Bagian 12
Berdebat
Mita bangun. Ia memperhatikan tangannya sendiri. Tak ada bekas luka di sana. Tubuhnya juga tak merasa lelah atau sakit-sakit. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Berarti tadi cuma mimpi.” Mita menarik napas panjang.
Wanita itu membuka bajunya dan masuk ke kamar mandi, merendam dirinya dengan sabun aroma bunga untuk menenangkan pikiran. Mimpi tadi benar-benar membuat jantungnya berdebar sangat cepat.
Usai mandi Mita membungkus kepalanya dengan handuk. Ia pun tak segera memakai baju lengkap, hanya handuk putih di atas dada dan lutut. Ia merasa bahagia sebab merasa dirinya tak jadi mati atau disantap harimau walau hanya dalam mimpi.
Mita membuka pintu kamarnya. Dengan santainya ia keluar dan
Bagian 13Topeng Masa Lalu“Jadi, gadis sialan itu selamat dari serangan mahluk kita, Ben?” tanya Erick sambil menyesap aroma wine mahal buatan pabriknya.“Benar, Sir. Tadi bahkan aku lihat sendiri, ada seekor harimau besar yang datang menolongnya. Dua mahluk beda alam itu bahkan saling bekerjasama mengalahkan pasukanmu.”“Aku semakin suka permainan ini. Akhirnya si brengsek yang merebut Emery dariku menampakkan diri juga.”“Tunggu, Sir.” Ben meraih album foto berisikan foto-foto lama berusia ratusan tahun yang berhasil diabadikan Erick secara sembunyi-sembunyi dulu.“Raden yang kau maksud itu, laki-laki tinggi ini, bukan?” tunjuk Ben pada foto Bagus.
Bagian 14Pernikahan“Kalau begitu cepat selesaikan, atau aku telan semua manusia di dalam ruangan ini!” sahut Arya dengan suara yang juga ditekan.Tak lama setelah itu sang designer memberikan buket bunga satu lagi pada Arya. Lelaki setengah harimau itu lagi merasa indra penciumannya terganggu. Detik demi detik ia menunggu sambil menggenggam paksa tangan Mita.“Ya ampun, bisa patah tanganku lama-lama ini.”Pagelaran pakaian pengantin selesai, tetapi netra kuning Arya tak lepas dari memandang Erick yang duduk di kuris VVIP. Mita bahkan menarik paksa dirinya agar mengikutinya ke ruang ganti. Sayangnya, mereka harus menunggu beberapa saat hingga ruang ganti kosong.“Sekali lagi kau menyeretku ke dalam ur
Bagian 15Pilihan TerakhirErick membawa paksa Mita di atas bahunya. Wanita itu meronta agar dirinya dilepaskan. Namun, sia-sia perlawanan orang biasa seperti Mita, tak ada apa-apanya dibandingkan tubuh Erick yang tinggi.Mita di bawa ke dalam kamar pribadi Erick. Ia dilempar begitu saja di atas ranjangnya. Netra hitam Mita memindai sekeliling ruangan. Ia melihat sendiri manekin yang telah ditutupi gaun pengantin yang sangat mewah.“Jadi, kamu yang beli gaun pengantin mahal ini. Untuk apa?”“Untuk pernikahan kita, Sayang. Kau akan kupaksa menjadi istriku dan menuruti semua keinginanku. Termasuk mematahkan kutukan manusia harimau keparat itu.” Erick membelai pipi Mita yang bersemu merah karena ketakutan.&nbs
Bagian 16Hutan Larangan“Hu-hu-hutan larangan?” tanya Mita mencoba memastikan. Arya hanya mengangguk saja.“You must be kidding me. Ini pasti cuma mimpi,” ujar Mita meyakinkan diri sendiri.“Ini bukan mimpi, ini kenyataan. Kau harus tinggal di sini beberapa saat sampai jejakmu tak bisa diendus oleh anjing suruhan Erick.”“Ah, aku nggak percaya.” Mita menggeleng kuat.“Terserah kau saja.”“Ok, aku mau tidur, semoga pas bangun aku sudah kembali ke kehidupan normalku, mungkin, masih sama-sama dengan Ana yang gak pernah kenalan sama kalian.”Mita merebahkan dirinya sendiri di rerumputan hijau, tubuhnya sudah terasa sangat lelah usai pertarungan antara hidup dan
