Tubuh mahluk-mahluk itu seketika hancur menjadi asap, saat cahaya putih itu mulai menyentuh mereka.***Klotak,klotak.Mbah Kaji pun langsung menghentikan ritualnya saat suara lemparan batu, terdengar di atap rumahnya."Pak Kaji, keluar! Kami tidak ingin punya warga seorang dukun! Keluar! Kalau tidak, k
Perlahan Andira mulai membuka kedua matanya ketika Ia baru saja sadar dari pingsannya. ia pun langsung meringis ketika pusing tersa di kepalanya. Beberapa saat kemudian kedua matanya pun langung terbelalak, saat mendapati dirinya dalam keadaan terikat di atas meja dan di kelilingi taburan bunga."Mmm... Mmm..."Andira pun berusaha meronta dan melepas ikatannya. Namun ikatannya sangat kuat, dia juga tidak bisa berteriak karena mulutnya tersumpal. Seketika Andira langsung menangis ketakutan, ketika puluhan mahluk menyeramkan tiba-tiba mengelilingi dirinya. Meski sebelumnya dia sudah terbiasa dengan mereka, entah kenapa kali ini dia merasa berbeda.Tubuhnya pun langsng gemetar ketika salah satu makluk meyeramkan itu tiba-tiba menjilati bagian perutya, seolah tak sabar akan menikmati makanan yang sangat lezat.Brak!Pintu ruangan tiba-tiba terbuka paksa, bersamaan dengan pintu yang terbuka, semua mahluk menyeramkan itu juga mendadak menghilang seketika. Bagas pu
"Mereka lagi bahas apa sih! lama amat." keluh Dion kesal. Ya, setelah ia memberikn alamat Andira pada Tari, entah kenapa perasaannya mendadak tidak tenang. Dan seharian ini pun, dia terus mengikuti kemana Tari pergi kalau-kalau dia sampai berbuat sesuatu yang nekat pada Andira.Hingga malam hari tiba, Tari pun akhirnya benar-benar menemui Andira. Namun ketika Dion menunggunya di sudut jalan tak jauh dari rumah Andira, Tari malah tak kunjung keluar dari rumah Andira. Dion pun semakin merasa gelisah, ingin rasanya ia langsung masuk ke sana dan langsung membawa Tari pergi dari sana. Namun semua itu tidak mungkin, karena Andira akan merasa curiga padanya.Hingga sekian lama Dion menunggu, mobil Tari tiba-tiba terlihat keluar dari rumah Andira. Ketika mobil itu melaju dan melewati dirinya, seketika itu juga Dion pun langsung tersentak, saat tanpa sengaja kedua matanya melihat Andira tak sadarkan diri di jok belakang mobil Tari.Dion pun langsung bergegas mengikuti mobil
Pagi harinya, Tari tiba-tiba memanggil Dion ke ruangannya dan Dion pun dengan sangat terpaksa menurutinya. Dengan langkah kaki yang berat, ia mengikuti langkah kaki Tari yang sedang menuju ruang kerja pribadinya."Duduklah." titah Tari."Tidak perlu basa-basi, cepat katakan apa maumu?" Ketus Dion dengan nada kesalnya.Tari langsung menghentikan langkahnya. "Tolong jaga sikapmu! Ini kantor, jadi hargai aku sebagai atasanmu." ucap Tari yang langsung menatap tajam ke arah Dion.Seketika, Dion pun langsung terbungkam. Meski sebenarnya di dalam hatinya ia masih menggerutu kesal pada wanita yang sedang berada di hadapannya saat ini.Tari mengambil nafas dalam, lalu kemudian ia mendudukkan bokongnya di atas kursi kebesaranya. "Aku ingin tahu tempat tingga Andira yang baru." ucapnya kemudian.Seketika, Diaon langsung mendongak lalu ia menatap tajam ke arah Tari. "Aku tidak tahu!" ketusnya seketika."Hahaha..." Tari pun langsung tergelak, lalu kemudian wajahn
Seketika, penglihatan itu langsung menghilang dan membawa Bagas kembali ke tempat semula."Yang lalu, biarlah berlalu Nak. Sekarang, waktunya untuk kamu memperbaiki segalanya." Bagas langsung menoleh, dan menatap kakek buyutnya. Ia pun bertanya-tanya, apa maksud dari memperbaiki segalanya. "Maksudnya apa Kek? tanyanya kemudian."Kemarilah Nak." sang kakek melambaikan tangan, menandakan agar Bagas semakin mendekat padanya.Bagas pun menurut dan perlahan mulai mendekati kakeknya. Tiba-tiba, tangan kanan sang kakek terangat dan langsung menyentuh pucuk kepalanya. Dan seketika, pucuk kepalanya pun langsung terasa sejuk, di mana semakin lama rasa sejuk itu semakin menjalar ke seluruh tubuhnya. "Aku titipkan ilmuku padamu, jaga baik-baik dan gunakanlah untuk membatu sesama." titah sang kakek yang kemudian melepaskan tangannya dari pucuk kepala bagas. "Sekarang, bersiaplah. Sesuatu yang besar akan segera terjadi. Segera bersihkan tubuhmu dan langsung ambil w