Bagian 17Serupa“Woooahh. Tadi itu sinar apaan? Waktu aku jatuh di danau juga ada sinar, persis, sama banget,” ujar Mita ketika ia telah dibawa Arya ke tempat yang aman.“Bukan urusanmu, kuberi tahu juga kau tak akan paham. Manusia fana sok hebat.” Kesal Arya mengenang sikap Mita yang tak pernah tahu berterima kasih.Netra Mita tak berkedip memandang sebuah air terjun di depan matanya. Sangat indah dari yang pernah ia temui.“Ana bilang hutan larangan itu serem, di artikel yang aku baca ini tempat paling serem sejagad semesta menembus angkasa. Terus kok bisa ada air terjun dengan pemandangan luar biasa gini. Duh, nggak bawa hape lagi buat merekam.”“Ana belum menjelajahi semua tempat
Bagian 18TipuanDari kejauhan mahkluk wanita menyeramkan itu memandang dua orang yang sedang duduk diam saja tanpa mengucap sepatah kata pun. Ia merupakan musuh lama yang wajahnya habis dikoyak oleh cakar Arya.Namun, mahkluk menyeramkan itu tak memiliki kemampuan untuk melawan sang manusia harimau. Kuku-kuku panjangnya menancap di batang pohon. Ia melompat, dengan kedua kaki dan tangannya merayap di tanah, lalu berdiri ketika melihat Mita mencuci wajahnya sendirian saja di sungai.Makhluk serba hitam dan menjijikkan itu menutup dengan tabir gaib di sekitar Mita agar tak diketahui oleh Arya, ia yang telah ratusan tahun ingin membalaskan dendamnya, menemukan sebuah cara. Melalui Mita ia akan membuat sang pangeran tergoda hingga melanggar perintah gurunya.Makhluk hitam it
Bagian 19Liliana Emery“Untuk apa kau lakukan itu?” Bagus memerhatikan Arya yang melukai wajahnya sendiri hingga ia tak terlihat tampan lagi.“Supaya tak ada yang tertarik denganku.” Sempurna, penyamaran Arya terlihat halus, ia kini serupa dengan buruk rupa.“Baiklah kalau begitu. Kita pergi sekarang, lebih cepat lebih baik.”Dua orang sahabat karib yang memilih mengamankan wilayah di sekitar timur berjalan bersama. Mereka memasuki kediaman Erick. Dengan pakaian lusuh dan tubuh kotor seolah-olah orang miskin dan kelaparan.“Siapa mereka?” tanya Emery pada kepala pelayan ketika baru saja pulang memetik bunga.“Ehm, Nona, merek
Bagian 20Membebaskan TawananBagus berjalan mengendap-ngendap. Setelah berhasil menghindar dari Emery yang terus mengikutinya. Ia menuju hutan di tepi sungai tadi. Sampai di sana, Arya telah menanti sambil memgang dua buah mangkuk yang masih mengepulkan asap.“Kau lapar, bukan?” Arya menyodorkan semangkuk sup pada sahabat karibnya.Lelaki itu menyeruput begitu saja, mengabaikan panas pada sup yang baru saja matang. Namun, saat itu juga ia memuntahkannya kembali. Lidahnya serasa dibakar oleh api.“Sayuran, pantas saja rasanya begitu aneh.” Lelaki itu berkumur dengan air sungai.“Aku juga lapar. Dan sepertinya sore ini kita akan makan daging yang lumayan bisa mengganjal perut kita yang besar ini.”
Waktu terus berjalan sampai malam hari dan Andra belum bisa menjawab pertanyaan dari Nay harus pindah ke mana. Bukan soal barang-barang yang ia khawatirkan, benda-benda itu bisa dibeli lagi. Tapi soal kehidupan sebagai separuh binatang dan manusia. Sulit untuk berbaur dengan orang ramai. Tak semua paham menjaga sikap. Dengan warga desa di sini hanya karena ada aturan dari penguasa saja makanya mereka tunduk. Sambil berbaring, Andra melipat dua tangan di belakang kepalanya. Apa harus pergi ke pegunungan Himalaya? Tapi terlalu dingin, mungkin cocok bagi Nay tapi tidak baginya. Atau ke Hutan Larangan? Di sana ada Murti dan Pawana. Tak terlalu suka Andra dengan dua harimau putih itu. Bingung. Tangan Nay tiba-tiba berpindah memeluk Andra yang dari tadi melamun saja. Lelaki itu tergugah sedikit. Mungkin bisa mencari inpirasi usai menghangatkan diri pada tubuh dingin seekor ular. Mulailah si pejantan beraksi menyentuh setiap jengkal kulit betina yang halus tanpa cela. Ular itu pun mulai
“Murti, kau di sini.” Candramaya meliha temannya duduk di singgasana milik Darma. “Iya, kalian sudah kembali. Akhirnya kau dapat juga apa yang kau mau,” jawab Murti sambil memperhatikan wajah Candramaya yang asli. “Setelah hampir ribuan tahun menunggu. Rasanya semua ini melelahkan.” Candra menghela napasnya yang dingin. “Lelah apanya? Sekarang dia ke mana?” Maksud Murti kandanya kenapa tidak kembali. “Terakhir aku meninggalkan dia penginapan, mungkin dia masih tidur.” “Astaga, kalian benar-benar kasmaran sampai lupa menjaga bukit. Sekarang karena kau sudah kembali, aku akan pergi ke tempat suamiku.” Murti beranjak dari singgasana milik kandanya. “Bagaimana dengan kehidupanmu di sana?” Candra menahan tangan Murti. “Kami baik-baik saja, semoga kau juga sama, Candra, penantian dan kesetiaanmu layak mendapatkan hasil yang memuaskan. Kalau kanda tidak juga luluh tinggalkan saja bukit ini. Lebih baik cari lelaki lain yang peka dengan perasaanmu.” Murti mengelus jemari Candra yang hal
Candramaya terbangun di kamar hotel tempatnya menginap. Ia tak sadarkan diri selama beberapa hari akibat minumal alkohol yang dicicipi. Saat bangun, ia hanya menggunakan selimut saja. Sedangkan di lantai bagian bawah, ada seekor harimau putih yang bermalas-malasan. “Sepertinya kami terlena tinggal di kota. Ini tidak bisa dibiarkan.” Candra bangkit dan mencari sumber air. Ia yang kurang tahu tentang kehidupan modern menendang pintu kamar mandi padahal tinggal dibuka saja. Ketiadaan air di dalam bak mandi layaknya telaga membuat ular tujuh warna itu merusak shower hingga airnya terus mengalir. Candra tak peduli yang penting ada air untuk membersihkan sisiknya yang terasa berdebu.“Kenapa airnya panas sekali.” Wanita itu tak sadar menghidupkan penghangat. Tak ingin Canda berendam di sana. Keadaan di luar bukit sama sekali tidak membuatnya tenang. Ular tujuh warna itu tak peduli lagi dengan Damar yang ingin tinggal di hotel atau tidak. Candra pun memejamkan mata dan menghilang, kemudi
Waktu berjalan hingga telah ratusan tahun lamanya sejak Damar, Weni, Murti dan Pawana menjadi separuh binatang buas. Pun dengan lingkungan yang telah berubah sangat berbeda. Orang-orang tak lagi menggunakan kuda, meski masih ada beberapa yang mempertahankan tradisi. Rumah mulai dibuat dari batu, semen, serta besi, tak lupa pula keramik hingga bahkan istana raja zaman dahulu kalah indahnya. Semua itu normal dimiliki oleh manusia biasa. Namun, Damar memiliki aturan sendiri di bukit tempatnya berkuasa. Tidak boleh ada aliran listrik sebab akan timbul kebisingan di sekitarnya. Tidak boleh ada modernitas apa pun, bahkan kendaraan saja masih sama seperti dahulu. Sederhana saja, siapa yang mampu dia akan bertahan tinggal di Bukit Buas. Apalagi di desa tetangga masih bisa melakukan aktifitas yang sama. Murti dipercaya oleh Damar untuk menerima siapa pun yang tinggal di desa. Selain orang itu bisa diajak bekerja sama dan tidak mengurus kehidupan para binatang di dalam bukit. Murti—wanita
Pawana baru saja menyelesaikan semedi jangka panjangnya. Ia menjadi semakin bijaksana juga sakti. Hanya satu kekurangannya, yaitu ia bukanlah penguasa di Bukit Buas. Murti mendatangi dan memeluk suaminya. Lelaki yang sejak jadi harimau lebih memilih dekat dengan alam, wanita itu jadi merasa terabaikan. “Setelah ini mau bertapa lagi? Tidakkah Kang Mas tahu anak kita sudah besar semua dan mencari hidupnya sendiri-sendiri,” ujar Murti sambil menggamit tangan Pawana. “Mereka pergi semua?” tanya lelaki berambut putih itu. “Iya, semua sudah besar, yang lelaki pergi mencari wilayah sendiri, yang perempuan pergi bersama pasangannya. Aku tak bisa melarang mereka sudah punya hidup sendiri.” “Berapa lama waktu yang aku lewati memangnya?” Pawana tak sadar dengan kesepian diri sendiri. “Ratusan tahun sepertinya, kali ini memang Kas Mas terlalu lama. Aku hampir saja mencari jantan lain.” “Kau tak akan bisa melakukannya. Kau itu sudah terikat denganku,” jawab Pawana sambil tersenyum. Namun, a