Malam harinya, Bagas pun bisa bernafas lega saat ia bisa melaksanakan kembali, ibadah yang selama ini dia tinggalkan. Meski di bagian dadanya masih terasa sedikit nyeri dan punggungnya pun juga masih terasa sangat berat, tapi setidaknya ia masih bisa menahannya dan melakukan ibadahnya sampai selesai.Tinggal seorang diri seperti ini, membuat Bagas merasa kesepian. Ia rindu gelak tawa wanita yang selama ini sabar mengahadapinya. Ia rindu semua ocehan yang keluar dari bibir manisnya. Rindu saat dia berteriak kesal, saat ia terus saja mengusili dirinya. Bagas pun tersenyum saat mengingat semua itu.Setelah melaksanakan sholat isya', Bagas hanya menghabiskan waktunya dengan berdzikir dan mengaji. Semenjak ia membuang barang-barang pemberian dari pak Soleh, tidak ada lagi mahluk gaib yang menggangu atau pun menampakkan dirinyanya.Bagas kini bisa melakukan aktifitasnya seperti sedia kala. Hingga jam di dinding kamarnya menunjukkan pukul dua belas malam, Bagas pun mulai m
"Kurang ajar! Bagas berhasil mematahkan mantra pengunci kita." pak Soleh langsung emosi saat dia sadar, semua benda-benda pemberiannya telah Bagas buang."Bagaimana mungkin, dia sampai tahu? Bukannya selama ini, kita sudah behasil memanipulasi pikiran dia?" ucap Tari yang juga ikut kesal. Keduanya kini duduk bersila, di ruangan khusus yang biasa pak Soleh gunakan untuk melakukan ritualnya. "Dia bukan pria sembarangan!"Suara seseorang tiba-tiba terdengar dari arah pintu. Keduanya pun lantas menoleh dan mendapati seseorang yang mereka kenal, sudah bediri di sana."Akang?" pak Soleh langsung beranjak dari duduknya dan menyambut kedatangan saudara tertuanya itu."Sepertinya kita salah orang untuk saling mengadu ilmu." ucap mbah Kaji yang kemudian ikut bersila dan bergabung dengan mereka. "Dia bukan keturunan orang biasa. Leluhurnya yang dulu, kini datang untuk mewariskan semua ilmunya." jelas mbah Kaji lagi."Leluhurnya?" tanya pak Soleh yang langsung meng
Amin yang merasa dipanggil namanya, langsung berhenti seketika. Ia lalu menoleh dan langsung menunduk saat Bagas trlihat menghampirinya."Bang Amin, kenapa?" tanya Bagas terheran."Maaf, tadi saya hanya pergi memancing saja. Ini sudah mau pulang."ucap Amin dengan gugup. Ia kemudian langsung berbalik dan hendak pergi dari sana. Namun tiba-tiba, langkahnya langsung terhenti saat Bagas menahan bahunya."Ampun Pak, saya nggak ngapa-ngapain kok." ucap Amin lagi dengan tubuhnya yang sudah gemetar."Bang Amin kenapa sih! Aku kan hanya ingin minta tolong." balas Bagas.Seketika Amin langsung menoleh, ia juga langsung menelisik dan menatap Bagas dari atas sampai ujung kaki. "Ini beneran Pak Bagas, 'kan?" tanyanya kemudian."Bang Amin ini ngomong apa sih! Masak iya, aku hantu." ucap Bagas lagi."Alahmudillah Pak, ini beneran bapak?" Amin langsung berhambur dan memeluk Bagas. "Bang Amin jadi bantuin saya, nggak?" tanya Bagas lagi."Eh. Jadi Pak, jadi."
Setelah Andira resmi bercerai dengan suaminya, kehidupan Andira kembali berjalan seperti biasanya. Dia juga sudah kembali bekerja dengan Kevin. Meski ia masih kerap mengalami gangguan-gangguan mistis di rumahnya, namun entah kenapa ia menjadi tak takut lagi. Mereka pun juga tidak pernah menyakitinya lagi. Kini Andira pun menjadi lebih sering merasakan hal-hal gaib di sekitarnya. Meski begitu, saat ia mengabaikan dan pura-pura tidak melihatnya, sosok yang tiba-tiba menampakkan diri padanya, langsung menghilang begitu saja. Seperti saat ini pun saat ia tengah makan siang bersama Kevin, sosok wanita yang memiliki lidah panjang, tiba-tiba menampakkan diri di atas meja makannya. Sosok yang berwajah runcing dengan kedua mata dan telinga yang lebar itu terlihat menganga, air liurnya pun jadi menetes dan mengalir ke piring makanan yang tersaji di hadapannya. Seketika Andira pun langsung merasa mual. Ia juga langsung menutupi mulutnya saat sesuatu terasa mengaduk-aduk isi lamb