Samar-samar sang penguasa Bukit Buas mendengar suara teriakan seorang perempuan. Sebenarnya ia tak mau ikut campur urusan lain. Namun, semakin lama suara itu justru terdengar semakin pilu dan masih terjadi dalam wilayah kekuasannya. Manusia harimau putih itu menghilang dan mencari sumber suara. Ia berubah menjadi seekor harimau dan berlari cepat bahkan nyaris menumbangkan beberapa pohon. Beberapa saat kemudian harimau itu sampai di sebuah tempat. Di mana Sora sedang mencabik-cabik kain sutera yang menutupi tubuh Candramaya. Harimau itu memejamkan mata, ia perhatikan dengan baik lalu melangkah mundur sebentar dan berlari kencang hingga menerjang Sora yang nyaris sedikit lagi merenggut harga diri Candramaya. Ular tujuh warna itu terkejut ketika harimau putih melompat melewati atas tubuhnya. Ia pun bangkit dan menutupi diri dengan sisa-sisa kain di badan. Tadinya Candra mengira kalau harimau itu Murti. “Sepertinya dia bukan Murti,” gumam Candra dari balik pohon. Pertama kali sejak
Candramaya turun ke bawah dengan perasaan tak menentu. Jujur tak mudah baginya untuk melupakan paman yang mengajarkan arti cinta pertama kali. Tapi melihat lelaki itu bersanding dengan yang lain pun ia tak kuat. “Apakah ini yang namanya bodoh. Pergi tak mampu bertahan sakit?” gumamnya sambil menuruni bukit. Sekali lagi ia menoleh, terdengar suara Damar dan istri manusia biasanya bersenda gurau. “Cih, bahkan kandaku tak memandangmu sedikit pun. Benar kalau matanya itu ada penyakit,” ucap Murti dengan bibir dimiringkan. “Cinta tidak bisa dipaksakan, Murti. Mau kau bilang aku paling cantik di dunia ini tetap saja kalau bukan aku yang dia mau, aku tak akan ada nilai di matanya.” “Aku hanya kasihan dengan manusia itu. Nanti dia akan ditiduri dan jeritnya terdengar sampai seluruh bukit, lalu hamil dan mati karena melahirkan, tak pernah ada istri kandaku yang hidup dan mampu berubah jadi harimau. Kasihan, hidup hanya untuk jadi pemuas saja.” “Sudah takdir mereka, beberapa perempuan mema
Sora menepi ketika air sungai tak mengalir deras lagi. Ada beberapa bekas luka gigitan di tubunya. Ia akui perlawanan ular betina tadi cukup ganas, meski bisa saja ia langsung bunuh, tapi Sora menginginkan tubuhnya. “Kau terlalu berani, akan aku ajarkan bagaimana caranya agar menurut padaku.” Sora meludah, ia membuang racun ular yang tadi sempat ditancapkan Candramaya. Ular hitam itu berjalan sambil mencium aroma bunga yang begitu khas. Jelas sekali hanya satu perempuan di dunia ini yang memilikinya. Lelaki itu berubah menjadi ular hitam kecil, ia melata mengikuti semilir angin yang akan mendekatkanya pada Candramaya. Wilayah kekuasaan Damar cukup luas. Tak ada yang berani mengusik sebab tahu ia siapa. Semua binatang jadi-jadian tunduk padanya, termasuk Sora. Tapi untuk urusan perempuan cantik lain lagi ceritanya. “Lagi pula harimau putih itu sudah memiliki istri bergonta-ganti, untuk yang ini berikan saja padaku,” gumam Sora dari atas pohon. Di sana ia bergelung karena aroma bun
Seekor ular hitam yang sudah berumur ratusan tahun tinggal di Bukit Buas. Ia merupakan binatang tak memiliki tuan. Hidupnya bebas. Sora namanya, sebab ia berubah menjadi ular karena memang bersekutu. Ia memang bengis dan kerap mencari mangsa perempuan. Baik untuk diajak tidur atau setelahnya dimangsa. Hitamnya hati membuat warna sisiknya menjadi hitam juga. Dari tepi sungai ia memperhatikan seekor ular betina yang memiliki kecantikan layaknya bidadari. “Penghuni baru sepertinya. Akhirnya ada juga yang sama sepertiku,” ujar Sora sambil menelisik Weni. Ular betina itu masih bergelung di atas pohon untuk bermalas-malasan. Waktu yang terus berjalan membuat Weni turun dari dahan. Saat itulah Sora baru tahu bahwa selain cantik seperti bidadari, Weni juga memiliki kemampuan untuk membunuhkan bunga tujuh warna. Daerah yang kerap kali becek dan kotor dibuatnya jadi indah. “Aku harus mendapatkanmu, apa pun caranya.” Sora berubah menjadi ular dan masuk ke dalam sungai. Ia menanti Weni mandi